Konservasi Kelautan dan perikanan berbas

Konservasi Kelautan dan perikanan berbasis Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
*Moh Nur Nawawi
Garis pantai Indonesia dikenal sebagai yang terpanjang kedua di dunia setelah Rusia.
Anugerah tersebut menjadikan Indonesia menjadi negara pantai yang kaya akan sumber daya
ikan. Dari Sabang di Indonesia Barat, ke Merauke di Indonesia Timur, kekayaan sumber daya
ikan bisa ditemukan oleh para pencari ikan. Anugerah yang tidak dimiliki setiap negara
tersebut, menjadi keistimewaan bagi Indonesia.
Potensi sumberdaya kelautan yang besar tersebut selain sebagai anugerah tapi juga bisa
mendatangkan permasalahn tersendiri. Pengelolaan yang tidak seimbang akan mengakibatkan
kerusakan ekosistem kelautan dan perikanan, belum lagi ancaman IUU Fishing yang marak
terjadi. Pemerintah saat ini memberlakukan berbagai kebijakan yang memperketat proses
pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, pelarangan operasi sejumalah alat tangkap,
moratorium perizinan kapal berbendera dan eks asing dan beberapa aturan ketat lainnya
adalah sebuah upaya konservasi ekosistem kelautan dan perikanan agar terus tumbuh
seimbang sehingga potensinya bisa dimanfaatkan secara seimbang.
Tapi upaya konservasi yang sedang dilakukan Pemerintah masih sulit diterima oleh sebagian
pelaku usaha di industri tersebut. Konservasi perikanan memang memberikan dampak luar
biasa, tapi bagi para pebisnis mengubah kebiasaan itu tidak mudah, adaptasi itu memang
sulit. Dalam melaksanakan konservasi, utamanya untuk perikanan dan kelautan, itu selalu
memunculkan dampak di dua sisi, yakni positif dan negatif. Untuk dampak positif, dia
melihat konservasi akan mendorong bisnis yang bertanggung jawab di sektor perikanan.

Tetapi, dengan menerapkan konservasi, ada dampak negatif, yakni munculnya pengangguran.
Sejak Indonesia menerapkan prinsip berkelanjutan melalui konservasi dalam sektor perikanan
dan kelautan, sejumlah permasalahan mendasar mulai muncul dan harus dihadapi para pelaku
usaha. Salah satunya adalah perizinan kapal yang mengalami perubahan manajemen.
Menjalankan konservasi untuk laut dan sumber daya yang ada di dalam dan sekitarnya,
memang membutuhkan kerja keras, perlu upaya yang berkelanjutan dengan waktu panjang
yang tak terbatas. Dengan cara tersebut, konservasi diyakini bisa memberikan manfaat
banyak untuk alam dan manusia. Dan yang paling penting, sumber daya laut tetap terjaga
secara berkesinambungan. Menurut Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Program
konservasi harus bisa dipahami dengan bijak oleh semua pelaku usaha di industri perikanan
dan kelautan. Setiap pelaku usaha harus bisa menjalankan kepentingan masyarakat pesisir
dalam mengelola laut, ketimbang mengedepankan kepentingan bisnis yang selalu dalam
pertimbangan sesaat.
Pemerintah bisa memastikan dan menjamin terlayaninya hak-hak dasar nelayan yang tersebar
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Utamakan kepentingan masyarakat pesisir dalam
mengelola lautnya. Program konservasi kelautan dan perikanan sangat tepat bila berdasarkan
pada program pemberdayaan masyarakat pesisir seperti melalui skema koperasi atau
BUMDes. Pelaksanakan konservasi di laut, biasanya itu berkaitan erat dengan bisnis wisata
bahari dan juga bisnis perikanan dan kelautan. Dalam konteks inilah, isu pembungkus yang
seringkali digunakan adalah mengatasi dampak perubahan iklim.

Target 20 juta hektare kawasan konservasi laut (KKL) yang dicanangkan Pemerintah
Indonesia pada tahun 2020 adalah sebuah program yang luar biasa dalam rangka
mewujudkan keseimbangan ekosistem kelautan dan perikanan. Tapi semua itu bukanlah

program yang mudah, kita menghadapi tantangan berat dalam pengelolaannya apalagi target
yang diharapkan tidak hanya secara kuantitatif akan tercapai, tetapi juga target kualitatif.
Menurut Destructive Fishing Watch tantangan terbesar dalam target yang dicanangkan
Pemerintah tersebut, bukan pada pencapaian luasan kawasan konservasi, tapi bagaimana
semua kawasan yang sudah tercapai tersebut bisa dijaga dengan baik.
Efektivitas pengelolaan kawasan konservasi laut atau perairan menjadi tantangan bagi
Indonesia yang telah berkomitmen ikut berkontribusi dalam pencapaian SDGs 2030. Dalam
target SDGs, pengelolaan dan perlindungan ekosistem laut menjadi tujuan dan memiiki target
tersendiri. Dalam mengelola kawasan konservasi yang sudah terbangun, ada tiga tantangan
utama yang harus bisa dilalui oleh Pemerintah dan semua elemen yang terlibat. Ketiga
elemen tersebut, adalah bagaimana pengelolaan kawasan bisa efektif, penurunan alokasi
pendanaan konservasi laut dari Pemerintah, dan konflik pembangunan antar sektor yang
terjadi di dalam kawasan konservasi laut.
Prinsip konservasi kelautan dan perikanan tertuang dalam regulasi Undang-Undang
No.7/2016 tentang tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan,
dan Petambak Ikan dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan

Industri Perikanan Nasional. Oleh karena itu konservasi kelautan dan perikanan dapat
berjalan dengan baik jika melibatkan semua pemangku kepentingan di sektor kelautan dan
perikanan, dengan semangat tersebut program konservasi tidak boleh meninggalkan
pembenahan sistem bisnis perikanan. Bisnis perikanan harus tetap berjalan agar tidak
menimbulkan masalah baru seperti pengangguran jika bisnis perikanan mandek karena
konservasi yang dilakukan.
Konservasi kelautan dan perikanan adalah sebuah upaya kita dalam rangka mengendalikan
pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan serta mampu menjadi program
pengawasan sumberdaya yang efektif. Konservasi kelautan dan perikanan yang melibatkan
masyarakat dengan sistem pemberdayaan yang efektif akan mampu menjaga kualitas
konservasi itu sendiri.
Program pemberdayaan desa pesisir adalah aktualisasi program konservasi terpadu kelautan
dan perikanan yang sangat tepat jika diterapkan. Desa pesisir bisa di kawinkan dengan
program pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT). Program tersebut,
selain untuk memberdayakan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil, sekaligus
juga untuk program kedaulatan di laut. Ketimpangan pembangunan akan mampu dihilangkan
dengan program tersebut karena program tersebut memberikan kesempatan kawasan untuk
membangun ekonominya lebih maju.
Pengelolaan pesisir dan laut penting, terlebih dalam pengelolaanya perlu dilakukan secara
bersama-sama dengan masyarakat dan pihak terkait. Bentuk pengelolaan tersebut dapat

berupa pengembangan daerah perlindungan laut (DPL) Artinya wilayah pesisir dan laut
dikelola atau diatur pemanfaatannya secara berkelanjutan. Pengelolaan tersebut merupakan
bagian dari penyelamatan lingkungan pesisir dan laut, sedangkan modelnya akan disepakati
oleh masyarakat apakah ada wilayah yang harus ditutup 100% dan sekitar lokasi tersebut
sebagai zona penyangga atau akan dibuat sistem buka tutup dimana saat-saat tertentu wilayah
tersebut ditutup untuk sementara waktu dan kemudian pada waktu tertentu pula wilayah
tersebut dibuka untuk menangkap ikan.

Fokus program konservasi kelautan dan perikanan seyogyanya adalah pesisir dan laut, namun
program tersebut juga bisa di lakukan untuk pendukung program di darat karena pendekatan
yang dilakukan secara bentang alam. Selain itu juga mendorong ekowisata dapat dilakukan di
kampung ini ke depannya.
Beberapa langkah strategis dalam rangka mewujudkan konservasi kelautan dan perikanan
berbasis pemberdayaan masyarakat pesisir lewat skema Desa pesisir bisa di lakukan, antara
lain:
Pertama, Pemerintah harus konsistensi pada program konservasi kelautan dan perikanan
dengan melibatkan masyarakat pesisir, menjaga bisnis perikanan tetap berjalan tetapi tetap
melakukan pengendalian yang tepat.
Kedua, Pembentukan tim konservasi yang melibatkan masyarakat setempat melalui sistem
community organizing dimana masyarakat diorganisasi agar memiliki sebuah kelembagaan

yang bisa dimanfaatkan secara bersama-sama dalam rangka penelolaan ekosistem kelautan
dan perikanan setempat. Dan sebagai gerbang mulainya kampanye konservasi yang
dicanangkan.
Ketiga, memperkuat regulasi seperti Peraturan daerah hingga peraturan desa yang
berpedoman pada peraturan nasional tentang konservasi kelautan dan perikanan. Regulasi
tersebut harus dijabarkan sedemikian rupa sehingga implementasinya mudah dilaksanakan
oleh masyarakat, selain itu regulasi juga mengikat berbagai pihak yang berkepentingan agar
bersama-sama mewujudkan konservasi kelautan dan perikanan yang mengedepankan
kuantitas dan kualitas program.
Keempat, dalam rangka keberlanjutan program konservasi pemerintah harus mampu
mendorong masyarakat desa pesisir untuk mandiri dalam pengelolaan pendanaan konservasi
selain memanfaatkan bantuan pemerintah, masyarkat harus di damping dalam hal tersebut
bisa dengan skema memperkuat kelembagaan Badan usaha milik desa (BUMdes) dan
koperasi usaha desa. Sehingga konservasi bisa berjalan maksimal dengan pengelolaan dana
yang baik.
Kelima, mendorong pertumbuhan ekonomi baru masyarakat pesisir dalam program
konservasi, misalnya meningkatkan potensi ekowisata berdasarkan pada kearifan lokal,
sumberdaya dan potensi wisata lainnya yang ada, mendorong unit usaha bersama seperti
menghidupkan usaha kelautan dan perikanan berbasis masyarakat. Hal ini agar konservasi
juga bisa berjalan seimbang dengan bisnis perikanan berbasis masyarakat.

Keenam, dalam rangka menjaga ekosistem dan konservasi yang berkelanjutan masyarakat
bisa melestarikan adat istiadat yang telah ada seperti sistem penangkapan ikan berdasarkan
musim yang disepakati, pesta rakyat, sistem pasar masyarakat. Adat istiadat dalam rangka
menjaga ekosistem, pengawasan sumberdaya dan peningkatan ekonomi harus digalakkan dan
dikemas sedemikian rupa sehingga lebih bermanfaat bagi masyarkat.
Sumber pustaka:
Halim, abdul (2017). Tantangan konservasi kelautan dan perikanan masa depan. Pusat Kajian
Maritim untuk Kemanusiaan.

Ambari, M (2017). Catatan Akhir Tahun : Seberapa Penting Konservasi Laut untuk Industri
Perikanan dan Kelautan. (online) dalam http://www.mongabay.co.id/