FISIO Metabolisme dan ekskresi docx
Nama : Ayu Setiti Swastikawati
NRP
: C34100007
REVIEW JOURNAL: SISTEM METABOLISME DAN EKSKRESI
Metabolisme merupakan proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh
makhluk hidup atau sel (Kumar et al. 2010). Metabolisme disebut juga reaksi
enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim. Proses
metabolisme dibagi menjadi dua yaitu anabolisme dan katabolisme. Anabolisme
adalah proses pembentukan molekul yang kompleks dengan menggunakan energi
tinggi seperti fotosintesis, kemosintesis, sintesis lemak, dan sintesis protein.
Katabolisme adalah reaksi pemecahan senyawa kimia kompleks yang mengandung
energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah.
Tujuan utama dari katabolisme adalah untuk membebaskan energi yang terkandung di
dalam senyawa sumber. Pembongkaran zat dalam lingkungan cukup oksigen atau
aerob disebut dengan proses respirasi, apabila lingkungan tanpa oksigen atau anaerob
disebut dengan fermentasi (Ngili 2009).
Ikan merupakan makhluk hidup yang mengalami proses metabolisme, seperti
contohnya ikan Mas (Cyprinus carpio). Proses metabolisme yang terjadi seperti
sintesis lemak, sintesis protein, dan katabolisme terjadinya reaksi pembongkaran
glukosa (Kumar et al. 2010). Lemak dapat disintesis dari karbohidrat dan protein,
karena dalam metabolisme ketiga zat tersebut bertemu dalam daur krebs. Lemak
dapat dibentuk dari protein dan karbohidrat, karbohidrat dapat dibentuk dari lemak dan
protein, dan seterusnya. Sintesis lemak dari karbohidrat adalah :
(i) Glukosa diurai menjadi asam piruvat
Gliserol
(ii) Glukosa diubah
Gula fosfat
Asetil Ko-A
Asam lemak
(iii) Gliserol + Asam lemak
Lemak
Sintesis lemak dari protein adalah diawali dengan deaminasi lalu memasuki daur
Krebs. Protein diubah menjadi asam amino dengan bantuan enzim protease. Asam
amino terurai menjadi asam piruvat, selanjutnya asam piruvat diubah menjadi gliserol.
Setelah terbentuk gliserol lalu diubah menjadi fosfogliseroldehid, lalu fosfogliseroldehid
dengan asam lemak akan mengalami esterifikasi membentuk lemak. Lemak berperan
sebagai sumber tenaga atau kalori cadangan (Ngili 2009).
Sintesis protein yang berlangsung di dalam sel melibatkan DNA, RNA, dan
ribosom. Penggabungan molekul-molekul asam amino dalam jumlah besar akan
membentuk molekul polipeptida. Pada dasarnya protein adalah polipeptida. Sintesis
protein dalam sel dapat terjadi karena pada inti sel terdapat suatu zat atau substansi
yang berperan penting sebagai pengatur sintesis protein. Substansi-substansi tersebut
adalah DNA dan RNA. Proses sintesis protein dapat dibedakan menjadi dua tahap.
Tahap pertama adalah transkripsi yaitu pencetakan RNAd oleh DNA yang berlangsung
di dalam inti sel. Tahap kedua adalah translasi yaitu penerjemahan kode genetik yang
dibawa RNAd oleh RNAt (Vazquez 1973).
Katabolisme merupakan pembongkaran senyawa kompleks yang mengandung
energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah.
Seperti proses respirasi, proses ini memerlukan lingkungan yang cukup oksigen.
Proses respirasi terjadi secara aerobik. Respirasi adalah suatu proses pembebasan
energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan
menggunakan oksigen. Dari proses respirasi akan menghasilkan energi kimia ATP
untuk kegiatan kehidupan seperti sintesis (anabolisme), gerak, dan pertumbuhan
(Regnault 1980). Contohnya adalah respirasi pada glukosa, reaksi sederhananya
adalah sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2
(glukosa)
6 H2O + 6 CO2 + Energi
Reaksi pembongkaran glukosa menjadi 6 H2O + 6 CO2 + Energi melalui tiga
tahapan yaitu tahap glikolisis, daur krebs, dan transpor elektron respirasi. Jalur
glikolisis terbagi menjadi dua fase yaitu fase investasi energi dan fase produksi energi.
Fase investasi energi adalah proses perubahan glukosa menjadi glukosa 6-fosfat
dengan bantuan satu molekul ATP. Glukosa 6-fosfat kemudian diubah menjadi fruktosa
6-fosfat yang kemudian diubah lagi menjadi fruktosa 1,6-bifosfat dengan bantuan satu
molekul ATP. Fruktosa 1,6-bifosfat diubah menjadi gula fosfat yang memili 3 atom
karbon, yaitu gliseraldehid 3-fosfat
dan dihidroksiaseton fosfat. Selanjutnya yang
digunakan pada tahap glikolisis adalah gliseraldehid 3-fosfat.
Fase produksi energi gliseraldehid 3-fosfat yang dihasilkan dari fase investasi
energi kemudian mengalami oksidasi dan fosforilasi menjadi 2 molekul 1,3bifosfogliserat. Pada tahap ini 2 atom P berikatan dengan 2 atom NAD + membentuk 2
NADH
dan
H+.
Masing-masing
molekul
1,3-bifosfigliserat
tersebut
kemudian
mengalami fosforilasi tingkat substrat menjadi 3-fosfogliserat. Pada tahap ini dihasilkan
2 molekul ATP. Masing-masing molekul 3-fosfogliserat diubah menjadi 2-fosfogliserat
dan kemudian diubah menjadi 2 molekul fosfoenolpiruvat. Pada tahap tersebut
dihasilkan 2 H2O. Dua molekul fosfoenolpiruvat kemudian diubah menjadi 2 molekul
piruvat melalui proses fosforilasi tingkat substar dan dihasilkan 2 molekul ATP.
Kesimpulan dari jalur glikolisis adalah dihasilkan 2 piruvat + 2 NADH + 4 ATP + 2 H2O.
Rantai respirasi tidak berjalan pada glikolisis anaerob sehingga NADH + H + yang
dihasilkan tidak dapat dibentuk kembali menjadi NAD+ lewat rantai respirasi, padahal
NAD+ harus selalu tersedia untuk kelangsungan glikolisis (Regnault 1980). Untuk
mengatasinya, NADH + H+ akan dibentuk menjadi NAD+ dengan bantuan enzim laktat
dehidrogenasw (LDH) yang akan mengubah piruvat menjadi laktat. Selain menjadi
laktat, dalam keadaan anaerob piruvat juga bida diubah menjadi etanol. Proses yang
berlangsung adalah piruvat diubah menjadi asetaldehid dengan cara membebaskan
CO2 dan bantuan piruvat dekarboksilase dan kemudian asetaldehid diubah menjadi
etanol dengan menggunakan NADH dengan bantuan alkohol dehidrogenase. Laktat
yang terdapat di dalam jaringan sewaktu-waktu dapat diubah kembali menjadi glukosa
melalui siklus Cori. Prosesnya adalah laktat di dalam jaringan masuk ke dalam darah
dan diangkut ke hati. Di hati, laktat diubah menjadi piruvat yang kemudian diubah lagi
menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis.
Tahap kedua adalah siklus asam sitrat atau siklus (daur) krebs. Siklus asam sitrat
terdiri dari dua fase, yaitu fase pemasukan dan pelepasan dua atom C dan fase
regemerasi oksaloasetat. Piruvat yang dihasilkan dari jalur glikolisis diubah menjadi
asetil-CoA yang kemudian bergabung dengan oksaloasetat membantuk sitrat dan
kemudian mengalami hidrasi membentuk isositrat. Isositrat mengalami dekarboksilase
oksidatif dan seterusnya menghasilkan α-ketoglutarat. Kemudian α-ketoglutarat
mengalami dekarboksilase oksidatif menbetuk suksinil-CoA. Suksinil-CoA diubah
menjadi suksinat dengan proses fosforilasi tingkat substrat. Suksinat kemudian
mengalami
dehidrogenase
membentuk
malat.
Malat
membentuk
kemudian
fumarat,
fumarat
mengalami
mengalami
dehidrogenase
hidrasi
membentuk
oksaloasetat kembali. Dari serangkaian siklus asam sitrat ini dihasilkan NADH, FADH 2,
dan GTP/ATP.
Siklus asam sitrat merupakan sumber intermediet untuk kegiatan anabolisme
lainnya. Sitrat yang dihasilkan juga masuk ke dalam metabolisme lipid yaitu menjadi
asam lemak dan sterol, α-ketoglutarat dapat memasuki jalur metabolisme protein, yaitu
diubah menjadi glutamate, kemudian glutamate diubah menjadi glutamine, prilin, dan
arginin, atau glutamate juga dapat langsung diubah menjadi purin. Suksisnil CoA
diubah menjadi porphyrins, dan heme. Piruvat dari jalur glikolisis dengan bantuan
enzim malic dapat langsung memasuki siklus asam sitrat. Piruvat tersebut dapat
langsung diubah menjadi malat dan kemudian langsung diubah enjadi oksaloasetat.
Oksaloasetat tersebut dapat diubah menjadi fosfoenolpiruvat (PEP) dengan bantuan
PEP
karboksilase
dan
kemudian
diubah
menjadi
glukosa
dengan
proses
glukoneogenesis. PEP juga dapat memasuki jalur metabolisme protein, yaitu dapat
diubah menjadi serin, glisin, sistein, fenilalanin, tirosin, dan triptofan. PEP dari glikolisis
dapat juga diubah lansung menjadi oksaloasetat dengan bantuan PEP karboksilase
dan PEP karboksikinase. Oksaloasetat dapat memasuki jalur metabolisme protein
yaitu dengan diubah menjadi aspartat dan arginin. Arginin kemudian diubah menjadi
pirimidin.
Transpor elektron dan fosforilasi oksidatif berlangsung dalam membran dalam
mitokondria. Proses-proses ini mereoksidasi NADH dan FADH 2 yang berasal dari
siklus asam sitrat (terletak dalam matriks mitokondria), glikolisis (terletak dalam
sitoplasma), dan oksidasi asam lemak (terletak dalam sitoplasma), dan oksidasi asam
lemak (terletak dalam matriks mitokondria), serta menangkap energi yang dilepaskan
sebagai ATP. Fosforilasi oksidatif sejauh ini merupakan sumber utama ATP dalam sel.
Pada prokariot komponen-komponen transpor elektron dan fosforilasi oksidatif terletak
dalam membran plasma. Sedangkan pada eukariot transpor elektron dan fosforilasi
oksidatif berlangsung di membran dalam.
Sistem ekskresi adalah sistem pengeluaran zat-zat metabolisme yang tidak
berguna bagi tubuh dari dalam tubuh seperti menghembuskan gas CO 2, berkeringat,
dan buang air kecil. Sistem ekskresi membantu memelihara homeostasis dengan tiga
cara yaitu melakukan osmoregulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, dan mengatur
konsentrasi sebagian besar penyusun cairan tubuh. Fungsi sistem ekskresi antara lain
adalah membuang limbah yang tidak berguna dan beracun dari dalam tubuh, mengatur
konsentrasi dan volume cairan tubuh (osmoregulasi), mempertahankan temperatur
tubuh dalam kisaran normal (termoregulasi), dan homeostasis (Buttle et al 1995).
Alat ekskresi pada ikan terdiri dari insang yang mengeluarkan CO2, kulit yang
mengeluarkan lendir sehingga tubuh ikan licin dan mempermudah gerakan dalam air,
dan sepasang ginjal yang mengeluarkan urin. Dua tipe ginjal pada ikan adalah
pronefros dan mesonefros. Ginjal pronefros adalah paling primitif meski terdapat pada
perkembangan embrional sebagian besar ikan, tetapi saat dewasa tidak fungsional,
fungsinya akan digantikan oleh mesonefros. Hati juga berperan penting membantu
ginjal dengan mengubah amonia menjadi urea dan merombak zat-zat kimia yang
beracun. Hati menghasilkan protein plasma dan lemak. Darah dari usus mengalir ke
dalam hati sebelum didistribusikan ke seluruh bagian tubuh, hal tersebut yang
menyelaraskan kandungan zat-zat kimia dalam darah (Buttle et al 1995).
Pembuangan sampah merupakan homeostasis yang penting dalam memelihara
keseimbangan air dan zat-zat terlarut. Metabolisme menghasilkan sejumlah hasil
samping yang bersifat toksik, khususnya yang mengandung nitrogen sebagai hasil
perombakan
protein
dan
asam
nukleat.
Hewan
seperti
ikan
juga
harus
mengekskresikan sampah-sampah metabolisme tersebut kalau tidak ingin meracuni
tubuhnya. Kebanyakan hewan air mengeluarkan sampah bernitrogen dalam bentuk
amoniak. Pada hewan air, amonia berdifusi keluar sel lalu keluar tubuhnya dan melalui
kulit. Pengeluaran urea membutuhkan banyak sekali pasokan air karena normalnya
dikeluarkan dalam larutan (Buttle et al 1995).
Amonia sangat beracun jika disimpan di dalam tubuh, karena mudah larut di
dalam air dan berdifusi sangat cepat melalui membran sel-sel. Amonia (NH 3) dibentuk
ketika kelompok amino (-NH2) dilepas dari protein dan asam nukleat.
Pada ikan
amonia diekskresikan melalui insang. Amonia tidak dapat segera berdifusi di udara.
Karena bersifat racun, amonia harus diekskresikan dalam jumlah besar dalam larutan
yang encer (Buttle et al 1995). Ikan mengekskresikan urea. Urea dihasilkan sewaktu
pemecahan protein pada hati vertebrata dan diangkut dalam sirkulasi ke organ
ekskresi yaitu ginjal. Reaksi yang dikenal adalah siklus urea (Wilkie 2002).
Pada siklus urea satu nitrogen berasal dari amonium, sedangkan yang kedua
berasal dari aspartat. Karbon berasal dari CO 2. Sintesis urea memerlukan
pembentukan karbomil fosfat dan empat reaksi enzim pada siklus urea. Beberapa
reaksi berlangsung dalam mitokondria dan beberapa reaksi lainnya dalam sitoplasma.
Amonium berasal dari glutamat melalui glutamat dehidrogenase atau dalam bentuk
bebas dari darah, dan HCO3 berasal dari respirasi. Urea sangat mudah larut dalam air.
Kadar racun urea lebih rendah 100.000 kali dibandingkan dengan amonia, dengan
demikian dapat disimpan di dalam tubuh berbentuk cairan yang pekat dan dikeluarkan
dengan kehilangan air yang relatif kecil (Wilkie 2002).
Hewan laut kebanyakan osmokonformer yaitu konsentrasi cairan tubuhnya sama
dengan konsentrasi air laut. Konsentrasi ion-ion tertentu di dalam cairan tubuh ada
yang berbeda dengan yang ada pada air laut. Seperti konsentrasi ion K + di dalam sel
harus lebih tinggi daripada yang ada di dalam air laut, sehingga perlu adanya energi
untuk memelihara konsentrasi ion. Semua ikan air tawar dan ikan air laut memiliki
cairan tubuh dengan zat-zat terlarut yang memiliki konsentrasi berbeda dengan yang
ada di lingkungannya. Menggunakan energi untuk mengendalikan kekurangan atau
kelebihaan air, dan disebut osmoregulator. Osmoregulator adalah hewan yang
melakukan osmoregulasi yaitu kemampuan makhluk hidup mengendalikan kelebihan
atau kekurangan air berikut zat-zat terlarut di dalam cairan tubuhnya. Ikan air tawar
memiliki konsentrasi zat-zat terlarut pada cairan tubuhnya sangat berbeda dengan
konsentrasi yang ada di lingkungan. Di dalam cairan tubuh konsentrasi zat-zat terlarut
lebih tinggi daripada konsentrasi zat-zat terlarut yang ada di lingkungan. Hal itu
menimbulkan masalah osmotik, karena secara osmosis air berpindah dari larutan yang
konsentrasi zat terlarutnya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi. Secara
konstan ikan kemasukan air dari lingkungan (Romano dan Zeng 2012).
Ikan air tawar memperoleh kelebihan air melalui permukaan tubuhnya,
khususnya melalui insang. Ikan air tawar mengalami kehilangan zat-zat terlarut yang
ada di dalam urinnya (sampah yang dihasilkan dalam sistem ekskresi). Ikan air tawar
mempertahankan kandungan air dan zat-zat terlarut tersebut melibatkan kerja tiga
sistem organ. Sistem pencernaan mengambil ion-ion dari makanan, insang (pada
proses respirasi) juga mengambil ion-ion garam, khususnya Na+ dan Cl-. Ginjal (pada
sistem ekskresi) bekerja secara konstan menghasilkan urin encer dalam jumlah
banyak (kadar zat terlarut pada urin lebih rendah dibandingkan dengan yang ada pada
cairan tubuh). Melalui pengeluaran urin yang encer tersebut, ikan air tawar membuang
kelebihan air dan mempertahankan zat-zat yang diperlukan (Romano dan Zeng 2012).
Ikan air laut menghadapi masalah osmoregulasi kebalikan dari ikan air tawar.
Cairan tubuh ikan ini konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada air laut. Ikan air
laut kehilangan air karena osmosis melalui permukaan tubuhnya. Namun air yang
hilang itu diganti dengan meminum air laut. Kelebihan garam dibuang dengan cara
memompa ion-ion garam keluar melalui insang. Untuk mempertahankan kandungan air
dan mengeluarkan sebagian garam dilakukan dengan menghasilkan sedikit urin yang
mengandung ion-ion tertentu. Kebanyakan ikan hanya memiliki sedikit toleransi
terhadap perubahan konsentrasi zat-zat terlarut pada cairan disekelilingnya (Romano
dan Zeng 2012).
Gambar 1 Osmoregulasi pada ikan air tawar yaitu ikan Mas (Cyprinus carpio)
Seperti pada Gambar 1 merupakan proses osmoregulasi pada ikan Mas
(Cyiprinus carpio). Ikan Mas (Cyprinus carpio) merupakan ikan yang memiliki habitat di
air tawar, sehingga kemampuan dalam tubuhnya untuk menjaga homeostasisnya
adalah dengan berperan sebagai osmoregulator yaitu melakukan osmoregulasi
(kemampuan makhluk hidup mengendalikan kelebihan dan kekurangan air berikut zatzat terlarut di dalam cairan tubuhnya). Ikan Mas mengalami sistem ekskresi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti amonia, urea, maupun dalam bentuk
feses. Urine yang dihasilkan oleh ikan Mas encer karena kandungan pada urine lebih
rendah jika dibandingkan dengan kandungan dalam cairan tubuhnya. Hal tersebut
terjadi karena ikan Mas mengeluarkan banyak air dan mempertahankan zat-zat yang
dibutuhkan dalam tubuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buttle LG, Uglow, Cowx IG. 1995. Effect of dietary protein on the nitrogen excretion
and growth of the African catfish, Clarias Gariepinus. Aquat Living Resour.
Volume (8): 407-414.
Kumar V, Akinleye AO, Makkar HPS, Angulo-Escalante MA, Becker K. 2010. Growth
performance and metabolic efficiency in Nila tilapia (Oreochromis niloticus L.)
fed on a diet containing Jatropha platyphylla kernel meal as a protein source.
Ngili Y. 2009. Biokimia: Metabolisme dan Bioenergitika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Romano N dan Zeng Chaoshu. 2012. Osmoregulation in decapod crustaceans:
implications to aquaculture productivity,
NRP
: C34100007
REVIEW JOURNAL: SISTEM METABOLISME DAN EKSKRESI
Metabolisme merupakan proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh
makhluk hidup atau sel (Kumar et al. 2010). Metabolisme disebut juga reaksi
enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim. Proses
metabolisme dibagi menjadi dua yaitu anabolisme dan katabolisme. Anabolisme
adalah proses pembentukan molekul yang kompleks dengan menggunakan energi
tinggi seperti fotosintesis, kemosintesis, sintesis lemak, dan sintesis protein.
Katabolisme adalah reaksi pemecahan senyawa kimia kompleks yang mengandung
energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah.
Tujuan utama dari katabolisme adalah untuk membebaskan energi yang terkandung di
dalam senyawa sumber. Pembongkaran zat dalam lingkungan cukup oksigen atau
aerob disebut dengan proses respirasi, apabila lingkungan tanpa oksigen atau anaerob
disebut dengan fermentasi (Ngili 2009).
Ikan merupakan makhluk hidup yang mengalami proses metabolisme, seperti
contohnya ikan Mas (Cyprinus carpio). Proses metabolisme yang terjadi seperti
sintesis lemak, sintesis protein, dan katabolisme terjadinya reaksi pembongkaran
glukosa (Kumar et al. 2010). Lemak dapat disintesis dari karbohidrat dan protein,
karena dalam metabolisme ketiga zat tersebut bertemu dalam daur krebs. Lemak
dapat dibentuk dari protein dan karbohidrat, karbohidrat dapat dibentuk dari lemak dan
protein, dan seterusnya. Sintesis lemak dari karbohidrat adalah :
(i) Glukosa diurai menjadi asam piruvat
Gliserol
(ii) Glukosa diubah
Gula fosfat
Asetil Ko-A
Asam lemak
(iii) Gliserol + Asam lemak
Lemak
Sintesis lemak dari protein adalah diawali dengan deaminasi lalu memasuki daur
Krebs. Protein diubah menjadi asam amino dengan bantuan enzim protease. Asam
amino terurai menjadi asam piruvat, selanjutnya asam piruvat diubah menjadi gliserol.
Setelah terbentuk gliserol lalu diubah menjadi fosfogliseroldehid, lalu fosfogliseroldehid
dengan asam lemak akan mengalami esterifikasi membentuk lemak. Lemak berperan
sebagai sumber tenaga atau kalori cadangan (Ngili 2009).
Sintesis protein yang berlangsung di dalam sel melibatkan DNA, RNA, dan
ribosom. Penggabungan molekul-molekul asam amino dalam jumlah besar akan
membentuk molekul polipeptida. Pada dasarnya protein adalah polipeptida. Sintesis
protein dalam sel dapat terjadi karena pada inti sel terdapat suatu zat atau substansi
yang berperan penting sebagai pengatur sintesis protein. Substansi-substansi tersebut
adalah DNA dan RNA. Proses sintesis protein dapat dibedakan menjadi dua tahap.
Tahap pertama adalah transkripsi yaitu pencetakan RNAd oleh DNA yang berlangsung
di dalam inti sel. Tahap kedua adalah translasi yaitu penerjemahan kode genetik yang
dibawa RNAd oleh RNAt (Vazquez 1973).
Katabolisme merupakan pembongkaran senyawa kompleks yang mengandung
energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah.
Seperti proses respirasi, proses ini memerlukan lingkungan yang cukup oksigen.
Proses respirasi terjadi secara aerobik. Respirasi adalah suatu proses pembebasan
energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses kimia dengan
menggunakan oksigen. Dari proses respirasi akan menghasilkan energi kimia ATP
untuk kegiatan kehidupan seperti sintesis (anabolisme), gerak, dan pertumbuhan
(Regnault 1980). Contohnya adalah respirasi pada glukosa, reaksi sederhananya
adalah sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2
(glukosa)
6 H2O + 6 CO2 + Energi
Reaksi pembongkaran glukosa menjadi 6 H2O + 6 CO2 + Energi melalui tiga
tahapan yaitu tahap glikolisis, daur krebs, dan transpor elektron respirasi. Jalur
glikolisis terbagi menjadi dua fase yaitu fase investasi energi dan fase produksi energi.
Fase investasi energi adalah proses perubahan glukosa menjadi glukosa 6-fosfat
dengan bantuan satu molekul ATP. Glukosa 6-fosfat kemudian diubah menjadi fruktosa
6-fosfat yang kemudian diubah lagi menjadi fruktosa 1,6-bifosfat dengan bantuan satu
molekul ATP. Fruktosa 1,6-bifosfat diubah menjadi gula fosfat yang memili 3 atom
karbon, yaitu gliseraldehid 3-fosfat
dan dihidroksiaseton fosfat. Selanjutnya yang
digunakan pada tahap glikolisis adalah gliseraldehid 3-fosfat.
Fase produksi energi gliseraldehid 3-fosfat yang dihasilkan dari fase investasi
energi kemudian mengalami oksidasi dan fosforilasi menjadi 2 molekul 1,3bifosfogliserat. Pada tahap ini 2 atom P berikatan dengan 2 atom NAD + membentuk 2
NADH
dan
H+.
Masing-masing
molekul
1,3-bifosfigliserat
tersebut
kemudian
mengalami fosforilasi tingkat substrat menjadi 3-fosfogliserat. Pada tahap ini dihasilkan
2 molekul ATP. Masing-masing molekul 3-fosfogliserat diubah menjadi 2-fosfogliserat
dan kemudian diubah menjadi 2 molekul fosfoenolpiruvat. Pada tahap tersebut
dihasilkan 2 H2O. Dua molekul fosfoenolpiruvat kemudian diubah menjadi 2 molekul
piruvat melalui proses fosforilasi tingkat substar dan dihasilkan 2 molekul ATP.
Kesimpulan dari jalur glikolisis adalah dihasilkan 2 piruvat + 2 NADH + 4 ATP + 2 H2O.
Rantai respirasi tidak berjalan pada glikolisis anaerob sehingga NADH + H + yang
dihasilkan tidak dapat dibentuk kembali menjadi NAD+ lewat rantai respirasi, padahal
NAD+ harus selalu tersedia untuk kelangsungan glikolisis (Regnault 1980). Untuk
mengatasinya, NADH + H+ akan dibentuk menjadi NAD+ dengan bantuan enzim laktat
dehidrogenasw (LDH) yang akan mengubah piruvat menjadi laktat. Selain menjadi
laktat, dalam keadaan anaerob piruvat juga bida diubah menjadi etanol. Proses yang
berlangsung adalah piruvat diubah menjadi asetaldehid dengan cara membebaskan
CO2 dan bantuan piruvat dekarboksilase dan kemudian asetaldehid diubah menjadi
etanol dengan menggunakan NADH dengan bantuan alkohol dehidrogenase. Laktat
yang terdapat di dalam jaringan sewaktu-waktu dapat diubah kembali menjadi glukosa
melalui siklus Cori. Prosesnya adalah laktat di dalam jaringan masuk ke dalam darah
dan diangkut ke hati. Di hati, laktat diubah menjadi piruvat yang kemudian diubah lagi
menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis.
Tahap kedua adalah siklus asam sitrat atau siklus (daur) krebs. Siklus asam sitrat
terdiri dari dua fase, yaitu fase pemasukan dan pelepasan dua atom C dan fase
regemerasi oksaloasetat. Piruvat yang dihasilkan dari jalur glikolisis diubah menjadi
asetil-CoA yang kemudian bergabung dengan oksaloasetat membantuk sitrat dan
kemudian mengalami hidrasi membentuk isositrat. Isositrat mengalami dekarboksilase
oksidatif dan seterusnya menghasilkan α-ketoglutarat. Kemudian α-ketoglutarat
mengalami dekarboksilase oksidatif menbetuk suksinil-CoA. Suksinil-CoA diubah
menjadi suksinat dengan proses fosforilasi tingkat substrat. Suksinat kemudian
mengalami
dehidrogenase
membentuk
malat.
Malat
membentuk
kemudian
fumarat,
fumarat
mengalami
mengalami
dehidrogenase
hidrasi
membentuk
oksaloasetat kembali. Dari serangkaian siklus asam sitrat ini dihasilkan NADH, FADH 2,
dan GTP/ATP.
Siklus asam sitrat merupakan sumber intermediet untuk kegiatan anabolisme
lainnya. Sitrat yang dihasilkan juga masuk ke dalam metabolisme lipid yaitu menjadi
asam lemak dan sterol, α-ketoglutarat dapat memasuki jalur metabolisme protein, yaitu
diubah menjadi glutamate, kemudian glutamate diubah menjadi glutamine, prilin, dan
arginin, atau glutamate juga dapat langsung diubah menjadi purin. Suksisnil CoA
diubah menjadi porphyrins, dan heme. Piruvat dari jalur glikolisis dengan bantuan
enzim malic dapat langsung memasuki siklus asam sitrat. Piruvat tersebut dapat
langsung diubah menjadi malat dan kemudian langsung diubah enjadi oksaloasetat.
Oksaloasetat tersebut dapat diubah menjadi fosfoenolpiruvat (PEP) dengan bantuan
PEP
karboksilase
dan
kemudian
diubah
menjadi
glukosa
dengan
proses
glukoneogenesis. PEP juga dapat memasuki jalur metabolisme protein, yaitu dapat
diubah menjadi serin, glisin, sistein, fenilalanin, tirosin, dan triptofan. PEP dari glikolisis
dapat juga diubah lansung menjadi oksaloasetat dengan bantuan PEP karboksilase
dan PEP karboksikinase. Oksaloasetat dapat memasuki jalur metabolisme protein
yaitu dengan diubah menjadi aspartat dan arginin. Arginin kemudian diubah menjadi
pirimidin.
Transpor elektron dan fosforilasi oksidatif berlangsung dalam membran dalam
mitokondria. Proses-proses ini mereoksidasi NADH dan FADH 2 yang berasal dari
siklus asam sitrat (terletak dalam matriks mitokondria), glikolisis (terletak dalam
sitoplasma), dan oksidasi asam lemak (terletak dalam sitoplasma), dan oksidasi asam
lemak (terletak dalam matriks mitokondria), serta menangkap energi yang dilepaskan
sebagai ATP. Fosforilasi oksidatif sejauh ini merupakan sumber utama ATP dalam sel.
Pada prokariot komponen-komponen transpor elektron dan fosforilasi oksidatif terletak
dalam membran plasma. Sedangkan pada eukariot transpor elektron dan fosforilasi
oksidatif berlangsung di membran dalam.
Sistem ekskresi adalah sistem pengeluaran zat-zat metabolisme yang tidak
berguna bagi tubuh dari dalam tubuh seperti menghembuskan gas CO 2, berkeringat,
dan buang air kecil. Sistem ekskresi membantu memelihara homeostasis dengan tiga
cara yaitu melakukan osmoregulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, dan mengatur
konsentrasi sebagian besar penyusun cairan tubuh. Fungsi sistem ekskresi antara lain
adalah membuang limbah yang tidak berguna dan beracun dari dalam tubuh, mengatur
konsentrasi dan volume cairan tubuh (osmoregulasi), mempertahankan temperatur
tubuh dalam kisaran normal (termoregulasi), dan homeostasis (Buttle et al 1995).
Alat ekskresi pada ikan terdiri dari insang yang mengeluarkan CO2, kulit yang
mengeluarkan lendir sehingga tubuh ikan licin dan mempermudah gerakan dalam air,
dan sepasang ginjal yang mengeluarkan urin. Dua tipe ginjal pada ikan adalah
pronefros dan mesonefros. Ginjal pronefros adalah paling primitif meski terdapat pada
perkembangan embrional sebagian besar ikan, tetapi saat dewasa tidak fungsional,
fungsinya akan digantikan oleh mesonefros. Hati juga berperan penting membantu
ginjal dengan mengubah amonia menjadi urea dan merombak zat-zat kimia yang
beracun. Hati menghasilkan protein plasma dan lemak. Darah dari usus mengalir ke
dalam hati sebelum didistribusikan ke seluruh bagian tubuh, hal tersebut yang
menyelaraskan kandungan zat-zat kimia dalam darah (Buttle et al 1995).
Pembuangan sampah merupakan homeostasis yang penting dalam memelihara
keseimbangan air dan zat-zat terlarut. Metabolisme menghasilkan sejumlah hasil
samping yang bersifat toksik, khususnya yang mengandung nitrogen sebagai hasil
perombakan
protein
dan
asam
nukleat.
Hewan
seperti
ikan
juga
harus
mengekskresikan sampah-sampah metabolisme tersebut kalau tidak ingin meracuni
tubuhnya. Kebanyakan hewan air mengeluarkan sampah bernitrogen dalam bentuk
amoniak. Pada hewan air, amonia berdifusi keluar sel lalu keluar tubuhnya dan melalui
kulit. Pengeluaran urea membutuhkan banyak sekali pasokan air karena normalnya
dikeluarkan dalam larutan (Buttle et al 1995).
Amonia sangat beracun jika disimpan di dalam tubuh, karena mudah larut di
dalam air dan berdifusi sangat cepat melalui membran sel-sel. Amonia (NH 3) dibentuk
ketika kelompok amino (-NH2) dilepas dari protein dan asam nukleat.
Pada ikan
amonia diekskresikan melalui insang. Amonia tidak dapat segera berdifusi di udara.
Karena bersifat racun, amonia harus diekskresikan dalam jumlah besar dalam larutan
yang encer (Buttle et al 1995). Ikan mengekskresikan urea. Urea dihasilkan sewaktu
pemecahan protein pada hati vertebrata dan diangkut dalam sirkulasi ke organ
ekskresi yaitu ginjal. Reaksi yang dikenal adalah siklus urea (Wilkie 2002).
Pada siklus urea satu nitrogen berasal dari amonium, sedangkan yang kedua
berasal dari aspartat. Karbon berasal dari CO 2. Sintesis urea memerlukan
pembentukan karbomil fosfat dan empat reaksi enzim pada siklus urea. Beberapa
reaksi berlangsung dalam mitokondria dan beberapa reaksi lainnya dalam sitoplasma.
Amonium berasal dari glutamat melalui glutamat dehidrogenase atau dalam bentuk
bebas dari darah, dan HCO3 berasal dari respirasi. Urea sangat mudah larut dalam air.
Kadar racun urea lebih rendah 100.000 kali dibandingkan dengan amonia, dengan
demikian dapat disimpan di dalam tubuh berbentuk cairan yang pekat dan dikeluarkan
dengan kehilangan air yang relatif kecil (Wilkie 2002).
Hewan laut kebanyakan osmokonformer yaitu konsentrasi cairan tubuhnya sama
dengan konsentrasi air laut. Konsentrasi ion-ion tertentu di dalam cairan tubuh ada
yang berbeda dengan yang ada pada air laut. Seperti konsentrasi ion K + di dalam sel
harus lebih tinggi daripada yang ada di dalam air laut, sehingga perlu adanya energi
untuk memelihara konsentrasi ion. Semua ikan air tawar dan ikan air laut memiliki
cairan tubuh dengan zat-zat terlarut yang memiliki konsentrasi berbeda dengan yang
ada di lingkungannya. Menggunakan energi untuk mengendalikan kekurangan atau
kelebihaan air, dan disebut osmoregulator. Osmoregulator adalah hewan yang
melakukan osmoregulasi yaitu kemampuan makhluk hidup mengendalikan kelebihan
atau kekurangan air berikut zat-zat terlarut di dalam cairan tubuhnya. Ikan air tawar
memiliki konsentrasi zat-zat terlarut pada cairan tubuhnya sangat berbeda dengan
konsentrasi yang ada di lingkungan. Di dalam cairan tubuh konsentrasi zat-zat terlarut
lebih tinggi daripada konsentrasi zat-zat terlarut yang ada di lingkungan. Hal itu
menimbulkan masalah osmotik, karena secara osmosis air berpindah dari larutan yang
konsentrasi zat terlarutnya rendah ke larutan yang konsentrasinya tinggi. Secara
konstan ikan kemasukan air dari lingkungan (Romano dan Zeng 2012).
Ikan air tawar memperoleh kelebihan air melalui permukaan tubuhnya,
khususnya melalui insang. Ikan air tawar mengalami kehilangan zat-zat terlarut yang
ada di dalam urinnya (sampah yang dihasilkan dalam sistem ekskresi). Ikan air tawar
mempertahankan kandungan air dan zat-zat terlarut tersebut melibatkan kerja tiga
sistem organ. Sistem pencernaan mengambil ion-ion dari makanan, insang (pada
proses respirasi) juga mengambil ion-ion garam, khususnya Na+ dan Cl-. Ginjal (pada
sistem ekskresi) bekerja secara konstan menghasilkan urin encer dalam jumlah
banyak (kadar zat terlarut pada urin lebih rendah dibandingkan dengan yang ada pada
cairan tubuh). Melalui pengeluaran urin yang encer tersebut, ikan air tawar membuang
kelebihan air dan mempertahankan zat-zat yang diperlukan (Romano dan Zeng 2012).
Ikan air laut menghadapi masalah osmoregulasi kebalikan dari ikan air tawar.
Cairan tubuh ikan ini konsentrasi zat terlarutnya lebih rendah daripada air laut. Ikan air
laut kehilangan air karena osmosis melalui permukaan tubuhnya. Namun air yang
hilang itu diganti dengan meminum air laut. Kelebihan garam dibuang dengan cara
memompa ion-ion garam keluar melalui insang. Untuk mempertahankan kandungan air
dan mengeluarkan sebagian garam dilakukan dengan menghasilkan sedikit urin yang
mengandung ion-ion tertentu. Kebanyakan ikan hanya memiliki sedikit toleransi
terhadap perubahan konsentrasi zat-zat terlarut pada cairan disekelilingnya (Romano
dan Zeng 2012).
Gambar 1 Osmoregulasi pada ikan air tawar yaitu ikan Mas (Cyprinus carpio)
Seperti pada Gambar 1 merupakan proses osmoregulasi pada ikan Mas
(Cyiprinus carpio). Ikan Mas (Cyprinus carpio) merupakan ikan yang memiliki habitat di
air tawar, sehingga kemampuan dalam tubuhnya untuk menjaga homeostasisnya
adalah dengan berperan sebagai osmoregulator yaitu melakukan osmoregulasi
(kemampuan makhluk hidup mengendalikan kelebihan dan kekurangan air berikut zatzat terlarut di dalam cairan tubuhnya). Ikan Mas mengalami sistem ekskresi
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti amonia, urea, maupun dalam bentuk
feses. Urine yang dihasilkan oleh ikan Mas encer karena kandungan pada urine lebih
rendah jika dibandingkan dengan kandungan dalam cairan tubuhnya. Hal tersebut
terjadi karena ikan Mas mengeluarkan banyak air dan mempertahankan zat-zat yang
dibutuhkan dalam tubuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buttle LG, Uglow, Cowx IG. 1995. Effect of dietary protein on the nitrogen excretion
and growth of the African catfish, Clarias Gariepinus. Aquat Living Resour.
Volume (8): 407-414.
Kumar V, Akinleye AO, Makkar HPS, Angulo-Escalante MA, Becker K. 2010. Growth
performance and metabolic efficiency in Nila tilapia (Oreochromis niloticus L.)
fed on a diet containing Jatropha platyphylla kernel meal as a protein source.
Ngili Y. 2009. Biokimia: Metabolisme dan Bioenergitika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Romano N dan Zeng Chaoshu. 2012. Osmoregulation in decapod crustaceans:
implications to aquaculture productivity,