Nasal Drug Delivery - Definisi

  Kelompok 2

INTRANASAL DDS

   Sistem pelepasan obat dimana obat akan diberikan dan dilepaskan di rongga nasal.

   Bentuk sediaan biasanya berupa obat tetes atau spray.

   Beberapa obat dilepaskan di rongga nasal

  1. efek lokal obat tetes hidung atau spray seperti dekongestan, antibiotik dan mukolitik.

  

2. sirkulasi sistemik contohnya obat migrain atau

senyawa aktif obat tersebut tidak dapat diberikan secara oral karena akan terdegradasi pada saluran pencernaan

  

Struktur

  

  Nasal Vestibule atau ruang depan hidung adalah bagian paling anterior dari rongga hidung yang tertutup oleh tulang rawan hidung dan dilapisi oleh sama epitel dari kulit (skuamosa bertingkat, keratin). Di dalam ruang depan adalah rambut-rambut kecil yang disebut vibrissae untuk flter debu dan materi lain yang napas masuk.

  

  Olfactory Region atau wilayah penciuman terletak di puncak rongga hidung. Hal ini dilapisi oleh sel penciuman dengan reseptor penciuman.

  

  Repiratory Region atau wilayah pernapasan adalah yang terbesar, dan dilapisi oleh epitel bersilia psudeostratifed. Dalam epitel yang diselingi sel goblet mukus

  

  Fungsi konka adalah untuk meningkatkan luas permukaan rongga hidung dan meningkatkan jumlah udara inspirasi.

  Oleh

RUTE TRANSPOR DAN

  Marina Ika Irianti MEKANISME

  1106065716

PENGANTARAN OBAT

  

  Pada sistem pengantaran obat melalui intranasal, absorbsi obat menjadi faktor penting dalam menentukan efektivitas obat.

  

  Ada 2 rute utama terjadinya absorbsi obat yang diberikan secara intranasal, yaitu :

  Rute Paraselular Rute Transelular

  Rute Paraselular Rute paraselular merupakan rute yang

  • melalui celah diantara sel epitelial dengan mekanisme difusi pasif atau penarikan oleh pelarut. Permeabilitas paraselular dari epitel
  • nasal hampir sama dengan usus  sehingga molekul kecil yang hidroflik dapat berdifusi secara pasif melalui sel. Difusi pasif di antara sel dapat terjadi
  • karena adanya gradient atau

  

  Rute transelular merupakan rute yang melewati sel epithelial

  

  Terjadi melalui beberapa mekanisme seperti difusi

  

pasif, transport melalui pembawa, atau dengan

membuka tight junction.

  

  Rute transelular berperan dalam transport obat yang bersifat lipoflik. Difusi pasif di antara sel dapat terjadi karena adanya gradient atau perbedaan konsentrasi, dengan laju absorpsi sesuai dengan hukum Fick’s pertama.

  

  Derajat ionisasi obat, pKa obat, dan pH lingkungan merupakan factor yang penting dalam absorbsi transelular secara difusi pasif.

SISTEM PENGANTARAN OBAT DAN APLIKASI

APLIKASI LOKAL

  Zat aktif Merk dagang Indikasi Azelastin Astelin Antihistamin H1-bloker Beklometason Beconase Rinitis alergi, asma kronis, bronkitis non-asmatikus Budenosid Rhinocort Asma, rinitis, alergi, crohn’s disease Levocabastin Livostin rhino-sinusitis Mometason Nasonex rhino-sinusitis Olapatadin Patanase rhino-sinusitis

Natrium kromoglikat Nasalcrom Rhinitis alergetika sepanjang tahun dan

musiman

Triamsinolon asetonida Nasacort Rhinitis alergi intermiten sedang-berat

   Pemberian obat melalui intranasal menunjukkan availabilitas sistemik yang lebih baik dibanding rute oral atau intravena

   Contoh: analgesik(morfn), obat- obat kardiovaskuler seperti propranolol dan carvedilol, hormone seperti levonorgestrel, progesterone, dan insulin, obat-obat antiinfamasi seperti indometasin dan ketorolac, serta obat- obat antiviral seperti asiklovir

  Zat aktif Merk dagang Indikasi Estradiol Aerodiol Terapi pengganti hormone Nikotin Nicotrol NS Candu rokok Sianokobalamin Nascobal Defisiensi vit B 12 Desmopresin Desmospray Mengontol dehidrasi dari pasien diabetes insipidus

  Oksitosin Syntocinon Stimulan laktasi Kalsitonin salmon Miacalcin Pengobatan meno-pausal, osteoporosis Buserelin Suprefact Pengobatan kanker prostat Nafarelin Synarel Endometriosis Zolmitriptan Zomig nasal Sumatriptan Imigran Pengobatan migraine dan sakit kepala Fentanil Instany Butorfanol Stadol NS Mengurangi nyeri Vaksin influenza FluMist Mencegah flu

  A P L I K A S I S I S T E M I K

  

  Pengantaran obat ke SSP terjadi melalui olfactori neuroepithelium.

  

  Meskipun melalui olfaktori berpotensial untuk menembus sawar darah otak, namun P-gp juga terdapat di area ini.

  

  Graf et.al mengkonfrmasi bahwa P-gp terdapat di

  olfactory ephitelium dan endothelial sel yang

  megelilingi olfactory bulb. Selain itu juga tedapat transport obat melalui system saraf trigeminal dari rongga hidunng menuju system saraf pusat.

  

  Terdapat beberapa barrier pada system penghantaran obat ini yaitu

  Tight junction pertahanan elektrik transendotelial (1500- 2  G A M B A R. P- G LI KO P R O T E I N , P OM PA E FF LU X B E R G A N TU N G AT P , U N T U K M E N C E G A H IN F LU X OB AT DA R I M E M B RA N H ID U N G M E N U JU SS P

  METABOLISME 

  Tidak melalui FPM pada hepar  FPM pada mukosa nasal.

   Enzim : monooksigenase, reduktase, transferase, esterase, dan enzim proteolitik pada mukosa nasal, sekret nasal, sel epithelial nasal (pada sitosol) dan lamina propria

   Fase I oksidatif (sit-P450 dependen monooksigenase)merupakan FPM untuk xenobiotik, dan juga dekongestan nasal, anestesi, alkolhol, nikotin dan kokain.

  

  Enzim fase II (glutation transferase) banyak ditemukan pada mukosa nasal.

   Pada penghantaran protein dan peptide.

  aktivitas peptidase (eksopeptidase dan endopeptidase) dan protease terjadi pada epithelium nasal dan sekret nasal. Aminopeptidase : enzim proteolitik utama pada mukosa nasal.

  Inhibisi aminopeptidase oleh natrium glikolat digunakan sebagai peningkat penetrasi

  KLIRENS Klirens dari formulasi obat dari mukosa nasal akan

berkurang pada pasien dengan kondisi patologis, yang

cenderung merusak fungsi silia :

  • Fungsi silia optimal pada pH 7-10 untuk trakea dan jaringan bronkhial
  • Bakteri seperti Haemophilus infuenza dan

  Staphylococcus mengganggu gerak silia

  • Peningkatan klirens mukosa : merokok
  • - Penurunan klirens mukosa : penderita rhinitis alergi,

    rhinitis atropic, dan sinusitis kronik
  • Penurunan klirens mukosiliari : pasien dengan diskinesia silia primer, pasien fbrosis sistik (akibat

    jumlah mucus yang tidak normal walaupun fungsi dari

    silia normal), pasien diabetes mellitus

FORMULASI OBAT, CONTOH SEDIAAN, DAN PEMBAWA

  Fibya Indah

SEDIAAN INTRANASAL

  1006775041

  • Molekul dengan BM kurang dari 1000 lebih banyak terabsorpsi daripada molekul dengan BM lebih besar dari 1000.
  • Bentuk molekul siklik memiliki absorpsi lebih baik daripada bentuk yang liniear.
  • Ukuran partikel juga berpengaruh karena partikel sebesar 10 μm dapat melewati rongga hidung dan terdeposit di paru-paru (sediaan spray). Untuk formulasi serbuk, ukuran partikel yang lebih

   Hal lain yang perlu diperhatikan dalam formulasi intranasal adalah konsentrasi larutan dan volume

   Volume yang dapat dihantarkan dibatasi oleh ukuran rongga hidung, dengan batasan tertinggi sebesar 25 mg/dose dan volume sebesar 25–150 μ L/nostril (Behl et

  

  Sifat eksipien pada fomulasi nasal digunakan sesuai dengan bentuk sediaan dan sistem penghantarannya.

  

  Komponen bufer, antioksidan, pengawet, humektan,

  geliing agent, solubilizer, dan perisa adalah ekspien yang biasa digunakan.

   Solubilizer yang biasa digunakan dapat berupa solvent konventional atau kosolven seperti glikol, alcohol. Bahan tersebut dapat meningkatkan kelarutan obat. Dapat juga digunakan surfaktan atau siklodestrin.

   Pengawet pada formulasi intranasal digunakan untuk mencegah tumbuhnya mikroba. Paraben, benzalkonium klorida, phenyl ethyl alcohol, EDTA dan benzyl

   Antioksidan digunakan untuk mencegah degradasi obat, berdasarkan profl kelarutan.

  Antioksidan yang biasa digunakan diantaranya sodium metabisulfte, sodium bisulfte, butylated hydroxy toluene dan tokoferol.

   Humektan dapat ditambahkan pada sediaan intranasal terutama pada produk nasal bentuk gel untuk mencegah iritasi hidung. Kelembapan intranasal yang cukup berguna untuk mencegah dehidrasi. Humektan juga tidak mempengaruhi

CONTOH SEDIAAN

  Nasal drops (tetes hidung)

NASAL POWDERS

  Nasal gel

   Nasal mucoadhesive particulate

delivery (mikro/nanopartikel,

liposom)

   Nasal ointments

   Nasal microemulsion

  

HAL-HAL YANG PERLU

DIPERHATIKAN PADA SEDIAAN

  INTRANASAL

PEMBAWA SEDIAAN INTRANASAL

  Absorption enhancer  mikrosfer, hidrogel, dan liposom dapat digunakan dalam rute nasal dan dapat meningkatkan absorpsi, menurunkan klirens mukosiliari, dan memperlama waktu tinggal obat dalam rongga hidung.

   Siklik oligosakarida yang memiliki permukaan luar hidroflik dan rongga lipoflik sehingga obat nonpolar bisa masuk.

   Agen pengompleks untuk meningkatkan absorpsi sediaan nasal dengan meningkatkan kelarutan dan stabilitas obat.

   Vesikel fosfolipid yang terdiri dari lipid bilayer

   Enkapsulasi yang efektif pada molekul besar dan kecil dengan rentang hidroflisitas dan nilai pKa yang luas (Alsarra et al, 2008).

   Meningkatkan absorpsi sediaan nasal seperti pada insulin dan kalsitonin dengan meningkatkan penetrasi

  

  Mikrosfer biasanya berasal dari polimer mukoadesif seperti kitosan dan alginate, yang memberi keuntungan untuk penghantaran sediaan nasal.

   Melindungi sediaan dari metabolisme enzimatik.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI OBAT DALAM

  INTRANASAL DDS Faktor Fisikokimia Obat dan Faktor Formulasi Nur Azizah, 1006683772

  Lipoflisitas FAKTOR

  • Obat-obat lipofl diabsorpsi

FISIKOKIMIA OBAT

  secara baik dengan laju absorpsi cepat melalui rute Bobot molekul transeluler.

  • Pada senyawa lipofl : BM
  • Jika terlalu lipofl  obat tidak > 1 kDa  absorpsinya larut dalam lingkungan berair mulai berkurang secara di rongga hidung  signifkan mempercepat klirens mukos
  • obat hidroflik : absorpsi (MCC)  waktu kontak dengan lebih bervariasi, misalnya membran hidung berkurang  Na cromoglycate permeasi berkurang.

  (absorpsi cepat), absorpsi peptida dan protein Conto h : bervariasi dari 100% absor

  (penta peptida), psi metkephamid (BM 660 fenta

  Da), sampai 1%

  pKa FAKTOR

  Bentuk molekul akan lebih

FISIKOKIMIA OBAT

  mudah diabsorpsi daripada bentuk ion (bermuatan) oleh membran mukosa

  Stabilitas hidung  dipengaruhi nilai

  • Lingkungan rongga hidung pKa obat dan pH mukosa hidung (5,0-6,5).

  memiliki kemampuan untuk 

  Terutama berpengaruh memetabolisme obat untuk senyawa-senyawa secara enzimatik  polar (hidroflik). mengurangi stabilitas biologis dari obat  dibentuk pro-drug maupun menggunakan inhibitor Kelarutan enzim.

  • Agar dapat diabsorpsi obat
  • Disisi lain, beberapa obat harus terdisolusi di dalam cairan mukosa hidung juga mungkin tidak stabil sehingga dapat terdispersi akibat mengalami hidrolisis, secara molekuler dan oksidasi, isomerisasi, reaksi menembus membran atau dekomposisi atau

  FAKTOR FORMULASI Konsentrasi (Kadar)

  Absorpsi pada intranasal DDS : difusi pasif (transeluler dan paraseluler)  juga

dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam

larutan pada membran.

  

Semakin tinggi konsentrasi  perbedaan

gradien konsentrasi yang mendorong terjadinya difusi juga semakin besar.

  

Oleh karena itu, jika obat diformulasikan

sebagai larutan, dipilih konsentrasi

tertinggi yang kompatibel dengan volume

   pH juga sedapat mungkin sesuai atau mendekati pH mukosa hidung ( 5,0- 6,5 ) sehingga tidak menyebabkan iritasi.

  pH  pH formulasi : sesuai pH stabilitas obat dan dapat meyakinkan jumlah terbesar dari spesies obat yang tidak terionisasi (bentuk molekul) dilepaskan dari sediaan.

  • Peningkatan viskositas larutan  memperlama waktu kontak antara obat dan mukosa hidung sehingga dapat meningkatkan potensi penyerapan obat.
  • Viskositas tinggi dapat mengganggu klirens mukosilia (MCC) sehingga meningkatkan permeabilitas obat.

  FAKTOR FORMULASI Viskositas

  Bentuk Sediaan

  Tetes hidung : sediaan intranasal paling sederhana, namun tidak dapat menghantarkan obat dalam jumlah yang terukur secara tepat dan dapat mengakibatkan overdosis.

   Untuk dapat diabsorpsi, aerosol harus terdeposisi lalu diikuti dengan disolusi partikel padat saat digunakan.

   Bentuk semprotan larutan lebih disukai daripada semprotan bubuk karena dapat menyebabkan iritasi mukosa hidung.

   Saat ini dikembangkan sistem khusus seperti emulsi lipid, mikrosfer, liposom dan flm meningkatkan absorpsi.

  Eksipien

  

Eksipien dalam formulasi mungkin dapat menyebabkan

iritasi pada hidung. Selain itu, eksipien yang digunakan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHANTARAN SECARA INTRANASAL

  Idam Titis Permana 1006659483 Absorbsi dan bioavailibilitas obat secara garis besar dipengaruhi oleh luas area absorbs yang tersedia,

  lama waktu kontak antara obat dan are absorpsi,

  adanya proses metabolism sebelum dan saat absorpsi, keadaan keabnormalan atau patologi jaringan absorpsi.

  

  Eptelium respiratori terdiri dari 4 tipe sel yang berbeda: basal, mukosa yang mengandung goblet, bagian bersilia, dan daerah yang tidak bersilia.

   Luas permukaan rongga nasal 160 cm2. 

  Sel pada daerah respirasi terdiri dari 300 mikrovilli  menigkatkan luas area permukaan rongga hidung.

  

  Meskipun demikian efektivitas area permukaan untuk absorbsi dipengaruhi oleh tipe sediaan pada penghantaran obat.

   Diantaranya adalah diameter partikel.

   hidung.

  

Partikel > 10µm tersaring oleh vibrissae pada rongga

   Partikel 5-10 µm  terdeposit pada jalur nasal, kemudiann akan dibersihkan melalui proses pembersihan mukosiliari.

   Partikel <2 µm pada umumnya tidak difltrasi keluar sehingga memungkinkan masuk kedalam saluran pernafasan atau paru-paru.

  

  Pada vascular nasal terdapat venous sinusoid, arteriovenus anastosome, dan vascular  rongga nasal memiliki banyak pembuluh darah.

  

  Suplai darah yang besar dalam rongga nasal  obat yang diabsorpsi mempunyai onset aksi yang cepat.

   Aliran darah nasal juga mengatur ukuran lumen nasal.

  Adanya factor lain seperti perubahan mood atau emosi, hiperventilasi, dan olahraga dapat mempengaruhi aliran darah nasal.

  

  Arteriol nasal mengandung membrane elastic dalam jumlah yang sangat sedikit membran dasar endothelial bersambungan dengan membrane dasar sel-sel otot polos.

  

  Hal tersebut menybabkan aliran darah yang cepat melalui dinding vaskuler, sehingga air dapat keluar ke lumen aliran udara  dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban udara pada rongga hidung.

  

  Lamanya waktu kontak obat dengan jaringan absorpsi  banyaknya obat yang akan menembus mukosa.

  

  Dipengaruhi oleh kecepatan klirens obat dari area absorpsi oleh klirens mukosiliari dan metabolism.

  

  Klirens mukus dari hidung berlangsung setiap10-20 menit

  

  Partikel yg terdeposit pada daerah bersilia (turbinat)  klirens berlangsung cepat.

  

  Partikel terdeposit pada daerah tidak bersilia (anterior rongga hidung)  klirens berlangsung lambat.

  

  Partikel terdeposit pda nasofaring  akan terbawa ke saluran y ang lebih dalam secara cepat  tdk cocok untuk absorbsi di ronggga hidung.

   Mukus mengandung polymorphonuclear leucosytes dan eosynophyls. Terdiri dari 2,5-3% garam, 1-2% musin (sulphurated scyderoprotein) dan 95% air. Juga mengandung Lyzozym, enzim dan immunoglobulins, dan protein lain.

   Berperan sebagai physical barrier difusi obat

   Memperlambat difusi air 

  Berikatan dengan obat  Ikatan obat dengan mucin  difusi menurun

   Molekul obat bermuatan (+) berikatan dengan mukus glikoprotein

melalui interaksi elektrostatik dengan komponen bermuatan (-)

residu asam silalik dan sulfate ester.

  

Interaksi hidroflik antara obat dan protein globluar dari molekul

glikoprotein

  

  Kecepatan klirens mukosiliari dan kapasitan absorbsi nasal dipengaruhi oleh kondisi patofsiolgi rongga nasal dan hal ini akan mempengaruhi kecepatan klirens dari obat.

  

  Contoh penyakit : rhinitis, fu ringan, alergi, sinusitis, asma, polip pada hidung, sindrom Sjogren dan Kartagener. Selain itu faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu dan polusi juga mempengaruhi kecepatan klirens nasal.

  

  Demam dan fu  hipersekresi mukus, hidung tersumbat.

  

  Obat tidak dapat memberikan dosis yang optimal/ poten untuk memberikan efek terapi.

  

  Mukasa hidung memiliki enzim eksopeptidase (seperti aminopeptida, metilloproteinase, dll) dan endopeptidase (cerynproteinase, cysteinproteinase, metalloproteinase, dll).

  

  Enzim-enzim tersebut menyebabkan degradasi peptida dan protein (A. Yekta Ozer. 2007)

  

  Enzim- enzim pada epitel nasal berfungsi dalam mekanisme pertahanan terhadap xenobiotik.

  

  Aktivitas enzimatik pada rongga hidung < GIT

  

  Namun aktivitas CYP P450 di olfaktori jaringan epitel nasal lebih besar daripada di hati.

  

  Nasal dekongestan, anestesi, nikotin dan kokain merupakan salah satu contoh obat yang dimetabolisme oleh CYP P450-dependent monooxygenase.

  

  Sistem imun berfungsi untuk mengenali dan mengeliminasi materi asing.

  

  Antibodi disekresi pada rongga hidung dan terdapat pada lapisan mukus

   Dapat menetralkan antigen pada mukosa hidung. 

  Dapat menyebabkan munculnya gejala alergi seperti demam. Yekta Ozer. 2007. Alternative Applications for Drug

  Delivery: Nasal and Pulmonary Routes. Turkey:

  Hacettepe University, Faculty of Pharmacy, Department of Radiopharmacy, Ankara 06531.

  Swatantra K.S. Kushwaha; Ravi Kumar Keshari; and A.K.

  Rani. 2011. Advances in Nasal Trans-Mucosal Drug Delivery. India: Pranveer Singh Institute of Technology. Journal of Applide Phamceutical Science 01 (07);2011:21-28. Publised by .

  Anya M. Hillery; Andrew W. Llloyd; James Swarbrick.

  2001. Drug Delivery and Targeting. USA: Taylor and Francis.

  1. Luas permukaan besar Rongga nasal memiliki luas

2

permukaan kira-kira 360 cm untuk absorpsi obat

  2. Suplai darah yang besarabsorpsi dan onset aksi yang cepat.

  3. Aktivitas metabolik yang rendah

  4. Kemudahan akses

  5. Kemudahan dalam pemberianAlat nasal seperti dosis terukur nasal spray, lebih sederhana untuk pasien dan dapat lebih mudah diterima dibanding suppositoria untuk rute intravaginal dan rektal.

  

6. Alternative intestinal, dilakukan ketika rute gastrointestinal

tidak dapat dilakukan seperti pasien dengan mual dan muntah, pasien dengan kesulitan menelan atau anak-anak, obat yang tidak stabil dalam cairan gastrointestinal, obat yang mengalami frst pass efect dalam jumlah besar

  1. Klirens mukosiliari mengurangi waktu retensi obat dalam rongga nasal dan kesempatan untuk absorpsi.

  2. Penghalang mucus. Difusi obat mungkin terbatasi dengan penghalang fsik dari lapisan mucus dan terikatnya obat dengan musin.

  3. Terbatas untuk molekul poten. Obat dengan berat molekul tinggi (sulit diabsorpsi), rute ini terbatas hanya untuk molekul obat yang - 1 poten dengan kadar plasma efektif dalam ng mL atau kurang

  4. Kurangnya reprodusibilitas. Permasalahan utama dalam pemberian

intranasal adalah apakah hal tersebut dapat memberikan absorpsi

yang dapat diandalkan.Perubahan permeabilitas absorpsi dapat

mempengaruhi apakah absorpsi obat lebih tinggi atau rendah dari

seharusnya

  5. Efek samping. Iritasi local dan sensitiftas terhadap obat harus diperhatikan. Epitel nasal dan dalam particular silia sangat sensitive dan rapuh.Kerusakan pada epithelium dapat mengakibatkan

mukosiliari yang tidak normal yang berhubungan dengan penyakit

pernapasan

  Dinda PENGEMBANGAN Rahma TEKNOLOGI TERBARU Sesha DALAM PENGHANTARAN 100670502

  2 OBAT MELALUI NASAL

  

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN

TEKNOLOGI TERBARU INTRANASAL

DDS

  

  Berikut ini beberapa cara yg digunakan untuk meningkatkan kemampuan absorbsi sediaan yg dihantarkan melalui rongga nasal:

  

1. MENINGKATKAN PERMEABILITAS

EPITEL NASAL

2. MENINGKATKAN WAKTU KONTAK PADA DAERAH ABSORBSI

  

  Lamanya waktu kontak antara obat dan daerah absorpsinya dapat meningkatkan bioavailabilitas dari obat. Karena obat dapat dibersihkan dari rongga nasal melalui mekanisme mucociliary clearance, menelan dan atau melalui metabolisme, maka

  penghambatan mekanisme clearance ini akan menghasilkan peningkatan absorbsi.

  

  Langkah- langkah yang di lakukan adalah:

  c. Penggunaan bahan

  c. Penggunaan bahan bioadhesive bioadhesive

  Menggunakan prinsip perlekatan substrat bilologis (spt

  • mukus atau jaringan). Mekanisme bioadhesiv diharapkan

    dapat mempengaruhi bioavailabilitas dengan cara: Menurunkan laju clearance pada daerah absorpsi,
  • sehingga mampu meningkatkan waktu absorpsi Meningkatkan konsentrasi obat lokal pada daerah adhesi/
  • absorpsi Menjaga obat dari pelarutan dan degradasi dari sekresi
  • nasal.

  Beberapa macam formulasi bioadhesiv yang digunakan

  • adalah:

  Larutan bioadhesiv/ suspensi  digunakan peningkat

  • viskositas spt metilselulosa, CMC Na, kitosan, karbopol.

  Dry powder bioaadhesiv  digunakan microcrystalline

  • cellulose, pati hidroksietil, microcrystalline chitosan,

    karbomer dan asam alginat. Mekanismenya: Polimer

3. PENGHAMBATAN DEGRADASI ENZIM

  

  Salah satu mekanisme clearance pada rongga nasal adalah degradasi enzimatik dari zat aktif melalui sekresi nasal dan mukosa.

   Degradasi peptida dan protein oleh protease inhibitor seperti bestatin, diprotinin A dan

  aprotinin, akan menginhibisi leucin

  

aminopeptidase, dipeptidyl peptidase dan

trypsin.

  

  Penggunaan peningkat penetrasi  menurunkan metabolisme beberapa peptida  mempengaruhi absorbsi obat. Penghambatan ini terjadi akibat denaturasi leucine aminopeptidase dengan mencegah pembentukan kompleks antara substrat- enzim.

4. METODE MICELLANEOUS

  

  Metode ini meliputi:

  Perubahan tekanan osmotik (tonisitas) Penurunan pH menyebabkan peningkatan kemampuan

  • absorbsi Perubahan pH dan tekanan osmotik melebihi konsetrasi
  •  dapat menyebakan kerusakan pada epitel  terjadi peningkatan permeabilitas xenobiotiknya

  Penghantaran obat dalam bentuk dry powder

Penghantaran obat dalam bentuk dry powder (tanpa

  • pembawa bioadhesive). Contohnya pada insulin feeze-

  dried akan lebih baik kemampuan absorbsinya jika

sediaan dalam bentuk serbuk dibandingkan larutan, Taylor, Francis. 2001. Drug Delivery and Targetting for Pharmacist and Pharmaceutical Scientists . Taylor and Francis e-Library: London and New York.

  Yang, Liu. 2008. New Development of Reverse Micelles and

Applications in Protein Separation and Refolding. Chinese

Journal of Chemical Engineering: China.

  

Gordon, G.S. 1985. Nasal absorption of insulin: Enhancement

by hydrophobic bile salts. Medical Sciences: USA. Hillery, Anya M, etc. 2001. Drug Delivery and Targeting, for

  Pharmacists and Pharmaceutical Scientists . New York : Taylor & Francis

Pires, Anaisa, etc. 2009. Intranasal Drug Delivery: How, Why

and What for?. Journal Pharmacist Pharmaceutical Science (www.cspsCanada.org) 12(3) 288 - 311, 2009

Dokumen yang terkait

Keywords : Failure Point, Fatigue Test Result, Flow Number PENDAHULUAN - PENENTUAN TITIK KERUNTUHAN PADA HASIL UJI FATIGUE CAMPURAN ASPAL TERTENTU MENGGUNAKAN METODE FLOW NUMBER

0 0 10

Keywords: School Crossing Zone, Z test, spot speed, pedestrians behavior, fetchers behavior Abstrak - ANALISIS KINERJA ZONA SELAMAT SEKOLAH PADA JALAN PERKOTAAN DENGAN FUNGSI JALAN ARTERI SEKUNDER (STUDI KASUS SMP N 2 BOYOLALI DAN SMP N 2 KLATEN)

0 1 6

STUDI KINERJA ANGKUTAN UMUM INFORMAL DI PEDESAAN (Studi Kasus Jalur Klaten - Bendogantungan - Wedi – Bayat - Njarum) Dewi Handayani 1) , Djumari 2) , Muhammad Abdusysyakur A B 3)

0 0 9

Keywords: ZoSS, test Z, spot speed, Type 2UD 20, Type 2UD 25 Abstrak - ANALISIS KINERJA ZONA SELAMAT SEKOLAH DI SURAKARTA (STUDI KASUS JALAN GAJAH MADA, JALAN MT HARYONO DAN JALAN HOS COKROAMINOTO

0 0 7

Keywords: Application, Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, Signalized Intersection. Abstrak - APLIKASI WEB ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL DENGAN METODE MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA 1997

1 1 6

Keywords: Concret Beam, High Quality Conret, Fibers Bendrat, Compressive Strength, Shear Strength. Abstrak - PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BENDRAT DENGAN FLY ASH DAN BAHAN TAMBAH BESTMITTEL PADA BETON MUTU TINGGI METODE DREUX TERHADAP KUAT GESER.

0 1 8

Keywords: Concret Beam, High Quality Conret, Fibers Bendrat, Compressive Strength, Shear Strength. Abstrak - Pengaruh Penambahan Serat Bendrat dan Bahan Tambah Bestmittel Pada Beton Mutu Tinggi Terhadap Kuat Geser Balok Beton Bertulang.

0 0 9

Keywords: expansive soils, swelling force, soil cement column PENDAHULUAN - PENGARUH PENAMBAHAN KOLOM TANAH SEMEN TERHADAP PERPINDAHAN VERTIKAL TANAH DASAR EKSPANSIF SAAT KONDISI MENGEMBANG.

0 0 6

MAKALAH MATA KULIAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT (Kelas A) “Sisten Penghantaran Obat Tertarget (Targeted Drug Delivery System)” Kelompok 3 Chairunisa Larasati Yusuf 1006659432 Futty Dewi Nuzulia Famini 1006659470 Sarah Karima 1006659571 Azizah Nurrakhmani 100

16 23 37

Kelompok 3 Targeting Drug Delivery System

0 1 96