BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKECAMBAHAN - Penentuan pH dan Suhu Optimum untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap Hidrolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERKECAMBAHAN
Perkecambahan (germination) merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal berkembang dari tahap embrionik di dalam biji. Tahap perkembangan ini disebut perkecambahan dan merupakan satu tahap kritis dalam kehidupan tumbuhan.
Kecambah biasanya dibagi menjadi tiga bagian utama: radikula (akar embrio), hipokotil, dan kotiledon (daun lembaga). Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia.
Tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimililasi dari bahan- bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menghasilkan energi baru, pembentukan komponen dan pertumbuhan sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sementara penyerapan air oleh benih terjadi pada tahap pertama biasanya berlangsung sampai jaringan mempunyai kandungan air 40 – 60 % (atau 67 – 150 % atas dasar berat kering). Dan akan meningkat lagi pada saat munculnya radikula sampai jaringan penyimpanan dan kecambah yang sedang tumbuh mempunyai kandungan air 70 - 90 %.(Sutopo,L., 2002)
Ada sedikitnya tanaman Angiospermae yang dimana terjadi proses perkembangan zigot menjadi tanaman dewasa secara terus menerus. Perkecambahan atau pertumbuhan terbuka dari embrio biji dapat terjadi setelah periode dormansi. Bagaimanapun, sebelum perkecambahan terjadi, kondisi eksternal harus disesuaikan. Hal yang paling penting adalah kelembapan, oksigen dan suhu. dari perkecambahan. Air membantu lapisan biji dan memfasilitasi pergerakan oksigen ke dalam biji sehingga air merupakan media dimana material berpindah dari satu bagian biji ke bagian lainnya yang dibutuhkan tumbuhan seperti pencernaan makanan dan pernafasan. Jika kecukupan kuantitas oksigen tidak terpenuhi, respirasi akan dikurangi dan energi yang diperlukan untuk menumbuhkan embrio berkurang. Jarak temperatur untuk perkecambahan bervariasi, namun perkecambahan biji yang terbaik terjadi pada suhu 65 F sampai 83 F. (Johnson,W.H., 1995).
Dormansi adalah masa istirahat, artinya kemampuan biji untuk menangguhkan perkecambahannya sampai pada saat dan tempat yang mengguntungkan baginya untuk tumbuh.Hal yang menyebabkan terjadinya dormansi yaitu adanya rudimentary embryo. Di dalam keadaan seperti ini, embrio belum mencapai tahap kematangan (immature embryo) sehingga memerlukan waktu untuk siap berkecambah.
Faktor lain yang cukup menentukan terhadap keberhasilan perkecambahan adalah faktor kematangan biji (seed maturity).Hubungan antara faktor kematangan biji dengan persentase perkecambahan, telah dilakukan penelitian oleh Kinch dan Termunde (1957) pada biji Perenial Sow Thistle dan Canada Thistle. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persentase perkecambahan yang paling tinggi
(83 %) untuk biji yang diambil pada 9 hari setelah berbunga. Sedangkan untuk Canada Thistle yaitu 90% untuk biji yang diambil pada 10 hari setelah berbunga.
. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan yaitu air, udara, temperatur, cahaya, dan zat kimia yang mendukung pada proses perkecambahan.Air adalah salah satu faktor lingkungan yang sangat diperlukan dalam perkecambahan. Adanya air sangat penting untuk aktivitas enzim dan penguraiannya, translokasi dan untuk keperluan fisiologis lainnya.
Faktor lingkungan lain yang berpengaruh dalam proses perkecambahan yaitu udara. Udara terdiri dari 20 % oksigen, 0,03 % karbon dioksida, dan 80 % nitrogen. Adanya oksigen di dalam proses respirasi pada perkecambahan, sangat berpengaruh. perkecambahan.
Hubungannya dengan temperatur, perkecambahan memerlukan temperatur yang optimum, yaitu temperatur yang dapat mengakibatkan persentase perkecambahan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Perlu dikemukakan disini bahwa temperatur minimum, optimum, dan maksimum dikenal dengan temperatur kardinal. Menurut Copeland (1976), temperatur optimum bagi
C, sedangkan untuk temperatur maksimum yaitu 35 - perkecambahan sekitar 15 -30
40 C.
Cahaya adalah faktor lingkungan lain yang menentukan kemampuan biji berkecambah. Penelitian pengaruh cahaya terhadap perkecambahan telah dilakukan oleh Borthwick et al (1952) dan Flint (1936) pada biji lettuce .(Abidin,Z. 1991)
2.2 PERKECAMBAHAN BIJI KELAPA SAWIT Kelapa sawit merupakan tumbuhan pohon dengan tinggi dapat mencapai 24 meter.
Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buah yang masak berwarna merah kehitaman dengan daging buah padat. Daging dan kulit buah mengandung minyak yang dapat diolah menjadi produk sebagai bahan makanan dan kosmetik. Ampasnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak dan tempurungnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Secara taksonomi, tanaman kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut : Kingdom : Tumbuhan Divisi : Magnoliophyta Kelas : Lliliopsida Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Jenis : Elaeis Spesies : E. Guineensis
( Sumber : Diah Muliad,Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan,2009)
Gambar 2.1 Buah kelapa sawitPada saat ini, telah dikenal beberapa varietas unggul kelapa sawit yang dianjurkan untk ditanam di perkebunan. Varietas-varietas unggul tersebut dihasilkan melalui hibridisasi atau persilangan buatan antara varietas Dura sebagai induk betina dengan varietas Pisifera sebagai induk jantan. Dari hasil pengujian varietas-varietas tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan varietas lainnya. Sebagai contoh persilangan buatan varietas unggul kelapa sawit yaitu : persilangan antara Dura Deli Marihat 434 D dengan Pisifera Yangambi L718T. (Swadaya,P., 2001). Perkecambahan biji kelapa sawit adalah proses yang lambat sepanjang tahun, dalam pembibitan modern, hal yang pertama dilakukan adalah biji dipanaskan pada suhu
38 C sampai 40 C selama 40 hari dan direndam dengan air untuk mencapai kondisi yang lembab, (Hussey,G.,1958) Prosedur ini meniru kondisi natural di Negara Afrika Barat yang merupakan
Negara asal tanaman kelapa sawit dimana biji kelapa sawit berkecambah pada saat musim penghujan pada permulaan yang diikuti dengan musim kemarau yang berkepanjangan, sehingga agar proses perkecambahan dapat terjadi dibutuhkan perlakuan panas sebelumnya.(Rees,A.R.,1962).
Pada saat berkecambah, embrio pecah dan siap untuk membentuk pori berkembang menjadi plumula (pucuk daun) dan radikula (akar). Aktivitas enzim lipase terdapat pada saat biji mengalami masa dormansi dan pada saat biji mengalami proses perkecambahan pada biji Jatropha curcas L. (Abigor, 2002).
Pada saat yang sama, embrio akan membentuk struktur kotiledon yang disebut dengan haustorium.(Boatman,S.G.; Crumble,W.M., 1958). Haustorium adalah struktur berongga yang saling membelit pada poros biji. Pada saat biji tumbuh, haustorium akan mengelilingi endosperm yang pecah dan menyerapnya. Sehingga setelah tiga bulan, haustorium akan mengisi rongga biji. Setelah itu, daun pertama akan muncul setelah 20 sampai 40 hari.(Corley,R.H.V.,1976).
Gambar 2.2 Kecambah biji kelapa sawitKeterangan :A. Kecambah biji segar ; B. Kecambah berumur 7 hari; C. Penampang kecambah biji; D. Kecambah berumur 14 hari; ar=penyokong akar, c=tudung kecambah; e=embrio; en=endosperm; f=serat penyumbat; g=pori kecambah; h=haustorium; pl=plumula; r=radikula; s=cangkang.
(Stumpf,P.K., 1983)
2.3. ENZIM
Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.
Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada kata yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim.(Winarno,1983)
Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. Sebagai contoh, jika suatu enzim didihkan dengan asam kuat atau diinkubasi dengan tripsin, yaitu perlakuan yang memotong rantai polipeptida, aktivitas katalitiknya biasanya akan hancur ; hal ini memperlihatkan bahwa struktur kerangka primer protein enzim dibutuhkan untuk aktivitasnya. Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-kira 12000 sampai lebih dari 1000000.(Lehninger,1997).
Molekul protein terdiri dari ribuan atom. Satuan dasar penyusun protein adalah asam amino. Setiap molekul asam amino paling tidak mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, serta kadang juga mengandung belerang. Sintesis protein merupakan proses perangkaian asam-asam amino sehingga membentuk suatu rantai panjang.
Rantai asam amino ini disebut dengan polipeptida. Molekul protein dapat terdiri dari 1 atau lebih rantai polipeptida dimana masing-masing rantai polipeptida terdiri dari ratusan unit asam amino. Komposisi dan ukuran setiap molekul protein tergantung pada asam-asam amino penyusunnya .Umumnya pada setiap molekul protein dapat dijumpai 18-20 jenis asam amino. Protein tumbuhan umumnya mempunyai berat molekul lebih dari 40000g/mol.(Lakitan,B.,2011)
Enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja. Suatu enzim ukuran yang lebih besar daripada substratnya. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat, bagian enzim yang mengadakan hubungan dengan substrat disebut bagian aktif daripada enzim.
8
11
dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 10 sampai 10 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. (Poedjiadi, 1994).
2.3.1. Sifat – Sifat Enzim
1. Spesifitas Aktivitas enzim sangat spesifik. Pada umumnya enzim tertentu hanya dapat mengkatalisis satu reaksi. Sebagai contoh, laktase menghidrolisis gula laktosa tetapi tidak berpengaruh terhadap disakarida yang lain. Hanya molekul laktosa saja yang akan sesuai dalam sisi aktif molekul.
2. Pengaruh suhu Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimalnya adalah antara
o o
35 C dan 40
C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang.
3. Pengaruh pH Masing – masing reaksi yang dikatalisis oleh enzim paling cepat terjadi pada pH yang tertentu. Untuk kebanyakan enzim pH optimal adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi.
4. Ko-enzim dan aktivator Enzim sering kali memerlukan bantuan substansi lain agar berfungsi secara efektif. Ko-enzim adalah substansi bukan protein yang mengaktifkan enzim (Gaman, 1992).
2.3.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
1.Pengaruh Suhu Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan suhu optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang berkurang (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 18-23 C atau maksimal 40 C karena pada suhu 45 C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu bentuk protein. (Tranggono,B.S.,1989)
Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994). Peningkatan temperatur dapat meningkatkan kecepatan reaksi karena molekul atom mempunyai energi yang lebih besar dan mempunyai kecenderungan untuk berpindah. Ketika temperatur meningkat, proses denaturasi juga mulai berlangsung dan menghancurkan aktivitas molekul enzim. Hal ini dikarenakan adanya rantai protein yang tidak terlipat setelah pemutusan ikatan yang lemah sehingga secara keseluruhan kecepatan reaksi akan menurun (Lee, 1992)
2.Pengaruh pH pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994). Enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus asam ataupun gugus basa terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya. Namun dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi. Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson & Fieser, 1992).
3.Konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim Katalisis terjadi hanya jika enzim dan substrat membentuk suatu kompleks. Oleh sebab itu, laju reaksi bergantung pada jumlah enzim dan substrat yang berhasil membentuk kompleks. Jika konsentrasi keduanya tinggi, jumlah kompleks yang enzim menyebabkan laju reaksi meningkat dua kali lipat. Jika kemudian substrat menjadi faktor pembatas, maka penambahan enzim selanjutnya tidak lagi mempengaruhi laju reaksi.
4.Pengaruh produk reaksi Laju reaksi enzimatik dapat diketahui dengan cara mengukur laju pengurangan substrat atau dengan laju terbentuknya produk. Dengan kedua pendekatan ini diketahui bahwa laju reaksi berlangsung semakin lama semakin lambat. Penurunan laju reaksi ini, kadang disebabkan oleh denaturasi protein selama pengukuran berlangsung, tetapi faktor lain juga berperan. Satu faktor yang paling penting adalah pengaruh dari penurunan konsentrasi substrat dan penimbunan produk reaksi.
Akumulasi produk reaksi kadang mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk menyebabkan berlangsungnya reaksi balik (reverse reaction). Ini terjadi jika potensi kimia relatif antara produk dan substrat memungkinkan. Dalam beberapa kasus, produk menghambat laju reaksi dengan cara menyatu dengan enzim sedemikian rupa sehingga pembentukan kompleks enzim-substrat terganggu.
5.Pengaruh Unsur atau Senyawa Penghambat Enzim (Inhibitor) Beberapa bahan asing dapat menghalangi efek katalitik enzim. Beberapa diantaranya adalah unsur-unsur anorganik seperti beberapa kation logam dan beberapa senyawa organik tertentu. Kedua kelompok penghambat ini dibedakan berdasarkan pengaruhnya yang bersifat kompetitif dan non-kompetitif dengan substrat.
Penghambat kompetitif umumnya mempunyai struktur mirip dengan substrat sehingga dapat berkompetisi untuk mendapatkan sisi aktif enzim. Jika penggabungan antara enzim dan penghambat terjadi, maka konsentrasi enzim yang efektif menjadi menurun, sebagai akibatnya tentu laju reaksi juga akan menurun.(Lakitan,B.,2011).
Pada tahun 1956, The International Union of Biochemistry membentuk suatu panitia untuk menyusun konsep dan mengusulkan klasifikasi dan nomenklatur enzim. Baru tahun 1961 usul tersebut diterima secara resmi.
Prinsip penamaan tersebut ternyata berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis dan enzim yang dibagi menjadi enam kelompok utama, yaitu :
1. Oksidoreduktase
Enzim oksidoreduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau reduksi suatu bahan. Dalam golongan ini terdapat 2 jenis enzim yang paling utama yaitu oksidase dan dehidrogenase.
a.
Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan molekul oksigen. Yang termasuk enzim oksidase adalah katalase, peroksidase, tirosinase, dan asam askorbat oksidase. b.
Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam pengambilan atom hidrogen dari substrat. Contohnya yaitu suksinat dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan laktat dehidrogenase.
2. Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan (transfer) suatu radikal atau gugus. Enzim yang termasuk dalam golongan ini adalah transglikosidase, transfosforilase, transaminase, dan transasetilase.
3. Hidrolase
yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim yang termasuk kedalam golongan ini adalah lipase yang menghidrolisis ikatan ester pada lemak alami menjadi gliserol dan asam lemak, glikosidase menghidrolisis ikatan glikosida dan sebagainya. Disamping itu masih banyak lagi yang termasuk enzim hidrolase, diantaranya karboksil esterase, pektin metal esterase, selulase, β-amilase, α-amilase dan invertase.
4. Liase
Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan ikatan C-O dengan tidak menggunakan melekul air. Yang termasuk dalam golongan enzim ini adalah enzim dekarboksilase.
5. Isomerase
Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi molekul substrat, sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari substrat, atau dengan perubahan isomer posisi. Yang termasuk dalam golongan ini adalah enzim fosfoheksosa isomerise atau fosfomanosa isomerise.
6. Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang mengakatlisis pembentukan ikatan - ikatan tertentu, misalnya pembentukan ikatan C-O, C-C, dan C-S dalam biosintesis ko-enzim A serta pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin ( Winarno, 1983 ).
2.4. Enzim Lipase Lipase ( E.C.3.1.1.3 ) adalah enzim yang terutama untuk hidrolisa dari asil gliserida.
Bagaimanapun jumlah berat molekul dari ester baik tinggi maupun rendah tiol ester, amida, poliol dan lain – lain, dapat diterima sebagai substrat oleh kelompok enzim lipase ini. Pencampuran dari minyak juga telah dikatalisa dengan lipase, penggunaan produk ( Gandhi, 1997 ).
Biji yang sedang berkecambah memiliki aktifitas lipolitik yang tinggi. Aktifitas lipase pada fraksi kecambah tiga kali lebih besar daripada aktifitas enzim pada fraksi biji. Hal ini disebabkan lipase digunakan untuk memecah substrat berupa lemak untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan triasilgliserida (TAG) menurun dan kandungan monoasilgliserida (MAG) dan asam lemak bebas (FFA) meningkat dan diasilgliserida (DAG) tidak banyak berubah selama perkecambahan. Komponen lemak dan lemak netral biji borage (Borago officinalis L.) diubah menjadi glikolipid dan phospolipid selama perkecambahan dalam gelap suhu 25 C selama 10 hari.(Sennanayake dan Shahidi,2000) .
Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun enzim ikut serta dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai. Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda.
Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran –ase pada kata yang menunjukkan senyawa asal yang diubah oleh enzim atau pada nama jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim.
Enzim – enzim yang bekerja dalam hidrolisis lemak dan minyak dapat Keduanya terlihat baik dalam proses metabolisme lemak maupun penguraian dan kerusakan lemak. Enzim lipase dan enzim esterase sukar dibedakan karena daya kerjanya yang sangat mirip, yaitu mengkatalisis hidrolisis ester karbohidrat. Pada preparat murni enzim diekstraksi dari bahan alami sering terkandung enzim lipase maupun esterase.
Secara fisiologik, enzim ini penting artinya karena dengan menghidrolisis lemak dihasilkan asam lemak bebas dan gliserol yang penting peranannya dalam metabolisme dalam tubuh.
Di bidang industri lemak dan minyak, enzim – enzim ini juga sangat penting karena peranannya dalam mengendalikan proses produksi minyak dan lemak; misalnya pada minyak goreng dan margarin dalam proses menyingkirkan cita rasa dan bau – bauan yang tidak dikehendaki atau sebaliknya dengan enzim tersebut beberapa cita rasa yang dikehendaki dapat diatur untuk ditampilkan.
Berdasarkan nomenklatur dari International Union of Biochemistry, enzim lipase berfungsi mengkatalisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak.
2.4.1. Sifat – Sifat Enzim Lipase
Tergantung dari asal dan substratnya, keaktifan optimum lipase sangat tergantung pada pH dan suhu. Enzim lipase pada pankreas misalnya mempunyai pH optimal antara 8 dan 9, tetapi dapat menurun menjadi antara 6 – 7 bila substratnya berbeda. Keaktifan optimal enzim lipase tegantung juga dari senyawa pengemulsi yang digunakan dan ada tidaknya garam dalam substrat. Enzim lipase yang berasal dari susu mempunyai pH optimal sekitar 9.
o o
Suhu optimal enzim lipase pada umumnya berkisar antara 30 – 40 C.
o
Meskipun telah ditemukan adanya lipase yang masih aktif pada suhu -29
C, terutama pada ikan dan udang yang dibekukan. (Winarno,1983)
2.4.2. Sumber – Sumber Enzim Lipase
Lipase biasanya diproduksi oleh pankreas babi dan sapi, ragi Candida, Aspergillus, Rhizopus, dan Mucor sp.(Ghandi,1997). Pada umumnya sumber lipase adalah mikrobia(Ghosh dkk,1996) dan jamur (Nelson dkk, 1996). Lipase tedapat juga pada biji dan buah tanaman seperti palma, selada, bekatul, beras, barley, gandum, oat, kapas, jagung, mentimun, dan kacang-kacangan(Abigor,2002;Sennayake dan Shahidi, 2000 ; Mohammed, 2000 ; Dundas, 1998).
2.4.3. Aktifitas Enzim Lipase
Keaktifan enzim dapat ditentukan secara kualitatif dengan reaksi kimia yaitu dengan dengan mengukur laju reaksi tersebut. Aktivitas enzim lipase mempunyai satuan unit (U). Satu unit aktivitas enzim lipase setara dengan 1µ mol asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis substrat yang dikatalisis oleh enzim lipase tiap satuan menit (Handayani, 2005).
Untuk menentukan aktivitas optimum pada kondisi optimum dari enzim lipase maka dilakukan pengukuran aktivitas enzimatik pada variasi suhu dan pH. Sehingga akan diketahui berapa aktifitas lipase di setiap rentang suhu dan pH yang ditentukan.
Seperti protein lainnya, enzim dapat terdenaturasi pada suhu tertentu, perilaku kimia, dan kondisi ekstrim lainnya. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan reaksinya pun akan menurun. Dengan demikian, perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. (Poedjiadi, 1994)
Selain itu enzim mempunyai pH optimum yang spesifik, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas enzim maksimal. pH optimum enzim tidak perlu sama dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit di atas atau dibawah pH optimum (Lehninger, 1990).
2.5 ISOLASI DAN PEMURNIAN ENZIM
Enzim merupakan suatu protein sehingga untuk mengisolasi enzim, protein harus diisolasi dalam bentuk murni, protein yang diinginkan harus dipisahkan dari semua jenis protein yang lain dan biomolekul yang lainnya. Protein seringkali diisolasi dari jaringan hewan atau tumbuhan, cairan biologi, sel mikrobiologi yang sebelumnya harus diubah terlebih dahulu sebagai sel homogenat
Ekstrak yang mengandung ribuan jenis protein yang berbeda dan juga biomolekul yang lainnya dipisahkan berdasarkan sifat-sifat protein, yaitu polaritas, muatan, ukuran (massa molekul) dan kemampuan untuk berikatan dengan molekul yang lain.(Boyer,2006).
Setelah sel homogen, protein dapat diekstraksi dengan larutan buffer encer pada pH yang sesuai dengan pH darimana enzim lipase diisolasi, dimana jika enzim diisolasi dari tumbuhan pH yang sesuai adalah sekitar 6,0-7,0. Metode yang biasanya digunakan untuk memisahkan protein adalah presipitasi differensial, kromatografi penukar-ion, elektroforesis, filtrasi gel, dan ultrasentrifuga si.
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Svedberg (1925) dengan prinsip menggunakan gaya sentrifugal. Jika larutan yang mengandung makromolekul sejenis, maka mereka akan turun kebawah tabung sentrifuge pada kecepatan yang sama dan apabila larutan mengandung campuran makromolekul yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, akan terjadi perbedaan penempatan karena adanya perubahan indeks bias dalam larutan.(Cole,A.S,1977).
Pemutaran homogenat di dalam sentrifuge akan memisahkan bagian-bagian sel ke dalam dua fraksi, yaitu pelet, yang terdiri atas struktur-struktur lebih besar yang terkumpul di bagian bawah tabung sentrifuge, dan supernatan, yang terdiri atas bagian-bagian sel yang lebih kecil yang tersuspensi dalam cairan di atas pelet tersebut. Supernatan dapat disentrifugasi kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelet yang lebih ringan atau kecil daripada pelet pertama. (Campbell,N.A., 2002). Enzim lipase yang dihasilkan dalam bentuk cair harus dipekatkan terlebih dahulu untuk mendapatkan ekstrak enzim. Proses pemekatan enzim dapat dilakukan dengan pengendapan protein melalui penambahan garam mineral. Metode ini merupakan bagian dari proses isolasi enzim dengan metode ekstraksi. Metode ekstraksi digunakan untuk memisahkan enzim (protein) yang terkandung dalam larutan dengan menggunakan garam mineral, sehingga enzim yang merupakan fraksi berat akan terendapkan di bawah.(Sri,W.M., 2011).
Menurut Belter dkk (1988), dalam pemilihan jenis garam mineral tersebut terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan : (1) Anion efektif dalam urutan
3- 2- - - -
sebagai berikut:citrate > PO
4 > SO 4 > CH
3 COO > Cl > NO 3 . (2) Kation efektif
dalam urutan sebagai berikut : NH > K > Na . (3) Dipilih garam yang murah, jika
4
berbeda dari densitas larutan, sehingga dapat dilakukan pemisahan dengan proses sentrifugasi.
Amonium sulfat merupakan garam mineral yang paling umum digunakan dalam proses pengendapan enzim, karena solubilitasnya di dalam air amat tinggi, tidak mengandung zat-zat yang toksik terhadap kebanyakan enzim, harganya relatif murah dan dalam jumlah banyak dapat bertindak sebagai stabilisator enzim itu sendiri (Darwis dan Sukara,1990).
2.6. RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) sebagai substrat.
Refined Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) adalah minyak sawit yang telah mengalami proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan penghilangan bau. Proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng sawit dimulai dari proses pengolahan tandan buah segar menjadi Crude Palm oil (CPO). Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan biasanya dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi.
Dewasa ini, produksi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein itulah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng domestik sebagai pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa.(Swadaya,P., 2001)
Setelah kelapa sawit berubah menjadi CPO, maka proses selanjutnya adalah mengolah CPO menjadi minyak goreng sawit. Secara garis besar proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng sawit, terdiri dari dua tahap yaitu tahap pemurnian (refinery) dan pemisahan (fractionation).
Setelah kelapa sawit berubah menjadi CPO, maka proses selanjutnya adalah mengolah CPO menjadi minyak goreng sawit. Secara garis besar proses pengolahan (refinery) dan pemisahan (fractionation).Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum/getah (degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization).
CPO yang berasal dari tangki penampungan CPO dipompa melalui rainer menuju refinery. Pada proses ini terjadi pemanasan CPO untuk mempermudah pemompaan CPO ke tangki berikutnya. Hasil dari proses ini disebut DPO (Degummed Palm Oil), kemudian di pompa menuju drier dengan kondisi vakum lalu dipompakan ke reaktor yang terlebih dahulu melewati static mixer kemudian turun ke slurry tank yang didalamnya terjadi pemanasan sampai temperature 90-120 C dan penambahan H
3 PO 4 , CaCO 3 , dan Bleaching Earth.
Slurry Oil dari slurry tank mengalir ke bleacher dan dipompa ke filter untuk filtrasi. Hasil dari filtrasi ini adalah DBPO (Degummed Bleached Palm Oil) yang selanjutnya dialirkan ke intermediate tank untuk tahap deodorizing. DBPO yang dihasilkan dialirkan ke deaerator lalu dipompa ke Spiral Heat Exchanger (SHE). Dalam proses ini terjadi penambahan panas dengan temperatur 185-200
C, lalu dialirkan ke flash vessel dan turun ke packed column dan dialirkan lagi menuju deodorize yang didalamnya terjadi penghilangan zat-zat yang menimbulkan bau seperti keton, dan aldehid dengan pemanasan pada temperatur 240-265
C. DBPO yang sudah hilang baunya dipompa kembali ke SHE untuk mengalami pertukaran panas.Dan dalam hal ini minyak sudah dalam bentuk RBDPO (Refined Bleached Degummed Palm Oil).
Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh), dan asam oleat, C18:1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Nama Asam Lemak Rumus Asam Lemak KomposisiLaurat C12:0 0,2 % Miristat C14:0 1,1 %
Palmitat C16:0 44,0 % Stearat C18:0 4,5 %
Oleat C18:1 39,2 % Linoleat C18:2 10,1 %
Lainnya 0,9 % -
(Sumber: Pahan,I., 2008) Kusumo,D.P.(2008) dalam penelitiannya “Sintesis dan Karakterisasi Minyak
Kaya DAG (MK-DAG) Berbahan Baku RBDPO Dengan Metode Gliserolisis Enzimatis ” menunjukkan bahwa hasil analisis terhadap RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) memiliki kadar air sebesar 0,08 % (b/b), nilai bilangan peroksida sebesar 1,97 meq/kg, bilangn iod sebesar 52,38 % dan nilai ALB (Asam Lemak Bebas) sebesar 0,31 %.