Sumber daya alam bukan (3)

Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.[1] Yang tergolong di dalamnya
tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga
komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah.[1][2]
Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah
membawa manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus
berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini.[2] Sumber daya alam
mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya keberadaannya
tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia, Brasil, Kongo, Maroko, dan
berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat
berlimpah.[3][4][5][6] Sebagai contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas
alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan
senyawa fosfat sebesar setengah dari yang ada di bumi[5]. Akan tetapi, kekayaan sumber daya
alam ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut.[7]

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
Pengelolaan sumberdaya alam merupakan pengelolaan lahan, air, tanah, tumbuhan,
dan hewan, dengan fokus terutama pada pengelolaan yang mempengaruhi kualitas hidup
manusia, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang (Anonim, 2010).
Pengelolaan sumberdaya alam berkaitan dengan interaksi antara manusia dengan
lingkungannya. Hal itu mencakup rencana penggunaan lahan, pengelolaan air, konservasi

keanekaragaman hayati, dan industri keberlanjutan, seperti pertanian, pertambangan,
pariwisata, perikanan, dan kehutanan. Itu menunjukkan bahwa manusia dan mata
pencahariannya masih bergantung pada kesehatan dan produktivitas lingkungan (Anonim,
2010).
1. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dan strategis, bukan hanya
pada sektor pada sektor ekonomi tapi juga pada sosial dan politik (Sutikno, 2006).
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara selama pemerintahan Orde Baru,
disebutkan bahwa prioritas pembangunan nasional adalah pada sektor pertanian
(Kuncoro, 2002). Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengembangkan
sektor pertanian antara lain melalui peningkatan teknologi, penambahan input, maupun
melalui kebijakan-kebijakan pemerintah (Sutikno, 2006).
Di Indonesia, peningkatan teknologi ditunjukkan dengan adanya revolusi hijau
pada tahun 1960-1970-an. Perkembangan revolusi hijau terjadi sebagai akibat dari adanya
interaksi atau hubungan yang erat antara pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Menurut Tlyy (dalam Sutikno, 2006) perkembangan teknologi pada sektor pertanian
meliputi proses mekanisasi dan penemuan varietas unggul.
Sumberdaya atau input yang digunakan dalam produk pertanian biasanya
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut (Sutikno, 2006).

a. Sumberdaya internal (internal resources), sumberdaya ini merupakan sumberdaya
yang berasal dari alam, seperti tanah, air, dan bibit.
b. Sumberdaya eksternal (external resources), sumberdaya ini merupakan sumberdaya
yang berasal dari luar atau selain sumberdaya alam, seperti traktor, pupuk, pestisida,
dan bahan kimia lainnya.
Selain penggunaan teknologi dan penambahan input untuk meningkatkan produksi
sektor pertanian, didukung pula oleh peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya.
Di Indonesia, perkembangan sektor pertanian diawali dengan program intensifikasi
pertanian (Sutikno, 2006).
2. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada Sektor Pertambangan
Tujuan pengelolaan sumberdaya alam pada sektor ini adalah untuk mencapai
optimalisasi pemanfaatan sumber daya mineral, batubara, panas bumi dan air tanah
melalui usaha pertambangan dengan prinsip good mining practice. Beberapa kegiatannya
antara lain sebagai berikut (Anonim, 2012).
a. Penyusunan regulasi, pedoman teknis, dan standar pertambangan mineral dan
batubara panas bumi dan air tanah.
b. Pembinaan dan pengawasan kegiatan penambangan.
c. Pengawasan produksi, pemasaran, dan pengelolaan mineral dan batubara, panas bumi
dan air tanah.
d. Evaluasi perencanaan produksi dan pemasaran mineral dan batubara, panas bumi dan

air tanah.
e. Evaluasi pelaksanaan kebijakan program pengembangan masyarakat di wilayah
pertambangan.
3. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada Sektor Perikanan

Pengelolaan sumberdaya alam pada sektor perikanan bertujuan untuk mengelola
dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara
optimal, adil, dan lestari melalui keterpaduan antar berbagai pemanfaatan sehingga
memberikan kontribusi yang layak bagi pembangunan nasional, pembangunan daerah,
dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Beberapa kegiatan pokoknya antara lain sebagai
berikut (Anonim, 2012).
a. Perumusan kebijakan dan penyusunan peraturan dalam pengelolaan sumberdaya laut,
pesisir, dan pulau-pulau kecil secara terintegrasi.
b. Pengelolaan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil secara efisien, dan lestari
berbasis masyarakat.
c. Pengembangan sistem MCS (monitoring, controlling, and surveillance) dalam
pengendalian dan pengawasan, termasuk pemberdayaan masyarakat dalam sistem
pengawasan.
d. Penataan ruang wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil sesuai dengan daya
dukung lingkungannya.

e. Percepatan penyelesaian kesepakatan dan batas wilayah laut dengan negara tetangga,
khususnya dengan Singapura, Malaysia, Filipina, Papua New Guinea, dan Timor
Leste.
4. Pengelolaan Sumberdaya Alam pada Sektor Kehutanan
Pengelolaan sumberdaya alam pada sektor kehutanan yang dilakukan oleh
pemerintah ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi hutan secara lebih efisien, optimal,
adil, dan berkelanjutan dengan mewujudkan unit-unit pengelolaan hutan produksi lestari
dan memenuhi kaidah sustainable forest management (SFM) serta didukung oleh industri
kehutanan yang kompetitif. Beberapa kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini
antara lain sebagai berikut (Anonim, 2012).
a. Penetapan kawasan hutan.
b. Penetapan kesatuan pengelolaan hutan khususnya di luar Jawa.
c. Penatagunaan hutan dan pengendalian alih fungsi dan status kawasan hutan.

d. Pembinaan kelembagaan hutan produksi.
e. Pengembangan sertifikasi pengelolaan hutan lestari.
f. Pengembangan hasil hutan non-kayu dan jasa lingkungannya.
g. Konservasi sumber daya hutan
Pengelolaan sumberdaya alam juga kongruen dengan konsep pembangunan
berkelanjutan, sebuah prinsip ilmiah yang membentuk dasar untuk pengelolaan lahan

berkelanjutan secara global dan penguasaan lingkungan untuk melestarikan dan menjaga
sumberdaya alam (Anonim, 2010).
Pengelolaan sumberdaya alam khususnya berfokus pada pemahaman ilmiah dan
tekhnik sumberdaya serta ekologi dan daya dukung sumberdaya ini. Pengelolaan lingkungan
juga mirip dengan Pengelolaan sumberdaya alam. Dalam konteks akademik, sosiologi
sumberdaya alam sangat terkait erat dengan lingkungan, namun berbeda dengan pengelolaan
sumberdaya alam. dengan kata lain, pokok perhatian berkisar pada ekologi terapan (applied
ecology) dan lingkungan kehidupan manusia (human environment) (Anonim, 2010).
Ekologi terapan menyangkut kegiatan manusia di bidang pengelolaan sumberdaya
alam, dalam hubungan ini manusia secara langsung terlibat dalam serangkaian langkah
kegiatan yang membawa dampak ekologis. Hal itu dimungkinkan karena manusia
mengendalikan ekosistem dengan cara pengelolaan sumber alamnya yang dapat
menguntungkan ataupun merugikan keadaan ekologi dan tata lingkungannya. Masalahnya
kini berpokok pada pola dan arah pengelolaan ekosistem yang dapat membawa hasil optimal
bagi kehidupan manusia secara terus-menerus atau secara berkelanjutan (Sutikno, 2006).
Penafsiran tentang pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)
diartikan sebagai daya upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan
kebutuhan generasi-generasi mendatang. Dengan kata lain, proses pembangunan harus bisa
berlangsung secara terus-menerus dan sambung-menyambung.
Oleh karena itu, dalam pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara hati-hati

dan penuh rasa tanggung jawab agar tidak memberikan dampak pada orang lain, baik untuk
saat ini maupun untuk masa yang akan datang (Sutikno, 2006).
Secara umum, pengelolaan sumberdaya alam yang bertanggungjawab dapat diartikan
sebagai proses pengelolaan sumberdaya alam yang sesuai dengan kebutuhan saat ini tanpa
mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang. Selain itu, dalam proses pengambilan
sampai dengan pengolahannya tidak menimbulkan biaya atau kerugian yang harus

ditanggung oleh orang lain, baik saat ini maupun masa yang akan datang. Menurut
Suparmoko (dalam Sutikno, 2006), kebijakan sumberdaya alam yang bertanggungjawab
terhadap generasi saat ini maupun generasi yang akan datang adalah terdiri dari satu
himpunan peraturan serta tindakan yang berhubungan dengan penggunaan sumberdaya alam
untuk membuat perekonomian bekerja secara efisien serta dapat bertahan dalam waktu yang
tak terbatas, tidak menurunkan pola konsumsi agregat, tanpa tidak dipulihkannya lingkungan
fisik yang rusak maupun tanpa menimbulkan risiko yang besar bagi generasi yang akan
datang, tetapi justru sebaliknya akan membuat generasi yang akan datang lebih sejahtera
(Sutikno, 2006).
Menurut Sutikno (2006), dengan merealisasikan sistem pengambilan keputusan di
bidang pengelolaan sumberdaya alam secara partisipatif, transparan, dan akuntabel
merupakan hal yang penting dan strategis untuk mencegah eksploitasi/pengurasan
sumberdaya alam dan kerusakan lingkungan hidup, serta untuk mewujudkan prinsip

sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan bisa digunakan dalam
jangka waktu yang paling lama (antar generasi) untuk menciptakan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan (sustainable development).
Salah satu masalah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah
bagaimana agar kepentingan ekonomi dan lingkungan bisa berjalan. Untuk mengatasinya saat
ini muncul konsep baru, yaitu dengan menggunakan pendekatan standarisasi mutu
lingkungan bagi produsen barang maupun jasa, standarisasi mutu lingkungan tersebut disebut
ISO 14000 (Sutikno, 2006).
Untuk menciptakan sistem pengelolaan lingkungan yang baik maka muncul ISO
14000. Lingkup ISO 14000 mencakup bahan baku dari perangkat dan Sistem Pengelolaan
Lingkungan (SPL) atau Environmental Management System (EMS) (Hale dalam Sutikno,
2006). Seri ISO 14000 ini bisa mendorong atau sebagai alat pendukung ketentuan atau
peraturan perundang-undangan suatu negara. Karena penentuan ambang batas serta tolak
ukur kualitas lingkungan, tingkat pencemaran, atau kadar suatu zat pencemar tetap menjadi
wewenang pemerintah yang bersangkutan, misalnya untuk Indonesia akan disesuaikan
dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Sistem pengelolaan lingkungan mempunyai makna
penting dalam membantu suatu unit organisasi (industri, usaha, dan sebagainya) dalam
merumuskan lingkungan yang baik (Sutikno, 2006).
Seri ISO 14000 dikembangkan dari standar ISO 9000 yang mencakup tiga kualitas
suatu produk untuk dapat memperkuat sistem dalam persaingan, yaitu keunggulan dalam

harga, kualitas, dan pengadaan. Oleh karena itu, ISO 9000 juga mempunyai hubungan erat

dengan manajemen mutu. Sedangkan ISO 14000 ditujukan terutama untuk lebih
meningkatkan citra baik suatu kegiatan bisnis terhadap lingkungan hidup (Sutikno, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Natural Resource Management. (On-line) http://www.wikipedia.org./naturalresource-management [diakses tanggal 18 Mei 2012]
Anonim. 2012. Bab 32: Perbaikan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup. (On-line) http://www.batan.go.id/ref_utama/rpjm_bab_32.pdf
[diakses tanggal 7 Juni 2012]
Kuncoro, Mudrajad. 2002. Ekonomika Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Sutikno & Maryunani. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam. Malang: Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya
http://andam-amaranthi.blogspot.co.id/2012/10/pengelolaan-sumber-daya-alam.html