Membangun Kultur dan Budaya Sekolah

MEMBANGUN KULTUR DAN BUDAYA SEKOLAH
A. Pengertian Kultur Sekolah
Dalam ilmu Antropologi masa kini terdapat dua aliran besar yang
mendefinisikan konsep kultur yaitu aliran Behavioral dan aliran
Ideational. Aliran Behavioral melihat kultur sebagai a total way of life.
Pandangan ini disetujui oleh Koentjaraningrat yang selalu menganjurkan
murid-muridnya untuk memilah-milah total way of life ini kedalam tujuh
unsur universal. Sementara aliran Ideational melihat kultur sebagai sesuatu
yang abstrak, sesuatu yang bersifat ideasional (gagasan, pemikiran), yang
berfungsi untuk membentuk pola perilaku yang khas suatu kelompok
masyarakat. Kultur yang abstrak tersebut dapat berbentuk: sistem
pengetahuan, the state of mind, spirit, belief, meaning, ethos, value, the
capability of mind, dan sebagainya (Amri Marzali, 2009:52-53).

Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang sangat penting
dan memiliki fungsi strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
Dalam mengusung visi misinya sebagai lembaga layanan publik untuk
mencerdaskan generasi bangsa, maka diperlukan langkah yang kongkret
untuk pelaksanaan program sekolah tersebut. Selain itu yang paling
penting dan fundamental adalah bagaimana program-program yang
dilaksanakan tersebut mampu mengokohkan kultur sekolah. Dalam upaya

pelaksanaannya dibutuhkan kesadaran yang peka terhadap budaya belajar
dan budaya mutu serta menciptakan masyarakat sekolah yang kondusif
yang dapat membentuk atmosfer pendidikan yang sehat di lingkungan
sekolah.
Kultur sekolah pada dasarnya merupakan suatu kondisi yang
terbentuk dari seluruh sikap dan tindakan individu atau kelompok dalam
komunitas sekolah yang cenderung untuk melakukan segala aktivitas
berbasis belajar sehingga menjadi ciri atau kebiasaan yang dimiliki.
Kokohnya kultur sekolah diawali dengan membangun keamaan persepsi
bahwa sekolah didalamnya terdapat anggota komunitas interaktif. Di
dalamnya terdapat kegiatan belajar mengajar yang memiliki tujuan untuk
1

membangun masyarakat yang bermoral, berilmu dan berbudaya demi
mewujudkan cita-cita dan harapan masa depan.
Sistem pendidikan mengembangkan pola kelakuan tertentu sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dan dari murid-murid.
Kehidupan di sekolah serta norma-norma yang berlaku di situ dapat
disebut kebudayaan atau kultur sekolah. Walaupun kebudayaan sekolah
merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun mempunyai

ciri-ciri yang khas sebagai suatu “sub culture”. Sekolah bertugas untuk
menyampaikan kebudayaan kepada generasi baru dan karena itu harus
selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan umum. Akan tetapi di
sekolah itu sendiri timbul pola-pola kelakuan tertentu (S. Nasution, 2011:
64-65).
Timbulnya sub kebudayaan sekolah juga terjadi oleh sebab sebagian
yang cukup besar dari waktu murid terpisah dari kehidupan orang dewasa.
Dalam situasi ini dapat berkembang pola kelakuan yang khas bagi anak
muda yang tampak dari pakaian, bahasa, kebiasaan kegiatan-kegiatan serta
upacara-upacara. Sebab lain timbulnya kebudayaan sekolah ialah tugas
sekolah yang khas yaitu mendidik anak dengan menyampaikan sejumlah
pengetahuan, sikap, keterampilan yang sesuai dengan kurikulum dengan
metode dan teknik kontrol tertentu yang berlaku disekolah itu (S.
Nasution, 2011: 65).
Kultur sekolah sangat mempengaruhi perubahan sikap maupun
perilaku dari warga sekolah. Kultur sekolah sendiri dibedakan menjadi tiga
macam yaitu kultur sekolah yang positif, kultur sekolah yang negatif dan
kultur sekolah yang netral (Farida Hanum, 2013:206).
a. Kultur sekolah positif meliputi kegiatan-kegiatan yang mendukung
(pro) pada peningkatan kualitas pendidikan, terdiri dari:





Ada ambisi untuk meraih prestasi, pemberian penghargaan pada
yang berprestasi.
Hidup

semangat

menegakkan

sportivitas,

jujur,

mengakui

keunggulan pihak lain.


2





Saling menghargai perbedaan.
Trust (saling percaya)

b. Kultur sekolah negatif meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak
mendukung (kontra) pada peningkatan kualitas pendidikan, terdiri
dari:




Banyak jam kosong dan absen dari tugas.




Terlalu permisif terhadap pelanggaran nilai-nilai moral.



kelompok yang saling menjatuhkan.

Adanya friksi yang mengarah pada perpecahan, terbentuknya

Penekanan pada nilai pelajaran bukan pada kemampuan.

c. Kultur sekolah netral kegiatan yang kurang berpengaruh positif
maupun negatif pada peningkatan kualitas pendidikan, terdiri dari:




Seragam guru.
Kegiatan arisan sekolah, jumlah fasilitas sekolah dan sebagainya.

B. Masyarakat Sekolah

Masyarakat adalah suatu komunitas yang didalamnya terdapat
berbagai individu yang hidup di suatu tempat tertentu dalam kurun waktu
yang relatif lama dan saling berinteraksi sehingga membentuk budaya
bersama. Sedangkan sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
bertujuan mendidik individu-individu untuk menjadi generasi penerus
bangsa yang berkualitas. Maka yang dimaksud dengan masyarakat sekolah
merupakan semua unsur yang yang terlibat dalam proses pendidikan
disekolah yang menciptakan sebuah kultur sekolah itu sendiri.
Seluruh komponen atau unsur-unsur dalam lingkungan sekolah
memiliki peranannya masing-masing dan tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat sekolah terdiri dari beberapa komponen yaitu kepala sekolah,
guru dan karyawan, serta siswa.

3

C. Membangun Kultur dan Masyarakat Sekolah
Dalam melakukan upaya pembangunan dibutuhkan suatu cara dan
perbuatan yang harus dilakukan. Begitu juga dalam upaya membangun
kultur masyarakat sekolah. Beberap upaya membangun kultur masyarakat
sekolah dapat dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:

1) Pertama, perlunya manajemen sekolah berbasis motivasi. Motivasi
mampu menciptakan komitmen yang nantinya akan melahirkn etos dan
daya gerak untuk menciptakan suatu perubahan yang lebih baik.
2) Kedua, diperlukannya manajemen sekolah berbasis komunikasi.
Manajemen ini menekankan akan pentingnya kesadaran bahwa etos
profesionalitas sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi. Semakin
baik komunikasi sekolah maka kultur sekolah juga akan semakin baik.
3) Ketiga, perlunya manajemen sekolah berbasis reward and punishmen.
Yaitu penempatan orang didasarkan penghargaan atas kualitas kerja
bukan pada suka maupun tidak suka. Sedangkan hukuman penting
untuk menegakkan aturan main sehingga kultur sekolah berjalan atas
aturan baku yang mengikat dan tidak pandang bulu.
4) Keempat,

perlunya

manajemen

sekolah


berbasis

baca

tulis.

Manajemen ini nyaris tidak tersentuh oleh sekolah pdahal sangat
penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.
5) Kelima, perlunya manajemen sekolah berbasis jaringan. Kemajuan
sekolah di era sekarang ini mau tidak mau sangat ditentukan oleh
kemampuan membangun jaringan dengan pihak eksternal.
Dalam membangun budaya atau kultur yang kondusif bagi
pembelajaran harus ada kemauan dari semua pihak. Lembaga sekolah
harus melakukan berbagai pendekatan agar terjadi komunikasi yang baik
antara sekolah dengan warga sekolah. Pendekatan yang dilakukan bisa
dalam bentuk massal maupun personal. Dalam pendekatan itu sekolah
wajib menyadarkan warga sekolah akan kebutuhan terhadap perubahan itu
sendiri, dilakukan sosialisasi, pelatihan dan sebagainya. Disamping itu
peraturan yang sudah dibuat harus ditegakkan dengan tegas.


4

DAFTAR PUSTAKA

Amri Marzali. 2009. Antropologi dan Pembangunan Indonesia . Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Farida Hanum. 2013. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kanwa Plublisher.
S. Nasution. 2011. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ir/article/view/107/90.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Membangun%20Kultur%20Sekolah%20Be
rbasis%20Karakter.pdf

5