BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit 2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit - Penentuan Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin (CPS) dan Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) di PT. Palmcoco Laboratories

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit

  Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) berasal dari Afrika Barat dan dikenal di Indonesia sejak tahun 1848, ketika ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman ini merupakan tumbuhan tropis dan tergolong dalam famili Palmae, mulai diusahakan secara komersial dalam skala perkebunan di Sumatera Utara sejak tahun 1911.

  Sebelumnya mulai dilakukan percobaan penanaman di Muara Enim (1869), Musi Hulu (1870) dan Bitung (1880).

  Pada tahun 1939, Indonesia telah menjadi produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia. Di Malaysia, perusahaan perkebunan kelapa sawit muncul belakangan setelah Indonesia, pada awal pengusahaannyamereka menggunakan bibit kelapa sawit Deli. Adanya perang dunia sampai dengan tahun 1968, menjadikan perkebunan kelapa sawit Indonesia tertinggal oleh Malaysia yang sampai saat ini masih mendominasi pasar internasional minyak sawit.

  Perkebunan kelapa sawit selain menghasilkan minyak sawit mentah (CPO;Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (PKO; Palm Kernel Oil) juga menghasilkan berbagai produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai produk setengah jadi dan produk jadi. Produk setengah jadi meliputi Oleo Pangan (minyak goreng, margarin dan shortening) dan Oleokimia (asam lemak, alkohol dan gliserin). Sedangkan produk jadi terdiri dari sabun dan kosmetika (Basyar, A.H, 1999).

  Kelapa sawit yang pada saat itu dibiarkan tumbuh liar di hutan-hutan telah dikenal oleh penduduk Afrika Barat sebagai tanaman pangan yang penting, yang diproses dengan sangat sederhana menjadikan minyak dan tuak sawit. Disamping itu kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai penghasil produk dagangan sehingga di Eropa mulai muncul Pabrik atau Industri sabun dan margarin yang menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (CPO; Crude palm Oil) dan minyak inti sawit

  

(PKO; Palm Kernel Oil) untuk proses operasionalnya. Oleh karena itu, maka

  timbullah keinginan para pemilik Industri sabun dan margarin untuk mendirikan Pabrik Minyak Sawit di daerah tersebut (Tim Penulis PS, 1998).

2.1.2. Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit

  Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenaln lima variaetas kelapa sawit, yaitu :

1. Dura

  Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung.Daging buah relative tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%.Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.

  Dari empat pohon induk yang tumbuh di Kebun Raya Bogor, varietas ini kemudian menyebar ketempat lain, antara lain ke negara Timur Jauh. Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.

  2. Pisifera

  Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi daging buahnya tebal.Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging buah tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menghilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman batina yang steril sebab bungan betina gugur pada fase dini.Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan.Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Duraakan menghasilkan varietas

  Tenera .

  3. Tenera

  Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu

  

Dura dan Pisifera.Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunan-perkebunan

  pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi antara 60-96%.Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura , tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.

  4. Macro Carya Tempurung sangat tebal sekitar 5 mm, sedangkan daging buahnya tipis sekali.

5. Diwikka-wakka

  Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi Diwikka-wakkadura, Diwikka-

  

wakkafera dan Diwikka-wakkatenera.Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan

terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia.

  Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya.Rendemen minyak tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22-24%, sedangkan pada varietas Dura antara 16-18%.Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama.Sehingga tidak mengherankan jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera (Tim Penulis PS, 1998).

2.1.3. Pengolahan Buah Kelapa Sawit

  Tanaman kelapa sawit secara umum waktu tumbuh rata-rata 20-25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda hal ini dikarenakan kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Dan pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagai periode matang, dimana periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar.

  Terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati, semua komponen buah sawit dapat dimanfatkan secara maksimal. Buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah menjadi Crude Palm

  

Oil (CPO) sedangkan buah sawit diolah menjadi Palm Kernel dan cangkang biji sawit

dapat digunakan sebagai bahan bakar ketel uap.

  Ketel uap merupakan suatu bejana yang digunakan sebagai tempat untuk memproduksi uap sebagai hasil pemanasan air pada temperatur tertentu untuk dipergunakan diluar bejana tersebut. Sebagai sebuah unit produksi, Industri Kelapa Sawit memerlukan sumber energi untuk menggerakkan mesin-mesin dan peralatan lain yang memerlukan tenaga dalam jumlah besar.

  Produk minyak goreng yang keras (stearin) dan lebih cair (olein) dihasilkan dari proses fraksinasi. Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena trigliserida didalam minyak mempunyai titik leleh yang berbeda. Trigliserida yang mempunyai titik leleh lebih rendah akan mengkristal menjadi padatan sehinggga memisahkan minyak sawit menjadi fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan penyaringan.

  Fraksinasi minyak sawit menjadi olein sawit dan stearin sawit di Indonesia dilakukan dengan dua jenis proses yang dikenal sebagai fraksinasi kering dan fraksinasi basah. Bahan baku yang digunakan dalam pabrik fraksinasi minyak sawit berupa Refined Bleached Deodorised Palm Oil (RBD PO) yang menghasilkan produk utama Refined Bleached Deodorised Palm Olein (RBD PL, olein) dan produk sampingan Refined Bleached Deodorised Palm Stearin (RBD PS, stearin). Fraksinasi kering digunakan untuk memisahkan olein sawit dan stearin sawit dari RBD PO yang diolah secara fisik. RBD PO dialirkan ke proses fraksinasi untuk mendapatkan beberapa olein sawit dan stearin sawit (Pahan, I. 2008).

2.2. Miyak Kelapa sawit

2.2.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit

  Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam prikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.

  Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk cair. Jika terjadi penguraian minyak sawit, misalnya dalam proses pengolahan maka akan didapatkan berbagai jenis asam lemak. Masing-masing bahan kimia tersebut mempunyai ruang lingkup penggunaan yang tidak sama, sehingga dari bahan itu dapat dikembangkan menjadi produk yang siap pakai atau bahan setengah jadi.

  

Tabel.2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa

sawit

  Asam Lemak Minyak Kelapa sawit Minyak Inti Sawit (persen) (persen)

  • Asam kaprilat

  3 – 4

  • Asam kaproat

  3 – 7

  • Asam laurat

  46 – 52 Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17 Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9 Asam stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5 Asam oleat 39 – 45 13 – 19 Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2 (Sumber: Eckey, S.W. 1995) di Ketaren 1986

2.2.2. Pemurnian Minyak Sawit

  Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagau bahan mentah dalam industri.

  Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel dari tempurung dan serabut serta 40-50% air. Agar diperoleh minyak sawit yang bernutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam tangki minyak kasar (Crude Oil Tank). Setelah melalui pemurnian yang bertahap, akan menghasilkan minyak sawit mentah Crude Palm Oil). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air dalam minyak. Minyak sawit yang telah dijernihkan ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni dan hasil olahan lainnya.

  Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut :

1. Netralisasi

  Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan.

  2. Pemucatan (Bleaching) Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak dengan sejumlah adsorben, seperti tanah serap (Fuller Erath), lempung aktif (Activated Clay) dan arang aktif atau dapat juga dengan menggunakan bahan kimia.

  Pemucatan minyak dengan bahan kimia banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan pangan. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat warnab diubah menjadi zat tidak berwarna yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya ialah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan trigliserida sehingga menurunkan flavor minyak.

  3. Deodorisasi Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi; misalnya lemak susu, lemak cokelat dan minyak jagung.

  Proses deodorasi pada suhu tinggi, komponen yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap sehingga komponen tersebut diangkut dari minyak bersama-sama uap panas. Kerusakan minyak yang telah mengalami proses deodorasi dapat disebabkan oleh proses oksidasi, mikroba dan ion logam yang merupakan katalisator dalam proses oksidasi minyak(Ketaren. S, 1986).

2.2.3. Pemanfaatan Minyak Sawit

  Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri non pangan seperti kosmetik dan farmasi. Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit. Produksi CPO indonesia sabagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa.

  Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rndahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.

  Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker. Disamping itu, minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.

  Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik.

  Bentuk olahan pangan lain yang menggunakan bahan baku minyak sawit adalah margarin. Margarin ini dibuat dari campuran olein, minyak inti sawit dan

  

stearin . Di indonesia, kualitas margarin yang dibuat dari seluruh komponen minyak

  sawit tergolong masih rendah. Margarin yang berkualitas seperti itu digunakan untuk pabrik roti. Dalam penggunaannya sebagai bahan margarin, minyak sawit masih memiliki kekurangan terutama bila dikonsumsi di daerah dingin.

  Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri non pangan. Produk non pangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi, Y. 2002).

2.3. CrudePalm Stearindan RBD Palm Stearin

  Kelapa sawit selain menghasilkan minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit

  

(PKO) juga menghasilkan berbagai produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai

  produk setengah jadi dan produk jadi. Produk setengah jadi meliputi Oleopangan (minyak goreng dan margarin, dan shortening) dan Oleokimia (fatty acids, fatty

  

alkohol dan glyserin). Produk jadi terdiri dari sabun dan kosmetik (Basyar, A.H,

1999).

  Produk Turunan Kelapa Sawit merupakan manfaat yang didapat dari pengolahan lebih lanjut dari kelapa sawit yaitu minyak dasar yang dihasilkannya dari kelapa sawit (Crude Palm Oil).Olahan lebih lanjutnya bisa berbentuk RBD Palm Oil maupun produk turunan lainya. Produk-produk ini dibuat berdasarkan spesifikasi kelapasawit yang di panen yaitu ALB,air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Produkminyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnianproduk. Berdasarkan faktor-faktor mutu tersebut, maka didapat hasil pengolahanKelapa Sawit seperti : Crude Palm Oil,

  

Crude Palm Stearin, RBD Palm Oil, RBD Olein, RBD Stearin, Palm Kernel, Palm

Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, Palm Kernel Expeller (PKE), Palm Kernel Pellet

  (http://www.attayaya.net/2010/07/produk-turunan-kelapa-sawit).

  Hasil pengolahan Kelapa Sawit adalah Crude Palm Oil yang mengalami fraksinasi menghasilkan CP Olein dan CPS. Selanjutnya CP Olein mengalami pemurnian menghasilkan RBD Palm Olein dan CPS mengalami pemurnian menghasilkan RBD PS.

  Crude Palm Stearin merupakan lemak berwarna kuning sampai jingga

  kemerah-merahan yang diperoleh dari fraksinasi CPO. Crude Palm Stearin memiliki kadar FFA sebesar 5% dan nilai titik lunak sekitar 48 C. RBD Palm Stearin merupakan fraksi lemak yang berasal dari CPO yang telah mengalami refinasi lengkap. RBD Palm Stearin memiliki kadar FFA sebesar 0,2%. Nilai titik lunaknya sama dengan Crude Palm Stearin, hanya warnanya lebih kuning ). (http://martantiya.wordpress.com/

  Fraksi stearin selain sebagai bahan makanan, dapat juga digunakan sebagai bahan industri Oleokimia. Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokemikal adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metil ester dan gliserin yang dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku industri termasuk industri kosmetik dan aspal. Oleokimia juga digunakan dalam pembuatan bahan detergen, cat dan lilin (Fauzi. Y, 2002).

2.3.Penentuan Bilangan Penyabunan

  Hidrolisis lemak dengan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak adalah proses penyabunan dan garam yang dihasilkannya disebut sabun. Sifat sabun yang dapat membersihkan disebabkan oleh sifat pengemulsi yang dimilikinya.

  Bilangan penyabunan didefenisikan sebagai banyaknya milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak atau minyak. Untuk tiap molekul lemak diperlukan 3 molekul KOH untuk menyabunkannya. Karena itu makin besar molekul lemak makin kecil angka penyabunannya. Jadi dengan menentukan angka penyabunan, berat atau ukuran molekul lemak dapat diperkirakan (Girindra, A. 1990).

  Minyak yang tersusun oleh asam lemak rantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil yang akan mempunyai angka penyabunan yang besar.

  Angka penyabunan yang tinggi membutuhkan banyak KOH karena banyak asam lemak berantai pendek. Angka penyabunan minyak kelapa sawit tergolong tinggi disebabkan oleh karena tersusun dari asam laurat yang merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul rendah. Bilangan Penyabunan yang tinggi lebih ekonomis dalam industri pembuatan sabun. Jadi semakin tinggi Bilangan Penyabunan suatu minyak, maka minyak tersebut semakin baik untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun. (http://www.scribd.com).

2.4.Standar Mutu

  Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan kualitas minyak atau lemak. Ada beberapa standar mutu yang digunakan untuk menentukan kualitas dari minyak sawit dan minyak inti sawit. Perbedaan standar mutu ini didasarkan pada kebutuhan dan konsumennya. Ada beberapa yang faktor yang menentukan standar mutu minyak atau lemak, antara lain adalah : kadar air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida.

  Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu minyak adalah titik cair, kandungan gliserida, kejernihan, kandungan logam berat, bilangan penyabunan, bilangan iodin, sifat pohon induknya, penanganan serta kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.

  Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air yang kurang dari 0,1 % dan kadar kotoran lebih dari 0,01%, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin yaitu (kurang lebih dari 2% atau kurang), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat), tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat harus serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren. S, 1986).

  Tabel.2.2. Spesifikasi Crude Palm Stearin

  Bilangan Asam

  35 Max Bilangan Penyabunan 193 To 206 Bilangan Iodin

  35 To 45 Unsaponifiable Matter

  1 Max Moisture and Impurities

  1 Max Warna

  35 Max Sumber : PT Palmcoco Laboratories

  Tabel.2.3. Spesifikasi Crude Palm Stearin

  Asam Lemak Bebas

  0.2 Max Bilangan Penyabunan 193-205 Unsaponifiable matter 0.30-0.90 Bilangan Asam

  0.1 Moisture and Impurities

  0.10 Max Titik Lebur 44-56 Max Bilangan Iodin (WIJS) 22-46 Max Warna (51/4” Lovibond Cell)

  3.0R / 30Y Max Sumber : PT Palmcoco Laboratories