Manajemen Risiko kepatuhan industri Perbankan

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN UMUM DAN PERBANKAN SYARIAH

I.

PENDAHULUAN
Apakah risiko itu? Mengapa risiko mendapat perhatian khusus dalam dunia

perbankan? Secara umum risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya kerugian yang
harus ditanggung dalam pemberian kredit, penanaman investasi, atau transaksi lain yang
dapat berbentuk kehilangan keuntungan, atau kemampuan ekonomis antara lain karena
adanya perubahan suku bunga, kebijakan pemerintah, dan kegagalan usaha.
Mengapa risiko harus dikelola? Jawabannya tidak sulit ditebak, yaitu karena risiko
itu mengandung biaya yang tidak sedikit. Risiko yang dikelola dengan baik dapat menjaga
kinerja perusahaan terhindar dari kerugian. Manajemen risiko dapat diartikan sebagai
serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari
kegiatan usaha bank. Secara lebih spesifik dapat diartikan sebagai pengelolaan berbagai
bentuk risiko yang berhubungan dengan operasional bank sesuai dengan prinsip kehatihatian gunamengontrol risiko pembiayaan yang terdiri atas risiko kredit, risiko suku bunga
dengan cara cegah risiko (hedging), financial futures, dan batas atas suku bunga (interest
rate caps), tujuannya untuk mengendalikan biaya dana, anggaran biaya bunga, dan
membatasi terhadap perubahan tingkat suku bunga.

Risk Management sebenarnya diperlukan bukan hanya di dunia perbankan namun
dapat juga diterapkan di berbagai aktivitas. Faktor risiko yang dipertimbangkan akan
berbeda dari aktivitas yang satu dengan yang lain. Harus diakui bahwa, sesungguhnya,
industri perbankan adalah suatu industri yang sarat dengan risiko, terutama karena
melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan diputar dalam bentuk berbagai investasi,
seperti pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga dan penanaman dana lainnya.
Dengan begitu, dapat dikatakan, bahwa semua kegiatan bank, baik yang berasal dari
aktiva maupun pasiva mengandung berbagai jenis risiko, baik itu risiko pasar, risiko
kredit, risiko likuiditas maupun risiko-risiko lainnya. Besar kecilnya risiko itu akan sangat
tergantung pada berbagai faktor yang terkait, misalnya kemampuan dan kejelian
manajemen dalam mengelola hal itu.

Karenanya, untuk meminimalisir risiko-risiko yang dihadapi, maka manajemen bank
harus memiliki keahlian dan kompetensi yang memadai, sehingga berbagai risiko yang
berpotensi muncul dapat diantisipasi dari awal, dan dicari cara penangananya secara lebih
baik. Diharapkan, risiko yang muncul akan dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga
potensi kerugian yang akan diderita dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam hal ini, risk
management di perbankan diharapkan dapat mengendalikan risiko-risiko yang mungkin
timbul untuk mengurangi kerugian apabila terjadi.
Tentunya terdapat pertanyaan: apakah pada saat ini perbankan di Indonesia belum

secara utuh menerapkan risk management? Perbankan di Indonesia tentunya sudah
melakukan analisis-analisis dan teknik yang berkaitan dengan upaya untuk mengurangi
kerugian yang timbul dimasa mendatang melalui proses pengelolaan risiko kredit seperti
analisis kredit. Kegiatan demikian sudah merupakan salah satu dalam proses pengendalian
risiko, sehingga kalau dikatakan bahwa perbankan di Indonesia sama sekali belum
menerapkan pengendalian risiko juga tidak sepenuhnya valid. Namun demikian
pendekatan dalam pengendalian risiko masih menggunakan teknik dan pendekatan
konvensional, sehingga efektivitasnya masih dipertanyakan, belum efektif dan perlu diuji
kembali konsistensi penerapannya.
Dengan diterapkannya perhitungan kebutuhan modal minimum yang dihitung
berdasarkan risiko secara internasional melalui rekomendasi yang dikeluarkan Basel
Committee on Banking Supervision (i.e. Basel Accord 1988), maka perkembangan risk
management semakin pesat untuk mengembangkan perhitungan risiko yang lebih akurat
(modelling). Kondisi demikian didasarkan kepada diperbolehkannya Bank-bank dalam
menghitung kebutuhan modal minimum dengan menggunakan internal model khususnya
risiko pasar (Amandemen Basel Accord, BIS, 1996), dengan persyaratan-persyaratan
tertentu.
Mengingat risk management secara utuh di Indonesia masih dalam proses persiapan
untuk penerapannya, tentu masih banyak para praktisi perbankan masih perlu pemahaman
secara lebih mendalam berkaitan dengan risk management. Paper ini dimaksudkan untuk

memberikan gambaran secara umum tentang risk management serta peran para senior
management dalam penerapannya.
Pada makalah ini akan mengulas mengapa risk mangement diperlukan, risiko apa
saja yang dapat terjadi di Bank, kelemahan conventional approach, kebijakan perbankan
2

internasional dalam risk management, peran senior management, dan kesimpulan.
Demikian pula pada perbankan syariah, profil risiko yang muncul, bagaimana peran DPS
dalam perbankan syariah sehubungan dengan manajemen risiko perbankan syariah.

II.

MENGAPA RISK MANAGEMENT DIPERLUKAN?
Industri keuangan menyadari bahwa manajemen risiko harus diimplementasikan

dalam cakupan yang luas, pada setiap lini bisnis dan jenis-jenis risiko. Hal ini disebabkan
oleh sejumlah faktor, antara lain 1) exposures terhadap sumber-sumber risiko global yang
semakin meningkat ketika sebuah institusi mengembangkan operasinya, 2) interaksi dari
faktor-faktor risiko di dalamnya, 3) hubungan antara produk-produk yang saling
bersilangan antara risiko-risiko pasar dan risiko-risiko keuangan.

Jenis-jenis risiko adalah sebagai berikut:


Risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila nasabah tidak dapat memenuhi
kewajibannya

untuk

membayar

angsuran

pokok

ataupun

margin/bunga

sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian pembiayaan/kredit.



Risiko pasar adalah risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh
bank akibat adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) berupa suku
bunga dan nilai tukar. Risiko pasar ini mencakup empat hal, yaitu risiko tingkat
suku bunga (interest rate risk), risiko pertukaran mata uang (foreign exchange
risk), risiko harga (price risk) dan risiko likuiditas (likuidity risk).



Risiko likuiditas yaitu risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan
bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Bank perlu
memelihara dana dalam jumlah yang memadai dan aktiva lancar untuk
mengakomodasi perubahan-perubahan dan permintaan dana yang muncul dari
waktu ke waktu



Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan
atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau adanya
masalah eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Ada tiga faktor yang

menjadi penyebab timbulnya risiko ini, yaitu (a) infrastruktur, seperti teknologi,
kebijakan, lingkungan, pengamanan, perselisihan dan sebagainya, (b) proses, (c)

3

sumber daya. Risiko ini mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi (reputational
risk), risiko kepatuhan (compliance risk), risiko transaksi (transactional risk),
risiko strategis (strategic risk), dan risiko hukum (legal risk).


Risiko Hukum adalah Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek
yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum,
ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan
yang tidak sempurna.



Risiko Reputasi adalah Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi
negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap

Bank.



Risiko Strategis adalah Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang
tidak tepat atau kurang responsif Bank terhadap perbuhan eksternal.



Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
Pengelolaan Risiko Kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian
intern secara konsisten.



Risiko Transaksi adalah risiko yang disebabkan olehpermasalahan dalam
pelayanan atau produk-produk yang disediakan. Penyebab timbulnya risiko ini
antara lain adalah kekeliruan dalam penetapan akad, kasus-kasusu hokum, system

teknologi dan informasi.

Fungsi manajemen risiko adalah :
1.

Menetapkan arah dan risk appetite dengan menagkaji ulang secara berkala dan
menyetujui risk exposure limits yang mengikuti perubahan strategi perusahaan.

2.

Menetapkan limit, biasanya mencakup pemberian kredit, penempatan non-kredit,
asset liability management, trading dan kegiatan lain seperti derivatif dan lain-lain.

3.

Menetapkan kecukupan prosedur pemeriksaan untuk memastikan adanya integrasi
pengukuran risiko, kontrol sistem pelaporan, dan kepatuhan terhadap kebijakan dan
prosedur yang berlaku.

4


4.

Menetapkan metodologi untuk mengelola risiko dengan menggunakan sistem
pencatatan dan peaporan yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi sehingga
dapat diukur dan dipantau sumber risiko utama terhadap organisasi bank.
Setiap usaha tentunya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan (return) dengan

mengeluarkan biaya seminimal mungkin, demikian pula dengan dunia perbankan. Akan
tetapi terdapat beberapa faktor yang sulit untuk dikendalikan untuk memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan biaya. Dalam penerapannya terdapat beberapa kendala:
a.

Kontrak antara nasabah dan Bank itu mengikat dalam jangka waktu yang relatif
lama, sehingga dapat terjadi bahwa return secara jangka pendek baik namun secara
jangka waktu yang relatif panjang perlu diprediksi dari awal seberapa jauh
kemungkinan return tersebut sulit diperoleh kembali di masa mendatang.

b.


Terdapat

moral

hazard

dari

counterparties

untuk

tidak

memenuhi

kewajibannya di masa mendatang.
c.

Bank tidak mempunyai kemampuan untuk selalu memantau secara ketat

kondisi counterparties.

d.

Terdapat constraint dari internal management Bank untuk melakukan
pengendalian secara comprehensive terhadap seluruh komponen yang dapat
merugikan Bank.

e.

Terdapat moral hazard dari business unit untuk selalu mengutamakan return
dan mengesampingkan risk.
Kondisi tersebut di atas terasa sekali terutama terdapat pada Bank-bank yang belum

secara formal menerapkan risk management, akibatnya sering sekali terjadi bahwa Bank
menyadari adanya kerugian setelah keuntungan Bank menurun atau tersedianya modal
Bank berkurang. Risk management diharapkan dapat mendeteksi maksimum kerugian
yang mungkin timbul di masa mendatang serta kebutuhan tambahan modal apabila
dampak proyeksi kerugian dimaksud dapat mengakibatkan jumlah modal di bawah
ketentuan minimum yang dipersyaratkan otoritas pengawasan.
Bagi pengelolaan Bank yang dilakukan secara konvensional umumnya belum secara
formal melakukan proyeksi maksimum kerugian yang mungkin timbul di masa
mendatang, sehingga kerugian-kerugian yang timbul benar-benar disadari setelah terjadi
serta belum secara efektif dikendalikan sebelum kerugian benar-benar terjadi.
5

III.

RISIKO DI BIDANG PERBANKAN
Usaha jasa perbankan mengandung beberapa unsur risiko mengingat kontrak antara

Bank dengan nasabah mengikat dalam kurun waktu ke depan. Dengan demikian masingmasing pihak mempunyai moral hazard untuk tidak memenuhi kewajibannya di masa
mendatang atau kondisi external (pasar) berubah ke arah yang merugikan Bank antara lain
fluktuasi nilai tukar dan suku bunga. Kemungkinan tidak terpenuhinya kewajiban nasabah
kepada Bank maupun fluktuasi faktor external perlu dikendalikan untuk meminimalkan
kerugian yang mungkin terjadi di Bank. Proses dalam mengendalikan berbagai risiko
dimaksud perlu diformalkan dalam management Bank.
Risiko dapat berupa risiko kredit apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya
kepada Bank. Namun demikian masih banyak risiko-risiko lainnya seperti risiko nilai
tukar, suku bunga dan operasional yang sering sekali dapat menyebabkan Bank mengalami
kerugian yang cukup besar. Masih terdapat beberapa risiko yang juga dapat menimbulkan
kerugian bagi Bank seperti reputational risk, strategic risk, legal risk, political risk,
country risk, namun quantifikasi dan management dari risiko dimaksud masih sulit
dilakukan. Mengingat tidak setiap risiko selalu menjadi ancaman bagi Bank, maka setiap
Bank akan melakukan identifikasi terhadap risiko-risiko yang mungkin timbul serta
melakukan manajemen risiko sesuai dengan tingkat kompleksitas usahanya.
Dalam menerapkan manajemen risiko, proses yang dilakukan meliputi:
a.

menyusun business plan tahunan untuk masing-masing business unit dengan
mengacu kepada arahan dari top management berkaitan dengan sasaran tahunan
yang ingin dicapai maupun risiko yang perlu dipertimbangkan;

b.

menyusun proyeksi risiko yang dengan mengacu kepada business plan serta posisi
modal yang diperlukan untuk mendukung dalam pelaksanaan business plan
dimaksud. Apabila modal yang tersedia belum mencukupi maka dilakukan
pembicaraan di senior management level untuk melakukan penyetoran modal atau
melakukan revisi business plan.

c.

Menetapkan pendelegasian wewenang kepada setiap business unit yang terlibat
untuk menerapkannya serta rambu-rambu yang perlu di patuhi berupa limit-milit
risiko agar Bank dapat mengendalikan risiko secara keseluruhan sejalan dengan
strategi Bank.

6

d.

business unit melaksanakan fungsinya dengan mematuhi limit-limit yang telah
ditentukan.

e.

risk management unit melakukan monitoring atas risiko yang di eksposoleh masingmasing business unit maupun melakukan konsolidasi terhadap seluruh risiko serta
memonitor posisi modal yang tersedia.

f.

apabila terjadi pelaksanaan yang menyimpang maka perlu dibicarakan pada risk
management committee untuk mendapatkan keputusan maupun rekomendasi kepada
manajemen puncak.
Dalam penerapan risk management diperlukan prasarana antara lain risk assessment

metodology, sistim informasi, internal control dan sumber daya manusia yang memadai
untuk menjamin efektivitas risk management process itu sendiri.
Dengan penerapan risk management diharapkan setiap langkah dari business unit
akan dapat dipantau oleh top management untuk koordinasi serta mengurangi moral
hazard dari masing-masing business unit untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan
keuntungan relatif tinggi (spekulasi) tanpa mengindahkan unsur risiko yang mungkin
terjadi. Disamping itu, top management

juga dapat melihat eksposur risiko secara

konsolidasi bila dikaitkan dengan tersedianya modal Bank.

IV.

PERLUNYA PENERAPAN RISK MANAGEMENT DI PERBANKAN
INTERNATIONAL
Berkembangnya penerapan risk management pada perbankan tidak terlepas dari

kesepakatan dalam Basel Committee for Banking Supervision di Basel (BIS) yang telah
beberapa kali mengeluarkan pedoman perhitungan kebutuhan modal minimum yang
didasarkan kepada risiko yang dihadapi. Tahun 1988, Basel Committee mengeluarkan
pedoman perhitungan kebutuhan modal untuk mengcover risiko kredit. Pedoman ini telah
diterima dan diterapkan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia meskipun dalam
pedoaman tersebut masih terdapat beberapa kelemahan-kelemahan.
Perbankan internasional telah mengembangkan pendekatan perhitungan risiko untuk
mendapatkan hasil proyeksi yang lebih mendekati kebenaran, mengingat pendekatan
Basel Committee lebih bersifat penyederhanaan atas risiko-risiko yang ada untuk
memudahkan penerapannya. Disamping itu Basel Committee juga memperkenankan Bank
7

untuk menggunakan modelnya sendiri dalam menghitung risiko dalam rangka perhitungan
kebutuhan modal minimum baik untuk market risk (BIS, 1996) maupun credit risk dan
operational risk (BIS, 2001).
Model yang digunakan diharuskan mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari Bank
Sentral atau lembaga pengawasan jasa keuangan sebelum secara resmi dipergunakan
untuk menghitung CAR. Secara umum model yang digunakan dapat menghasilkan
perhitungan volatilitas yang lebih akurat serta kebutuhan modal yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan menggunakan metode standard yang diusulkan oleh Basel
Committee. Beberapa persyaratan harus dipenuhi sebelum Bank dapat menggunakan
internal model dalam perhitungan CAR. Persyaratan tersebut meliputi minimum
requirement secara kualitatif maupun kuantitatif. Persyaratan kualitatif meliputi risk
management process yang harus ditempuh oleh Bank diantaranya keterlibatan senior
management, sedangkan persyaratan kuantitatif meliputi data, model dan testing
metodologi yang harus dilakukan oleh Bank.

V.

PERAN SENIOR MANAGEMENT
Keterlibatan senior management dalam risk management process merupakan

keharusan dalam risk management di perbankan untuk meyakinkan bahwa strategi dalam
risk management, pendekatan perhitungan risiko, delegasi pelaksanaan, dan proses yang
diterapkan sudah disetujui oleh management Bank. Sasaran dalam risk management ini
agar risiko dikendalikan dengan baik sehingga modal yang ada dapat menopang risiko
yang mungkin timbul di masa mendatang.
Keterlibatan senior management dalam penerapan risk management diwujudkan
untuk mengetahui kondisi Bank melalui penyampaian laporan-laporan kepada Direksi
Bank dan keikutsertaannya dalam risk management committee dimana dalam komite ini
bertanggung jawab untuk;
a.

menyusun Kebijakan dan Pedoman Penerapan Manajemen Risiko serta
perubahannya apabila diperlukan
Strategi kebijakan akan dibuat setiap tahun menjadi input atau acuan bagi business
unit membuat business plan. Dalam menyusun strategi kebijakan dalam risk
management akan memperhatikan beberapa hal seperti tersedianya modal, expertise

8

yang ada, sistim informasi, dan kapasitas business unit. Ukuran keberhasilan atas
strategi ini diantaranya kelancaran dan konsistensi dalam implementasi serta
pencapaian target dari masing-masing business unit.
b.

mengkoordinasikan dan memantau seluruh penerapan Strategi Manajemen Risiko
Progress penerapan menejemen risiko secara konsolidasi akan dilaporkan secara
rutin kepada risk management committee sebagai bahan evaluasi atas penerapan
strategi yang telah disusun. Tindak lanjut atas evaluasi in dapat berupa revisi
kebijakan dengan maksud untuk menjaga keseimbangan antara risiko yang dihadapi
oleh Bank, tersedianya modal serta pencapaian target laba rugi Bank.

c.

menyetujui penerapan manajemen risiko yang melampaui wewenang pimpinan
satuan kerja operasional
Sebagaimana diketahui bahwa setiap satuan kerja operational (business unit)
diberikan limit-limit berkaitan dengan risk untuk menghindari excessive risk. Dalam
pelaksanaannya limit-milit yang dimaksud dapat saja tidak valid karena kalau diikuti
maka akan terjadi kerugian yang relatif besar. Dalam kondisi demikian pelampauan
limit dapat saja dilakukan dengan catatan harus mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu dari risk management committee untuk dipertimbangkan sejauhmana effek
dari pelampauan limit dimaksud terhadap kondisi Bank secara konsolidasi.

d.

menyusun contingency plan dalam kondisi tidak normal
Dalam kondisi tidak normal, maka aturan main dalam risk management mungkin
tidak diterapkan dengan baik mengingat apabila tetap diterapkan maka akan terjadi
kebuntuan dalam operasi Bank. Dalam kondi demikian risk management committee
berwenang untuk menyusun berbagai scenario dalam kondisi tidak normal.
Diantaranya pelampuan-pelampuan limit dapat saja dilakukan dalam kondisi tidak
normal.

e.

memantau kecukupan permodalan Bank terhadap risk exposure sesuai ketentuan
BI yang berlaku
Tanggung jawab atas kecukupan permodalan Bank dapat berada pada risk
management committee dimana didalammya termasuk Presiden Direktur dan
mayoritas anggota Direksi. Mengingat monitoring atas posisi risiko Bank selalu
dilaporkan kepada risk management committee maka indikasi kekurangan modal
9

sudah dapat dideteksi secara dini serta dapat segera diambil kebijakan untuk
mengatasinya.
f.

mengevaluasi efektifitas sistem manajemen risiko yang diterapkan
Risk management system yang diterapkan tentunya diperlukan penyesuaian apabila
terdapat perubahan-perubahan dalam komponennya. Peningkatan kompleksitas
operasional tentu akan mempengaruhi pendekatan yang diterapkan. Bank yang
mendapatkan otorisasi memberikan jasa pelayanan valuta asing (Devisa) tentunya
risk management system akan berubah mengingat risiko nilai tukar akan menjadi
tambahan risiko Bank. Volatilitas faktor risiko yang tinggi akan mengakibatkan
volatilitas yang sudah ditetapkan perlu direvisi. Dalam pelaksanaannya, risk
management unit (risk manager) akan memberikan seluruh informasi yang
diperlukan berkaitan dengan risk management committee sebelum diputuskan dalam
rapat komite.

VI.

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH

VI.a. Pendahuluan
Pada era modern ini, perbankan syariah telah menjadi fenomena global, termasuk
di

negara-negara

yang

tidak

berpenduduk

mayoritas

muslim.

Berdasarkan

prediksi McKinsey tahun 2008, total aset pasar perbankan syariah global pada tahun 2006
mencapai 0,75 miliar dolar AS. Diperkirakan pada tahun 2010 total aset mencapai satu
miliar dolar AS. Tingkat pertumbuhan 100 bank syariah terbesar di dunia mencapai 27
persen per tahun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 100 bank konvensional
terbesar yang hanya mencapai 19 persen per tahun.
Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah juga tumbuh
makin pesat. Krisis keuangan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi
perkembangan perbankan syariah. Masyarakat dunia, para pakar dan pengambil kebijakan
ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah
secara serius.

10

Selain itu prospek perbankan syariah makin cerah dan menjanjikan. Bank syariah
di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan industri
lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan
nasional. Harapan tersebut memberikan suatu optimisme melihat penyebaran jaringan
kantor perbankan syariah saat ini megalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Namun demikian masa depan dari industri perbankan syariah, akan sangat
bergantung pada kemampuannya untuk merespons perubahan dalam dunia keuangan.
Fenomena globalisasi dan revolusi teknologi informasi, menjadikan ruang lingkup
perbankan syariah sebagai lembaga keuangan telah melampaui batas perundang-undangan
suatu negara. Implikasinya adalah, sektor keuanganpun menjadi semakin dinamis,
kompetitif dan kompleks. Terlebih lagi adanya tren pertumbuhan merger lintas segmen,
akuisisi, dan konsolidasi keuangan, yang membaurkan risiko unik tiap segmen dari
industri keuangan tersebut.
Lebih lanjut terdapat kecenderungan perkembangan sistem pencatatan, matematika
keuangan dan inovasi teknik manajemen risiko yang tidak dapat diprediksi. Perkembangan
tersebut disinyalir akan semakin menambah tantangan yang dihadapi oleh perbankan
syariah, terutama dengan masuknya lembaga keuangan konvensional yang juga
menawarkan produk-produk keuangan syariah.
Selain itu, risiko menghadapi sistem keuangan global bukanlah kesalahan tentang
kemampuan menciptakan laba, tetapi yang lebih penting adalah kehilangan kepercayaan
dan kredibilitas tentang bagaimana operasional kerjanya. Oleh karena itu perbankan
syariah perlu membekali diri dengan kemampuan manajemen sistem operasi yang
mutakhir untuk menyikapi perubahan lingkungan tersebut. Salah satu faktor utama yang
dapat menentukan kesinambungan dan pertumbuhan industri perbankan syariah adalah
seberapa intens lembaga ini dapat mengelola risiko yang muncul dari layanan keuangan
syariah yang diberikan.
VI.b. Profil Risiko Perbankan Syariah
Lembaga keuangan termasuk bank syariah, setidaknya telah mengakui bahwa
mereka harus memperhatikan cara-cara untuk memitigasi risiko agar bisa tetap
mempertahankan daya saing, profitabilitas, dan loyalitas nasabah. Oleh karena itu bank-

11

bank

tengah

mencoba

penerapan

manajemen

risiko

yang

merupakan

proses

berkesinambungan.
Dalam konteks penerapan manajemen risiko, pedoman yang dijalankan selama ini,
dibuat hanya untuk bank-bank konvensional. Padahal pemain dalam bisnis perbankan
dunia dan nasional tidak hanya bank konvensional, tetapi juga telah diramaikan oleh bank
dengan prinsip syariah yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Maka bagaimana penerapan manajemen risiko pada bank-bank syariah?
Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank, dalam hal ini BI sendiri baru
mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank sejak
1992. Sementara itu, bank dengan prinsip syariah lahir pertama kali di Indonesia pada
tahun yang sama. Jadi jika dilihat dari usia sistem perbankan syariah, hal ini merupakan
tantangan yang berat. Bank syariahpun akan sangat sulit mengikuti konsep yang telah
dijalankan perbankan konvensional dalam hal manajemen risiko, mengingat perbankan
konvensional membutuhkan waktu yang panjang untuk membangun sistem dan
mengembangkan teknik manajemen risiko .
Di lain pihak, operasi bank syariah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang
sangat mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen
risiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur dihantam risiko.
Oleh karena itu, apa yang dapat dilakukan? Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah
mengadopsi sistem manajemen risiko bank konvesional yang disesuaikan dengan
karakteristik perbankan syariah. Inilah yang dilakukan BI sebagai regulator perbankan
nasional yang akan menerapkan juga bagi perbankan syariah.
Dalam hal ini Islamic Financial Services Board (IFSB), telah merumuskan prinsipprinsip manajemen risiko bagi bank dan lembaga keuangan dengan prinsip syariah. Pada
15 Maret 2005 yang lalu, exposure draft yang pertama telah dipublikasikan.
Dalam executive summary draft tersebut dengan jelas disebutkan bahwa kerangka
manajemen risiko lembaga keuangan syariah mengacu pada Basel Accord II (yang juga
diterapkan perbankan konvensional) dan disesuaikan dengan karakteristik lembaga
keuangan dengan prinsip syariah.

12

Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi
dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan
risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Risiko kredit, risiko pasar, risiko benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan
risiko hukum, harus dihadapi bank syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah,
risiko-risiko yang dihadapi bank syariah pun menjadi berbeda.
Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik
ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam
hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syari’ah menambah
kemungkinan

munculnya

risiko-risiko

lain. Seperti withdrawal

risk,

fiduciary

risk, dan displaced commercial risk merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi
bank syariah. Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi model pembiayaan dan
kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah.
Konsekuensinya, teknik-teknik yang digunakan untuk melakukan identifikasi,
pengukuran, dan pengelolaan risiko pada bank syariah dibedakan menjadi dua jenis.
Teknik-teknik standar yang digunakan bank konvesional, asalkan tidak bertentangan
dengan prinsip syariah, bisa diterapkan pada bank syariah. Beberapa di antaranya, GAP
analysis, maturity matching, internal rating system, dan risk adjusted return on capital
(RAROC).
Di sisi lain bank syariah bisa mengembangkan teknik baru yang harus konsisten
dengan prinsip-prinsip syariah. Ini semua dilakukan dengan harapan bisa mengantisipasi
risiko-risiko lain yang sifatnya unik tersebut. Survei yang dilakukan Islamic Development
Bank (2001) terhadap 17 lembaga keuangan syariah dari 10 negara mengimplikasikan,
risiko-risiko unik yang harus dihadapi bank syariah lebih serius mengancam kelangsungan
usaha bank syariah dibandingkan dengan risiko yang dihadapi bank konvesional. Survei
tersebut juga mengimplikasikan bahwa para nasabah bank syariah berpotensi menarik
simpanan mereka jika bank syariah memberikan hasil yang lebih rendah daripada bunga
bank konvesional. Lebih jauh survei tersebut menyatakan, model pembiayaaan bagi hasil,
seperti diminishing musyarakah, musyarakah, mudharabah, dan model jual-beli,
seperti salam dan istishna’, lebih berisiko ketimbang murabahah dan ijarah.

13

Dalam pengembangannya ke depan, perbankan syariah menghadapi tantangan yang
tidak ringan sehubungan dengan penerapan manajemen risiko ini seperti, pemilihan
instrumen finansial yang sesuai dengan prinsip syariah termasuk juga instrumen pasar
uang yang bisa digunakan untuk melakukan hedging (lindung nilai ) terhadap risiko. Oleh
karena BI dan IFSB mengacu pada aturan Basel Accord II, maka pemahaman yang matang
mengenai manajemen risiko bank konvensional akan sangat membantu penerapan
manajemen risiko di bank syariah.
VI.c.

Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syari’ah
Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) memiliki peran penting dan strategis dalam

penerapan prinsip syariah di perbankan syari’ah. DPS bertanggung jawab untuk
memastikan semua produk dan prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip syariah.
Karena pentingnya peran DPS tersebut, maka dua Undang-Undang di Indonesia
mencantumkan keharusan adanya DPS tersebut di perusahaan syariah dan lembaga
perbankan syariah, yaitu Undang-Undang UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan demikian secara
yuridis, DPS di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya
sangat penting dan strategis.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, setiap perusahaan yang berbadan hukum
Perseroan Terbatas wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Sejalan dengan itu,
Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, pasal 32 menegaskan hal
yang sama.
Berdasarkan kedua Undang-Undang tersebut kedudukan DPS sudah jelas dan
mantap serta sangat menentukan pengembangan bank syariah dan perusahaan syariah di
masa kini dan masa mendatang.
Tetapi peran DPS tersebut belum optimal dalam menjalankan pengawasan syari’ah
terhadap operasional perbankan syariah. sehingga berakibat pada pelanggaran syariah
compliance, maka citra dan kredibilitas bank syariah di mata masyarakat bisa menjadi
negatif, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank syariah
bersangkutan.

14

Menurut

hasil

penelitian

Bank

Indonesia

(2008)

kerjasama

dengan Ernst dan Young yang dibahas dalam seminar akhir tahun 2008 di Bank Indonesia,
salah satu masalah utama dalam implementasi manajemen risiko di perbankan syariah
adalah peran DPS yang belum optimal. Pernyataan itu disimpulkan para peneliti sebagai
kesenjangan utama manajemen risiko yang harus diperbaiki di masa depan.
Jenis manajemen risiko yang terkait erat dengan peran DPS adalah risiko reputasi
yang selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti risiko likuiditas dan
risiko lainnya. Shanin A. Shayan CEO and Board Member of Barakat Foundation
menyatakan bahwa, risiko terbesar menghadapi sistem keuangan global bukanlah
kesalahan tentang kemampuan menciptakan laba, tetapi yang lebih penting adalah
kehilangan kepercayaan dan kredibiliatas tentang bagaimana operasional kerjanya.
Oleh karena itu peran DPS perlu dioptimalkan, agar mereka bisa memastikan segala
produk dan sistem operasinal bank syariah benar-benar sesuai syariah. Untuk memastikan
setiap transaksi sesuai dengan syari’ah, anggota DPS harus memahami ilmu ekonomi dan
perbankan dan berpengalaman luas di bidang hukum Islam. Dengan demikian kualifikasi
menjadi anggota DPS harus memahami ilmu ekonomi dan keuangan serta perbankan serta
expert di bidang syariah.
Namun sangat disayangkan, masih terdapat DPS yang belum memahami ilmu
ekonomi keuangan dan perbankan. Selain itu mereka juga masih banyak yang tidak
melakukan supervisi dan pemeriksaan akad-akad yang ada di perbankan syariah. Padahal
menurut ketentuannya, DPS bekerja secara independen dan bebas untuk meninjau dan
menganalisis pada semua kontrak dan transaksi.
Mengacu pada kualifikasi DPS tersebut di atas, maka bank-bank syariah di
Indonesia perlu melakukan restrukturisasi, perbaikan dan perubahan ke arah yang lebih
baik dan mengangkat DPS dari kalangan ilmuwan ekonomi Islam yang berkompeten di
bidangnya. Hal ini mutlak perlu dilakukan agar perannya bisa optimal dan menimbulkan
citra positif bagi pengembangan bank syariah di Indonesia
Pengalaman selama ini, bank-bank syariah di Indonesia mengangkat DPS, yakni
orang yang sangat terkenal di ormas Islam atau terkenal dalam ilmu keislaman (bukan
syariah), tetapi tidak berkompeten dalam bidang perbankan dan keuangan syariah. Realitas

15

ini di satu sisi menguntungkan bagi manajemen perbankan syariah, karena mereka lebih
bebas berbuat apa saja, karena pengawasannya sangat longgar.
Tetapi dalam jangka panjang hal ini justru merugikan gerakan ekonomi syariah,
tidak saja bagi bank syariah bersangkutan tetapi juga bagi gerakan ekonomi dan bank
syariah secara keseluruhan dan kemajuan bank syariah di masa depan. Karena itu, tidak
aneh jika banyak masyarakat yang memandang bahwa bank syariah sama dengan bank
konvensional.
Tetapi harus diakui, bahwa sebagian DPS bank syariah sudah berperan secara
optimal, meskipun masih lebih banyak yang belum optimal. Inilah yang harus ditangani
Bank Indonesia, DSN MUI dan bank-bank syariah sendiri. Oleh karena itu, UU yang
memposisikan DPS yang demikian strategis, harus diimplementasikan dengan tepat dan
cepat. Untuk itu setiap manajemen bank syariah harus melakukan formalisasi peran dan
keterlibatan DPS dalam memastikan pengelolaan risiko ketidakpatuhan atas peraturan dan
prinsip syariah.

VII.

KESIMPULAN
Kecenderungan Bank-bank internasional dalam penerapan manajemen risiko

dipengaruhi oleh adanya insentif kebutuhan modal yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan hasil kebutuhan modal dengan metode standard. Konsekuensi penerapan internal
model dalam perhitungan CAR, Bank-bank harus memenuhi beberapa persyaratan
minimum yang diberlakukan oleh Bank Sentral atau lembaga pengawasan jasa keuangan.
Salah satu syarat bahwa keterlibatan senior management dalam risk management
process harus dituangkan secara jelas dalam prosedur penerapan manajemen risiko.
Dengan demikian tanggung jawab pelaksanaan manajemen risiko berada pada level senior
management dari Bank yang dimaksud. Oleh sebab itu, pemahaman risk management
system oleh senior level management merupakan keharusan apabila Bank ingin
menerapkan manajemen risiko secara efektif.
Bank syariah harus mampu menyelenggarakan manajemen risiko yang efisien agar
dapat mengambil posisi strategis dalam pasar global. Tidak adanya sistem manajemen

16

risiko yang bagus dapat menyebabkan bank syariah kurang mampu mengatasi risiko, dan
dapat mengurangi kontribusi potensialnya.
Pengukuran dan identifikasi risiko serta pengembangan teknik-teknik manajemen
risiko membutuhkan sumber daya manusia yang cakap. Terdapat kebutuhan yang
mendesak untuk mengkombinasikan pemahaman hukum syariah yang solid dengan
pengetahuan

teknik

manajemen

risiko

modern

yang

kuat

sehingga

mampu

mengembangkan mitigasi risiko yang inovatif.
Fungsi dan peran DPS di bank syariah, memiliki relevansi yang kuat dengan
manajemen risiko perbankan syariah, yakni risiko reputasi, yang selanjutnya berdampak
pada risiko lainnya seperti risiko likuiditas. Pelanggaran syariah complience yang
dibiarkan atau luput dari pengawasan DPS, akan merusak citra dan kredibilitas bank
syariah di mata masyarakat, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada
bank syariah bersangkutan.

17

Daftar Pustaka
Agustianto, Evaluasi Bank Syari’ah 2008 dan Outlook Bank Syari’ah 2009. Dikutip
dari http://www.kamusmalesbanget.com/content/EVALUASI-BANK-SYARIAH-2008DAN OUTLOOK-BANK-SYARIAH-2009.
-----------DPS

dan

Manajemen

Risiko

Perbankan

Syari’ah, Dikutip

dari http://agustianto.niriah.com/2008/12/21/dps-dan-manajemen-risiko-bank-syariah/.
Greuning, H. and S. Bratanovic (2003), “Analyzing and Managing Banking Risk: A
Framework for
World Bank

Assessing Corporate Governance and Financial Risk”, (2nd edition).

Publication.

Khan & Ahmed (2001), “Risk Management: An Analysis of Issues in Islamic Financial
Industry”.

Occasional Paper no. 5. Islamic Research and Training Institute: Islamic

Development Bank
Majalah ekonomi dan bisnis syari’ah SHARING, edisi 26 thn.III-Pebruari 2009
Rivai, Veithzal, Veithzal, Andria Permata, Idroes, Ferry N., 2007, Bank and Financial
Institutions Management (conventional and sharia system), Edisi 1, Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Riyadi, Selamet Drs. MSi, 2006, Banking Assets and Liabilities Management, Lembaga
Penerbit FE. UI.
Sholihin, Ahmad Ifham, 2010, Buku Pintar Ekonomi Syariah, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Tedy Fardiansyah Idris, Tantangan Manajemen Risiko Bank Syari’ah, dikutip dari
InfoBankNews.com
Tariqullah Khan dan Habib Ahmed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah,
penerjemah dan pengantar Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).
Undang-undang Nomer 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang Nomer 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.

18

LAMPIRAN
25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision (25 BCPs)

Persyaratan untuk pengawasan Bank yang Efektif
1.

Tanggung jawab dan tujuan yang jelas bagi setiap lembaga yang terkait dengan
tugas-tugas pengawasan bank, antara lain meliputi :


independensi operasional dan kecukupan sumber daya



kerangka kerja yuridis (legal framework), termasuk pendirian bank,
pengawasan, dan perlindungan bagi pengawas



tukar menukar informasi antar-pengawas dan perlindungan kerahasiaan
informasi

Pendirian dan Struktur
2.

Kegiatan yang diperbolehkan bagi lembaga yang diberi ijin operasi dan diawasi
sebagai bank harus didefinisikan secara jelas, dan penggunaan kata ‘bank’ dalam
nama harus dikendalikan

3.

Kewenangan menetapkan kriteria dan menolak usulan pendirian bank yang tidak
memenuhi standar.

Proses perijinan minimal mencakup penilaian struktur

kepemilikan, organisasi dan manajemen, rencana kerja dan pengendalian intern,
serta rekomendasi otoritas negara asal untuk bank asing
4.

Kewenangan pengawas untuk mengkaji dan menolak berbagai proposal mengenai
perubahan kepemilikan bank (controlling interest)

5.

Kewenangan pengawas dalam menetapkan kriteria untuk mengkaji akuisisi dan
investasi yang dilakukan bank, serta memastikan bahwa afiliasi/struktur
perusahaan tidak membawa bank pada risiko yang tinggi dan/ mengaburkan
efektivitas pengawasan

Pengaturan dan Persyaratan Kehati-hatian
6.

Pengawas harus menetapkan kebutuhan modal minimum (KPMM), dan khusus
untuk bank-bank yang beroperasi dalam ruang lingkup internasional, persyaratan
sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan Basel Capital Accord
19

7.

Dalam sistem pengawasan telah mencakup penilaian independen terhadap
kebijakan, praktek-praktek dan prosedur perkreditan/investasi bank

8.

Pengawas harus dapat memastikan bahwa kegiatan bank telah sesuai dengan
kebijakan, praktek-praktek dan prosedur dalam melakukan penilaian kualitas aset
dan kecukupan cadangan

9.

Pengawas harus dapat memastikan bahwa kegiatan bank telah memiliki sistem
informasi manajemen untuk mengidentifikasi konsentrasi risiko dalam portofolio
bank (risiko kepada peminjam individu maupun grup terkait)

10.

Pengawas bank telah menetapkan batasan-batasan mengenai BMPK bagi bank
(pihak terkait), termasuk upaya pemantauan dan upaya-upaya mengatasi timbulnya
risiko

11.

Pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki kebijakan dan
prosedur yang memadai untuk mengidentifikasi, memantau dan mengendalikan
country risk dan transfer risk dalam bisnis perbankan internasional, termasuk
kecukupan cadangan untuk mengantisipasi risiko

12.

Pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki sistem yang dapat
menghitung secara akurat dan mengendalikan market risk, dan jika perlu,
menetapkan limit/capital charge tertentu atas market risk exposure

13.

Pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki proses manajemen
risiko untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan berbagai
risiko potensial

14.

Pengawas hartus memastikan bahwa bank telah memiliki pengendalian intern yang
memadai sebanding dengan jenis dan ukuran bisnis

15.

Pengawas harus memastikan bahwa bank telah memiliki kebijakan, praktekpraktek dan prosedur untuk meningkatkan standar etika dan profesionalisme
perbankan dan mencegah terjadinya praktek-praktek kriminal

Metode Pengawasan Bank
16.

Sistem pengawasan bank yang efektif sekurang-kurangnya meliputi atau
kombinasi dari bentuk pengawasan langsung/pemeriksaan (on-site examination)
dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision)

20

17.

Pengawas harus melakukan kontak secara teratur dengan manajemen bank dan
memiliki pemahaman yang seksama terhadap kegiatan bank yang diawasi

18.

Pengawas harus melakukan kegiatan pengumpulan data, pengkajian dan analisis
terhadap laporan-laporan bank, baik secara individu maupun konsolidasi

19.

Pengawas harus melakukan kegiatan pembuktian terhadap kebenaran informasi
pengawasan, baik melalui pemeriksaan maupun menggunakan jasa auditor ekstern

20.

Salah satu unsur mendasar dari pengawasan bank adalah kemampuan pengawas
untuk mengawasi organisasi bank secara konsolidasi

Kebutuhan Informasi
21.

Pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki catatan akuntansi
yang memadai berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku dan diterapkan secara
konsisten, sehingga dapat menyajikan laporan keuangan bank secara wajar dan
benar

Kewenangan Formal Pengawas
22.

Pengawas harus memiliki kewanangan untuk melakukan langkah-langkah tindak
lanjut pengawasan apabila dijumpai adanya bank yang tidak mampu memenuhi
ketentuan kehati-hatian, pelanggaran ketentuan, atau karena adanya hal-hal lain
yang dapat mengancam kepentingan nasabah

Cross-Border Banking
23.

Pengawas harus menerapkan pemantauan dan pengawasan bank secara konsolidasi
dan global, terutama terhadap unit-unit usaha bank (cabang, agen dan anak
perusahaan) yang beroperasi di luar negeri

24.

Pengawas melakukan kontak dan tukar menukar informasi mengenai bank yang
diawasi dengan otoritas pengawas negara lain

25.

Pengawas harus mensyaratkan bahwa terhadap kegiatan operasional kantor cabang
bank asing diperlakukan sama dengan bank lokal, dan memiliki kewenangan tukar
menukar informasi yang diperlukan dengan pengawas negara asalnya

21