Akuntansi Pajak Penghasilan pasal 23

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN
Oleh : Dwi Martani (Staf pengajar Akuntansi FEUI, anggota tim implementasi IFRS)

Entitas memiliki kewajiban pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku di mana
entitas beroperasi. Atas laba yang diperoleh entitas memiliki kewajiban untuk membayar
dan melaporkan pajaknya. PSAK 46 (revisi 2010)): Pajak Penghasilan mengatur
bagaimana entitas menyajikan dan mengungkapkan kewajiban pajak penghasilan entitas.
Peraturan pajak dan standar akuntansi memiliki perbedaan pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan beban yang dapat memunculkan aset atau liabilitas pajak tangguhan
yang harus diungkapkan dan disajikan dalam laporan keuangan.
Kata kunci: akuntansi pajak penghasilan, pajak tangguhan, pajak kini, kewajiban pajak tangguhan, aset
pajak tangguhan.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis (badan atau bentuk usaha tetap)
dan individu. Undang-Undang Pajak menyebutkan atas penghasilan yang diterima individu atau entitas
(badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Penghasilan menurut regulasi pajak
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang
berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan. Untuk entitas, penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan
beban yang diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun
untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak dengan norma,

pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba.
Kewajiban pajak tidak hanya terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas tersebut. Entitas juga
memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh pihak lain ( withholding
tax). Pada saat membayar gaji kepada karyawan, membayar sewa kepada rekanan, membayar jasa
konsultasi pada kantor akuntan publik, entitas harus memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas
pajak yang telah dipotong, harus disetorkan ke kas Negara dan dilaporkan setiap awal bulan berikutnya.
Pajak pihak ketiga tidak mempengaruhi kinerja entitas dalam laporan laba rugi komprehensif , karena
pajak tersebut bukan beban bagi perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima
pihak lain, sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan jumlah yang
dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu penerima penghasilan dan kas
negara sebagai penerima pajak.
Pada saat entitas melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib memotong PPN
(pajak pertambahan nilai). Untuk produksi dan import barang mewah akan dikenakan PPnBM (Pajak
Penjualan Barang Mewah). Pajak pihak ketiga ini harus diadministrasikan dan juga dicatat dalam
pembukuan. Jika pada akhir periode terdapat pajak yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang

pajak dalam laporan posisi keuangan. PPN tidak mempengaruhi kinerja entitas karena PPN tidak
mempengaruhi jumlah penjualan dan pembelian tetapi menambah piutang atau utangnya.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh. Atas penghasilan
yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk jasa, sewa akan dipotong pajak. Entitas akan mencatat pajak

dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan pihak lain pada saat entitas menerima
penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung
berdasarkan pajak tahun sebelumnya dibagi dua belas atau dengan cara perhitungan tersendiri jika
penghasilan tahun sebelumnya diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah
pajak terutang dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final
dan pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi
komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong dan diangsur
akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28). Pajak kurang bayar akan disajikan dalam
laporan posisi keuangan sebagai utang pajak penghasilan (kurang bayar) atau piutang restitusi pajak
(lebih bayar). Dalam standar disebut sebagai utang pajak kini
PSAK 46: Pajak Penghasilan mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak
penghasilan entitas. Sebagai salah satu beban entitas, pajak penghasilan dikenakan dan dihitung
berdasarkan penghasilan yang telah diakui entitas. Konsep matching principles, tetap dipertahankan
dalam pengakuan ini, sehigga jika penghasilan tersebut diterima pada suatu periode maka konsekuensi
pajaknya harus diperhitungkan pada periode tersebut. Walaupun menurut peraturan, pajaknya akan
dibayarkan pada periode yang lain.
PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan merupakan revisi atas PSAK 46 : Akuntansi Pajak Penghasilan
tahun 1998. Revisi dilakukan dengan menyesuaikan PSAK dengan IAS 21: Income taxes. Beberapa
ketentuan dalam IAS 21 yang tidak diadopsi dalam PSAK 46 revisi 1998, ditambahkan. Namun ada
beberapa ketentuan pajak dalam regulasi Indonesia seperti pajak finak dan surat ketetapan pajak masih

dipertahankan, sehinga masih terdapat perbedaan antara IAS 12 dan PSAK revisi (2010). Ketentuan
dalam PSAK 46 secara umum mengikuti praktik umum yang berlaku secara internasional. Beban pajak
dalam laporan keuangan tidak dihitung berdasarkan jumlah pajak terhutang menurut fiskal namun juga
tidak dihitung berdasarkan laba sebelum pajak sebelum tarif yang berlaku.
Beban pajak merupakan penjumlahan dari beban pajak kini dan beban (manfaat) pajak tangguhan.
Praktik sebelum PSAK 46 revisi 1998, beban pajak penghasilan dalam laporan laba rugi adalah beban
pajak kini saja, tanpa memperhitungkan pajak tangguhan. Untuk SAK ETAP, beban pajak dalam laporan
keuangan adalah pajak terutang menurut perhitungan fiskal. Beban (manfaat) pajak tangguhan
merupakan dampak dari perbedaan temporer yang menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau pajak
penghasilan terutang pada periode masa depan.
Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak sama, karena
memiliki tujuan yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia namun hampir di
seluruh Negara cenderung terdapat perbedaan antara pajak dan akuntansi. Perbedaan antara pajak dan
akuntansi dapat dibedakan menjadi dua, perbedaan permanen dan perbedaan temporer. Setiap akhir

pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak untuk
menghitung jumlah penghasilan kena pajak. Informasi dalam rekonsiliasi fiskal disajikan dalam catatan
atas laporan keuangan, sebagai informasi pendukung untuk menghitung jumlah beban pajak kini, beban
pajak tangguhan dan aset / liabilitas pajak tangguhan yang terkait.
Perbedaan permanen adalah perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa mendatang.

Contohnya biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan dengan kriteria tertentu
tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait dengan mendapatkan, menagih dan
memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat juga terjadi karena penghasilan yang dikenakan
pajak final seperti pendapatan bunga, sewa tanah, sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan,
transaksi di pasar modal. Penghasilan yang dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima oleh
entitas program purna karya. Atas perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan
konsekuensi pajak yang terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan kewajiban atau aset pajak
tangguhan. Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif
pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam perhitungan pajak terutang, perbedaan
permanen ini tidak dimasukkan dalam menghitung pajak terutang. Pajak final dilaporkan dalam laporan
pajak terpisah dari penghasilan yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak umum.
Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi karena waktu pengakuan sehingga secara total nilai
beban atau pendapatan sama namun waktu pengakuannya berbeda. Perbedaan temporer akan
menyebabkan jumlah tercatat aset atau liablitas dalam laporan posisi keuangan berbeda dengan dasar
pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa manfaat aset tetap antara ketentuan perpajakan dan
kebijakan entitas dalam melakukan penyusutan. Akibat perbedaan masa manfaat, nilai penyusutan
berbeda, sehingga akan menyebabkan perbedaan nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan
dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer juga dapat muncul karena perbedaan waktu
pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi mengakui penurunan piutang saat terdapat bukti obyektif
sesuai dengan PSAK 55, sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika telah memenuhi ketentuan

spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan. Untuk entitas dalam industri keuangan ada
peraturan khusus untuk menghitung nilai cadangan penurunan nilai piutang. Akuntansi mengakui
penurunan nilai (impairment) aset tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan
pajak tidak memperkenankan kerugian penurunan nilai sebagai pengurang penghasilan.
Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode mendatang atau jumlah
pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul akibat pengakuan pendapatan
menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut pajak, maka akan menimbulkan pajak terutang di
masa depan sehingga akan diakui liabilitas pajak tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan
menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan melakukan
pembayaran pajak terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan.
Aset pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum dikompensasikan
dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit pajak, ketentuan regulasi di
Indonesia belum mengatur.

Sebagai ilustrasi, sebuah peralatan dibeli pada awal tahun 1 sebesar 12.000 disusutkan menurut pajak
selama 4 tahun tanpa nilai sisa. Menurut akuntansi disusutkan selama 5 tahun dengan nilai sisa 2.000.
Tabel berikut memberikan gambaran pajak tangguhan, dengan mengasumsikan pendapatan 5.000.
Pajak
Pendapatan
Penyusutan untuk tujuan pajak

Penghasilan kena pajak
Pajak terutang menurut fiskal
Akuntansi
Pendapatan
Penyusutan untuk tujuan akuntansi
Laba (rugi) pajak
Beban pajak akuntansi 25%
Perbedaan laba
Beban (manfaat) pajak tangguhan
Kewajiban pajak tangguhan
Total beban pajak penghasilan
Beban pajak kini 25%
Beban (manfaat) pajak tangguhan
Beban pajak penghasilan

Thn 1
5.000
3.000
2.000
500


Thn 2
5.000
3.000
2.000
500

Thn 3
5.000
3.000
2.000
500

Thn 4
5.000
3.000
2.000
500

Thn 5

5.000
5.000
1.250

5.000
2.000
3.000
750

5.000
2.000
3.000
750

5.000
2.000
3.000
750

5.000

2.000
3.000
750

5.000
2.000
3.000
750

1.000
250
250

1.000
250
500

1.000
250
750


1.000
250
1.000

2.000
-500
500

500
250
750

500
250
750

500
250
750


500
250
750

1.250
-500
750

Menurut akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga beban pajak
sebesar 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan ke kas Negara sebesar 500 dan
beban pajak tangguhan sebesar 250. Dampaknya timbul kewajiban pajak tangguhan. Menurut akuntansi,
penyusutanya lebih kecil sehingga laba akuntansi lebih besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak
tangguhan selama 4 tahun pertama. Pada tahun kelima, entitas membayar pajak lebih besar karena
tidak ada lagi penyusutan. Namun secara akuntansi masih terdapat penyusutan sehingga penghasilannya
lebih kecil sebesar 3.000. Pada tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar 1.250 namun beban pajak
yang diakui sebesar 750. Selisihnya 500 merupakan manfaat pajak tangguhan dan mengurangi
kewajiban pajak tangguhan.
Sampai akhir tahun kelima masih ada nilai sisa 2.000 dan saldo kewajiban pajak tangguhan 500.
Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut. Jika tahun ke 7 peralatan dijual
seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba penjualan aset sebesar 3.000 sedangkan menurut
akuntansi laba penjualan aset 1.000 karena masih ada nilai sisa 2.000. Pajak atas penjualan tersebut
akan dibayarkan sebesar 750, namun secara akuntansi beban pajak 250, yang 500 manfaat pajak
tangguhan. Kewajiban pajak tangguhan akan habis dikurangkan dan diakui sebagai manfaat pajak
tangguhan, karena asetnya sudah terjual.
Perbedaan temporer juga dapat muncul karena kompensasi kerugian. Peraturan pajak menjelaskan
bahwa wajib pajak dapat mengkompensasikan kerugian selama lima tahun setelah kerugian tersebut

terjadi. Jika entitas mengalami rugi sebesar (20.000) maka selama lima tahun berikutnya entitas tidak
akan membayar pajak sampai keuntungan mencapai jumlah kerugian tersebut. Manfaat pajak tersebut
diakui secara akuntansi pada saat kerugian terjadi sebesar 5.000 (25% x 20.000). Entitas mengakui aset
pajak tangguhan dalam laporan posisi keuangan dan manfaat pajak tangguhan dalam laporan laba rugi
komprehensif. Jika pada tahun berikutnya entitas memiliki penghasilan kena pajak 6.000, maka entitas
tidak membayar pajak karena masih memiliki kompensasi kerugian, namun secara akuntansi tetap akan
diakui beban pajak tangguhan sebesar 1.500. Beban pajak tangguhan ini diperoleh dari pemulihan aset
pajak tangguhan. Akhir tahun pertama saldo aset pajak tangguhan tersisa 5000-1.500 =3.500
mencerminkan sisa kompensasi yang belum dimanfaatkan 14.000.
Aset pajak tangguhan yang telah diakui pada periode sebelumnya, karena perubahan kondisi ekonomi
menjadi tidak terpulihkan di masa depan. Untuk aset pajak tangguhan terkait dengan kompensasi
kerugian, entitas kemungkinan tidak dapat memanfaatkan kompensasi karena entitas rugi terus. Standar
akuntansi mengharuskan untuk membuat cadangan atas penurunan nilai aset pajak tangguhan, jika
terdapat indikasi bahwa pada periode masa depan tidak dapat dipulihkan.
Aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dapat disajikan saling hapus sesuai dengan
ketentuan dalam penyajian instrumen keuangan. Saling hapus dapat dilakukan jika entitas memiliki hak
secara hukum untuk melakukan saling hapus dan berniat menyelesaikan dengan dasar neto. Untuk aset
dan liabilitas pajak tangguhan dalam satu entitas, penyelesaiannya dilakukan dalam perhitungan pajak
entitas tersebut sehingga dapat disajikan saling hapus. Namun jika aset dan liabilitas pajak tangguhan
muncul dari entitas yang berbeda dalam laporan konsolidasian, akan tetap disajikan terpisah tidak
dinetokan. Aset pajak tangguhan pada anak entitas tidak dapat dipulihkan dari laba induk entitas. Tidak
ada hak secara hukum untuk saling hapus kewajiban perpajakan antara anak dan induk, karena
kewajiban perpajakan untuk masing-masing entitas.
Untuk entitas yang menyusun laporan konsolidasian, pajak akan dipertanggungjawabkan untuk masing2
anak entitas. Laba dari anak entitas bukan obyek pajak, sehingga dalam menghitung pajak induk sebagai
wajib pajak tidak memasukkan laba anak entitas. Koreksi fiskal akan dilakukan masing-masing entitas
tidak ada koreksi fiskal entitas konsolidasi. Namun karena entitas konsolidasian menggabungkan laporan
keuangan semua anak dalam kendali induk, maka beban pajak harus dihitung atas entitas konsolidasian.
Beban pajak kini dihitung dari beban pajak kini induk dan total beban pajak kini dari anak entitas.
Beban (manfaat) pajak tangguhan meruapak penjumlahan juga. Untuk aset dan liabilitas pajak
tangguhan juga dikonsolidasikan tanpa ada proses eliminasi.
Untuk penghasilan yang dikenakan pajak final, standar menjelaskan secara khusus walaupun tidak ada
dalam IAS 21. Atas aset dan liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dengan
dasar pengenaan pajaknya, maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset dan liabilitas pajak
tangguhan. Alasannya karena pajak final tidak dilaporkan dalam menentukan pajak penghasilan. Karena
tidak terdapat perbedaan temporer maka tidak diakui adanya aset dan liabilitas pajak tangguhan. Atas
penghasilan yang dikenakan pajak final beban pajak diakui proporsional dengan pendapatan menurut
akuntansi yang diakui pada periode berjalan. Ketentuan standar mengharuskan penghasilan yang
dikenakan pajak final diakui sebesar nilai bruto, kemudian beban pajak (kini) akan diakui pada periode

yang sama. Atas pengakuan penghasilan yang dikenakan pajak final menurut akuntansi dan belum
dibayarkan pajak finalnya, maka akan diakui beban pajak final pada periode tersebut dan pajak yang
masih harus dibayar. Untuk kondisi sebaliknya, atas pendapatan yang dikenakan pajak final diterima
dimuka, akan diakui pajak final dibayar dimuka, karena pembebanan pajak hanya sebesar beban yang
diakui menurut akuntansi. Pajak penghasilan final dibayar dimuka harus disajikan terpisah dari pajak
penghasilan final yang masih harus dibayar.
Jumlah pajak dan denda yang ditetapkan dalam surat ketetapan pajak harus dibebankan sebagai
pendapatan atau beban lain-lain pada periode berjalan. Pembebanan ditangguhkan jika memenuhi
kriteria pengakuan. Jika terdapat bukti bahwa SKP tersebut tidak menimbulkan kewajiban di masa
mendatang, karena proses banding atau keberatan yang berpotensi dimenangkan entitas maka
pembebanan SKP dapat ditangguhkan.
Untuk perbedaan nilai aset investasi pada asosiasi antara pencatatan akuntansi dan dasar pengenaan
pajak, menurut standar diakui sebagai perbedaan temporer. Peraturan perpajakan di Indonesia
mengecualikan deviden dan laba entitas asosiasi dengan kepemilikan sekurang-kurangnya 25% sebagai
penghasilan. Sehingga menurut pajak investasi akan tercatat sebesar nilai perolehan, sedangkan dengan
metode ekuitas nilai investasi akan meningkat sebesar laba yang belum terbagi, karena pendapatan
diakui saat melaporkan laba dan dividen dicatat mengurangi investasi. Standar menjelaskan bahwa
perbedaan temporer terkait investasi pada asosiasi, anak dan cabang dapat tidak diakui jika entitas induk
tidak mampu mengendalikan waktu pemulihan perbedaan temporer dan kemugkinan perbedaan
temporer tersebut tidak dapat dipulihkan di masa depan yang dapat diperkirakan.
Dengan PSAK 46 entitas tidak hanya diwajibkan memenuhi ketentuan regulasi untuk membayar dan
melaporkan pajak, namun juga menyajikan dan mengungkapkan informasi tersebut dalam laporan
keuangan. Jika terjadi perbedaan temporer antara laba menurut akuntansi dengan penghasilan kena
pajak, sehingga menyebabkan nilai aset dan liabilitas berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya, maka
perbedaan tersebut harus diperhitungkan konsekuensi pajaknya di masa mendatang.