Gizi dan Infeksi Hubungan Kejadian ISPA

TUGAS TAKE HOME EXAMINATION
MK GIZI KESEHATAN MASYARAKAT SEMESTER 3 (2 SKS)
TOPIK : GIZI DAN INFEKSI

JUDUL :
PNEUMONIA DAN GIZI BURUK

DISUSUN OLEH :
ACHMAD RIZKI AZHARI NIM 25010113140258
KELAS D HARI RABU

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
OKTOBER 2014

Prakata
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah dan
hidayah-Nya, maka pembuatan paper Gizi dan Infeksi yang berjudul “Pneumonia dan
Gizi Buruk” dapat diselesaikan tepat waktu.
Paper Gizi dan Infeksi ini betujuan dalam pemenuhan tugas mata kuliah Gizi
Kesehatan Masyarakat dan menghubungkan kejadian suatu penyakit dengan factorfaktor gizi dalam masyarakat.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ir. Laksmi Widajanti, M.Si selaku
dosen profesional ilmu gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
(FKM UNDIP) yang telah memberikan tugas dan selalu memotivasi penulis dalam
mengerjakan paper Gizi dan Infeksi ini.
Penulis menyadari bahwa paper Gizi dan Infeksi yang berjudul “Pneumonia
dan Gizi Buruk” ini

tak lepas dari kesalahan dan kekurangan dikarenakan

kemampuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca guna kesempurnaan paper ini. Penulis
berharap semoga paper ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi
pembaca serta mendapatkan nilai yang baik dari dosen selaku pemberi tugas.

Semarang, 22 Oktober 2014

Penulis

v


Daftar Isi
Prakata ....................................................................... ....................................... v
Daftar Isi..................................................................... ...................................... vi
A. Kasus : Pneumonia di Indonesia ........................ ....................................... 1
B. Pembahasan : Pneumonia dan Gizi Buruk ......... ....................................... 3
C. Kesimpulan ........................................................... ..................................... 11
Daftar Pustaka ........................................................... ..................................... 12

vi

A. Kasus



:
Pneumonia di Indonesia

Berdasarkan data Riskesdas , period prevalence dan prevalensi

pneumonia tahun 2013 sebesar 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima provinsi yang

mempunyai period prevalence dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua
umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%),
Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan
Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) (Tabel 6.1).

1

Berdasarkan karakteristik, kelompok umur penduduk, period prevalence
pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai
meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur
berikutnya. Period prevalence pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil.
Balita pneumonia yang berobat hanya 1,6 per mil. Lima provinsi yang
mempunyai period prevalence pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (38,5‰), Aceh (35,6‰), Bangka Belitung (34,8‰), Sulawesi Barat
(34,8‰), dan Kalimantan Tengah
(32,7‰) (Tabel 6.1).
Period prevalence tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok
umur 12-23 bulan (21,7‰) (Gambar 6.3). Pneumonia balita lebih banyak dialami
pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (27,4‰).



(Sumber : Riset Kesehatan Dasar, 2013)

2

B. Pembahasan Kasus :
Pneumonia dan Gizi Buruk
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru distal dari
jalan napas besar dan mengenai bronkiolus repiratorik dan alveolus (Kenneth,
2009). Menurut Riskesdas (2013), Pneumonia adalah radang paru yang
disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas
cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala,
gelisah dan nafsu makan berkurang). Secara jelasnya pneumonia merupakan
infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai
pathogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. Pneumonia merupakan penyakit
infeksi saluran pernapasan yang sering menyebabkan kematian pada bayi dan
anak balita (Misnadiarly, 2008)
Etiologi pneumonia secara umum dapat disebabkan oleh

:


1. Bermacam golongan mikroorganisme, yaitu yang disebabkan oleh :






Bakteri

: streptococcus pneumonia, staphylococcus aureus

Virus

: Influenza, parainfluenza, adenovirus

Jamur

: Candidiasis. Histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido


mycosis, cryptococosis, pneumocystis carinii




Aspirasi

: Makanan, cairan, lambung

Inhalasi

: Racun atau bahan kimia, rokok, debu, dan gas

2. Virus, antara lain :











Virus sinsisial pernapasan
Hantavirus
Virus influenza
Virus parainfluenza
Adenovirus

3














Rhinovirus
Virus herpes simpleks
Sitomegalovirus
Virus Synsitical respiratorik
Reubeola
Verisella

3. Mikoplasma
(Misnadiarly, 2008)
Dari kasus diatas, pneumonia banyak terjadi pada golongan 12-23 bulan
dan 24-35 bulan yang merupakan fase perkembangan manusia yang disebut balita.
Pneumonia pada balita paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia,
Hemophilus Influenzae tipe b, dan Staphylococcus aureus (Misnadiarly, 2008).
Usia balita adalah usia rentan dalam kehidupan manusia (Ali Khomsan, 2008).
Sistem imun (kekebalan) pada rentang usia tersebut masih relative rendah
dibandingkan dengan usia-usia selanjutnya (Ali Khomsan, 2008). Sistem imun

anak balita sedang berproses menuju kesempurnaan. Oleh sebab itu, anak balita
menjadi rentan terhadap gangguan kesehatan (Ali Khomsan, 2008).
Secara umum manifestasi pneumonia dapat dibedakan menjadi :
a. Manifestasi nonspesifik dan laksitas berupa :
 Demam Sakit kepala
 Gelisah
 Malas

 Nafsu makan berkurang

 Keluhan gastro intestinal
b. Gejala umum saluran pernafasan bawah berupa :
 Batuk

 Tekhipnea

 Ekspesterasi sputum
 Sesak nafas

4


 Merintih
 Seanisis

Anak balita yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring
pada posisi yang sakit dengan lutut ditekuk karena nyeri pada dada (Zr. Ganda
Sigalingging, 2011).
Pneumonia lebih sering terjadi selama akhir musim dingin dan awal
musim semi ataupun pada saat musim kemarau (Dhefika Mokoginta, 2012).
Daerah yang memiliki period prevalence pneumonia balita tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (NTT). Menurut data BPS propinsi NTT (2012), penyakit ISPA
(pneumonia) menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak yang
terjadi di Nusa Tenggara Timur dengan presentase 52,87%. NTT juga memiliki
curah hujan yang rendah (0 – 20 mm) dan memiliki 4 984 balita status gizi buruk.
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak
balita secara bermakna yaitu usia balita, riwayat pemberian ASI, status gizi balita
dan kebiasaan merokok keluarga (Susi Hartati, 2012). Secara jelasnya menurut
Depkes, faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia terbagi atas
dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah, status

imunisasi, pemberian ASI, dan pemberian vitamin A. Faktor ekstrinsik meliputi
kepadatan tempat tinggal, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban, letak
dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok, penghasilan
keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, umur ibu, maupun pengetahuan ibu
(Nurjazuli, 2009) . Salah satu sumber media penularan penyakit pneumonia
adalah kondisi fisik rumah serta lingkungannya yang merupakan tempat hunian
dan langsung berinteraksi dengan penghuninya (Nurjazuli, 2009). Tetapi dalam
pembahasan kali ini akan dikaitkan dengan factor gizi.
Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang
cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik,
perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh
terhadap infeksi secara optimal (Ridwan Setiawan, 2010). Gangguan status gizi
dapat berupa KEP kekurangan energi protein, defisiensi vitamin A, kekurangan
asam folat, kekurangan Fe, peridoksin dan Zn dan menyebabkan gangguan

5

mekanisme pertahanan tubuh dan infeksi (Ridwan Setiawan, 2010). Pada keadaan
malnutrisi (gizi kurang), status imun terganggu sehingga akan mudah teserang
infeksi (Ridwan Setiawan, 2010). Pada keadaan kekurangan energi protein terjadi
suatu perubahan dalam sel mediator imunitas dalam fungsi bacterial netrofil,
dalam sistem komplemen dan dalam respon sekresi Ig A (Ridwan Setiawan,
2010). Sekresi Ig A yang rendah berasamaan dengan penurunan imunitas mukosa
dan menyebabkan kolonisasi dan kontak phatogen –phatogen dengan epitel
sehingga terjadi penyebaran infeksi sistemik (Ridwan Setiawan, 2010). Anakanak yang menderita malnutrisi mengalami penurunan sekrsi Ig A dalam cairan
resoirasi dan komplemen serum, dan merekapun mengalami gangguan regenerasi
epitel respirasi yang mengakibatkan infeksi pada paru-paru (Ridwan Setiawan,
2010). Salah satu jenis dari gangguan status gizi buruk adalah kwashiorkor, yaitu
masukan protein yang kurang (Ridwan Setiawan, 2010). Ditinjau dari golongan
umur, kwashiorkor sering terjadi pada anak balita. Pada defisiensi protein murni
tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebih, karena persediaan energi
dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalm dietnya (Ridwan Setiawan, 2010).
Menurunnya status gizi pada KEP, dikarenakan persediaan protein
jaringan tubuh, hal ini Hal ini mengakibatkan penurunan sintsesis asam amino
baru yang sangat di perlukan sebagai fungsi antibody (Ridwan Setiawan, 2010).
Linder (1992) menyatakan bahwa pada KEP terjadi penurunan serum protein yang
berfungsi sebagai faktor anti mikroba dan pertahanan termasuk lisoenzim,
komplemen transferin dan protein lainnya dengan fungsi opsinik. Leukosit
bertugas untuk memfagositir kuman sebelum membunuhnya. Pada penderita KEP,
aktivitas untuk memfagositir maupun membunuh kuman menjadi penurunan
(Ridwan Setiawan, 2010). Hal ini semua dapat mengakibatkan menurunnya
imunitas penderita terhadap berbagai infeksi, sehingga anak balita dapat dengan
mudah terserang virus pneumonia. Secara ringkas hubungan KEP dengan
penyakit pneumonia dapat dianalogikan seperti mind map dibawah ini ;

6

Pneumonia perlu mendapat perhatian, dengan penggunaan antibiotika
pneumonia dapat disembuhkan. Dinas Kesehatan sebagai pengambil kebijakan
perlu membuat kebijakan tentang program P2 ISPA dengan meningkatkan
kunjungan rumah oleh perawat komunitas untuk kasus-kasus pneumonia balita
untuk tercapainya upaya pengobatan yang baik (Fajar Triasih, 2007). Perlu
ditingkatkan kegiatan luar gedung seperti kunjungan rumah perawat pada
penderita Pneumonia balita dan kasus-kasus tertentu yang memerlukan upaya
tindak lanjut dirumah (Fajar Triasih, 2007). Perlu dikembangkan metode
penyuluhan yang lebih baik untuk perawat agar dalam kunjungan rumahmencapai
hasil maksimal yang diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan ibu-ibu
rumah tangga mengenai cara pemberian obat kepada anak/balita (Fajar Triasih,
2007).
Dalam kaitannya dengan gizi, untuk mencegah dan menggulangi
pneumonia diperlukan gerakan dari pemerintah untuk memperbaiki status gizi
masyarakat. Keluarga sadar gizi (kadarzi) merupakan program pengabdian
masyarakat yang dilakukan pemerintah dalam usaha memperbaiki gizi masyarakat
terutama pada kelompok umur balita. Penyuluhan kesehatan tentang KADARZI

7

akan meningkatkan pengetahuan dan peranserta ibu tentang perilaku apa saja yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan gizi balitanya (Leni Merdawati, 2008). Ibu
akan dapat meningkatkan gizi balita dan keluarganya dengan berperilaku sadar
gizi, antara lain; memantau berat badan balita secara teratur setiap bulan ke
Posyandu, mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, hanya mengkonsumsi
garam beryodium, memberikan hanya ASI saja kepada bayi sampai usiia 6 bulan,
serta mendapatkan dan memberikan makanan tambahan bagi balitanya (Leni
Merdawati, 2008). Penyuluhan bukan hanya dilakukan kepada kelompok ibu,
kader posyandu juga perlu mengikuti pelatihan agar memiliki pengetahuan
tentang keluarga sadar gizi (KADARZI), cara menilai status gizi balita pada KMS
Balita, menu dan gizi seimbang, serta tata laksana gizi buruk pada balita. Kader
Kadarzi di masyarakat diharapkan dapat meningkatkan perannya sebagai orang
yang terdekat dengan ibu dan balita (Leni Merdawati, 2008).
Dalam menangani pneumoni pada balita, pemerintah mnerapkan program
PMT. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah program intervensi bagi
balita

yang

menderita

kurang

gizi

dimana

tujuannya

adalah

untuk

meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak
agar tercapainya status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan umur anak
tersebut. Sedangkan pengertian makanan untuk pemulihan gizi adalah makanan
padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, diberikan kepada balita
gizi buruk selama masa pemulihan (Kemenkes RI, 2011). Secara umum
pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada
anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan
kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta
yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah (Kemenkes RI,
2011). Pemberian makanan tambahan juga memiliki tujuan untuk menambah
energi dan zat gizi esensial. Sedangkan tujuan pemberian makanan tambahan
(PMT) pemulihan pada bayi dan balita gizi buruk, antara untuk memberikan
makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap,
guna mencapai status gizi yang optimal.
Menurut Depkes RI (2008) bahwa sasaran PMT pemulihan adalah Anak
BGM, 2T yang tidak perlu dirawat, anak gizi buruk pasca perawatan dan yang
8

tidak mau dirawat yang status Gizi BB/TB ≥ – 3 SD s/d < -2 SD tanpa penyakit.
Sedangkan spesifikasi jenis makanan yang diberikan antra lain dengan persyaratan
komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu: energi 350400 kalori dan protein 10-15 gram. Pemberian makanan tambahan pemulihan
(PMT-P) diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari). Sedangkan
bentuk makanan PMT-P makanan yang diberikan berupa :


Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal.



Bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya, tepung
susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk pauk lainnya



Cara pemberian/ pendistribusian PMT-P pada sasaran dilakukan
di Posyandu atau tempat yang sudah disepakati,kader dibantu oleh PKK
desa akan memasak sesuai menu yang telah ditentukan dan etiap hari
selama 3 bulan ibu balita akan membawa balita untuk mengambil PMT-P
yang sudah disediakan
(Depkes RI, 2008)

Dalam mencegah pneumonia, adapun program penaggulangan KEP secara garis
besar meliputi :
1. Intervensi yang dilakukan pada saat skreening kasus, intervensi antara lain
penyuluhan individual dan konseling, pengetahuan tentang pola asuh
keluarga dan PMT.
2. Intervensi di bidang pertanian, mikronutrien, penyediaan air minum yang
aman dan sanitasi yang baik, pendidikan tentang gizi dan makanan,
memberikan perhatin khusus kepada kelompok yang rentan serta
pengadaan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
3. Pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan dan bila keadaan status
gizi anak belum mengalami perbaikan maka diteruskan dengan pemberian
makanan tambahan pemeliharaan. Pada kasus - kasus kronis yang
memerlukan rawatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas)
maka kasus di rawat inapkan bahkan bila memerlukan rawatan lanjutan

9

dapat di rujuk ke RSUD, biaya rujukan sementara di dapat dari biaya
APBN
4. Memperbaiki pola pertumbuhan anak dan status gizi anak dari tidak
normal menjadi normal atau lebih baik. Oleh karena pola pertumbuhan dan
status gizi anak tidak hanya disebabkan oleh makanan, maka pendekatan
ini mengharuskan program gizi dikaitkan dengan kegiatan program lain
diluar program pangan secara konvergen seperti dengan program air bersih
dan kesehatan lingkungan, imunisasi, penyediaan lapangan kerja dan
penanggulangan kemiskinan.program yang bersifat terintegrasi seperti itu,
program gizi akan rasional untuk menjadi bagian dari pembangunan
nasional secara keseluruhan.
5. Peningkatan pendapatan, pendidikan gizi, suplementasi makanan hingga
subsidi bahan pangan, serta tindakan lain yang berefek pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara umum.
6. KEP yang umumnya terjadi di daerah dengan kondisi miskin, fokus harus
diarahan pada kondisi spesifik yang ada. Pengobatan infeksi cacing 3 kali
setahun misalnya akan sangat bermanfaat dan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Penanganan diare yang saling
terkait dan seperti membentuk lingkaran setan dengan KEP juga
memerlukan perhatian khusus.
7. Penyuluhan mengenai pentingnya ASI, peningkatan kondisi air bersih dan
kebersihan lingkungan, monitoring pertumbuhan anak melalui sarana
pelayanan kesehatan telah terbukti sangat efektif. Oleh karena itu hal yang
sangat mungkin namun sulit diwujudkan adalah mengaktifkan kembali
posyandu-posyandu terutama yang sudah tidak berjalan pada tingkat
dusun.
8. Meningkatkan variasi jenis makanan terutama yang berasal dari kebun dan
ternak sendiri juga sangat efektif. Penyuluhan gizi sebaiknya diberikan
pada tingkat rumah tangga untuk meningkatkan produksi sayur-sayuran
berdaun hijau tua, buah-buahan berwarna kuning dan orange, unggas,

10

telur, ikan dan susu. Program penyuluhan gizi mengenai keberadaan
produk pangan yang kaya protein dan mikronutrien di daerah setempat
akan sangat efektif dan bekesinambungan.
(Evawany Aritonang, 2004)
C. Kesimpulan


Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang
dapat disebabkan oleh berbagai pathogen seperti bakteri, jamur, virus
dan parasite seta merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita.



Pneumonia lebih sering terjadi selama akhir musim dingin dan awal
musim semi ataupun pada saat musim kemarau.



Terdapat hubungan antara penyakit pneumonia dan KEP (Kurang
Energi Protein) pada balita. KEP dapat menyebabkan imunitas (daya
kebal) terhadap penyakit menjadi rendah, sehingga pathogenpathogen penyebab pneumonia dapat dengan mudah menginfeksi
tubuh (paru-paru).



Perlu dilakukan perbaikan gizi pada balita sehingga dapat mencegah
penyakit pneumonia.

11

Daftar Pustaka
Aritonang, Evawany. 2005. Kurang Energi Protein (Protein Energy
Malnutrition).

Jurnal

Online

FKM

USU.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3741/1/fkmgizievawany.pdf. 18 Oktober 2014 (17:00 WIB)
BPS NTT. 2012. ntt.bps.go.id. 17 Oktober 2014 (07:00 WIB)
Depkes RI. 2008. Pedoman Respon Cepat Penanggulangan Gizi Buruk.
Hartati, Susi. DKK. 2012. Faktor Risiko Terjadinya Pneumonia Pada
Anak

Balita.

Jurnal

Keperawatan

Indonesia

15(1).

http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/view/2450. 14 Oktober
2014 (20:23 WIB)
Kemenkes RI. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan
Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang
Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. 2008. Sehat itu Mudah, Wujudkan Hidup
Sehat dengan Makanan Tepat.Jakarta : PT Mizan Publika
Leveno, Kenneth J.. 2009. Obstetri Williams : Panduan Ringkas.
Jakarta : EGC.
Merdawati, Leni dan Rika Sabri. 2008. Upaya Perbaikan GIZI Balita
Melalui Gerakan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Di RW 01
Kelurahan Gurun Laweh Kecamatan Nanggalo Padang. Warta
Pengabdian

Andalas

Volume

XIV.

Jurnal

Online.

http://repository.unand.ac.id/2576/3/9._Leni_Mardawati.pdf.

16

Oktober 2014 (13:00 WIB)
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak
Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer.
Mokoginta, Dhefika. 2012. Faktor Risiko Kejadian Pnemonia Pada Anak
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Kota Makassar. Jurnal
Online

Universitas

Hasanuddin.

12

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9374/DHEFI
KA%20MOKOGINTA%20K11110265.pdf?sequence=1. 17 Oktober
2014 (07:00 WIB)
Nurjazuli dan Retno Widyaningtyas. 2009. Faktor Risiko Dominan
Kejadian Pnumonia Pada Balita (Dominant risk factors on the
occurrence of pneumonia on children under five years). Jurnal online
FKM

Universitas

Diponegoro.

jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Artikel%20NURJAZULI.pdf.

15

Oktober 2014 (07:47 WIB)
Riskerdas. 2013. Riset

Kesehatan Dasar.

Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Setiawan, Ridwan. DKK. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian
Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Palasari
Kecamatan Ciater Kabupaten Subang Tahun 2010. Jurnal online.
http://stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/files/2010/201008/201008008.pdf. 15 Oktober 2014 (07:55 WIB).
Sigalingging, Zr. Ganda.

2011. Karakteristik Penderita Penyakit

Pneumonia Pada Anak Diruang Merpati II Rumah Sakit UMUM
HERNA MEDAN. Jurnal Online Universitas Darama Agung Medan.
uda.ac.id/jurnal/files/Jurnal%2010%20%20Ganda%20Sigalingging1.pdf. 15 Oktober 2014 (08:32 WIB)
Triasih, Fajar. DKK. 2007. Pengaruh Kunjungan Rumah Oleh Perawat
Terhadap Tingkat Kepatuhan Pengobatan Penderita Pneumonia Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas 2 Baturaden. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2
(1).http://jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/download/25
3/104. 16 Oktober 2014 (12:44 WIB)

13