Ajaran Dasar dan Implementasi Wawasan Nu

Ajaran Dasar dan Implementasi Wawasan Nusantara
1.1

Pengertian Wawasan Nusantara
Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa yaitu wawas (mawas) yang
artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan dapat diartikan
cara pandang atau cara melihat.
Nusantara adalah sebuah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa
Kuno yakni nusa yang berarti pulau, dan antara artinya lain. Jadi,
Wawasan nusantara adalah wawasan persatuan dan kesatuan dalam
kebinekaan; wawasan untuk mewujudkan persatuan bangsa, kesatuan
wilayah, dengan tetap menghargai kebinekaan dalam kehidupan
bangsa indonesia.
1. Rumusan Wawasan Nusantara berdasarkan Tap. No. II/MPR/1998
tentang GBHN : Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan
nasional yang bersmber pada pancasila dan UUD 1945, yaitu cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya
dengan
mengutamakan
persatuan

dan
kesatuan
bangsa
serta
kesatuan
wilayah
dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
2. Rumusan Wawasan Nusantara menurut Prof. Dr. Wan Usman (Ketua
Program S-2 PKN-UI, Januari 2000) : Wawasan Nusantara adalah
cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya
sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan
yang beragam.
Dijelaskan pula bahwa Wawasan Nusantara
merupakan Geopolitik Indonesia.
3. Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia (rumusan
Lemhannas, tahun 2000) : Wawasan Nusantara adalah cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai dirinya yang serba
beragam dan lingkungannya yang bernilai strategis dengan

mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah namun tetap
menghargai dan menghormati kebinekaan dalam setiap
kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

1.2

Landasan Wawasan Nusantara
1. Landasan Idiil : Pancasila

Dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila diakui sebagai ideologi dan
dasar negara, merupakan hukum yang mengikat penyelenggara
negara, pemimpin pemerintahan, dan rakyat.
2. Landasan Konstitusional : UUD 1945
UUD 1945 dijadikan pedoman berbangsa dan bernegara, yaitu :
Negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik yang
berkedaulatan rakyat (Ps. 1 A (1 dan 2). Pemanfaatan bumi, air, dan
digantara serta kekayaaan alam yang terkandung
di dalamnya
dikuasai oleh negara dan digunakan bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Ps. 33 A (3).

1.3 Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara
Terdiri atas tiga unsur, yaitu : wadah (contour), isi (content), dan tata laku
(conduct)
1) Wahah (contour)
Ialah meliputi seluruh wilayah Indonesia yang bersifat serba
Nusantara, dengan kekayaan alam, penduduk, dan aneka ragam
budaya dalam NKRI.
2) Isi (content)
Merupakan aspirasi, cita-cita, dan tujuan nasional seperti yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945
3) Tata Laku (conduct)
Tatalaku batiniah: mencerminkan jiwa,semangat dan mentalitas
yang baik dari bangsa Indonesia
Tatalaku lahiriah : mencerminkan tindakan, perbuatan, dan
perilaku bangsa Indonesia.
2 Hakikat, Asas, dan Arah Pandang Wawasan Nusantara
2.1 Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat Wawasan Nusantara merupakan ketentuan-ketentuan
dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar
terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk

bangsa Indonesia(suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment)
bersama.
Asas Wawasan Nusantara terdiri dari:
1. Kepentingan/Tujuan yang sama
2. Keadilan
3. Kejujuran
4. Solidaritas
5. Kerjasama

6. Kesetiaan terhadap kesepakatan.
Dengan latar belakang budaya, sejarah serta kondisi dan konstelasi
geografi serta memperhatikan perkembangan lingkungan strategis,
maka arah pandang wawasan nusantara meliputi :
 Ke dalam Bangsa Indonesia harus peka dan berusaha mencegah
dan mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya
disintegrasi bangsa dan mengupayakan tetap terbina dan
terpeliharanya persatuan dan kesatuan. Tujuannya adalah menjamin
terwujudnya persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional
baik aspek alamiah maupun aspek sosial.
 Ke luar Bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan

internasional harus berusaha untuk mengamankan kepentingan
nasional dalam semua aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan keamanan demi tercapainya tujuan nasional.
Tujuannya adalah menjamin kepentingan nasional dalam dunia yang
serba berubah dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia.
2.2 Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara
Kedudukan Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia
merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat
agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya
mencapai serta mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
Landasan idiil  Pancasila
Landasan konstituonal  UUD 1945
Landasan visional  Wawasan Nusantara
Landasan konsepsional  Ketahanan Nasional
Landasan Operasional  RPJMN
Fungsi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi,
dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala jenis
kebijaksanaan, keputusan, dan tindakan bagi penyelenggara negara

dan rakyat/masyarakat
Tujuan Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang
tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih
mementingkan kepentingan nasional dari pada kepentingan individu,

kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah. Hal tersebut bukan
berarti menghilangkan kepentingan-kepentinganindividu, kelompok,
suku bangsa,atau daerah.

3 Implementasi Wawasan Nusantara
3.1 Sasaran Implementasi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara dalam GBHN
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik,
dalam arti :
a. Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan
kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang
hidup, dan kesatuan matra seluruh bangsa serta menjadi modal
dan milik bersama bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan

berbicara dalam berbagai bahasa daerah serta memeluk dan
meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang
bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa
satu, senasib sepenanggungan, sebangsa, dan setanah
air, serta mempunyai tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
2. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Ekonomi,
dalam arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun
efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa
keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh
wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan
seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri khas yang
dimiliki
oleh
daerah
dalam
pengembangankehidupanekonominya.

c. Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara
merupakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan
sebagai usahabersama atas asas kekeluargaan dan ditujukan
bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial dan
Budaya, dalam arti :
Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus
merupakan kehidupan bangsa yang serasi dengan terdapatnya tingkat
kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang, serta adanya
keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa.
4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan
Keamanan, dalam arti :
Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya
merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara dan tiap-tiap
warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka
pembelaan negara dan bangsa.
Wawasan Nusantara Masa Reformasi
a. Politik
Penyelenggaraan negara yang dinamis

b. Ekonomi
Tata ekonomi yang benar benar menjamin pemenuhan dan
peningkatan kesejahteraan rakyat yang adil dan merata
c. Sosial Budaya
Wadah untuk mengakui dan menghormati keanekaragaman
budaya bangsa
d. Pertahanan dan Keamanan
Rasa cinta tanah air sehingga memperkuat pertahanan dalam
bentuk bela negara
3.2 Sosialisasi wawasan nusantara
Usaha yang dapat dilakukan agar wawasan nusantara dapat terlaksana,
dilakukan dengan sosialisasi. Adapun nilai yang perlu ditanamkan,
a.
b.
c.
d.

Keteladanan
Edukasi
Komunikasi

Integrasi

3.3 Tantangan Impementasi Wawasan Nusantara
Tantangan implementasi wawasan nusantara
a. Pemberdayaan masyarakat
Masyarakat merupakan aspek vital untuk mencapai terlaksananya
tujuan-tujuan negara dalam wawasan nusantara.
b. Dunia tanpa batas

Dengan adanya akses tanpa batas di era globalisasi ini, negara
harus mampu bersaing secara global pula
c. Era baru kapitalisme
Dengan maraknya negara negara maju yang memberikan
kebebasan yang luas kepada rakyatnya, maka diperlukan
keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial.
d. Kesadaran warga negara
Sadar akan batasan batasan hak dan kewajiban sebagai warga
negara oleh setiap rakyat
3.4 Prospek Implementasi Wawasan Nusantara
1. Negara harus mampu memberikan peranan yang besar untuk

rakyatnya (Global paradox)
2. Batas batas wilayah geografis memang tetap, tetapi daya saing
ekonomi dan budaya global harus kuat (borderless world and the
end of nation)
3. Harus ada upaya keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat (kapitalisme)
4. Lebih baik menciptakan iklim kerja sama dalam perekonomian serta
membangun dan menjaga lingkungan ketimbang persainga
ekonomi yang gencar Peranan pasar, konsumen dan teknologi yang
lebih besar untuk terwujudnya masyarakat baru yang jauh
berkembang.
4 Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah pemberian wewenang pemerintahan kepada pemda
untuk secara mandiri dan berdaya untuk membuat keputusan mengenai
daerahnya. Otonomi daerah merupakan salah satu alternatif untuk
memberdayakan setiap daerah dalam memanfaatkan SDA dan SDM untuk
kesejahteraan rakyat. Jadi, Otonomi daerah dapat diartikan pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah.
2. Latar Belakang Otonomi Daerah
Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia tahun 1997 telah
merusak hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik di negeri ini. Krisis
tersebut salah satunya disebabkan oleh sistem manajemen negara dan
pemerintahan yang sentralistik yaitu kewenangan dan pengelolaan segala
sector pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat,
sementara daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengelola dan
mengatur daerahnya.

Sebagai respon terhadap krisis tersebut, pada masa reformasi dicanangkan
suatu kebijakan yaitu melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan
perimbangan keuangan antar antar pusat dan daerah. Otonomi daerah
dianggap menjadi solusi untuk pemerataan pembangunan yang lebih efektif.
Ada beberapa alasan mengapa kebutuhan terhadap otonomi daerah di
Indonesia saat itu dirasakan mendesak.
1. Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini terpusat di Jakarta
(Jakarta Centris)
2. Pembagian keadilan dirasakan tidak adil dan merata
3. Kesenjangan sosial antara satu daearah dan daerah lainnya sangat
terasa
3. Landasan Hukum yang mengatur Otonomi Daerah
A. Landasan Ideal/Landasan Idiil
Pancasila sila ke-3 yaitu, persatuan Indonesia dan sila ke-4 yaitu,
kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
B. Landasan Konstitusional
UUD 1945 pasal 18 ayat 1-7, yaitu :
Ayat 1 = NKRI di bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
itu dibagi atas kebupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itun mempunyai pemerintah daerah, yang di
atur
dengan
UU.
Ayat 2 = Pemerintah daerah Provinsi, daerah kabupaten dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas bantuan.
Ayat 3 = pemerintaha daerah provinsi, daerah kebupaten dan
kota memiliki DPRD yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
Ayat 4 = Gubernur, Bupati, Walikota masing-masingsebagai
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.
Ayat 5 = Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
Ayat 6 = Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas-tugas pembantuan.
Ayat 7 = Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan
daerah
diatur
dalam
UU.
C. Landasan Operasional

UURI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UURI
No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintahan Pusat dan Daerah.
4. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan
untuk mencegah penumpukan kekuasaan di pusat dan
membangun masyarakat yang demokratis, untuk membuat rakyat
ikut serta dalam pemerintahan, dan melatih diri dalam
menggunakan hak-hak demokrasi
2. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah
adalah untuk mencapai pemerintahan yang efisien
3. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaraan otonomi daerah
diperlakukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah
4. Dilihat dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat
dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah
masing-masing.
Prinsip dilaksanakannya otonomi daerah sebagai berikut:
1. Untuk terciptanya efisiensi dan
pemerintah
2. Sebagai sarana pendidikan politik
3. Sebagai persiapan karir politik
4. Stabilitas politik
5. Kesetaraan politik
6. Akuntabilitas politik

efektivitas

penyelenggaraan

5. Perkembangan Otonomi Daerah
UU No. 1 Tahun 1945, tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undangundang ini ditetapkan daerah otonom adalah keresidenan, kabupaten, dan
kota. Tetapi tidak ada Peraturan Pemerintah (PP)-nya, sehingga tidak
dilaksanakan dan usianya hanya tiga tahun.
UU No. 22 Tahun 1948, tentang Susunan Pemda yang Demokratis. Dalam
undang-undang ini ada dua jenis daerah otonom yaitu, daerah otonom biasa
dan daerah otonom istimewa. Juga ditetapkan tingkatan daerah otonom
yaitu, provinsi, kabupaten/kota besar dann desa/kota kecil
UU No. 1
Tahun 1957, tentang Pemerintah Daerah yang berlaku
menyeluruh dan bersifat seragam

UU No. 18 Tahun 1965, tentang pemerintahan daerah yang menganut
otonomi yang seluas-luasnya.
UU No. 5 Tahun 1974,
Pemerintahan Pusat dan Daerah

tentang

pokok-pokok

penyelenggaraan

UU No. 22 Tahun 1999, tentang Otonomi Daerah
UU No. 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undangundang ini terlihat jelas pembagian urusan pemerintahan. Pemerintahan
pusat menjalankan urusan dalam pembuatan perundangan, politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, kebijakan fiscal dan moneter, serta
agama. Pemerintah daerah mempunyai kekuasaan selain wewenang pusat,
yaitu bidang ekonomi, perdagangan, industri, pertanian tata ruang,
pendidikan, kesejahteraan, dan menjalankan pemerintahan umum sebagai
wakil pemerintahan pusat
UU No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah
6. Model Desentralisasi
Model desentralisasi adalah pola pnyerahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintahan kepada daerah otonomi untuk mengatur dan
menangani urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Menurut Rondinelli, model desentralisasi ada empat macam, yaitu:
1. Dekonsentrasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau
kepada instansi vertical di wlayah tertentu.
2. Delegasi
yaitu
pelimpahan
pengambilan
keputusan
dan
kewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus
kepada suatu organisasi, yang tidak secara langsung berada di
bawah pengawasan pemerintah pusat.
3. Devolusi yaitu transfer kewenangan untuk pengambilan
keputusan, keuangan, dan manajemen kepada unit otonomi
pemerintah daerah.
4. Privatisasi adalah tindakan pemberian kewenangan dari
pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya
masyarakat.
7. Pembagian Urusan Pemerintahan

Menurut UU No. 32 Tahun 2004, tentang Otonomi Daerah, urusan
pemerintahan dapat dibagi ke dalam urusan pemerintahan pusat,
pemerintahan daerah tingkat I, dan pemerintahan daerah tingkat II.
Pembagian urusan pemerintahan tersebut meliputi:
1. Urusan Pemerintahan Pusat, meliputi enam bidang, yaitu:
a. Politik Luar Negeri
b. Pertahanan
c. Keamanan
d. Yustisi
e. Moneter dan Fiskal Nasional
f. Agama
2. Urusan Pemerintahan Daerah, meliputi 16 bidang, yaitu:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan,
ketertiban
umum,
dan
ketentraman
masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang kesehatan
f. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial
g. Penanggulangan masalah social lintas kabupaten/kota
h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
i. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah,
termasuk lintas kabupaten/kota
j. Pengendalian lingkungan hidup
k. Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota
l. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota
o. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota
p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan
3. Urusan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, meliputi 15 bidang,
yaitu:
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. Perencanaan, pemnfaatan, dan pengawasan tata ruang
c. Penyelenggaraan,
ketertiban
umum,
dan
ketentraman
masyarakat
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum
e. Penanganan bidang pendidikan
f. Penanggulangan masalah sosial

g. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
h. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
i. Pengendalian lingkungan hidup
j. Pelayanan pertahanan
k. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
l. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
m. Pelayanan administrasi penanaman modal
n. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
o. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh pertauran
perundang-undangan
8. Otonomi Daerah dan Demokratisasi
Otonomi daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem
demokrasi yang berintikan kebebasan kepada individu, kelompok,
daerah untuk mengatur pemerintahnya sendiri.
Tujuan utama adanya kebijakan otonomi daerah adalah
a. Kesetaraan politik
b. Tanggung jawab daerah
c. Kesadaran daerah
Prasyarat untuk mencapai kebijakan otonomi daerah adalah:
a.
b.
c.
d.

Memiliki
Memiliki
Memiliki
Memiliki

territorial kekuasaan yang jelas
pendapatan daerah sendiri
badan perwakilan
kepada daerah yang dipili sendiri melalui pemilu

5 Pembinaan Daerah Frontier
A. Pengertian Daerah Frontier
Daerah frontier adalah daerah milik wilayah geografi NKRI yang letaknya
berbatasan langsung dengan negara tetangga.
B. Pembinaan Daerah Frontier
Dalam Era otonomi daerah sekarang ini, pemerintah daerah memiliki
peran besar di dalam pembinaan daerah frontier dalam satu paket
pembangunan daerah yang menjadi wilayah otonominya. Perhatian dan
dukungan pemerintah pusat serta peran yang dimainkan pemerintah
daerah merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah frontier.
Daerah frontier dalam wilayah pemerintah daerah juga harus
diperhitungkan sebagai daerah yang penting dibangun agar hasil-hasil
pembangunan dapat merata, kesejahteraan dan keamanan dapat
menyebar, kedaulatan wilayah geografi NKRI pun dapat terjamin.
C. Tujuan Pembinaan Daerah Frontier

Untuk menjadi dan mengamankan wilayah perbatasan negara dari upaya
pengambil-alihan pulau-pulau dan/atau Iaut di perbatasan oleh negara
tetangga, serta eksploitasi ilegal sumber daya alam, baik oleh penduduk
maupun karena didorong oleh kepentingan negara tetangga.
D. Sasaran Pembinaan Daerah Frontier
Sasaran yang ingin dicapai di dalam pembinaan daerah frontier antara
lain penduduk yang bermukim di daerah frontier memiliki kemampuan
dan keterampilan untuk mengeksploitasi sumber daya alam; potensi
sumber daya alam dapat lebih dilindungi untuk kepentingan bangsa dan
negara, kedaulatan seluruh wilayah NKRI dapat lebih terjamin.
E. Bidang-bidang yang dibina
Bidang-bidang pembinaan yang dilaksanakan melalui program-program
pembangunan daerah frontier meliputi bidang astagatra, yaitu:
1. Geografi negara.
2. Keadaan dan kekayaan alam.
3. Keadaan dan kemampuan penduduk.
4. Ideologi.
5. Politik.
6. Ekonomi.
7. Sosial-Budaya.
8. Pertahanan-Keamanan.
F. Kelemahan yang dihadapi Daerah Frontier
1) Sumber daya manusia masih rendah dalam jumlah ataupun
dalam kemampuan dan keterampilan. Konsekuensinya,
penduduk setempat belum dapat diandalkan untuk
melaksanakan pembangunan.
2) Lapangan dan kesempatan kerja bagi penduduk masih
rendah. Konsekuen¬sinya, tingkat pendapatan penduduk
rendah.
3) Kualitas kehidupan sejahtera masih rendah dan tidak merata
di sepanjang garis perbatasan dengan negara tetangga.
Konsekuensinya, kegiatan pelintas batas ilegal dan berbagai
bentuk penyelundupan sering terjadi.
4) Sarana dan prasarana dengan akses yang sangat minini di
sepanjang garis perbatasan pada berbagai aspek kehidupan,
seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi dan drainase, listrik
dan air bersih, transportasi, telekomunikasi, irigasi, dan pasar.
Konsekuensinya, penduduk cenderung berorientasi kepada
negara tetangga yang tingkat aksesibilitasnya relatif lebih
tinggi.

5) Penegasan batas daerah frontier dengan negara tetangga
masih banyak yang belum diwujudkan dalam bentuk akta
kesepahaman bilateral. Konsekuen¬sinya, kepastian hukum
tentang larangan mengelola dan mengembangkan kawasan
sepanjang garis perbatasan tidak berfungsi semestinya.
6) Rencana tata ruang dan pemanfaatan sumber daya alam
kurang
terkoordinasi
antarpemerjntah
daerah
yang
berbatasan. Konsekuensinya, timbul konflik antarpemerintah
daerah yang mengakibatkan terjadinya penelantaran
pembinaan daerah frontier.
7) Pengembangan daerah frontier belum menjadi prioritas
pembangunan sehingga alokasi pendanaan sangat minim.
Kebijakan pemerintah tentang pengembangan daerah dalam
kategori
tertinggal
sering
tidak
melibatkan
daerah
perbatasan. Konsekuensinya, tingkat kesenjangan antara
daerah frontier dengan daerah lain semakin lebar.
8) Kelembagaan dan aparatur pemerintah di daerah frontier
masih sangat terbatas; demikian juga dukungan operasional
pelaksanaan tugas pemerintahan tidak sebanding dengan
tingkat kerawanannya yang tinggi. Konsekuensinya, banyak
aparat yang tidak nyaman dan aman melaksanakan tugasnya
G. Ancaman dalam membina daerah frontier
1. Ancaman terhadap kedaulatan NKRI. Ancaman ini dapat
terjadi karena kontak antar penduduk daerah frontier dengan
penduduk negara tetangga baik secara ekonomi maupun
sosial-budaya.
2. Ancaman terhadap pulau dan sumber daya alam. Ancaman
ini dapat terjadi sebagai akibat
(a) faktor internal, yaitu pemerintah pusat atau pe¬merintah
daerah membiarkan pulau-pulau di daerah frontier tetap
terlantar,
(b) faktor eksternal, yaitu anggapan negara tetangga bahwa
pulau-pulau dijajah.
3. Ancaman keamanan.