Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Da

Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Salah satu agenda reformasi yang dicita-citakan untuk dicapai adalah pemberian
otonomi daerah yang seluas-luasnya. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyerahan wewenang ini lazim disebut dengan desentralisasi. Pemberian otonomi
luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu
juga diarahkan untuk meningkatkan daya saing daerah berdasarkan potensi yang dimiliki.
Penyelenggaran desentralisasi ini tentu saja memerlukan sumber pendanaan yang
besar. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan
yang cukup kepada daerah. Sesuai pasal 5 UU No. 33 tahun 2004, sumber pendapatan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Penyerahan urusan dan pemberian sumber
pendanaan dalam bentuk kebijakan perimbangan keuangan pada daerah otonom, pada
hakekatnya ditujukan untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam
menyikapi aspirasi masyarakat dan prioritas daerah guna mempercepat upaya peningkatan
kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat di daerah, serta secara lebih luas
diharapkan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah.

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Ketentuan
Umum UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah
Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demikratis,
transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi,
dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Kebijakan perimbangan keuangan atau ditekankan pada empat tujuan utama, yaitu:
(a) memberikan sumber dana bagi daerah otonom untuk melaksanakan urusan yang
diserahkan yang menjadi tanggungjawabnya.
(b) mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
dan antar pemerintah daerah.
(c) meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan
kesejahteraan dan pelayanan publik antar daerah serta,

(d) meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya
daerah, khususnya sumber daya keuangan.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu
daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan

sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah.
Selama beberapa tahun terakhir jumlah dana perimbangan yang dialokasikan bagi
daerah terus mengalami peningkatan. Meskipun demikian, pemerintah mengakui kebijakan
transfer ke daerah dalam mengurangi ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah melalui
DBH dan meminimalkan kesenjangan fiskal antar daerah melalui DAU dan DAK, masih
menghadapi tantangan yang cukup berat dengan adanya alokasi dana penyesuaian tertentu
yang belum sepenuhnya berdasarkan formula dan kriteria. Pemerintah tentunya terus
berupaya untuk melakukan reformulasi kebijakan dana perimbangan setiap tahun sehingga
diharapkan dapat mendukung kebutuhan pendanaan pembangunan, terutama bagi daerahdaerah

marjinal.

Jika

kita

melihat

komposisi


sumber

pendapatan

tiap

daerah

(kabupaten/kota), dana perimbangan ini mempunyai peran yang sangat vital.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, proporsi dana perimbangan terhadap total
pendapatan daerah secara nasional mencapai rata-rata 73%. Dari angka tersebut jelaslah
bahwa daerah masih tergantung pada dana perimbangan tersebut guna menjalankan berbagai
program dan kegiatan pembangunannya. Oleh karena merupakan komponen terbesar dalam
alokasi transfer ke daerah, dana perimbangan memiliki peranan yang sangat penting bagi
keuangan daerah, terutama dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi
daerah. Pemerintah pun terus melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap mekanisme
penyaluran transfer ke daerah.
Secara normatif, instrumen dana perimbangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, terdiri dari DBH, DAU, dan DAK. Namun, dalam praktik, selain ketiga dana
tersebut, dikenal juga adanya dana Otonomi Khusus/Istimewa, yang khusus diperuntukkan
bagi satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, seperti
Papua, Papua Barat, Yogyakarta, Aceh, dan Jakarta.

Berdasarkan penjelasan di atas,

tentunya menarik untuk mengetahui perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perimbangan keuangan antara Pusat dan
Daerah yang bersifat khusus/istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila sumber-sumber keuangan daerah dikaitkan dengan urusan-urusan pemerintah
daerah, maka dapat diketahui bahwa penyerahan sumber-sumber keuangan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah belum mencerminkan besarnya kewenangan yang
diserahkan kepada daerah, karena berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah urusan pemerintahan yang menjadi urusan
pemerintah daerah adalah semua urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Namun dengan dibentuknya undang-undang baru mengenai pemerintahan daerah
yaitu UU No. 23 Tahun 2014, urusan-urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah menjadi semakin jelas. Apabila dana perimbangan yang menjadi sumber
keuangan daerah seperti tercantum dalam UU No. 33 Tahun 2004 dikaitkan dengan urusanurusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014, maka dapat diketahui bahwa urusanurusan pemerintahan daerah yang didanai oleh salah satu jenis dana perimbangan yaitu dana
alokasi umum ialah diantaranya urusan pemerintahan konkuren baik itu urusan wajib maupun
pilihan seperti urusan di bidang pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, pertanahan, dan urusanurusan lainnya yang diserahkan ke daerah, dimana urusan-urusan tersebut menjadi dasar
pelaksanaan otonomi daerah.
Sekalipun dengan dibentuknya UU No. 23 Tahun 2014 besarnya kewenangan yang
diserahkan kepada daerah terkait dengan penyerahan sumber-sumber keuangan oleh
pemerintah pusat kepada daerah yang tercermin dalam UU No. 33 Tahun 2004 dan urusan
pemerintah daerah semakin jelas, namun di masa sekarang ini, UU No. 33 Tahun 2004 sudah
tidak relevan lagi untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena selain tidak terlibatnya DPD
dalam pembahasan UU No. 33 Tahun 2004 yang mengakibatkan kurang terakomodirnya
kepentingan-kepentingan daerah dalam undang-undang tersebut, juga karena terdapat
beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan hubungan keuangan pusat-daerah
daerah yaitu antara lain:
1. Transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah saat ini selalu
dianggap sebagai bagian dari belanja pemerintah pusat. Hal ini perlu diperbaiki oleh
karena transfer dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah harus dipandang sebagai
transfer di antara dua entitas yang berbeda (inter-governmental transfer). Hal ini akan
membawa perubahan dalam prinsip pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan
negara.


2. Saat ini, diperlukan suatu grand design atas desentralisasi fiskal Indonesia. Desentralisasi
fiskal diarahkan untuk mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui
hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan dan akuntabel.
3. Perimbangan keuangan belum mencerminkan prinsip money follow function. Meskipun
secara nominal, transfer daerah meningkat signifikan dalam kurun waktu lima tahun
terakhir (2009-2012), namun dari segi proporsional, transfer daerah tidak beranjak dari
31% - 34% dari total belanja APBN yang rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5% 10%.
Data Anggaran Se-Kaltim
Samarinda, Keterbukaan anggaran atau open government partnership yang
didengungkan pemerintah, termasuk di Kaltim masih jauh panggang dari api. Pemanfaatan
teknologi informasi yang seyogianya memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat
belum berjalan optimal. Sistem sudah disiapkan, tapi sayangnya data dalam menu informasi
transparansi anggaran yang ditampilkan di portal milik pemerintah daerah (pemda) di
kabupaten/kota serta Kaltim telah usang.
Bukan data teranyar, berupa APBD 2016, melainkan informasi anggaran pada 2015.
Bahkan, masih ada pemda yang tak beranjak menayangkan dari APBD 2014. Padahal, sudah
dua

tahun


anggaran

beralih.

Di

portal

resmi

milik

Pemprov

Kaltim,

yakni

www.kaltimprov.go.id lebih parah lagi. Data yang dimunculkan sebatas nama file. Dalam poin

pertama, misalnya, memuat ringkasan APBD 2009–2015. Namun, setelah dibuka tidak ada isi
file data anggaran yang dimaksud.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Yahya Anja mengatakan, Alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim 2016 yang saat ini dalam proses pembahasan
di tingkat komisi-komisi dengan mitra kerja, harus prorakyat dan merata sehingga dapat
menampung aspirasi seluruh kabupaten/kota.
Alokasi anggaran pada APBD Kaltim 2016 pun diharapkan mengedepankan azas
manfaat dan skala prioritas anggaran yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat Kaltim saat
ini. Seperti perbaikan infrastruktur jalan, penyediaan air bersih dan listrik, serta pelayanan
kesehatan dan pendidikan di seluruh kabupaten/kota di Kaltim.

APBD Kaltim 2016 Rp 10,9 T
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) 2016 disetujui DPRD Provinsi Kaltim.
Melalui penandatanganan kesepakatan yang dilakukan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak
dan Ketua DPRD Kaltim Syahrun HS pada Rapat Paripurna ke-37 DPRD Provinsi Kaltim,
Senin (16/11) di Gedung Utama Kantor DPRD Kaltim, Jl Teuku Umar Karang Paci,
Samarinda.
DPRD Provinsi Kaltim dan Gubernur Kaltim mengesahkan APBD Kaltim 2016
sebesar Rp 10,903 triliun. APBD Kaltim 2016 tersebut turun Rp 630,746 miliar atau 5,47

persen dibanding APBD 2015 setelah perubahan Rp 11,534 triliun.
Dijelaskan H Syahrun, saat memimpin rapat paripurna didampingi Wakil Ketua
DPRD Kaltim H Andi Faisal Assegaf dan Dody Rondonuwu, komponen pendapatan pada
APBD 2016 terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 5,089 triliun, dana
perimbangan Rp 4,529 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 484, 600 miliar.
Sedangkan komponen belanja, terdiri dari belanja tidak langsung Rp 5,619 triliun dan
belanja langsung Rp 5,283 triliun. Selain itu juga ada pembiayaan penerimaan Rp 800 miliar.

APBD Kaltim 2016 Ngedrop Hampir 4%
Balikpapan - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sepertinya harus kerja keras
melakukan penghematan dan skala prioritas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) 2016.
APBD Kaltim tahun 2016 senilai Rp11,096 triliun, jumlah ini mengalami penurunan
3,79% dibanding APBD-P 2015 yang mencapai Rp11,534 triliun.
Kepala Biro Keuangan Setprov Kaltim Fadliansyah mengatakan, realisasi penyerapan APBD
2015 mencapai 88,73% dari APBDP 2015 yang senilai Rp11,534 triliun.
"Realisasi penyerapan anggaran data sementara sebesar 88,73% dari APBD 2015.
Penyerapan anggaran ini kuncinya ada di pihak ketiga, kalau dokumen mereka sudah siap
untuk bangun segera masukin ke lelang," ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
APBD Kaltim yang senilai Rp11,096 triliun tersebut terdiri dari belanja dari belanja tidak

langsung Rp5,809 triliun dan belanja langsung Rp5,287 triliun.

Fadliansyah memperkirakan akan terjadinya defisit dalam APBD 2016 senilai
Rp1,887 triliun. Hal itu terdiri dari dana perimbangan yang dianggarkan dalam APBD 2016
senilai Rp4,095 triliun.
"Berdasarkan Perpres nomor 137 tahun 2015, dana perimbangan yang diterima hanya
Rp3,752 triliun. Itu banyak selisihnya dan dana perimbangan Rp3,7 triliun itu tidak semua
bisa cair di tahun berjalan, larinya bisa Januari 2017,"
Selain itu, target dana perimbangan dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kaltim hanya
mampu sekitar Rp2,97 triliun sehingga terdapat selisih senilai Rp1,18 triliun.

NAMA

:

RIRIN DWI PURWANTI

NIM

:


1302015218

PRODI

: ADMINISTRASI NEGARA (EKS.A)

MATA KULIAH

:

KEBIJAKAN APBD