Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Anik Yuesti, SE, MM

PENYUSUN :
KELOMPOK 3
NAMA :
1.
2.
3.
4.
5.

I NYOMAN AGUS WIDIANA PUTRA (1702622010138)
KADEK FITRI INDAH SARI
(1702622010144)
NI LUH ARI LIANTI
(1702622010152)
PUTU AGUS SANJAYA
(1702622010162)

PUTU AYU DIANTARI
(1702622010163)

PRODI AKUNTANSI SIANG (A)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2018

Pendahuluan
Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan
social ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong-royongan nasional maupun dari laju
pembangunan nasional yang telah dicapai. Di samping itu, sistem perpajakan yang lama tersebut
belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan subjek pajak yang besar peranannya dalam
menghasilkan penerimaan dalam negeri yang sangat diperlukan guna mewujudkan kelangsungan
dan peningkatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah menciptakan sistem
perpajakan yang baru yaitu dengan lahirnya Undang-undang perpajakan baru; yang terdiri atas:
UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan dan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Baran dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, UU No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan

Bangunan san UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.
Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah
Pancasila dan Undnag-undang Dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketetuan yang menjunjung
tinggi hak warga Negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan.
Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya
diberlakukan bagi undang-undang pajak material, kecuali dalam undang-undang pajak yang
bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, social, dan politik, disadari
bahwa perlu dilakukan perubahan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Perubahan tersebut bertujuan untuk lebih memberikan keadilan, meningkatkan
pelayanan kepada wajib pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum, serta
mengantisipasi kemajuan di bidang teknologi informasi dan perubahan ketentuan material di
bidang perpajakan. Selain itu, perubahan tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan
profesionalisme aparatur perpajakan, meningkatkan administrasi perpajakan, dan meningkatkan
kepatuhan sukarela wajib pajak.
System, mekanisme, dan tata cara perpajakanhak dan kewajiban yang sederhana menjadi
ciri dan corak dalam perubahan Undang-undang ini tetap menganut system self assessment.
Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban

bagi masyarakat wajib pajak sehingga masyarakat wajib pajak dapat melaksanakan hak dan

kewajiban perpajakan dengan lebih baik.
Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan
tujuan perubahan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini
mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut:
1. Meningkatkan efesiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan Negara
2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna
meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung
pengembangan usaha kecil dan menengah
3. Menyesuaikan tuntunan perkembangan social ekonomi masyarakat serta perkembangan di
bidang teknologi informasi
4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban
5. Menyederhanakan prosedur admnistrasi perpajakan
6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten, dan
7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.
Dengan dilaksakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan
Negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatkannya kepatuhan sukarela
dan membaiknya iklim usaha.
Dasar Hukum
Dasar Hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang No. 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2009.

Pengertian-pengertian
Dalam pembahasan Ketentuan Umum dan Tata Cara Pepajakan akan dijumpai pengertianpengertian atau istilah-istilah yang sudah baku. Pengertian-pengertian atau istilah-istilah tersebut,
antara lain:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa,organisasi social politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.
4. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu

sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang KUP. Masa Pajak sama dengan 1 bulan
kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan paling
lama 3 bulan kalender.
5. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan
tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
6. Bagian Tahun pajak bagian dari jangka waktu 1 Tahun Pajak.
7. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak,
dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
8. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
9. Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena pajak
penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.
10. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah
dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang
terutang.


11. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau tujuan
lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan atau bukti berupa keterangan, tulisan,
atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanyan dugaan kuat bahwa sedang atau telah
terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara.
13. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan
bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
14. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
15. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilain tentang
kebenaran penulisan dan perhitungannya.
Tahun Pajak
Pada umumnya tahun pajak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Akan tetapi, wajib
pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim dengan syarat konsisten

(taat asas) selama 12 bulan, dan melapor/pembertitahukan kepada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama setempat. Cara menentuan suatu tahun pajak adalah sebagai berikut:
1. Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim

1 Januari 2014

31 Desember 2014

Pembukaan dimulai 1 Januari 2014 dan berakhir 31 Desember 2014, disebut tahun pajak
2014.

2. Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwim

1 Juli 2014

30 Juni 2015

a. Pembukuan dimulai 1 Juli 2014 dan berakhir 30 Juni 2015. Disebut tahun pajak 2014
karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2015.
b.

1 Oktober 2014

30 September 2015

Pembukuan dimulai 1 April 2014 dan berakhir 31 Maret 2015. Disebut tahun pajak
2014 karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2014.
Pembukuan dimulai 1 Oktober 2014 dan berakhir 30 September 2015. Disebut tahun
pajak 2015 karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2015.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
1. Pengertian
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
2. Fungsi NPWP
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan.
3. Pencantuman NPWP
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, wajib pajak diwajibkan
mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.

4. Pendaftaran NPWP
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepada wajib pajak diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak.
Yang dimaksud dengan ‘’persyaratan subjektif’’ adalah persyaratan yang sesuai
dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
dan perubahannya. ‘’Persyaratan Objektif’’ adalah persyaratan bagi subjek pajak yang

menerima

atau

memperoleh

penghasilan

atau


diwajibkan

untuk

melakukan

pemotongan/prmungutan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan
1984 dan perubahannya.
Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan bagi wajib pajak orang pribadi
pengusaha tertentu.
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang
dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hokum atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wanita kawin selain tersebut di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh
Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar wanita kawin tersebut melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan
suaminya.
Bagi wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan

ketentuan perarutan perundang-undangan di bidang perpajakan dan:
a. Tidak hidup terpisah,
b. Tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis.
Hak dan kewajiban perpajakan digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan suaminya. Tetapi apabila ingin melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami, harus
mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantiakan yang berhak
dalam kedudukan sebagai subjek pajak menggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak dari orang
pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili oleh;
a. Salah sesorang ahli waris
b. Pelaksana wasiat
c. Pihak yang mengurus harta peninggalan

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan
apabila wajib pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan
diri untuk mendapatkan NPWP. Kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang diterbitkan
Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dimulai sejak saat wajib pajak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, paling lama lima tahun sebelum diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya,
karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah:
a. Bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atas pekerjaan bebas dan wajib
pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat satu bulan setelah saat usaha mulai
dijalankan.
b. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan
pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang
disetahunkan telah melebihi penghasilan tidak kena pajak, wajib mendaftarkan diri
paling lama pada akhir bulan berikutnya.
Terhadap wajib pajak tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP akan dikenakan
sanksi perpajakan.
5. Sanksi
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak Wajib Pajak, atau meyalahgunakan atau mengunakan tanpa hak NPWP
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak
terutangyang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kalii jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
Pidana tersebut ditambahkan satu kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang di jatuhkan.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan
pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama dua
tahun dan denda paling sedikit uda kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau
kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak empat kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
6. Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari administrasi
kantor pelayanan pajak. Penghapusan NPWP dilakukan oleh jendral pajak apabila :
a) Wajib pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif atau objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b) Wajib pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian
atau penggabungan usaha.
c) Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
d) Wajib pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia .
e) Dianggap perlu oleh Direktur Jendral Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok
Wajib Pajak dari pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif atau
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktur Jendral pajak setelah melakukan pemeriksaan atau verifikasi harus
meberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 bulan
untuk wajib pajak pribadi dan 12 bulan untuk wajib pajak badan, sejak tanggal permohonan
diterima secara lengkap apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan
Direktur Jendral Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP
pajak dianggap di kabulkan.
7. Format NPWP

NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan
6 digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan. Formatnya adalah sebagai
berikut : XX.XXX.XXX.X.-XXX.XXX