Konsep Kepemilikan dan Distribusi dalam

Konsep Kepemilikan dan Distribusi dalam Ekonomi Islam untuk Mewujudkan
Keadilan dan Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat:
Komparasi Konsep Kepemilikan dan Distribusi
dalam Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi Konvensional
Farah Husaini Salamah, Prodi Keuangan dan Perbankan Syari’ah
e-mail: farah.suhartono@gmail.com (Hp: 085876291847)
STEI Hamfara Yogyakarta

Abstract
To Achieve economic well-being of society in the capitalist economic system and the
economic system of Islam is different in both concept possession or distribution. Ownwership
and distribution concept in a capitalist economy is the individual and to follow the market
mechanism to minimize the interference of the state, while the concept ownwership Islamic
economic system can be divided into by individuals, public and state and the distribution can
be done by the individual and the state. In other words, only the Islamic economic system is
applied to the economic welfare of the community.

Keyword: Islamic economic system, the economic system of capitalism, the welfare of
society
Abstrak
Untuk Mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dalam sistem ekonomi

kapitalisme dan sistem ekonomi islam berbeda baik dalam konsep kepemilikan atau
distribusi. Konsep kepimilikan dan distribusi dalam ekonomi kapitalis adalah individu dan
mengikuti mekanisme pasar dengan meminimalisir campur tangan negara, sedangkan dalam
sistem ekonomi islam konsep kepimilikan dapat dibagi menjadi oleh individu, umum dan
negara serta distribusi dapat dilakukan oleh individu dan negara. Dengan kata lain, hanya
dengan sistem ekonomi islam yang diterapkan akan mewujudkan kesejahteraan ekonomi
masyarakat.

Keyword: sistem ekonomi islam, sistem ekonomi kapitalisme, kesejahteraan masyarakat

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam SEI(Sistem Ekonomi Islam) kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip
pemenuhan kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan atas dasar penawaran dan
permintaan, pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, nilai mata uang ataupun indeks
harga-harga di pasar non-riil. Inilah SEI yang benar-benar akan menjamin kesejahteraan

masyarakat dan bebas dari guncangan krisis ekonomi. Sistem ini terbukti telah mampu
menciptakan kesejahteraan umat manusia, Muslim dan non-Muslim tanpa harus selalu
berhadapan dengan krisis ekonomi yang secara berkala menimpa, sebagaimana dialami
sistem ekonomi Kapitalisme.
Salah satu cabang syariah terpenting yang saat ini banyak dilupakan adalah syariah
ekonomi, terutama terkait dengan ekonomi makro, pengurusan soal pemuasan kebutuhan
dasar tiap individu di dalam masyarakat serta upaya mewujudkan kemakmurannya. Inilah
obyek dari sistem ekonomi Islam. Dimana dalam Pilar Sistem Ekonomi Islam meliputi:
(1) konsep kepemilikan; (2) pengelolaan kepemilikan; (3) distribusi kekayaan di antara
individu, Islam mengatur sedemikian rupa kepemilikan yang memungkinkan individu
untuk memuaskan kebutuhannya seraya tetap menjaga hak-hak masyarakat. Islam
membagi kepemilikan menjadi 3: milik pribadi; milik umum; milik negara. Dengan kata
lain, sistem ekonomi islam berprinsip pada dari mana mendapat harta, untuk siapa harta
tersebut, dan akan kembali kemana harta yang telah di dapatkan.
Dalam sistem ekonomi kapitalis kemakmuran masyarakat dinilai berdasarkan
banyaknya individu yang mempunyai modal besar tetapi distribusi tidak merata,
sedangkan dalam sistem ekonomi islam yang dinyatakan masyarakat itu makmur ketika
distribusi merata.
1.2. Ladasan Teori
Sebagai seorang pemikir dan praktisi, Chapra mendefinisikan ekonomi Islam

sebagai berikut:
“Islamic economics may than be defined as a branch of knowledge which helps
realize human well-being through an allocation and distribution of scarce resources
that is in conformity with Islamic teachings without unduly curbing individual
freedom or creating continued macroeconomic and ecological imbalances.” [1]
Kontribusi pemikiran al-Syatibi dalam bidang ekonomi adalah kemampuannya
menghubungkan konsep maqashid al-syari'ah dengan konsep kepemilikan harta,
perpajakan, kebutuhan produksi, distribusi, dan konsumsi. Ia meneropong konsep
kepemilikan harta lewat maqashid al-syari'ah. Menurutnya, kepemilikan harta tidak
boleh beredar hanya di kalangan aghniya' (kaya), agar terwujud keadilan sosial dan
ekonomi di antara umat. [2]
Kepemilikan atas kekayaan hakikatnya adalah milik Allah. Allah melalui
hukum-hukum-Nya telah menyerahkannya kepada manusia untuk diatur dan
dibagikan. Kepemilikan dalam Islam meliputi tiga jenis, yakni kepemilikan individu,
kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Mengatakan, kepemilikan merupakan
izin As-Syari' (Pembuat hukum = Allah SWT) untuk memanfaatkan zat tertentu. Oleh
karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari As2

Syari' (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-sebab pemilikannya. Jika
demikian, maka pemilikan atas suatu zat tertentu, tentu bukan semata berasal dari zat

itu sendiri. Ataupun dari karakter dasarnya yang memberikan manfaat atau tidak.
Akan tetapi kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan Allah SWT
untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan
atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam.(An-Nabhaniy (cetakan 1990)).
[3]
Dalam system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan
cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national
income) adalah teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi
salah satu produk dari sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi
kekayaan secara tidak adil Fakta empirik menunjukkan, bahwa bukan karena tidak
ada makanan yang membuat rakyat menderita kelaparan melainkan buruknya
distribusi makanan (Ismail Yusanto).
“Berikanlah hak kerabat, fakir miskin, dan orang yang terlantar dalam
perjalanan. Yang demikian itu lebih baik bagi mereka yang mencari wajah Allah dan
merekalah yang akan berjaya. Dan uang yang kalian berikan untuk diperbungakan
sehingga mendapat tambahan dari harta orang lain, tidaklah mendapat bunga dari
Allah. Tetapi yang kalian berikan berupa zakat untuk mencari wajah Allah, itulah
yang mendapat bunga. Mereka yang berbuat demikianlah yang beroleh pahala yang
berlipat ganda.” (Ar Rum: 38-39).
Islam mengakui adanya hak milik pribadi (individu) dan memperbolehkan

usaha-usaha serta inisiatif individu didalam menggunakan dan mengelola harta
pribadinya. Islam juga telah memberikan batasan-batasan tertentu sesuai syari'at
sehingga seseorang dapat menggunakan harta pribadinya tanpa merugikan
kepentingan umum. Sebenarnya kerangka sistem Islam secara keseluruhan ini
dibentuk berdasarkan kebebasan individu didalam mencari dan memiliki harta benda
dan campur tangan pemerintah (intervensi) yang sangat terbatas hanya terhadap harta
yang sangat diperlukan oleh masyarakat, selain itu tidak. Namun, ada beberapa
kepentingan umum yang tidak bisa dikelola dan dimiliki secara perorangan (KA,
POS, Listrik, Air, dan sebagainya), tapi semua itu menjadi milik dan dikelola oleh
Negara untuk kepentingan umum. Kemudian terdapat perbedaan sifat hak milik, baik
itu pribadi maupun umum, yang terdapat dalam Islam dengan kapitalis dan komunis.
Didalam kapitalis, hak milik individu adalah mutlak tak terbatas. Dalam komunis, hak
milik diabaikan sama sekali. Sedangkan didalam Islam, hak individu itu berada dalam
keadaan norma, bukan tak terbatas seperti yang terdapat dalam kapitalis, ataupun
ditekan sama sekali seperti yang terdapat dalam komunis. Inilah sisi kemoderatan
Islam dalam memandang hak milik. [4]
Ilmu ekonomi meskipun secara empiris merupakan ilmu pengetahuan yang
menggunakan kaidah dan metodologi ilmiah namun sebagai rumpun ilmu sosial
tentunya ilmu ekonomi tidak bebas nilai. Agama dan kearifan budaya dapat menjadi
sumber nilai-nilai yang mempengaruhi bentuk dan praktik ekonomi di masyarakat.

Disisi lain penerapan ekonomi Islam dalam perspektif budaya bersinggungan dengan
budaya setempat membentuk pola yang saling mempengaruhi. Konsep-konsep
ekonomi yang pernah digagas oleh para founding father di Indonesia misalnya tentang
ekonomi koperasi dapat dikatakan sebagai metamorphosis ekonomi Islam dalam
konteks ke- Indonesia-an. Dibentuknya koperasi-koperasi primer yang berbasis sektor
riil pertanian maupun perdagangan merupakan bentuk mekanisme pertahanan untuk
memerangi riba seperti gharar atau spekulasi, monopoli yang merugikan dan bentukbentuk riba yang lain. Konsep dan gagasan ini sesungguhnya equal dengan konsep
3

dan gagasan ekonomi Islam. Gidens (dalam Friedman Thomas, 2005) menyebut
koperasi dapat dikatagorikan sebagai ”The Third Way” atau ”Jalan Tengah” untuk
melawan dan menandingi atau paling tidak sebagai penyeimbang dalam menghadapi
hegemoni ekonomi kapitalistik. [5]
Contoh paling mudah dari sistem kapitalisme ini bisa digambarkan dari
aktualitas Amerika Serikat yang meyakini bahwa mereka adalah penganut sistem
ekonomi campuran (kapitalisme dan sosialisme), pada dasarnya mereka tetap tidak
bisa lepas dari unsur kapitalis dalam prakteknya.
Hal ini diungkapkan oleh seorang ekonom Joseph A. Schumpeter sebagai
‘sistem destruksi kreatif’. Dimana menurutnya, setiap perusahaan dalam pasar kecil
maupun pasar kompetitif, akan selalu dapat berjalan ke arah yang lebih baik setelah

restrukturisasi, yaitu dengan selalu mengadakan pergantian pekerja dan pergantian
modal, karena mereka akan selalu digantikan dengan yang lebih baik. Tiap individu
juga diyakini mampu menghasilkan modal sendiri, tanpa perlu mencemaskan campur
tangan pemerintah.
Sekilas cara pandang ini terlihat normal, dimana komponen-komponen pasar
tersusun rapi dalam mekanisme yang jelas. Namun hasilnya akan muncul
ketimpangan dan menimbulkan suatu masyarakat yang tidak egalitarian, dimana
beberapa individu akan menjadi lebih kaya dari individu lain, dan yang miskin akan
semakin miskin. Begitu juga dengan semakin meningkatnya angka pengangguran dan
kriminalitas serta aksi anarki dimana-mana.
Menurut James Paulsen, kepala strategi investigasi di Wells Capital
Management, Amerika Serikat sedang mengalami kebangkrutan kasat mata karena
deficit keuangan negara adidaya tersebut. Tercatat defisit Amerika Serikat naik 22
persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi USD 120 miliar atau Rp. 1.150
triliun, akibatnya Obama dan pihak legislative akan menaikkan pajak dan
menurunkan belanja negara secara besar-besaran yang mulai diluncurkan per 1
Januari tahun ini.
Dalam kapitalisme, meskipun keuntungan yang didapat sangatlah besar,
kemudian tercipta kompetisi sehat antar pasar tanpa risau terhadap campur tangan
pemerintah, dan setiap pemilik modal bebas menentukan pekerjaan atau usaha apa

yang akan mereka jalankan, tetap saja menciptakan beberapa nilai negative dan juga
anomali. Kasus yang terjadi seperti perbedaan kelas ekonomi yang semakin nyata
lantaran keuntungan sepihak yang hanya diperoleh kaum minoritas atau elitis saja,
tanpa mengindahkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Adam Smith juga sempat mencetuskan sebuah istilah dalam kerangkan teori
ekonomi yang dibangunnya, Invisible Hand. Yang dimaksud ‘tangan ghaib’ disini
adalah semacam kekuatan kasat mata yang menjalankan roda ekonomi dengan
sewajarnya sehingga tidak terjadi kekacauan dalam pasar. Mekanisme pasar yang
terdiri dari supply and demand akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat sebaikbaiknya dan Invisible hand dalam mekanisme pasar itu akan mengatur kegiatan
ekonomi masyarakat secara paling rasional, sehingga dapat menciptakan
kesejahteraan sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.
Meskipun Adam Smith tidak menyebutkan istilah ‘kapitalisme’ di dua
bukunya; The Theory of Moral Sentiments dan The Wealth of Nations, tetapi
metafora Invisible Hand jelas merujuk kepada kompetisi sehat pada sebuah transaksi
antara produsen dan konsumen, yang mengarah kepada keuntungan untuk kedua
belah pihak dengan frekuensi tetap sehingga mampu menimbulkan barang produksi
yang semakin berkualitas tetapi harga semakin rendah. Dari sini, tentu pola yang
dimaksud terdapat pada sistem ekonomi kapitalis.
4


BAB II
METODOLOGI PENULISAN

2.1 Obyek Penelitian
Penelitian ini mengacu pada studi literatur sehingga objek penelitian ini adalah
perbandingan sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi Islam itu sendiri yang
terfokus pada konsep kepemilikan dan distribusi untuk mensejahterakan ekonomi
masyarakat.
2.2 Data Yang Dibutuhkan
2.2.1 Data sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan dalah data yang diperoleh dalam bentuk yang
sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain dan biasanya sudah dalam
bentuk publikasi. Data semacam ini sudah dikumpulkan oleh pihak lain untuk tujuan
tertentu yang demi bukan keperluan riset yang sedang dilakukan peneliti saat ini
secara spesifik.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sumber-sumber
literatur yang menjelaskan teori sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi islam.
Sebagian besar data yang dipakai adalah data sekunder dari berbagai sumber buku –
buku pengantar ekonomi islam yang berhubungan dengan konsep kepemilikkan dan
distribusi serta jurnal-jurnal ekonomi dan website tentang sistem ekonomi dan

lainnya.
2.2.2 Teknik memperoleh data
Studi literatur adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian
dan penemuan bukti-bukti. Metode ini merupakan metode pengumpulan data yang
berasal dari sumber non manusia. Dokumen-dokumen yang dikumpulkan akan
membantu peneliti dalam memahami fenomena yang terjadi di lokasi penelitian dan
membantu dalam melakukan interpretasi data. Selain itu, dokumen dan data-data
literatur dapat membantu dalam penyusunan teori dan melakukan validasi data.
Studi literatur dilakukan dengan melakukan pengumpulan bahan-bahan dari
perpustakaan STEI HAMFARA Yogyakarta. Selain itu penulis mendapatkan literatur
dari berbagai website. Literatur yang digunakan berupa buku, jurnal, dan lain-lain
seperti tertera pada pembahasan data sekuder.
2.2.3 Metode Penelitian [6]
Penelitian ini menggunakan data kualitatif, yaitu serangkaian data hasil
observasi dimana tiap observasi yang terdapat dalam sampel (atau populasi) tergolong
pada salah satu kemungkinannya tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka,sehingga
metodologi penelitian yang dipilih adalah metodologi penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi
objek yang alamiah, (lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti merupakan
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan),

analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.

5

BAB 111
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini adalah konsep kepemilikan dan distribusi ekonomi islam yang
kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan konsep kepemilikan dan distribusi ekonomi
kapitalis.
3.1 Konsep kepemilikan dalam ekonomi islam [7]
Konsep kepemilikan dalam ekonomi islam didasarkan pada kepemilikan individu,
umum dan negara.
3.1.1 Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardiyah)
Untuk memudahkan pemahaman terhadap kerangka dari kepemilikan individu ini,
maka kita dapat melihat gambar skema dari penjabaran dan pembagian dari kepemilikan
individu tersebut.
Gambar 3.1. Skema kepemilikan individu
Kepemilikan
Individu

Sebab kepemilikan individu

3.1.2 Distribusi dalam ekonomi islam
Distribusi dalam ekonomi islam dilakukan oleh individu dan negara.
1. Bekerja
2. Waris
3. Kebutuhan harta untuk
menyambung hidup
4. Pemberian harta negara
kepada rakyat
5. Harta yang diperoleh
tanpa kopensasi tenaga
dan harta

1. Menghidupkan
tanah
mati
2. Menggali
kandungan
bumi
3. Berburu
4. Samsarah (makelar)
5. Mudharabah
6. Musaqat
7. Ijaratul-ajir

Sumber : Dwi Condro Triono, Ph.D. Ekonomi Islam Madzhab Hamfara,jilid 1 falsafah
ekonomi islam, hal 318.
Pemilikan individu dapat didefinisikan sebagai hukum syariat yang berlaku bagi
zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk
memanfaatkannya secara langsung atau mengambil kompensasi dari barang tersebut.

6

3.1.2. Sebab-sebab Kepemilkikan Individu
Sebab kepemilikan individu adalah sebab yang menjadikan seseorang memiliki harta
tersebut, yang sebelumnya tidak menjadi hak miliknya. Kepemilikan individu
mensyaratkan manusia yang hendak memiliki harta tidak menggunakan harta yang
dimiliki sebelumnya untuk memperolehnya.
3.1.2.1. Bekerja
Kekayaan alam yang disediakan Allah SWT di bumi ini ada bermacam-macam.
Ada yang dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia seperti buah-buahan yang dapat
langsung dipetik dari pohonnya, ada juga yang memerlukan usaha berupa “kerja” oleh
manusia, seperti membua roti, tahu, tempe dsb.
Dari sinilah kerja dari manusia itu muncul. Ada banyak pekerjaan yang dapat
dilakukan oleh manusia, namun Allah SWT idak membiarkan manusia secara bebas
untuk melakukan pekerjaan tersebut, ada pekerjaan yang dihalalkan dan diharamkan.
Bentuk-bentuk kerja yang di halalkan dalam islam adalah
3.1.2.1.1. Menghidupkan tanah mati
Tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak di manfaatkan
satu orangpun. Sedangkan yang dimaksud menghidupkan tanah yang mati adalah
mengolahnya dan menanaminya, baik dengan tanaman ataupun dengan bangunan
diatasnya. Dengan adanya usaha tersebut berarti telah menjadikan tanah tersebut
menjadi miliknya. Islam memberikan ancaman kepada pemilik tanah yang
mentelantarkan tanahnya selama tiga tahun berturut-turut maka akan di ambil oleh
negara dan akan diberikan kepada orang yang mampu memanfaatkannya. Dalil yang
dapat di jadikan rujukan “ Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah
tersebut adalah miliknya “ (H.R. Imam Bukhari, dari Umar bin Khatab).
3.1.2.1.2. Menggali kandungan bumi
Menggali kandungan bumi termasuk dalam kategori bekerja. Ketentuan islam
dalam membolehkan menggali kandungan bumi adalah yang masih dalam kategori
jumlah yang terbatas, tidak sampai mencapai jumlah yang biasa di butuhkan oleh
umum. Keentuan yang lain adalah, jika yang didapatkan berupa harta yang pernah
dibuat manusia (misalnya adalah harta karun peninggalan manusia masa lampau),
maka hal itu di kategorikan rikaz (harta tenuan) dan akan dikenai kewajiban
membayar khumus (1/5 dari rikaz).
Rasulullah SAW ditanya tentang harta temuan (lughatah), maka beliau
bersabda : “ Barang yang ada di jalan atau kampung yang ramai itu tidak termasuk
luqathah, sehingga diumumkan selama satu tahun. Apabila (selama satu tahun itu)
pemiliknya datang untuk memintanya, maka berikanlah barang tersebut kepadanya.
Apabila tidak ada, maka barang itu milikmu. Dan didalam al-kharab, maksudnya di
dalamnya, serta di dalam rikaz (harta temuan) terdapat khumus (1/5 dari harta
temuan untuk dizakatkan”.(HR. An-Nasa’i).

7

3.1.2.1.3. Berburu
Berburu termasuk dalam kategori bekerja, baik untuk buruan di darat
maupun di laut. Dalilnya dalam Q.S. Al-Maidah: 96 “ Dihalalkan bagimu binatang
buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat
bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan, dan di haramkan atasmu
(menangka) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan
bertakwalahkepada Allah yang kepada-Nya lah kamu akan di kumpulkan”.
3.1.2.1.4. Makelar (samsarah)
Samsarah (makelar) adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan
upah, baik untuk keperluan menjual maupun membeli sesuatu. Dalilnya “ Kami,
pada masa Rasulullah SAW biasa disebut (orang) dengan sebutan “samasirah”.
Kemudian (suatu keika) kami bertemu dengan Rasulullah SAW, lalu beliau
menyebut kami dengan sebutan yang lebih pantas dari sebutan tadi. Kemudian
beliau bersabda:’ Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli itu bisa
mendatangkan yang bukan-bukan dan sumpah palsu, maka kalian harus
memperbaikinya dengan kejujuran’”. (HR. Abu Dawud).

Dari hadist diatas Rasulullah SAW sangat tajam dalam menjelaskan
perdagangan mereka, sampai Beliau mengatakan dengan sebutan laghwun
(perkataan yang bukan-bukan), karena terkadang perdagangan itu disertai dengan
sumpah palsu untuk melariskan dagangannya. Rasul SAW memerintahkan agar
perdagangan disertai dengan kejujuran agar selamat dari pengaruh-pengaruh
tersebut.
3.1.2.1.5. Mudharabah
Mudharabah adalah perseroan anatara dua orang atau lebih dalam suatu
perdagangan (usaha), satu pihak sebagai pemodal dan pihak lain sebagai pekerja.
Dengan kata lain, mudharabah adalah meleburnya tenaga dan harta. Dalilnya dari
Abu Hurairah yang mengatakan: Nabi SAW bersabda: “ Allah SWT berfirman:’
Aku adalah pihak ketiga (yang akan melindungi) dua orang yang bersyirkah,
selam diantara mereka tidak mengkhianati temannya, maka aku keluar dari
keduanya’”...

Ketentuan dalam sebab kepemilikan di dalam mudharabah tentu hanya
berlaku bagi pihak pengelolanya (mudharibnya) saja. Sebab, di dalam mudharabah
pihak pengelola tidak memerlukan harta sama sekali untuk melakukan syirkah
mudharabah.
Hal itu berbeda dengan pihak pemilik modal (shahibul maal) dia
mengharuskan adanya harta yang wajib disertakan dalam syirkah mudharabah ini.
Oleh karena itu, jika dalam syirkah mudharabah ini mendapatkan keuntungan,
maka bagian yang diperoleh pengelola dapat dianggap sebagai sebab kepemilikan.
3.1.2.1.6. Musaqah
Musaqah adalah pembayaran dari hasil panen pohon milik seseorang kepada
orang lain yang telah menyiraminya (merawat) pepohonannya. Imam Muslim
meriwayatkan “Rasulullah SAW pernah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan
upah dai hasil yang diperoleh baik berupa buah ataupun tanaman”. (HR. Muslim).
8

Ketentuan dalam sebab kepemilikan di dalam musaqah ini sama dengan
ketentuan mudharabah seperti diatas, yaitu berlak hanya pada pengelolanya saja.
Sebab di dalam musaqah,pihak pengelola juga tidak memerlukan harta sama sekali
untuk melakukan syirkah musaqah.
Hal itu berbeda dengan pemilik kebun, dia mengharuskan adanya harta yang
wajib disertakan dalam syirkah musaqah ini, yaitu berupa kebun yang sudah ada
tanamannya. Oleh karen itu, jika dalam syirkah musaqah ini mendapatkan
keuntungan, maka bagian yang diperoleh pengelola dapat di anggp sebagai sebab
kpemilikan.
3.1.2.1.7. Ijarah
Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang di kontrak
tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaganya). Dengan kata lain
Ijarah adalah transaksi jasa tertentu yang disertai kompensasi (upah). Dalil dalam
Alqur’an QS. Ath-Thalaq :6, Allah berfirman “ Kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anakmu untukmu, maka berikanah kepada mereka upahnya”.

3.1.2.2. Waris
Waris termasuk dalam kategori sebab bagi individu untuk dapat memiliki
harta. Penetapan waris didasarkan pada nash Qur’an yang qat’i, bersifat tauqifi dan
tidak disertai dengan illat. Dalil tentang ketentuan waris dalam QS. An-nisa : 11
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana “.
Dari firman Allah di atas kita dapat memahami beberapa hukum mengenai
waris. Hukum-hukum syariat tersebut dapat difahami dari makna umum yang telah
disebutkan oleh ayat di atas. Dengan hukum-hukum ini seorang ahli waris berhak
untuk mendapatkan harta waisan yang ada. Dengan demikian kita dapat
menyimpulkan bahwa waris merupakan salah sau sebab kepemilikan harta.
3.1.2.3. Kebutuhan Harta Untuk Menyambung Hidup
Salah satu sebab manusia untuk memperoleh harta adalah dengan bekerja.
Akan tetapi, bila dia tidak mampu bekerja (karena, sakit, cacat, terlalu tua), islam
memberi aturan agar nafkahnya ditanggung oleh yang berkewajiban menanggung
nafkahnya (mengikuti jalur ahli waris sebagaimana jika dia meninggal). Jika orang
yang menanggung nafkahnya tidak ada maka kewjiban dibebankan kepada negara
9

(ditanggung baitul ma). Allah SWT berfirman “ Dan orang-orang yang dalam
hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang
tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (QS. Al-Ma’arij: 24-25).
Ayat di atas menunjukkan hak yang wajib diberikan orang-orang kaya kepada
orang-orang yang miskin. Allah berfirman “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana ”. (QS. At-Taubah: 60).
Apabila negara ternyata melalaikan kewajiban ini, dan tidak ada yang
mengoreksinya, maka islam memberikan ketentuan dengan di boehkannya orang
tersebut mengambil apa saja sebatas untuk menyambung hidupnya, diamanapun dia
temukan, baik milik pribadi maupun negara.
Ekonomi Islam selain menjamin hak eseorang untuk memiliki harta dalam
rangka untuk mempertahankan hidup, ekonomi islam juga memberikan pembinaan
trhadpa mereka yang memiliki kelebihan harta.
3.1.2.4. Pemberian Harta Negara Kepada Rakyat
Pemberian harta kepada rakyat yang di ambilkan dari baitul mal utuk
memenuhi hajat hidup atau untuk memanfaatkan kepemilikanmereka (misalnya:
modal untuk menggarap sawah) termasuk dalam kategori sebab kepemilikan
individu. Pemberian ini bersifat memindahkan kepemilikan, sehingga harta yang
telah diberikan kepada rakyat adalah sah menjadi miliknya, tanpa adanya beban
untuk mengembalikan dengan mengangsur atau mencicil.
3.1.2.4.1. Harta yang diperoleh individu tanpa kompensasi harta atau tenaga
Harta yang diperoleh individu tanpa kompensasi harta atau tenaga, di akui
oleh ilam sebagai sebab kepemilikan individu diantaranya adalah :hadiah, hibbah,
wasiat, mahar, diyat, luqatah, maupun santunan dari negara.
3.1.2. Kepemilikan Umum [8]
Kepemilikan umum adalah izin Asy-Syar’i kepada suatu komunitas untuk bersamasama memanfaatkan suatu benda. Benda-benda yang masuk kategori kepemilikan
umum adalah benda-benda yang di nyatakan Asy-Syar’i diperuntukan bagi suatu
komunitas dan mereka saling membutuhkan. Asy-syar’i melarang benda tersebut hanya
di kuasai seorang saja. Untuk lebih jelasnya terdapat pada tabel berikut.

10

Gambar 3.2. Skema kepemilikan umum
Kepemilikan Umum
(Milkiyah ‘Ammah)

Barang kebuuhan
umum

1. Sumber daya air
2. Sumberdaya hutan,
padang rumput
3. Sumber daya energi
: minyakbumi, gas,
batu bara, uranium

Barang tambang besar

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tambang emas
Tambang perak
Tambang tembaga
Tambang nikel
Tambang bauksit
Tambang bijih besi
Tambang timah
Tambang kuarsa

Sumber daya alam

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jalan
Jembatan
Sungai
Danau
Gunung
Bukit
Laut
pantai

Sumber : Dwi Condro Triono, Ph.D. Ekonomi Islam Madzhab Hamfara,jilid 1 falsafah
ekonomi islam, hal 333.
Berdasarkan gambar diatas, maka kita dapat mengetahui bahwa kepemilikan umum
menurut pandangan Sistem Ekonomi Islam dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
3.1.2.1. Barang kebutuhan umum.
Barang kebutuhan umum adalah segala barang atau harta yang masuk
kategori fasilitas umu, yang jika tidak ada dalam suau negeri atau dalam suatu
komunitas tertentu, maka akan sengketa dalam mencarinya. Dengan kata lain,
barang kebutuhan umu adalah apa saja yang di anggap sebagai kepentingan manusia
secara umum, seperi sumber-sumber air, padang gembalaan, kayu-kayu bakar, nergi
listrik dsb.
Dalil yang dapat dijadikan rujukan ialah “Rasulullah SAW bersabda;’ Kaum
muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air,padang gembalaan dan api”. (HR. Abu
Daud), dari hadist tersebut ada kalimat tambahan sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majjah dari Ibnu Abbas, yang berbunyi: “...dan harganya adalah
haram”(HR. Imam Ibnu Majjah).makna dari tambahan kaliamat hadist diatas adalah
mengambil tsaman, yaitu keuntungan dari harga yang diambil dengan menjual
ketiga komoditas tersebut kepada rakyat hukumnya adalah haram.
Larangan Rasulullah SAW, sesungguhnya bukan terletak pada larangan
memiliki ketiga jenis barang tersebut, melainkan dari segi sifatnya, yaitu dari segi
apakah barang tersebut dibutuhkan oleh orang banyak dalam suatu komunitas
tertentu ataukah tidak.
11

3.1.2.2. Barang tambang yang besar.
Barang tamabang dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu barang tambang
yang jumlahnya terbatas dan barang tambang yang jmlahnya besar.
Barang tambng yang terbatas jumlahnya termasuk kepemilikan pribadi tau
boleh dimiliki secara pribadi. Terhadap barng tambang yang jumlahnya kecil akan
diberlakukan hukum rikaz, yaitu di dalamnya ada seperlima bagian harta yang harus
di keluarkan zakatnya.
Adapun barang tambang yang besar atau tambang tidak terbatas jumlahnya,
yang tidak mungkin di habiskan adalah termasuk kepemilikan umum. Oleh karena
itu, tambang-tambang yang besar seperti : emas, perak, tembaga, timah, nikel, besi,
minyak bumi dsb. Diatur oleh sistem ekonomi islam agar menjadi milik umum.
Pengelolanya diserahkan kepada negara dan hasilnya harus di distribusikan kepada
rakyat.
3.1.2.3. Sumber daya alam, yang sifat pembentuannya menghalangi untuk dimiliki individu.
Sumber daya alam yang dimaksud disini adalah sumber dya alam yang
mencegah untuk dimiliki secara pribadi. Oleh karena itu status kepemillikan
umumnya di tinjau dari segi faktnya, bahwa barang –barang ini adalah barang yang
tidak mungkin dimiliki oleh individu. Misalnya adalah jalan atau jembatan, dari segi
faktanya memang tidak mungkin di miliki individu.
Yang termasuk kelompok ini adalah benda-benda yang mencakup
kemanfaatan umum, seperti jalan, sungai laut, tanah-tanah umum, masjid, sekolah,
rumah sakit, lapangan, teluk, selat dsb.
3.1.3. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah) [9]
Harta milik negara adalah harta yang tidak termasuk kategori milik umum
mlainkan milik pribadi, namun barang-barang tersebut terkait hak kaum muslimin
secara umum.pengelolaan sepenuhnya enjadi wewenang kepala negara, yaitu menurut
pandangan dan ijtihad khalifah.

12

Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar berikut:
Gambar 3.3 Skema Kepemilikan Negara

Kepemilikan Negara
( Milkiyah daulah)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jizyah
Ghanimah
Fa i
Kharaj
usyur
Khumus (seperlima Rikaz)

Sumber : Dwi Condro Triono, Ph.D. Ekonomi Islam Madzhab Hamfara,jilid 1
falsafah ekonomi islam, hal 339.
Dari gambar skema di atas dapat kita memahami bahwa yang dapat di
masukkan kedalam harta kepemilikan negara ada enam jenis.
3.1.3.1. jizyah
Jizyah adalah hak yang diberikan Allah kepada kaum muslimin dri orang kafir
karena ada ketundukan kepada pemerintah islam. Harta ini akan di bagikan untuk
kemaslahatan seluruh rakyat dan wajib diambil setelah melewati satu tahun. Jizyah
dapat dipungut dari orang-orang kafir, selama mereka tetap dalam kekafirannya.
Namun, apabila mereka telah memeluk islam, maka jizyah akan gugur atas mereka.
Jizyah itu dikenakan terhadap orang, bukan terhadap harta.
3.1.3.2. Ghanimah
Ghanimah yaitu hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada kaum muslimin
dari kaum kuffar dengan jalan perang (jihad. Dalil tentang harta ghanimah dapat kita
lihat melalui firman Allah SWT: “ Ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu
peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, rasul, kerabat
rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnussabil (demikian) jika kamu beriman
kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu ”. (QS. Al-anfal: 41).

Dari ayat di atas kita dapat memahami bahwa harta hasil rampasan perang
(ghanimah) seperlimanya adalah untuk Allah, Rasul dan seterusnya. Maksudnya
adalah bahwa seperlima harta tersebut wajib diserahkan kepada Rasul SAW yang
pada saat itu bertindak sebagai kepala negara, sehingga harta tersebut menjadi milik
negara, untuk kemudian didistribusikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya, sebagaimana yang telah terperinci dalam ayat di atas.

13

Sedangkan sisanya, yaitu empat perlima-nya akan dibagikan kepada para
mujahidin (anggota pasukan tentara) yang ikut berperang dalam rangka futuhat
(pembebasan) tersebut.
3.1.3.3. Fa’i
Fa’i adalah hak yang iberikan Allah SWT kepada kaum muslimin dari kaum
kuffar tanpa melalui peperangan (musuh melarikan diri). Dapat kita lihat dalam
firman Allah “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja
di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”. (QS. Al-Hasyr:7).
Dari ayat di atas kita dapat memahami bahwa cara pembagian harta fa’i
berbeda dengan harta ghanimah. Untuk pembagian harta fa’i semuanya diserhkan
kepada Rasul SAW yang pada saat itu bertindak sebagai kepala negara, sehingga
harta tersebut menjadi milik negara, untuk keudian ditasharufkan (didistribusikan)
kepada orang-orang yang berhak menerimanya, ebagaimana yang telah diperinci
dalam ayat di atas.
3.1.3.4. Kharaj
Kharaj adalah hak yang diberikan Allah SWT kepada kaum Muslimin dari
kaum kuffar. Kharaj adalah baik yang dikenakan atas lahan tanah yang telah
dirampas dari tangan kaum kuffar, baik dengan cara perang maupun damai. Jumlah
kharaj yang harus diambil atas tanah tersebut dihitung berdasarkan kandungan
tanahnya.

Haraj, ghanimah dan fa’i sesungguhnya berasal dari sumber yang sama, yaitu
harta yang telah dirampas dari tangan kaum kuffar. Namun, yang membedakan
adalah bahwa ghanimah dan fa’i itu adalah harta rampasan dari kaum kuffar atas
barang-barang yang bergerak, seperti kuda, unta, baju besi, pnah, pedang, tombak
dsb. Sedangkan kharaj adalah khusus untuk harta yang tidak bergerak, yaitu yang
berupa tanah atau lahan.
Seluruh tanah dari wilayah yang telah di taklukkan oleh kaum muslimin akan
menjadi tanah kharajiyah dan statusnya adalah menjadi tanah milik negara, yang
boleh dibagikan kepada rakyat, yang kewenangan pembagiannya ada di tangan
kepala nnegara (khilafah).
Bagi rakyat yang mendapatkan tanah kharajiyah ini wajib baginya untuk
membayar kharaj , yang akan menjadi bagian dari harta milik negara. Besarnya
kharaj yang harus dipungut oleh negara, ketentuannya juga ditetapkan oleh kepala
negara.
3.1.3.5. ‘Usyur
‘Usyur adalah tanah jazirah Arab dan negeri-negeri yang penduduknya
memeluk islam tanpa peperangan. Ketentuan untuk pungutan bagi tanah ‘usyriyah
adalah mengikuti hukum-hukum zakat hasil pertanian. Sedangkan berkaitan dengan
14

besarnya pungutan bagi tanah ‘usyriyah, maka islam telah menetapkan besarny zakat
hasil pertanian adalah 10%. Ketentuan ini berlaku untuk tanah ‘usyriyah yang
pengairannya hanya mengandalkan tadah hujan, mata air atau air tanah. Sedangkan
untuk tanah ‘usyriyah yang pengairannya menggunakan irigasi teknis, maka
pungutan zakatnya adalah 5%.
Hasi zakat pertanian dari tanah ‘usyriyah tersebut akan masuk dalam kas
negara, untuk kemudian diditribusikan oleh khalifah kepada orang yang berhak
menerima zakat, yang terbagi kedalam delapan asnaf.
3.1.3.5. Khumus (seperlima) dari Rikaz
Rikaz adalah harta yang diperoleh dari aktivitas menggali kandungan bumi.
Bagi mereka yang memiliki pertambangan yang berskala kecil (yang boleh dimili
individu), maka apabila memperoleh harta yang berharga, seperti emas, perak,
tembaga dsb, maka berlaku ketentuan khumus. Barang tersebut wajib dikeuarkan
zakatnya.

3.2 Konsep kepemilikan dalam ekonomi kapitalis
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasakan kepentingan pribadi,
dimana nilai produksi dan konsumsi semata-mata untuk menggaet profit. Sistem
kapitalisme sama sekali tidak mengindahkan kesejahteraan sosial, kepentingan
bersama, kepemilikan bersama ataupun yang semacamnya. Asas kapitalisme adalah
kepuasan sepihak, alias setiap keuntungan adalah milik pribadi.
Contoh paling mudah dari sistem kapitalisme ini bisa digambarkan dari
aktualitas Amerika Serikat yang meyakini bahwa mereka adalah penganut sistem
ekonomi campuran (kapitalisme dan sosialisme), pada dasarnya mereka tetap tidak
bisa lepas dari unsur kapitalis dalam prakteknya.
Hal ini diungkapkan oleh seorang ekonom Joseph A. Schumpeter sebagai
‘sistem destruksi kreatif’. Dimana menurutnya, setiap perusahaan dalam pasar kecil
maupun pasar kompetitif, akan selalu dapat berjalan ke arah yang lebih baik setelah
restrukturisasi, yaitu dengan selalu mengadakan pergantian pekerja dan pergantian
modal, karena mereka akan selalu digantikan dengan yang lebih baik. Tiap individu
juga diyakini mampu menghasilkan modal sendiri, tanpa perlu mencemaskan
campur tangan pemerintah.
Sekilas cara pandang ini terlihat normal, dimana komponen-komponen pasar
tersusun rapi dalam mekanisme yang jelas. Namun hasilnya akan muncul
ketimpangan dan menimbulkan suatu masyarakat yang tidak egalitarian, dimana
beberapa individu akan menjadi lebih kaya dari individu lain, dan yang miskin akan
semakin miskin. Begitu juga dengan semakin meningkatnya angka pengangguran
dan kriminalitas serta aksi anarki dimana-mana.
Menurut James Paulsen, kepala strategi investigasi di Wells Capital
Management, Amerika Serikat sedang mengalami kebangkrutan kasat mata karena
deficit keuangan negara adidaya tersebut. Tercatat defisit Amerika Serikat naik 22
persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi USD 120 miliar atau Rp. 1.150
triliun, akibatnya Obama dan pihak legislative akan menaikkan pajak dan
menurunkan belanja negara secara besar-besaran yang mulai diluncurkan per 1
Januari tahun ini.
15

Dalam kapitalisme, meskipun keuntungan yang didapat sangatlah besar,
kemudian tercipta kompetisi sehat antar pasar tanpa risau terhadap campur tangan
pemerintah, dan setiap pemilik modal bebas menentukan pekerjaan atau usaha apa
yang akan mereka jalankan, tetap saja menciptakan beberapa nilai negative dan juga
anomali. Kasus yang terjadi seperti perbedaan kelas ekonomi yang semakin nyata
lantaran keuntungan sepihak yang hanya diperoleh kaum minoritas atau elitis saja,
tanpa mengindahkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Adam Smith juga sempat mencetuskan sebuah istilah dalam kerangkan teori
ekonomi yang dibangunnya, Invisible Hand. Yang dimaksud ‘tangan ghaib’ disini
adalah semacam kekuatan kasat mata yang menjalankan roda ekonomi dengan
sewajarnya sehingga tidak terjadi kekacauan dalam pasar. Mekanisme pasar yang
terdiri dari supply and demand akan mengatur kegiatan ekonomi masyarakat sebaikbaiknya dan Invisible hand dalam mekanisme pasar itu akan mengatur kegiatan
ekonomi masyarakat secara paling rasional, sehingga dapat menciptakan
kesejahteraan sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.
Meskipun Adam Smith tidak menyebutkan istilah ‘kapitalisme’ di dua
bukunya; The Theory of Moral Sentiments dan The Wealth of Nations, tetapi
metafora Invisible Hand jelas merujuk kepada kompetisi sehat pada sebuah transaksi
antara produsen dan konsumen, yang mengarah kepada keuntungan untuk kedua
belah pihak dengan frekuensi tetap sehingga mampu menimbulkan barang produksi
yang semakin berkualitas tetapi harga semakin rendah. Dari sini, tentu pola yang
dimaksud terdapat pada sistem ekonomi kapitalis.
Lebih lanjut, ada beberapa ciri kapitalisme yang perlu kita perhatikan dan
kerap muncul di sekitar kita tanpa disadari. Beberapa ciri tersebut bisa diringkas
menjadi:
-

Sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu.
Barang dan jasa diperdagangkan bebas yang bersifat kompetitif.

Pemilik modal bebas untuk menggunakan cara apa saja untuk meningkatkan
keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya.
Sehingga modal kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk
menghasilkan laba. Aktivitas ekonomi secara bebas hanya ditentukan oleh penjualan
dan pembelian.
Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin.
Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan
yang melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
Riset menduduki posisi yang penting dan menentukan dalam mendorong
persaingan. Tujuan kapitalisme yang hanya berasas pada biaya produksi yang murah
dan keuntungan yang tinggi realitanya berkebalikan dengan Islam, yang
menganjurkan agar seorang muslim tidak sekedar menimbun uang dan menghimbau
agar menyedekahkannya untuk kemaslahatan sosial, kapitalisme justru akan
membentuk tatanan masyarakat yang egois, materialis dan konsumeris.
3.2.1 Distribusi dalam ekonomi kapitalis
Distribusi dalam ekonomi kapitalis di kuasai oleh individu dan pembagian
harta kekayaan yang adil menurut sistem ini adalah diserahkan pada pasar bebas.
Serta pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin.
16

Tetapi jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan
yang melindungi lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
Dalam sistem ekonomi kapitalis kemakmuran masyarakat dinilai berdasarkan
banyaknya individu yang mempunyai modal besar tetapi distribusi tidak merata,
sedangkan dalam sistem ekonomi islam yang dinyatakan masyarakat itu makmur
ketika distribusi merata.
3.3. Perbandingan Sistem Ekonomi Islam dan Ekonomi Kapitalis
Tabel 3.4 perbandingan S.E.I dan S.E.K [10]
Asa Ekonomi
Kepemilikan

Pemanfaatan
kepemilikan

Sistem Ekonomi Islam

Sistem Ekonomi Kapitalis

1. Individu
(mobil, Individu
rumah, laptop dll)
2. Umum
(barang
tambang,
pulau,
jalan, dll).
3. Negara
(jizyah,
ghanimah,
fa’i,
kharaj,
dharibah,dsb)
Berdasarkan asas halal- Berdasarkan asas manfaat
haram

Distribusi
Kekayaan

1. Individu (hukum Individu (mekanisme pasar)
islam
tentang meminimalisir
campur
mudharabah, bai’, tangan Negara
ijarah dll.)
2. Negara
(Non
Ekonomi)
Sumber: Baiquni Syihab, 2011 Materi kuliah Sejarah Pemikiran Islam Yogyakarta
STEI Hamfara

17

BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan dari penulisan komparasi konsep kepemilikan dan distribusi
dalam sistem ekonomi islam dan kapitalis adalah, bahwa dapat dilihat dengan jelas
sistem ekonomi islam lebih berpedoman sesuai dengan prinsip keadilan dan untuk
kesejahteraan ekonomi masyarakat, sedangkan kapitalisme adalah sistem ekonomi
yang berasakan kepentingan pribadi, dimana nilai produksi dan konsumsi sematamata untuk menggaet profit. Dan hanya sistem ekonomi isamlah yang dapat
mensejahterakan ekonomi masyarakat.
Dalam sistem ekonomi kapitalis kemakmuran masyarakat dinilai berdasarkan
banyaknya individu yang mempunyai modal besar tetapi distribusi tidak merata,
sedangkan dalam sistem ekonomi islam yang dinyatakan masyarakat itu makmur
ketika distribusi merata.
Jadi, sebenarnya yang menjadi problem ekonomi adalah distribusi dan bukan
produksi. Dalam islam pun menyelesaikan problem ekonomi dengan tiga pilar
ekonomi islam yang diantaranya kepemilikkan (individu, umum dan negara),
pemanfaatna kepemilikkan dan distribusi.

18

DAFTAR PUSTAKA

[1] M. Umer Chapra, What is Islamic Economics?, (Jeddah, Saudi Arabia: IRTI – IDB,
1996), hlm. 33; M. Umer Chapra, The Future of Economics...., hlm. 125.
[2] Mansyur, Zaenuddin, 2007. Konsep Ekonomi Islam Dalam Konsep Maqashid Al-Syari'ah
Al-Syatibi. jurnal istinbath, Vol 4, No 2.
[3] Hidayatullah Muttaqin, SE, MSI, 2011. Konsepsi Ekonomi Islam untuk Pembangunan
Ekonomi, dari http://www.jurnal-ekonomi.org/konsepsi-ekonomi-islam-untukpembangunan-ekonomi/, diunduh 26 Oktober 2013.
[4] Syahmiruddin Pane, S.Sos, M.A, 2012. Pengembangan dan Pemanfaatan Hak Milik, dari
http://syahmiruddinpane.blogspot.com/2012/08/pengembangan-danpemanfaatan-hak-milik.html, diunduh 26 Oktober 2013.
[5] Santosa, Ery Wibowo Agung, 2012. " Ekonomi Islam Dalam Konteks Ke-Indeonesia-an (
Prespektif Jalan ke Tiga ) ", jurnal.unimus.ac.id. hal 11-12.
[6] Murtiyani,Siti.2010.Materi kuliah Metodologi Penelitian.Yogyakarta:STEI Hamfara.
[7] Triono, Dwi Condro. 2011. Ekonomi IslamMadzhab Hamfara . Yogyakarta, Irtikaz.317332.
[9] Yusanto, Ismail dan Arif Yunus, 2009. Pengantar Ekonomi Islam, Bogor, al-Azhar
Press,hal : 143-146.
[10] Syihab, Baiquni 2011 Materi kuliah Sejarah Pemikiran Islam Yogyakarta STEI Hamfara

19