Filsafat sains dan agama dan

AGAMA, SAINS, DAN FILSAFAT

Filsafat dan Sains

Pengertian Sains

Istilah sains merupakan ahli bahasa dari “science”, yang berasal
dari bahasa latin, “scire”, artinya “to know”. Dalam arti sempit, sains
diartikan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.
Dalam bahasa Indonesia sehari-hari orang salah kaprah menerjemahkan
kata science menjadi “Ilmu”. Karena “ilmu” dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Depdikbud : 1998) memiliki dua pengertian. Pertama, ilmu
diartikan sebagai suatu pegetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode, yang dapat digunakan untuk
menerapkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan atau
kepandaian, tentang soal dunawi, akhirat, lahir batin, dan sebagainya,
seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu tauhid, ilmu batin, dan sebagainya.
Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud : 1998), ditemukan juga
kata “sains”, yang berarti (a) ilmu teratur (sistematis yang dapat diuji
atau dibuktikan kebenarannya; (b) ilmu yang berdasaran kebenaran atau
kenyataan semata (kimia, biologi, fisika).

Jadi, mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita tidak dapat
mengalihkan kata “science” dengan kata “ilmu”, karena ilmu membahas
dan membicarakan segala macam pengetahuan batin, termasuk masalahmasalah yang transdental dan metafisik. Sedangkan sains hanya
membicarakan segala sesuatu yang nyata yang dapat disentuh dengan
pancaindera.
Menurut Titus (1959), sains artinya sebagai common senseyang
diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap bendabenda tau peristiwa-peristiwa engan menggunakan metode observasi
yang teliti dan kritis. Menurut Ashley Motaqu (anshari, 1979), sains
merupakan pengetahuan yang disusun, berasal dari pengamatan, studi,
dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang yang
sedang dipelajari.
Prof. Harsoyo (1977) mengemukakan pengertian entang sains,
yaitu :

1.
Merupakan akumulasi pengetahuan yang disestematiskan atau
kesatuan pengetahuan yang terorganisasikan.
2.
Satuan pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap
seluruh dunia empiris, yaitu dunia terkait oleh faktor ruang dan waktu,

dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh pancaindera manusia.
Sains
pada
prinsipnya
merupakan
suatu
usaha
untuk
mengorganisasikan dan mensistematiskan “common sense”, suatu
pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara
cermat dan teliti dengan menggunakanberbagai metode biasa dilakukan
dalam penelitian ilmiah.
Titus (1959) mengemukakan beberapa ciri khusus common sense sebagai
berikut :
1.
Common sense cenderung menjadi biasa dan tetap, atau bersifat
peniruan, serta pewarisan dari masa lampau.
2.
Common sense sering memiliki pengertian yang kabur atau samar

dan memiliki arti ganda.
3.
Common sense merupakan suatu kebenaran atau kepercayaan yang
tidak teruji, atau tidak pernah di uji kebenarannya.
Sains dapat juga merupakan suatu metode berfikir secara objektf,
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhada fakta
faktual.

Karakteristik Sains

Randall dan Bucker (1942) mengemukakan beberapa beberapa ciri umum
sains diantaranya:
a.
Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama.
Artinya, hasil sains yang lalu dapa dipergunakan untuk
penyelidikan dan penetuan hal-hal baru, dan tidak menjadi
monopoli bagi ang menemukannya saja. Setiap orang dapat
menggunakan atau emanfaatkan hasil penemuan orang lain.
b. Hasil sains kebenarannya tidak mutlak, dan bisa saja terjadi
kekeliruan, karena yang menyelidiknya adalah manusia. Tetapi

perlu disadari bahwa kesalahan-kesalahan bukan karena metode,
melainkan terletak pada manusia yang menggunakan metode
tersebut.

c.
Sains bersifat objektif, artinya prosedur kerja atau cara
penggunaan metode sains tidak tergantung pada pemahaman
secara pribadi.
Selanjutnya Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag (Harsojo, 1997),
mengemukakan ciri-ciri sains, yaitu : 1) bersifat rasional karena
hasil dari proses berpikir yang menggunakan akal (rasio), 2)bersifat
empiris karena sains diperoleh dari dan sekitar pengalaman olh
pancaindera, 3) bersifat umum rinya bahwa hasil sains dapat
dipergunakan semua manusia tanpa kecuali, 4) bersifat
akumulatifartinya hasil sains dapat dipergunakan untuk dijadikan
objek penelitian berikutnya.

Perbedaan Filsafat dan Sains

Terdapat perbedaan yang hakiki antara filsafat dan sains, antaranya:

a) Sains bersifat analisis dan hanya menggarap salah satu
pengetahuan sebagai objek formalnya. Filsafat bersifat
pengetahuan sinopsis, artinya melihat segala sesuatu dengan
menekankan secara eseluruhan, karena memiliki sifat tersendiri
yang tidak ada pada bagian-bagiannya.
b) Sains bersifat deskritif tentang objeknya agar dapat
menemukan fakta-fakta, netral dalam arti tidak memihak pada
etik tertentu. Filsafat tidak hanya menggambarkan sesuatu,
melainkan membantu manusia untuk mengambil putusanputusan tentang tujuan, nilai-nilai, dan tentang apa-apa yang
harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral, karena faktorfaktor subjektif memegang peranan yang penting dalam
berfilsafat.
c) Sains mengawali kerjanya dengan bertolak dari suatu asumsi
yang tidak perlu diuji, sudah diakui dan diyakini kebenarannya.
Filsafat bisa merenungkan kembali asumsi-asumsi. Jadi, filsafat
dapat meragukan setiap asumsi yang ada, dimana oleh sains
telah diyakini kebenarannya.
d) Sains menggunakan eksperimentasi terkontrol sebgai metode
yang khas. Verifikasi terhadap teori dilakukan dengan jalan
menguji dalam praktik berdasarkan metode-metode sains yang
empiris. Selain menghasilkan suatu konsep atau teori, filsafat

dapat juga mengggunakan hasil-hasil sains, dilakukan dengan
menggunakan akal dan pikiran yang didasarkan pada semua

pengalaman insani, sehingga dengan demikian, filsafat dapat
menelaah yang tidak dicarikan penyelesaiannya oleh sains.
Sikun Pribadi (1972:9) mengemukakan perbedaan antara filsafat
dengan sains, yaitu: “Jelaslah bahwa perbedaan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan (sains)) bertolak dari dunia fakta (bersifat ontis) sedangkan
filsafat bertolak dari duni nilai, artinya selalu menghubungkan masalah
dengan makna keseluruhan hidup (bersifat deontis), walaupun kedua
bidang aktivitasnya manusia itu sifatnya kognitif”.
Jadi, sains berhubungan dan memperoalkan fakta-fakta yang
faktual, diperoleh dengan mengadakan eksperimen, observasim dan
verfikasi, hanya berhubungan dengan sebagian dari aspek kehidupan atau
peristiwa di dunia ini. Sedangkan filsafat mencoba berhubungan dengan
keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih
komprehensif dan bermakna tentang sesuatu.

Titik Temu Filsafat dan Sains
Selain terdapat beberapa perbedaan antara filsafat dan sains, terdapat

pula beberapa titik temu antara keduanya, yatu:
a) Banyak ahli filsafat yang termasyhur telah memberikan
sumbangan terhadap perkembangan sains modern, seperti Leibniz
yang menemukan “kalkulus diferensial”, seorang filosof Muslim
telah banyak memberikan sumbangan terhadap perkembangan
ilmu kedokteran, Ibny Khaldun (1333-1408) seorang filosof Muslim
telah berjasa dalam mempelopori pengembangan ilmu sejarah dan
sosiologi, mendahului Agust Comte (1798-1857) yang oleh Barat
dianggap sebagai Bapak Sosiologi.
b) Filsafat dan sains keduanya menggunakan metode berpikir
reflektif (reflektif thinking) dalam menghadapi fakta-fakta dunia
dan hidup.
c)
Filsafat dan sains keduanya menunjukkan sikap kritis dan
terbuka , dan memberikan perhatian yang tidak berat
sebelahterhadap kebenarannya.
d) Filsafat dan sains keduanya tertarik terhadap pengetahuan
yang teroranisasi dan tersusun secara sistematis.
e) Sains membantu filsafat dalam mengembangkan sejumlah
bahan-bahan deskriptif dan faktual serta esensial bagi pemikiran

filsafat.
f)
Sains mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan
sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan ilmiah.

g) Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong,
yang menjadikan beraneka macam sains yang berbeda serta
menyusun bahan-bahan tersebut kedalam suautu pandangan
tentang hidup dan dunia yang ebih menyeluruh dan terpadu.

Kelebihan dan Kekurangan Sains
Selain sains memiliki kelebihan, terdapat pula beberapa kekurangan
secara konseptual dan esensial, mungkin dianggap berbahaya, karena:
a) Sains bersifat objektif, menyampingkan penilaian yang
sifatnya subjektif. Sains menyampingkan tujun hidup, sehingga
dengan demikian sains dan teknologi tidak bisa dijadikan
pembimbing bagi manusia dalam menjalani hidup ini (Hocking,
1942)
b) Manusia hidup dalam kurun waktu yang panjang. Jik ia
terbenam dalam dunia fisik, maka akan hampa dari makna dalam

hidup yang penuh arti ini. Oleh karena itu, sains membutuhkan
pendamping dalam operasinya, selain filsafat untuk memberikan
nilai-nilai hidup, yang paling penting adalah agama memiliki
kebenaran dan nilai-nilai hidup yang mutlak.

FILSAFAT DAN AGAMA
Pengertian Manusia
Istilah agama, memiliki pengertian yang sama dengan istilah
“religion” dalam bahasa Inggris Bozman (Anshari, 1979) mengemukakan
bahwa agama dalam arti luas merupakan suatu penerimaan terhadap
aturan-aturan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi, dengan jalan
melakuakan hubungan yang harmonis denagn realitas yang lebih agung
dari dirinya sendiri, yang memerintahkan untuk mengadakan kebaktian,
pengabdian, dan pelayanan yang setia.
Randall dan Buchler (1942) mengemukakan bahwa ada dua bentuk
agama, yaitu:
Pertama, agama diidentifikasikan dengan kepercayaan terhadap
supranatural. Secara populer agama diartikan sebagai kepercayaan
terhadap Tuhan, yaitu kehidupan yang supranatural.


Kedua, agama diidentifikasikan dengan kepercayaan atau
keyakinan. Keyakinan agama mencerminkan keyakinan atau kepercayaan
yang berlangsung di luar apa yang telah kita alami pada masa silam atau
yang akan kita alami pada masa yang akan datang.
Dalam kepercayaan agama, ada yang disebut panteisme.
Pandangan ini bertentangan dengan supernatural, karena panteisme
meyakini bahwa Tuhan sebagai hal yang tidak berbeda dengan alam
semesta atau proses dalam alam semesta.
Ciri-ciri Agama
Dalam agama sekurang-kurangnya terdapat empat ciri antara lain:
a) Adanya kepercayaan terhadap yang mahagaib, mahasuci,
mahaagung, sebagai pencipta alam semesta.
b) Melakukan hubungan dengan hal-hal di atas, dengan berbagai
cara. Seperti misalnya dengan mengadakan upacara-upacara
ritual, pemujan, pengabdian dan sebagainya.
c)
Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh
setiap penganutnya. Dalam Islam doktrin itu terdiri dari tiga aspek
yaitu, iman, islam dan ihsan.
d) Menurut pandangan Islam, bahwa ajaran atau doktrin tersebut

diturunkan oleh Rab tidak langsung pada manusia, melainkan
melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasulNya sebagai orang-orang suci.
Seperti halnya sains dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama,
melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya.
Pengetahuan dan kebenaran agama yang berisikan kepercayaan dan nilainilai kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan dan
pandangan hidup manusia, serta sampai pada perilaku manusia itu
sendiri. Pengalaman agama bukanlah suatu pengalaman yang bersifat
teoritis, melainkan merupakan penghayatan yang mendalam tentang
manusia dengan Tuhannya, serta pengalaman sea yang telah digariska
oleh/dalam agama tersebut.
Manfaat Agama bagi Manusia
Menurut Hocking (1946), agama merupakan obat dari kesulitan dan
kekhawatatiran yang dihadapi manusia, sekurang-kurangnya manusia dari
kesulitan. Agama merupakan pernyataan pengharapan manusia dalam
dunia yang besar, karena ada jalan hidup yang benar yang perlu
ditemukan.

Menurut Ghalab (1965), agama wahyu akan memiliki kesempurnaan
yang mutlak, karena nilai keagamaan yang terkandung di dalamnya
bersal dari Rab.
Nilai-niai kegamaan tidak hanya menunjukkan hubungan manusia
dengan Rabnya, melainkan menunjukkan juga hubungan dengan sesama
manusia. Jadi nilai keagamaan yang didasarkan atas cita terhadap Rab,
akan menghubungkan jiwa serta perasaan pemeluknya dimanapun
mereka berada di jagat raya ini.
Agama dapat menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup
bagi mnusia dalam menempuh hidupnya dengan harapan penuh
keamanan, kedamaian dan kesejahteraan. Dengan agama, manusia
sampai pada suatu pengukuran bahwa semua makhluk yang berada di
jagat raya yang mahaluas ni dimana manusia tidak akan mampu
mengukurknya secara pasti, berasal dariNya dan pasti akan kembali
padaNya.

Daftar Pustaka :
Sadullah, Uyoh. Pengantar Imu Filsafat. 2014. Bandung : Alfabeta.