Skrining Diagnosis dan Aspek Klinis Defi

CONTINUING MEDICAL EDUCATION
CONTINUING
CONTINUING MEDICAL
MEDICAL EDUCATION
EDUCATION

Akreditasi PB IDI–3 SKP

Skrining, Diagnosis dan Aspek Klinis Defisiensi
Glukosa-6-FosfatDehidrogenase (G6PD)
Liong Boy Kurniawan
Departemen Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

ABSTRAK
Deisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzimopati terkait kromosom X yang paling umum diderita manusia. Kelainan
ini mempunyai prevalensi tinggi terutama di daerah endemis malaria termasuk Asia Tenggara seperti di Indonesia. Penderita defi siensi
G6PD umumnya tidak menunjukkan gejala sampai terpapar berbagai obat pengoksidasi, menderita penyakit infeksi maupun makan
kacang fava yang menyebabkan anemia hemolitik dan ikterus. Skrining dan diagnosis defi siensi G6PD terutama ditujukan pada
neonatus untuk mencegah morbiditas dan mortalitas, dapat dilakukan dengan beberapa metode.
Kata kunci: G6PD, hemolitik, ikterus


ABSTRACT
Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) defi ciency is the most common X-linked chromosome enzymopathy in human. This
disorder has high prevalence especially in malaria endemic area in Southeast Asia including Indonesia. Most G6PD defi cient patients have
no symptoms until exposed to oxidizing drugs, infections or after fava beans ingestion which may cause hemolytic anemia and jaundice.
Several methods of screening and diagnosis of G6PD mostly for neonates can be performed to avoid morbidity and mortality. Liong
Boy Kurniawan. Screening, Diagnosis, and Clinical Aspects of Glucose-6-phosphate Dehydrogenase (G6PD) Defi ciency.
Keywords: G6PD, hemolytic, jaundice

PENDAHULUAN
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi pertama
jalur pentosa fosfat dan memberikan efek
reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH
(bentuk tereduksi nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH
memungkinkan sel-sel bertahan dari stres
oksidatif
yang
dapat
dipicu
oleh

beberapa bahan oksidan dan menyediakan
glutathione dalam bentuk tereduksi.
Eritrosit
tidak
me-miliki mitokondria
sehingga
jalur
pentosa
fosfat
merupakan
satu-satunya
sumber
NADPH, sehingga pertahanan terhadap
kerusakan oksidatif tergantung pada G6PD.1
Defisiensi G6PD merupakan enzimopati
yang paling umum diderita manusia dan
terkait dengan kromosom X. Gen pengkode
Alamat korespondensi

enzim ini terletak di lengan panjang

kromosom X (Xq28). Kebanyakan pasien
deis iensi G6PD tidak menunjukkan gejala
hingga terpapar obat-obatan pengoksidasi,
infeksi,
dan
makan
kacang
fava.
Pengobatan terpenting adalah dengan
menghindari bahan pengoksidasi yang
dapat meng-induksi anemia hemolitik.
Skrining neonatus dan edukasi kesehatan
berperan penting dalam mengurangi
manifestasi klinis defi -siensi G6PD.1,2
Carson, dkk (1956) melaporkan penderita
mengalami anemia hemolitik akibat penggunaan obat antimalaria primakuin dan
menemukan aktivitas G6PD yang rendah
pada eritrosit pasien-pasien tersebut. Crosby
juga menemukan kemiripan antara anemia
hemolitik berat akibat makan kacang

fava.

inhalasi serbuk tanaman, dengan anemia
hemolitik terinduksi primakuin. Aktivitas
G6PD yang rendah pada penderita
dengan riwayat favism dilaporkan di
Italia dan Jerman.1,3
EPIDEMIOLOGI
Deisiensi G6PD diperkirakan diderita 400
juta orang di seluruh dunia. Prevalensi
tertinggi ditemukan di negara-negara SubSahara Afrika terutama di daerah-daerah
dengan endemisitas malaria tinggi. Prevalensi
tinggi ditemukan di Afrika, Mediterania, Asia
Tenggara dan Amerika Latin (Gambar 1). Di
Amerika Serikat, deisiensi G6PD terutama
diderita keturunan Afrika dan Mediterania.
Di Indonesia, prevalensi deisiensi G6PD berkisar 2,7% hingga 14,2%. Prevalensi deisiensi
G6PD yang tinggi di daerah endemis malaria

email: liongboykurniwan@yahoo.com


CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014

807

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Gambar 3 Bentuk 3 dimensi G6PD dimer yang aktif1

G6PD telah ditemukan dan dihubungkan
dengan deisiensi G6PD.1,2

Gambar 1 Rerata prevalensi G6PD dalam persen di dunia4

dikaitkan dengan resistensi terhadap infeksi
malaria.4
STRUKTUR DAN FUNGSI ENZIM G6PD
Enzim G6PD mengkatalisis reaksi pertama
jalur pentosa fosfat; glukosa dikonversi menjadi gula pentosa yang dibutuhkan untuk
glikolisis dan beberapa reaksi biosintesis.

Jalur pentosa fosfat juga memberikan efek
reduksi dalam bentuk NADPH oleh kerja
G6PD dan 6-phosphogluconate dehydrogenase
(Gambar 2). Molekul NADPH bekerja sebagai
donor elektron pada banyak reaksi enzimatik
yang penting pada jalur biosintesis dan
sebagai pelindung sel dari stres oksidatif.
Enzim G6PD juga penting dalam regenerasi
bentuk tereduksi glutathione yang diproduksi

dengan 1 molekul NADPH. Glutathione tereduksi
penting
dalam
mereduksi
hidrogen peroksida dan oksigen radikal.1,2
Enzim G6PD monomer terdiri dari 515 asam
amino dengan berat molekul 59 kDa. Model
3 dimensi G6PD ditunjukkan pada Gambar
3. Enzim ini aktif dalam bentuk tetramer atau
dimer. Setiap monomer terdiri dari 2 domain:

N terminal dan β + α domain, kedua domain
tersebut dihubungkan oleh α helix.1
Enzim G6PD ditemukan pada semua sel
dengan kadar bervariasi di jaringan yang
berbeda. Pada eritrosit normal, enzim ini
bekerja pada 1-2% potensi maksimalnya.
Hingga saat ini lebih dari 140 mutasi gen

Gambar 2 Jalur pentosa fosfat1
NADPH dihasilkan dari reaksi G6PD dan 6-phospogluconate dehydrogenase (6PGD). Senyawa ini berperan memberikan
donor proton untuk regenerasi glutathione dan sebagai ligand katalase. NADPH juga bekerja sebagai donor elektron untuk
reaksi enzimatik penting lainnya.

808

ASPEK GENETIK DEFISIENSI G6PD
Deisiensi
G6PD
diturunkan
melalui

kromosom X. Laki-laki hanya memiliki satu
kromosom X sehingga dapat memiliki
ekspresi gen yang normal maupun deisiensi
G6PD. Perempuan yang memiliki 2 kopi gen
G6PD pada setiap kromosom X dapat memiliki
ekspresi gen normal, heterozigot, maupun
homozigot. Perempuan heterozigot dapat
memiliki mosaic genetik akibat inaktivasi
kromosom X, dan dapat menderita deisiensi
G6PD.1 Persentase populasi deisiensi G6PD
dan karier di India masing-masing 10% dan
11%.5
Gen G6PD terletak pada regio telomerik
lengan panjang kromosom X (band Xq28),
dekat dengan gen hemoilia A, diskeratosis
kongenital dan buta warna (Gambar 4). Gen
tersebut terdiri dari 13 ekson dan 12 intron,
mengkodekan 515 asam amino. Wild type
G6PD disebut 6GPD B. Semua mutasi gen
G6PD yang mengakibatkan deisiensi enzim

tersebut berefek pada kode sekuensi. Hingga
saat ini telah dilaporkan 14 mutasi, umumnya
subtitusi terjadi pada 1 pasangan basa yang
menyebabkan perubahan susunan asam
amino.1
Distribusi malaria global hampir sama
dengan distribusi G6PD mutan sehingga
muncul hipotesis bahwa deisiensi G6PD
bersifat protektif terhadap malaria. Bukti efek
perlindungan terhadap malaria diperoleh
dari penelitian in vitro pada kultur parasit
pada eritrosit-eritrosit dengan genotipe
G6PD berbeda, menunjukkan bahwa pertumbuhan parasit melambat terjadi pada
sel-sel dengan deisiensi G6PD. Eritrosit dengan
deisiensi G6PD yang terinfeksi parasit malaria
mengalami fagositosis pada tahap maturasi

CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

parasit yang terjadi lebih dini dan menjadi
mekanisme protektif terhadap malaria.1,2
SKRINING DEFISIENSI G6PD PADA
NEONATUS
Di berbagai negara, skrining deisiensi
G6PD pada neonatus rutin dilakukan.
Hal ini penting karena kernikterus yang
merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas pada neonatus deisiensi G6PD
dapat dicegah dengan menghindari faktorfaktor penyebab hemolisis.6 Laporan dari
Singapura menunjukkan setelah program
skrining deisiensi G6PD neonatus sejak
tahun 1965 menggunakan sampel darah
tali pusat, insidens kernikterus turun drastis
dalam 20 tahun terakhir. Dilaporkan hanya
1 kasus kernikterus pada neonatus deisiensi
G6PD di Singapura. Neonatus deisiensi G6PD
dilindungi secara isik di rumah sakit selama 2
minggu pertama dan orang tuanya diberikan
konseling mengenai obat-obatan yang dapat

memicu krisis hemolisis.7
Pao, dkk.8 menemukan bahwa insidens hiperbilirubinemia pada neonatus deisiensi
G6PD sebesar 32% dan pada neonatus
dengan G6PD normal hanya 12,3%, hal ini
menunjukkan perlunya skrining deisiensi
G6PD pada neonatus. Pada neonatus lakilaki hemizigot deisiensi G6PD, kadar G6PD
150 mmol/L dalam 24
jam pertama atau memiliki saudara dengan
riwayat ikterus neonatorum.1-3
Anemia Hemolitik Non-sferosis
Kongenital
Pada beberapa pasien, varian deisiensi
G6PD dapat menyebabkan hemolisis kronik
yang disebut anemia hemolitik non-sferosis
kongenital. Kondisi ini dapat muncul
sporadis. Diagnosis didasarkan pada temuan
klinis bahwa kelainan ini ditemukan sejak
bayi atau kanak-kanak. Kebanyakan pasien
memiliki riwayat ikterus neonatorum yang
berat, anemia kronik yang dieksaserbasi oleh
stres oksidatif yang biasanya memerlukan
transfusi darah, adanya retikulositosis, batu
empedu dan splenomegali. Kadar bilirubin
dan LDH meningkat dan hemolisisnya terjadi
terutama ekstravaskular.1-3
Pembagian kelas deisiensi G6PD berdasarkan

WHO ditunjukkan pada Tabel 2.
PENATALAKSANAAN
Strategi penatalaksanaan deisiensi G6PD
yang paling efektif untuk mencegah hemolisis
adalah mencegah stres oksidatif (misalnya
akibat obat-obatan dan kacang fava).
Pendekatan ini memerlukan pemahaman
pasien dan bisa tercapai jika ada program
skrining deisiensi G6PD. Hemolisis akut
akibat G6PD biasanya tidak lama dan tidak
memerlukan terapi spesiik. Pada kasus jarang
(biasanya anak-anak) dapat terjadi anemia
berat yang memerlukan transfusi darah.1,2
Ikterus neonatorum akibat deisiensi G6PD
diterapi seperti ikterus neonatorum kausa
lain. Jika kadar bilirubin tidak terkonjugasi
melebihi 150 nmol/L diberi fototerapi untuk
mencegah kerusakan saraf. Jika kadarnya
>300 nmol/L, transfusi darah mungkin
diperlukan. Pasien anemia hemolitik nonsferosis kongenital terkadang mengalami
anemia terkompensasi yang tidak memerlukan transfusi darah kecuali jika ada
eksaserbasi akibat stres oksidatif yang dapat
memperburuk anemianya. Pasien anemia
hemolitik non-sferosis kongenital biasanya
mengalami splenomegali tetapi tindakan

splenektomi jarang memberi keuntungan.
Batu empedu juga merupakan komplikasi
akibat hemolisis karena deisiensi G6PD.1,2
SIMPULAN
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD)
merupakan enzim pengkatalisis reaksi pertama jalur pentosa fosfat dan memberikan
efek reduksi pada semua sel dalam bentuk
NADPH (bentuk tereduksi nicotinamide
adenine dinucleotide phosphate). Deisiensi
G6PD merupakan enzimopati yang paling
umum diderita manusia dan terkait dengan
kromosom X. Gen pengkode enzim ini terletak di lengan panjang kromosom X (Xq28).
Prevalensi penyakit ini ditemukan tinggi
di Afrika, Mediterania, Asia Tenggara dan
Amerika Latin terutama di daerah dengan
endemisitas malaria yang tinggi. Prevalensi
di Indonesia berkisar 2,7% hingga 14,2%.
Sebagian besar penderita deisiensi G6PD
tidak bergejala dan tidak mengetahui
kondisinya. Penyakit ini muncul apabila
eritrosit mengalami stres oksidatif dipicu
obat, infeksi, maupun konsumsi fava beans.
Deisiensi G6PD biasanya bermanifestasi
sebagai anemia hemolitik akut yang diinduksi obat maupun infeksi, favisme, ikterus
neonatorum maupun anemia hemolitik non
sferosis kronis. Strategi penatalaksanaan
deisiensi G6PD yang paling efektif untuk
mencegah hemolisis adalah mencegah stres
oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan
kacang fava). Skrining dan diagnosis deisiensi
G6PD pada neonatus dapat dilakukan dengan
beberapa metode dan penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Cappellini MD, Fiorelli G. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency. Lancet. 2008;371:64-74.

2.

Farhud DD, Yazdanpanah L. Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) deiciency. Iranian J Publ Health. 2008;37(4):1-18.

3.

Beutler E. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency: A historical perspective. Blood. 2008;111:16-24.

4.

Nkhoma ET, Poole C, Vannappagari V, Hall SA, Beutler E. The global prevalence of glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency: A systematic review and meta-analysis. Blood Cells,

5.

Rai V, Kumar P. Epidemiological study of glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency in scheduled caste population of India. J Anthropol. 2012. doi:10.1155/2012/9841180.

6.

Leong A. Is there a need for neonatal screening of glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency in Canada? MJM. 2007;10(1):31-4.

Molecules, and Diseases. 2009;42:267-8.

7.

Joseph R, Ho LY, Gomez JM, Raddurai VS, Sivasankaran S, Yop YY. Mass newborn screening for glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency in singapore. Southeast Asian J. Trop. Med.
& Publ. Health. 1999;Suppl 2:70-1.

8.
9.

Pao M, Kulkarni A, Gupta V, Kaul S, Balan S. Neonatal screening for glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency. Indian J Pediatr. 2005;72(10):835-7.
Jarullah J, AlJaouni S, Sharma MC, Bushra MSJ, Kamal MA. Detection of glucose-6-phosphate dehydrogenase in heterozygous Saudi female neonates. Enz Eng. 2012;1(2).
doi:10.4172/22g.1000105.

10. Seidlein LV, Auburn S, Espino F, Shanks D, Cheng Q, McCarthy J, et al. Review of key knowledge gaps in glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency detection with regard to the safe
clinical deployment of 8-aminoquinoline treatment regimens: a workshop report. Malaria J. 2013. doi:10.1186/1475-2875-12-112.
11. MIMS. Drugs to avoid in G6PD deiciency. 2006.
12. WHO Working Group. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deiciency. Bull WHO. 1989;67:601-11.

CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014

811