Penentuan Ph Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

(1)

PENENTUAN pH DAN SUHU OPTIMUM UNTUK AKTIVITAS

EKSTRAK KASAR ENZIM LIPASE DARI KECAMBAH

BIJI KARET (

Hevea brasiliensis

) TERHADAP

HIDROLISIS PKO (Palm Kernel Oil)

SKRIPSI

RIZKI AMALIA NST

080802015

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ABSTRAK

Telah dilakukan penentuan pH dan suhu optimum untuk aktivitas crude enzim lipase dari kecambah biji karet (Hevea brasiliensis). Kecambah biji karet dibuat melalui

proses perendaman, pemisahan biji dengan cangkangnya dan perkecambahan biji dilakukan pada suhu kamar (27 – 30oC) selama 6 hari. Ekstrak kasar enzim lipase diperoleh melalui dua kali proses sentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan putaran 5000 rpm dan 10000 rpm dan dengan penambahan aseton 70%. Crude enzim lipase yang dihasilkan dilarutkan dengan buffer fosfat pH 7,0. Uji aktivitas dari crude enzim lipase dilakukan dengan pengukuran kadar asam lemak bebas yang diperoleh dari proses hidrolisis minyak PKO (Palm Kernel Oil) sebagai substrat dengan metode titrimetri pada variasi suhu 30; 35; 40; 45; 50oC dan pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0. Sehingga diperoleh pH optimum 7,0 dan suhu optimum 40oC, dengan aktivitas tertingginya adalah 2,432 U/mL.


(3)

DETERMINATION OF OPTIMUM pH AND TEMPERATURE FOR CRUDE LIPASE ENZYME ACTIVITY FROM RUBBER

(Hevea brasiliensis) SEED GERMINATION

TO HYDROLYSIS PKO

ABSTRACT

Determination of optimum pH and temperature for crude lipase enzyme activity from rubber seeds germination had been conducted. Rubber seed germination made by

soaking time process, seed separation with shell’s and seed germination in

temperature 27-30oC during 6 days. Crude lipase enzyme was obtained by two times

centrifugations with the speed of rotation at 5000 rpm and 10000 rpm during 30 minutes by additing aceton 70%. The crude enzyme is diluted with phosfat buffer pH 7,0. The activity test of crude lipase enzyme is done by measurement of free fatty acid levels is obtained from hydrolisis process of PKO as subtrate by titrimetric method at temperature variation 40; 45; 50; 55; 60oC and pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0. The result shower that the highest activity is 2,432 U/mL at pH optimum 7,0 and temperature optimum 40oC.


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Hevea brasiliensis)

berasal dari Brazil. Hasil utama dari tanaman karet yang sering dimanfaatkan ialah karet alam (lateks) yang digunakan untuk membuat peralatan dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil sampingan lain dari perkebunan karet yang selama ini kurang dimanfaatkan hingga nyaris terbuang-buang begitu saja adalah biji karet. Dikebanyakan perkebunan, biji karet hanya dibiarkan begitu saja jatuh dari pohonnya dan paling-paling hanya menjadi mainan anak-anak. Padahal bila dimanfaatkan akan cukup menguntungkan sebab jumlahnya melimpah ruah. Dengan luas areal tanaman karet terbesar di dunia, yaitu hampir mencapai 3 juta ha, dan bila 1 ha kebun mampu menghasilkan minimal 5000 butir biji karet setiap tahun, maka betapa banyaknya biji karet yang bisa diolah. Dilihat dari komposisi kimianya, ternyata kandungan protein biji karet terhitung tinggi. Dari analisis hasil diketahui kadar proteinnya sebesar 27%, lemak 32,3%, air 3,6%, abu 2,4%, thiamin 450

g, asam nikotinat 2,5

g, karoten

dan tokoferol 250

g, dan sianida sebanyak 330 mg dari setiap 100 g bahan. (Tim

Penulis PS, 1999)

Enzim lipase banyak terdapat pada biji-bijian yang mengandung minyak, seperti kacang kedelai, biji jarak, kelapa sawit, kelapa, biji bunga matahari, biji jagung, biji karet dan dedak padi serta beberapa jenis bakteri. (Arifan,F.,2011) Menurut J. Derek Bewley dan Michael Black, serta G.Ray Noggle dan George J.Fritz, ternyata didalam biji - bijian berkecambah terdapat beberapa enzim, salah satu diantaranya adalah enzim lipase (Bonner, 1976). Enzim lipase ini digunakan untuk


(5)

menghasilkan asam lemak bebas, gliserol, berbagai ester, sebagian gliserida dan lemak yang dimodifikasi atau diesterifikasi dari substrat yang digunakan (Moentamaria, 2009).

Pada penelitian ini digunakan substrat minyak inti sawit (PKO) dikarenakan harganya yang terjangkau dan sering dijadikan sebagai bahan baku minyak nabati dalam proses hidrolisis menghasilkan gliserol dan dalam proses transesterifikasi menghasilkan biodiesel. Selain itu kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama perkebunan di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik 2006-2010, produksi PKO di Indonesia tahun 2010 sebesar 4.150.257 ton dan menurut Hasil Pertanian dan Pertambangan di Sumatera Utara tahun 2010 sebesar 34.881 ton. Harga minyak kelapa sawit masih tergolong rendah sehingga diharapkan dapat ditingkatkan kualitasnya agar dapat bersaing di pasar Internasional ataupun diolah menjadi bahan-bahan lain yang lebih berguna seperti gliserin yang banyak digunakan dalam produk kosmetik.

Kebutuhan lipase setiap tahun meningkat yang digunakan untuk industri oleokimia, biodiesel dan temuan-temuan baru di bidang iptek yang menggunakan lipase lebih luas. Peningkatan permintaan lipase setiap tahun dan harganya yang relatif mahal mendorong penelitian untuk mendapatkan sumber lipase terutama yang mempunyai sifat spesifik (Permana,M.,2009). Peneliti – peneliti terdahulu telah banyak melakukan penelitian terhadap isolasi dan uji aktivitas enzim lipase dari biji yang berkecambah seperti kecambah biji wijen (Sesamun Indicum), kecambah biji

jarak pagar (Jatropha curcas L), kecambah biji koro benguk (Mucuna pruriens L.),

kecambah biji kakao (Theobroma cacao L.), dll.

Diantaranya yaitu Nora Anggiani Siregar (2011) mengisolasi crude enzim lipase dari kecambah biji jarak kepyar (Ricinus communis L). Chusnul Hidayat, dkk

(2008) telah mengisolasi enzim lipase dari kecambah biji jarak pagar (Jatropha curcas) yang digunakan untuk menentukan kondisi optimum proses esterifikasi asam

oleat dengan metanol. Lutfi Suhendra, dkk (2007) telah menguji aktivitas hidrolisis dan esterifikasi lipase yang dihasilkan dari ekstrak kecambah biji wijen (Sesamun Indicum).


(6)

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mengisolasi enzim lipase kasar dari kecambah biji karet (Hevea brasiliensis) dan menentukan pH dan suhu optimum

terhadap hidrolisis dengan PKO (Palm Kernel Oil).

1.2. Permasalahan

1. Bagaimana cara mengisolasi crude enzim lipase dari kecambah biji karet (Hevea brasiliensis) ?

2. Bagaimana pengaruh suhu dan pH optimum terhadap aktivitas cruude enzim lipase dari kecambah biji karet (Hevea brasiliensis) dalam menghidrolisis PKO

(Palm Kernel Oil) ?

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:

a. Kecambah biji karet yang digunakan diperoleh dari Perkebunan karet PTPN IV Tanah Raja AFD I II, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai.

b. Biji karet yang digunakan ialah karet jenis AVROS.

c. Crude enzim lipase diisolasi dari kecambah yang telah berumur 6 hari. d. Substrat yang digunakan adalah PKO (Palm Kernel Oil)

e. Buffer yang digunakan yaitu buffer fosfat dengan variasi pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0. f. Waktu pemanasan yang digunakan adalah 60 menit dengan variasi suhu 30, 35, 40,

45, dan 50oC.

g. Pengujian aktivitas crude enzim lipase dilakukan dengan metode titrimetri.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengisolasi crude enzim lipase dari kecambah biji karet (Hevea brasiliensis)

b. Untuk mengetahui suhu dan pH optimum dari crude enzim lipase dalam uji aktivitas dengan menggunakan substrat PKO (Palm kernel Oil).


(7)

1.5. Manfaat Penelitian

a. Untuk mendapatkan crude enzim lipase dari kecambah biji karet (hevea brasiliensis)

b. Untuk mengetahui aktivitas crude enzim lipase yang dihasilkan oleh kecambah biji karet tersebut.

c. Sebagai sumber informasi mengenai aktivitas crude enzim lipase dari kecambah biji karet dan juga sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimen yang dilakukan di laboratorium, yang meliputi : a. Penyediaan biji karet yang diperoleh dari Perkebunan karet PTPN IV Tanah

Raja AFD I II, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. b. Pemilihan biji karet yang baik dengan metode pemantulan dan perendaman c. Pengamatan perkecambahan biji karet selama 7 hari

d. Penyediaan crude enzim lipase dari kecambah biji karet

e. Pengujian aktivitas crude enzim lipase dengan pH dan suhu pemanasan yang berbeda.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA-USU, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU dan Laboratorium Kimia Dasar FMIPA-USU Medan.


(8)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Karet

Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Hevea brasiliensis)

berasal dari Brazil. Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Pada tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut didaerah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Dan pertama kali jenis yang ditanam adalah Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea brasiliensis) baru ditanam

tahun 1902 didaerah Sumatera Timur.

Dalam dunia tumbuhan, tanaman karet memiliki taksonomi sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis


(9)

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar yang tingginya mencapai 15 – 25 m. Morfologi tanaman karet antara lain, memiliki daun berwarna hijau, bunga (terdiri dari bunga jantan dan betina) yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang, buah karet yang memiliki pembagian ruang yang jelas, dan biji karet yang terdapat dalam setiap ruang buah.

2.1.1. Biji Karet

Biji karet merupakan hasil lain disamping karet alam dari tanaman karet (Hevea brasiliensis) yang kurang dimanfaatkan. Biji karet berukuran besar dan memiliki kulit

atau cangkang yang keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Dilihat dari komposisi kimianya, ternyata kandungan protein biji karet terhitung tinggi. Selain kandungan proteinnya cukup tinggi, pola asam amino biji karet juga sangat baik. Semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh terkandung di dalamnya.

Gambar 2.2. Biji Karet

Agar biji karet dapat dimanfaatkan, maka harus diolah terlebih dahulu menjadi konsentrat. Adanya kandungan sianida membuat biji karet berbahaya bila dikonsumsi mentah, tanpa diolah terlebih dahulu. Melalui proses perendaman selama 24 jam


(10)

dengan air yang sering diganti dan perebusan terbuka, maka sianida dapat dihilangkan dengan cara menguap. (Tim Penulis PS, 1999)

2.1.2. Pemilihan Biji Karet

Biji karet merupakan jenis biji yang jika disimpan di tempat terbuka dalam waktu singkat tidak akan tumbuh lagi karena kekeringan. Padahal, hasil pengamatan para ahli menunjukkan bahwa biji yang dipetik dari pohon karet dapat tahan sampai 1 tahun. Hal ini disebabkan karena dalam praktik biasanya biji karet hanya dikumpulkan dari biji-biji yang tersebar dibawah pohon sehingga biji tersebut tidak diketahui umurnya di pohon. Disamping itu, biji-biji yang jatuh biasanya tidak segera dikumpulkan sehingga tak jarang ada biji yang sudah membusuk.

Suatu cara yang biasa dipakai di perkebunan rakyat dalam memilih biji yang baik adalah dengan menjatuhkan biji di ubin. Biji terpental menunjukkan biji yang baik, sedangkan yang tidak terpental adalah biji jelek. Namun, karena biji masih

“tidur”, maka daya kecambahnya belum bisa dikatakan baik tanpa penentuan lain.

Kesegaran biji perlu diperhatikan karena dalam pengiriman biji dengan tujuan yang jauh dan dalam jumlah yang besar daya kecambah biji dapat turun sampai 50%. Penilaian kesegaran ditentukan atas dasar warna dan keadaan belahan biji. Belahan biji karet yang masih berwarna putih murni sampai kekuning-kuningan dinilai baik, dan selain warna tersebut biji karet dinilai tidak baik. Biji yang segar memiliki daya kecambah yang baik yaitu sekitar 65 - 80%.

Daya kecambah biji dapat menurun setelah biji disimpan. Oleh karena itu, sebaiknya dihindari penyimpanan biji. Dewasa ini metode pemilihan biji karet yang dianggap baik dan umum dipakai adalah atas dasar daya pantul biji dan perendaman. Padahal kedua metode ini sangat relatif untuk bisa menghasilkan kesegaran biji yang mantap dan juga memerlukan tenaga yang banyak. (Tim Penulis PS, 1999)


(11)

2.1.3. Kecambah Biji Karet

Perkecambahan atau germinasi secara teknis adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Gardner, 1991). Biji karet merupakan jenis biji yang cepat dalam berkecambah. Biji karet tidak tahan disimpan lama, karena daya kecambahnya cepat sekali menurun. Biji yang segar atau baru warnanya mengkilat, coraknya cerah, isi bijinya tidak goncang dan rata-rata berat untuk 220 biji adalah 1 kg.

Menurut pengalaman, biji karet yang telah diseleksi dengan cara pemantulan memiliki daya kecambah 80 % dan biasanya biji yang tidak memantul tidak bisa berkecambah atau dijadikan sebagai benih. Sama halnya dengan biji yang lain, umumnya biji karet dapat berkecambah jika mengandung kadar air yang tinggi. (Setyamidjaja,D.,1999). Kadar air pada biji yang berkecambah akan meningkat dibandingkan biji keringnya. Peningkatan kadar air ini diakibatkan adanya proses perendaman dimana biji dapat berkecambah jika memiliki kadar air antara 40-60%. Air berfungsi untuk melunakkan kulit biji, memfasilitasi masuknya O2 dalam biji, dan

alat transportasi sari makanan dari endosperm ke titik tumbuh. (Soetopo, 2002)

Pada saat biji mengalami perkecambahan, maka biji akan memerlukan aktivitas lipolitik yang tinggi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi. Salah satu sumber energi adalah minyak dan lemak yang ada dalam biji. Enzim lipase digunakan untuk memecah lemak dan minyak yang ada dalam biji, sehingga diharapkan aktivitas lipase tinggi pada saat biji berkecambah.

Enzim lipase yang dihasilkan oleh perkecambahan biji-bijian mempunyai kondisi optimum aktivitas hidrolisis, esterifikasi dan alkoholisis yang spesifik. Seperti, Lipase indigenous dapat diperoleh dari ekstrak kecambah biji koro benguk (Mucuna pruriens L) yang dari hasil penelitian menunjukkan ekstrak koro benguk mempunyai aktivitas hidrolisis, esterifikasi dan alkolisis lebih tinggi dibandingkan ekstrak kecambah kacang tanah dan ekstrak kecambah biji wijen. (Wipradyandewi, 2007)


(12)

2.2. Enzim

Kata enzim berasal dari “en-zyme” yang berarti dalam ragi (yeast), mulai dipakai

sejak 1877. Sebelumnya telah dikenal diastase (A. Payen dan J. Persoz, 1833), pepsin (T. Schwan, 1836), emulsion (J.V. Liebig dan F. Wohler, 1837), masing – masing adalah senyawa organik yang dapat menghidrolisis pati, protein dan glikosida.

Enzim adalah suatu biokatalisator yang dapat bertindak menguraikan molekul yang rantainya panjang menjadi lebih sederhana, serta dapat juga membantu mekanisme reaksi yang mana tergantung pada enzimnya. Walaupun enzim ikut serta dalam reaksi dan mengalami perubahan fisik selama reaksi, enzim akan kembali kepada keadaan semula bila reaksi telah selesai. Enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan biasanya jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya. Enzim mempercepat reaksi kimia secara spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim merupakan unit fungsional untuk metabolisme dalam sel, bekerja menurut urutan yang teratur. Sistem enzim terkoordinasi dengan baik menghasilkan suatu hubungan yang harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda. Kebanyakan enzim diberi nama dengan penambahan akhiran ase pada kata yang menunjukkan senyawa asal yang diubah

oleh enzim atau pada nama jenis reaksi kimia yang dikatalisis enzim. (Gaman, 1992)

2.2.1. Klasifikasi Enzim

Pada tahun 1961, “Comission on Enzymes of the International Union of Biochemistry” menganjurkan suatu cara untuk mengklasifikasikan enzim kedalam

enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia dimana enzim memegang peranan. Enam golongan tersebut ialah :

1. Oksidoreduktase

Enzim-enzim yang termasuk kedalam golongan ini dapat dibagi dalam dua bagian yaitu dehidrogenase dan oksidase. Dehidrogenase bekerja pada reaksi-reaksi dehidrogenase, yaitu reaksi-reaksi pengambilan atom hidrogen dari suatu


(13)

senyawa (donor), sebagai contoh yaitu reaksi pembentukan aldehida dari alkohol dengan enzim alkohol dehidrogenase. Sedangkan Enzim-enzim oksidase bekerja sebagai katalis pada reaksi pengambilan hidrogen dari suatu substrat. Sebagai contoh, enzim glukosa oksidase bekerja sebagai katalis pada reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukonat.

2. Transferase

Enzim yang termasuk golongan ini bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain. Beberapa contoh enzim yang termasuk golongan ini ialah metiltransferase, hidroksimetiltransferase, karboksiltransferase, dll.

3. Hidrolase

Enzim yang termasuk dalam kelompok ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Ada tiga jenis hidrolase yaitu yang memecah ikatan ester, memecah glikosida, dan yang memecah ikatan peptida. Beberapa enzim sebagai contoh ialah esterase, lipase, fosfatase, amilase, amino peptidase, karboksi peptidase, pepsin, tripsin, dll. Sebagai contoh, lipase ialah enzim yang memecah ikatan ester pada lemak, sehingga terjadi asam lemak dan gliserol.

4. Liase

Enzim yang termasuk golongan ini mempunyai peranan penting dalam reaksi pemisahan suatu gugus dari suatu substrat (bukan cara hidrolisis) atau sebaliknya. Contoh enzim golongan ini antara lain dekarboksilase, aldolase, hidratase, dll. Sebagai contoh, enzim aldolase bekerja pada reaksi pemecahan molekul fruktosa 1,6-difosfat menjadi dua molekul triosa yaitu dihidroksi aseton fosfat dan gliseraldehida-3-fosfat.

5. Isomerase

Enzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler, misalnya reaksi perubahan glukosa menjadi nfruktosa, perubahan senyawa L menjadi senyawa D, senyawa cis menjadi senyawa


(14)

trans, dll. Contoh enzim yang termasuk golongan ini antara lain ribulosafosfat epimerase dan glukosfosfat isomerase.

6. Ligase

Enzim yang termasuk golongan ini bekerja pada reaksi-reaksi penggabungan dua molekul. Oleh karenanya enzim-enzim tersebut juga dinamakan sintetase. Contoh enzim golongan ini antara lain ialah glutamin sintetase dan piruvat karboksilase. Sebagai contoh, enzim glutamin sintetase yang terdapat dalam otak dan hati merupakan katalisis reaksi pembentukan glutamin dari asam glutamat. (Poedjiadi,A.,2006)

2.2.2. Sifat – Sifat Enzim

1. Spesifitas (Kekhasannya)

Didalam sel terdapat beratus-ratus enzim yang berlainan kekhasannya. Artinya suatu enzim hanya mampu menjadi katalisator untuk reaksi tertentu saja. Enzim tertentu bisa memiliki sifat khusus pada suatu kelompok substrat, misalnya enzim kinase dengan adanya ATP dapat memfosforilasi suatu monosakarida aldoheksosa.

2. Pengaruh pH

pH juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim, karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Didalam sel dan lingkungan sel sekelilingnya, pH dalam keadaan normal harus tetap sebab adanya perubahan akan menyebabkan pergeseran aktivitas enzim.

3. Pengaruh Suhu

Karena reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang dikatalisis oleh enzim juga peka terhadap suhu. Enzim sebagai protein akan mengalami denaturasi jika suhunya dinaikkan, akibatnya daya kerja enzim menurun. Mungkin sampai suhu 45oC efek predominannya masih memperlihatkan kenaikan


(15)

aktivitas. Tetapi lebih dari 45oC akan terjadi denaturasi termal dan menjelang suhu 55oC fungsi katalitik enzim hilang.

4. Koenzim dan Aktivator

Kebanyakan enzim memerlukan komponen lain untuk aktivasinya. Komponen ini biasanya disebut kofaktor. Kofaktor dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu gugus prostetik, koenzim dan aktivator metal. (Girindra,A.,1990)

2.2.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim

1. Suhu enzim

Secara umum reaksi kimia itu dapat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang menggunakan katalis enzim juga dapat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat dan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi.

Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Pada umumnya enzim yang terdapat pada hewan mempunyai suhu optimum antara 40-50oC dan pada tumbuhan antara 50 - 60oC. Dan sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu diatas 60oC.

2. Nilai pH

pH rendah atau pH tinggi dapat menyebabkan terjadinya denaturasi dan akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. pH optimum untuk enzim berbeda-beda tergantung pada jenis enzim dan substratnya. Misalnya, pH optimum untuk enzim lipase dari pankreas dengan substrat etil butirat ialah 7,0.

3. Konsentrasi substrat

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi


(16)

pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar (berdasarkan Persamaan Michaelis-Menten).

4. Konsentrasi enzim

Kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. (Poedjiadi,A.,1994)

2.2.4. Fungsi dan Cara Kerja Enzim

Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat suatu reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dari pada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien.

Enzim berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat atau meningkatkan kecepatan reaksi kimia dengan jalan menurunkan energi aktivasinya. Di sisi lain, untuk meningkatkan kecepatan reaksi kimia dapat juga dilakukan dengan meningkatkan suhu reaksi. Suhu yang tinggi dapat mempercepat gerak molekul. Namun demikian, penggunaan suhu tidak selamanya baik dan tepat, karena tidak semua senyawa (reaktan) dapat tahan terhadap suhu yang tinggi. Selain dapat merusak reaktan, pengunaan suhu tinggi juga mengakibatkan biaya proses yang lebih besar. (Lehninger, 1990)

Enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja. Suatu enzim mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada subtratnya. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan subtrat, bagian enzim yang mengadakan hubungan dengan subtrat disebut bagian aktif. (Pedjiadi,A., 1994)


(17)

2.2.5. Pengaruh Denaturasi Terhadap Aktivitas Enzim

Kompleks enzim-substrat dan struktur 3 dimensi protein mengisyaratkan bahwa jika struktur enzim berubah maka substrat tidak lagi dapat menyatu dengan enzim, sehingga aktivitas katalitik enzim terhadap substrat tersebut akan hilang. Beberapa faktor dapat menyebabkan alterasi struktur molekul enzim. Alterasi struktur molekul enzim ini disebut denaturasi. Pada dasarnya enzim yang telah mengalami denaturasi,

masih dapat kembali ke bentuk normalnya dan dapat kembali berfungsi.

Pada kondisi yang lebih ekstrim, enzim dapat dirombak dan tidak dapat balik, misalnya pada kondisi suhu yang lebih tinggi. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya ikatan kovalen baru antara rantai polipeptida yang berbeda atau antara bagian-bagian dari rantai yang sama, dan ikatan-ikatan baru ini sangat stabil.

Ekstraksi dan purifikasi enzim harus dilakukan pada suhu yang relatif rendah untuk menghindari terjadinya denaturasi, walaupun seandainya pada kondisi di dalam sel, enzim tersebut tidak terdenaturasi pada suhu yang relatif tinggi. Alasan mengapa enzim lebih mudah mengalami denaturasi diluar sel dibanding di dalam sel belum diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan penyebabnya adalah bahwa pada ekstraksi dan pemurnian, bahan pelindung enzim dihilangkan atau diencerkan. Beberapa enzim menjadi tidak aktif karena suhu rendah selama pemurnian. Hal ini juga disebabkan karena perubahan dari struktur molekul enzim yang bersangkutan. (Lakitan,B.,2011)

2.3. Enzim Lipase

Enzim lipase termostabil atau asilgliserol hidrolase (E.C 3.1.1.3) merupakan enzim yang dapat menghidrolisis rantai panjang trigliserida. Enzim ini memiliki banyak potensi yang digunakan untuk memproduksi asam lemak, yang merupakan precursor sebagai industri kimia. (Macrae. A .R, 1983)


(18)

Lipase merupakan enzim yang memiliki peran yang penting dalam bioteknologi modern. Banyak industri yang telah mengaplikasikan penggunaan enzim sebagai biokatalis. Lipase terkenal memiliki aktivitas yang tinggi dalam reaksi hidrolisis dan dalam kimia sintesis. Lipase dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis and aminolisis. (Pandey,dkk.,1999)

Beberapa reaksi yang dapat dikatalisis oleh lipase adalah reaksi hidrolisis, gliserolisis, asidolisis, dan transesterifikasi. Enzim ini digunakan untuk menghasilkan asam lemak bebas, gliserol, berbagai ester, sebagian gliserida dan lemak yang dimodifikasi atau di esterifikasi dari substrat yang digunakan (Moentamaria, 2009).

Gambar 2.3. Reaksi Hidrolisis Trigliserida dengan katalis enzim lipase

2.3.1. Sumber – Sumber Enzim Lipase

Enzim yang sangat berpengaruh dalam pembentukan asam lemak dan gliserol ini banyak terdapat pada biji-bijian yang mengandung minyak, seperti kacang kedelai, biji jarak, kelapa sawit, kelapa, biji bunga matahari, biji jagung, biji karet dan dedak padi serta beberapa jenis bakteri. Enzim lipase bertindak sebagai biokatalisator yang menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. (Arifan,F.,2011)

Kerusakan biji bijian biasanya disebabkan beberapa hal di antaranya oleh enzim lipase, semakin tinggi kadar air semakin aktif enzim lipase yang ada


(19)

didalamnya. Sebagai contoh, enzim lipase pada biji gandum mempunyai keaktifan 5 kali pada kadar air 15 % daripada pada kadar air 8,8 %. Berbagai mikroba dapat memproduksi lipase misalnya Candida dan Torulopsis. ( Winarno, 1983 ).

2.3.2. Sifat – Sifat Enzim Lipase

Tergantung dari asal dan substratnya, keaktifan optimum lipase sangat tergantung pada pH dan suhu. Enzim lipase pada pankreas misalnya mempunyai pH optimal antara 8 dan 9, tetapi dapat menurun menjadi antara 6 – 7 bila substratnya berbeda. Keaktifan optimal enzim lipase tergantung juga dari senyawa pengemulsi yang digunakan dan ada tidaknya garam dalam substrat. Enzim lipase yang berasal dari susu mempunyai pH optimal sekitar 9.

Suhu optimal enzim lipase pada umumnya berkisar antara 30o 40oC. Meskipun telah ditemukan adanya lipase yang masih aktif pada suhu -29oC, terutama pada ikan dan udang yang dibekukan. (Winarno, 1983)

2.3.3. Aktivitas Enzim Lipase

Aktivitas enzim dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mengukur jumlah enzim dalam satu sampel ekstrak jaringan atau cairan biologi lainnya, kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim tersebut dalam sampel dapat diukur. Aktivitas enzim lipase mempunyai satuan Unit/mL (U/mL). Satu unit dari aktivitas lipase adalah setara dengan banyaknya enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisis

minyak menghasilkan 1 μmol produk selama 1 jam. (Martin,D.W.,1987)

2.4. Dormansi dan Perkecambahan

Istilah dormansi dalam bahasa Indonesia adalah masa istirahat, artinya kemampuan biji untuk menangguhkan perkecambahannya sampai pada saat dan tempat yang


(20)

menguntungkan baginya untuk tumbuh. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dormansi adalah :

1. Adanya impermeabilitas kulit biji (impermeable seed coat )

2. Kulit biji yang keras, sehingga tahan terhadap perlakuan-perlakuan mekanis 3. Rudimentary embrio, dimana embrio belum mencapai tahap pematangan

sehingga memerlukan waktu untuk siap berkecambah

4. Embrio yang mengalami dormansi karena belum mencapai pematangan secara fisiologis

5. Terdapatnya zat penghambat dalam biji.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan

Faktor internal yang berpengaruh terhadap perkecambahan dan dormansi telah dikemukakan sebelumnya, namun faktor internal lainnya yang cukup menentukan terhadap keberhasilan perkecambahan adalah faktor kematangan biji (seed maturity). Diharapkan dengan kondisi biji yang optimum, maka perkecambahan dapat berjalan tanpa mengalami hambatan fisis ataupun fisiologis.

Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan yaitu air, udara, temperatur, cahaya dan zat kimia yang mendukung pada proses perkecambahan. Air adalah faktor lingkungan yang sangat diperlukan dalam

perkecambahan. Kehadiran air ini sangat penting untuk aktivitas enzim serta penguraiannya, translokasi dan untuk keperluan fisiologis lainnya.

Faktor lingkungan lain yang berpengaruh dalam proses perkecambahan yaitu

udara. Udara ini terdiri dari 20% oksigen (O2), 0,03% karbondioksida (CO2) dan 80%

Nitrogen. Kehadiran oksigen didalam proses respirasi pada perkecambahan sangat menentukan sekali. Apabila konsentrasi oksigen di udara ini sangat rendah, menyebabkan terhambatnya perkecambahan. Keadaan ini telah dibuktikan oleh Forward (1958) dengan menggunakan ratio karbondioksida / oksigen di udara terhadap perkecambahan biji oat.


(21)

Hubungannya dengan temperatur, perkecambahan memerlukan temperatur

yang optimum, yaitu temperatur yang dapat mengakibatkan persentase perkecambahan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Menurut Copeland (1976), temperatur optimum bagi perkecambahan yaitu sekitar 15o-30oC, sedangkan untuk temperatur maksimum yaitu 35o-40oC.

Cahaya adalah faktor lingkungan lain yang menentukan kemampuan biji

berkecambahn. Penelitian pengaruh cahaya terhadap perkecambahan telah dilakukan oleh Borthwick et al (1952) dan Flint 1936) pada biji lettuce. Dari hasil penelitiannya terbukti bahwa radiasi yang mendukung perkecambahan yaitu sekitar 5250–7000 Å. Adapun penyinaran yang sangat mendukung terhadap perkecambahan yaitu 6600 Å. Sedangkan radiasi yang menghambat perkecambahan berada di sekitar 7000 – 8200 Å dengan penghambatan maksimum sekitar 7100 – 7500 Å. (Abidin, Z., 1991)

2.5. Asam Lemak, Lipid, dan Protein 2.5.1. Asam Lemak

Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam lemak merupakan asam karboksilat yang berantai karbon panjang. (Poedjiadi,A.1994)

Asam lemak diperoleh dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti kelapa sawit, kelapa, jagung, kedelai, biji jarak, biji karet, biji bunga matahari dan minyak dedak padi. Sedangkan asam lemak sintetik dapat diperoleh dari industri petrochemical. Dalam penggunaannya, asam lemak memegang peranan penting dalam industri oleochemical, seperti industri sabun, detergent, alkohol lemak, polimer, amina lemak, kosmetik dan farmasi. (Arifan,F.,2011)

2.5.2. Lipid

Seperti karbohidrat, lipid juga tersusun dari atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen, tetapi lemak selalu memiliki porsi atom hidrogen yang lebih banyak dibanding pada


(22)

molekul karbohidrat. Lemak disintesis dari gliserol dan asam-asam lemak. Didalam sel, gliserol disintesis dari glukosa. Asam lemak yang paling sederhana adalah asam asetat. Gugus karboksil (-COOH) merupakan ciri dari molekul asam-asam organik.

Secara kimia lemak dan minyak merupakan senyawa yang sangat mirip. Walaupun secara fisik, lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu kamar. Baik lemak ataupun minyak terbentuk dari satu molekul gliserol dengan 3 molekul asam lemak. Oleh sebab itu, lemak dan minyak sering disebut sebagai trigliserida. Titik didih dan sifat lemak lainnya tergantung pada jenis asam-asam lemak yang terkandung. Asam lemak hampir selalu mempunyai jumlah atom karbon yang genap, biasanya 16 atau 18 karbon. Titik didih akan tinggi jika rantai asam lemaknya panjang dan jenuh (tanpa ikatan rangkap). Lemak umumnya mengandung asam lemak jenuh, sedangkan minyak mengandung 1 sampai 3 asam lemak tak jenuh. (Lakitan,B.2011)

2.5.3. Protein

Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari 1 juta. Protein memiliki peranan penting dalam kehidupan, antara lain yaitu proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, yaitu suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Protein dapat dengan mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH dan pelarut organik. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau enzim, protein akan menghasilkan asam-asam amino. Asam-asam amino ini terikat satu sama lain dengan ikatan peptida. Asam amino ini merupakan asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. (Poedjiadi,A.,1994)

2.6. Gugus Prostetik dan Koenzim

Disamping komponen proteinnya, beberapa enzim juga mengandung senyawa organik nonprotein dengan ukuran molekul yang lebih kecil. Senyawa nonprotein pada enzim ini disebut gugus prostetik. Gugus prostetik terikat erat pada molekul protein enzim


(23)

contohnya adalah enzim dehidrogenase yang berperan dalam respirasi dan perombakan asam lemak.

Beberapa enzim mengandung gugus prostetik yang mengikat ion-ion logam, seperti besi dan tembaga pada sitokrom oksidase. Jenis protein lain, yakni glikoprotein yang mengandung gula yang berperan dalam aksi enzimatiknya atau melindungi enzim dari suhu ekstrim, bahan perusak internal (misalnya protease) dan mungkin terhadap patogen dan herbivora.

Beberapa enzim lainnya tidak mengandung gugus prostetik, tetapi untuk melaksanakan aktivitasnya membutuhkan partisipasi dari senyawa organik lain dan atau ion logam tertentu. Senyawa organik atau ion logam yang membantu fungsi enzim disebut sebagai koenzim. Ion logam yang berpartisipasi ini juga sering disebut aktivatior logam. Koenzim tidak terikat pada molekul protein penyusun enzim.

Beberapa unsur hara dapat berperan sebagai aktivator enzim, ion Mg2+ berperan sebagai aktivator enzim-enzim yang menggunakan ATP atau nukleosida difosfat atau trifosfat lainnya sebagai substrat. (Lakitan,B.,2011)

Pengendalian Oleh Efektor

Enzim merupakan protein khusus yang dapat bergabung dengan suatu substrat spesifik untuk mengkatalisasi reaksi biokimia dari substrat tersebut (Maier et al., 2000). Dalam

reaksi tersebut enzim mengubah senyawa yang disebut substrat menjadi bentuk suatu senyawa baru yang disebut produk. Enzim memiliki substrat spesifik dan reaksi kimia yang spesifik untuk dikatalisnya. (Palmer, 1985)

Pengendalian enzim sering kali dilakukan dengan cara mengikatkan enzim dengan suatu senyawa lain, yang dapat menghalangi tempat-kegiatan (active site) atau mengubah konformasi enzim sehingga aktivitas katalitiknya berubah. Senyawa yang mengubah laju secara ini disebut efektor atau modulator aktivitas enzim.


(24)

Efektor dapat berupa aktivator yang meningkatkan aktivitas, atau inhibitor yang menurunkan aktivitas. Secara umum, aktivasi merupakan cara untuk pengerahan (mobilisasi) senyawa cadangan; bahan bakar disediakan untuk dibakar, sebagai tanggapan terhadap efektor yang bertindak sebagai isyarat yang menunjukkan bahwa kebutuhan produksi energi meningkat.

2.7. Pengaruh pH Dan Suhu Terhadap Aktivitas Enzim 2.7.1. Pengaruh pH

Enzim biasanya melakukan katalis paling efektif pada kadar H+ tertentu, tidak hanya karena katalisis tergantung pada perbandingan yang tepat antara gugus-gugus asam dan basa yang ada tetapi juga karena konformasi protein tergantung pula pada muatan gugus-gugus yang membentuk ikatan. Perubahan yang besar pada pH menyebabkan penurunan yang berarti pada suhu transisi bagi kerusakan konformasi.

2.7.2. Pengaruh Suhu

Laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim seperti halnya reaksi biasa akan meningkat dengan peningkatan suhu. Ini berlaku sampai suhu tertentu tercapai. Di luar rentang kritis, yaitu pada suhu transisi, aktivitas enzim menurun dengan tajam. Diatas suhu tertentu tidak hanya enzim saja, bahkan hampir semua protein akan mudah rusak konformasinya. Bila energi termal menjadi cukup besar untuk mengakibatkan pemutusan beberapa ikatan, maka ikatan-ikatan di sekitarnya akan melemah, dan seluruh molekul akan membuka. Kerusakan yang luar pada konformasi ini dikenal sebagai denaturasi protein. (Mcgilvery,R.W. 1996)

2.8. Isolasi dan Pemurnian Enzim

Tujuan Pemurnian enzim adalah mengisolasi protein enzim spesifik dari ekstrak mentah seluruh sel yang mengandung banyak komponen lain. Molekul-molekul kecil dapat diangkat dengan dialisis atau filtrasi gel, asam nukleat dengan presipitasi dengan


(25)

antibiotika streptomisin, dll. Persoalannya adalah memisahkan enzim yang diinginkan dari campuran ratusan protein yang secara kimia dan fisika serupa. Prosedur pemurnian klasik yang berguna termasuk pengendapan (presipitasi) dengan konsentrasi garam yang bervariasi (umumnya amonium atau Natrium sulfat) atau pelarut (aseton atau etanol), pemanasan diferensial atau denaturasi pH, sentrifugasi, filtrasi gel dan elektroforesis. Penyerapan (adsorpsi) selektif dan pelarutan (elution) protein dari penukar anion selulosa dietilaminoetilselulosa dan penukar kation karboksimetilselulosa juga telah sangat berhasil untuk pemurnian dalam jumlah besar dan cepat. (Martin,D.W.,1987)

Proses pengendapan protein dengan menggunakan amonium sulfat berkonsentrasi tinggi terutama digunakan bila diinginkan mengisolasi satu macam protein saja. Sedangkan bila dengan menggunakan pelarut organik sebaiknya dilakukan pada suhu rendah untuk menghindari terjadinya denaturasi. (Poedjiadi,A.1994)

2.9. Minyak Inti Kelapa Sawit atau PKO Sebagai Subtrat

Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari buah kelapa sawit disebut minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan inti sawit dinamakan minyak inti kelapa sawit (Palm kernel Oil/PKO) (ketaren, 1986). Inti sawit merupakan hasil olahan dari biji sawit yang telah dipecah menjadi cangkang dan inti. Inti sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung didalamnya disebut minyak inti sawit dan ampas atau bungkilnya yang kaya protein digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44 – 53%. (Mangoensoekardjo.S., 2003)

Minyak inti sawit memiliki rasa dan bau yang khas. Minyak mentahnya mudah sekali menjadi tengik bila dibandingkan dengan minyak yang telah dimurnikan. Titik lebur dari minyak inti sawit adalah berkisar antara 25oC – 30oC. (Sitinjak K, 1983). Minyak inti sawit merupakan trigliserida campuran, yang berarti bahwa gugus asam lemak yang terikat dalam trigliserida – trigliserida yang dikandung lemak ini jenisnya


(26)

lebih dari satu. Jenis asam lemaknya meliputi C6 (asam kaproat) sampai C18 jenuh

(asam stearat) dan C18 tak jenuh (asam oleat dan asam linoleat). (Winarno,FG., 1991)

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Dan Minyak Inti Sawit

Asam Lemak Minyak Inti sawit

PKO (%)

Minyak Kelapa Sawit CPO (%) Asam kaprilat Asam Kaproat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat

3 – 4 3 – 7 46 – 52 14 – 17 6,5 – 9 1 – 2,5 13 19 0,5 - 2

- - - 1,1 – 2,5

40 – 46 3,6 – 4,7

39 45 7 - 11 Sumber : Ketaren 1996

Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relatif terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah. (Ketaren, 1996)


(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat

- Ball-Pipet

- Blender Sayota

- Botol Akuades

- Buret Pyrex

- Centrifuge 5000 rpm Hitachi

- Centrifuge 10000 rpm Hitachi

- Gelas Ukur Pyrex

- Gelas Beaker Pyrex

- Gelas Erlenmeyer Pyrex

- Kapas

- Labu Takar Pyrex

- Neraca Analitis Mettler Toledo

- pH meter Walklab

- Pipet Tetes

- Pipet Volumetri Pyrex

- Statif dan Klem

- Termometer

- Termostat

3.2. Bahan-bahan

- Etanol Teknis (Bratachem)

- NaH2PO4.H2O p.a.(E.Merck)

- Na2HPO4 p.a.(E.Merck)

- Indikator Fenolftalein p.a.(E.Merck)


(28)

- Asam oksalat(s) p.a.(E.Merck)

- Aseton p.a.(E.Merck)

- PKO (Palm Kernel Oil) - Biji karet

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1.1. Pembuatan Indikator Fenolftalein 1%

Ditimbang 1 g indikator Fenolftalein dan dilarutkan dengan etanol dalam labu takar 100 mL sampai garis tanda.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan KOH 0,0912 N a. Pembuatan larutan KOH 0,0912 N

Ditimbang 5,61 g KOH dan dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL, kemudian dilarutkan dengan akuades hingga garis tanda, setelah itu dihomogenkan.

b. Standarisasi Larutan KOH 0,0912 N dengan asam oksalat

Ditimbang dengan teliti 0,63 g asam oksalat (BM = 126), kemudian dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 mL. Dipipet sebanyak 10 mL dan ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein kemudian dititrasi dengan larutan KOH yang akan distandarisasi hingga berubah warna menjadi merah lembayung. Hal yang sama dilakukan sebanyak 3 kali.

Perhitungan N Larutan KOH = (Sudarmadji, 1997)


(29)

A = X gram Na2HPO4

B = Y gram NaH2PO4.H2O

A + B dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

Tabel 3.1. Pembuatan Larutan Buffer Phosfat pH 6,0 – 8,0

Perhitungan Larutan Buffer diatas dapat dilihat pada lampiran A.

3.3.3. Pembuatan Kecambah dari Biji Karet

Pembuatan kecambah biji karet sesuai dengan metode Abigor et al.,2002 yang

dimodifikasi. Direndam biji karet yang telah diseleksi selama ± 48 jam, kemudian dipisahkan antara cangkang dan biji bagian dalamnya. Kemudian diambil biji bagian dalamnya dan dikecambahkan dengan cara meletakkannya diatas kapas yang lembab pada suhu kamar selama 7 hari.

3.3.4. Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet

Ditimbang kecambah sebanyak 300 gram dan ditambahkan dengan buffer fosfat pH 7,0 sebanyak 500 mL dan diblender hingga halus, kemudian disaring. Filtrat disentrifugasi pada 5000 rpm selama 30 menit. Dipipet Supernatan dan dijenuhkan dengan aseton 70%, kemudian didiamkan selama 1 malam pada suhu 40C. Suspensi yang terbentuk disentrifugasi pada 10000 rpm selama 30 menit dan endapan yang dihasilkan dilarutkan dengan buffer fosfat pH 7,0.

pH X gram

Na2HPO4

Y gram

NaH2PO4.H2O

6,0 0,421 6,491

6,5 1,179 5,755

7,0 2,747 4,23

7,5 4,726 2,307


(30)

3.3.5. Penentuan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Pada Hidrolisis PKO

Ditimbang PKO sebanyak 1 gram dan masing-masing dimasukkan ke dalam 5 gelas Erlenmeyer, ditambahkan 4 mL buffer fosfat pH 7,0 , ditambahkan 1 mL crude enzim lipase dan dipanaskan gelas Erlenmeyer dengan variasi suhu 30; 35; 40; 45; dan 500C selama 60 menit, setelah itu ditambahkan 6 mL etanol:aseton (1:1) dan ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein. Kemudian dititrasi dengan KOH 0,0912 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung, dan dicatat volume KOH 0,0912 N yang terpakai dan dihitung % ALB dan aktivitasnya.

3.3.6. Penentuan pH Optimum Untuk Aktifitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Pada Hidrolisis PKO

Ditimbang PKO sebanyak 1 gram dan masing-masing dimasukkan ke dalam 5 gelas Erlenmeyer, ditambahkan 4 mL buffer fosfat dengan variasi pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; dan 8,0 dan ditambahkan 1 mL crude enzim lipase dan dipanaskan pada suhu 400C selama

60 menit, setelah itu ditambahkan 6 mL etanol:aseton (1:1) dan ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein. Kemudian dititrasi dengan KOH 0,0912 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung, dicatat volume KOH 0,0912 N yang terpakai dan dihitung % ALB dan aktivitasnya.


(31)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Kecambah Dari Biji Karet

(Sesuai metode Abigor et al.,2002

& Tim Penulis PS.,1999)

600 g biji karet

Direndam selama 48 jam Dikupas

Cangkang Biji Bagian Dalam

Dipilih yang masih bagus (masih berwarna putih atau agak kekuningan) Dikecambahkan diatas kapas yang lembab pada suhu kamar


(32)

dijenuhkan dengan aseton 70%

didiamkan selama 1 malam pada suhu 4ºC disentrifugasi pada 10000 rpm selama 30 menit

3.4.2. Penyediaan Ekstrak Kasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Karet

300 g kecambah biji karet

ditambahkan 500 mL buffer fosfat pH 7,0 diblender hingga halus

disaring

Residu Filtrat

disentrifugasi pada 5000 rpm selama 30 menit

Endapan Supernatan

Suspensi

Supernatan Endapan (1,96 g)

dilarutkan dengan 75 mL buffer fosfat pH 7,0


(33)

3.4.3. Penentuan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Pada Hidrolisis PKO

1 g PKO

dimasukkan masing-masing ke dalam 5 gelas Erlenmeyer 250 mL ditambahkan 4 mL buffer fosfat pH 7,0

ditambahkan 1 mL crude enzim lipase

dipanaskan gelas Erlenmeyer dengan variasi suhu 30ºC; 35ºC; 40ºC; 45ºC; dan 50ºC selama 60 menit

ditambahkan 6 mL larutan aseton : etanol (1:1) ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein

dititrasi dengan KOH 0,0912 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung

dicatat volume KOH 0,0912 N yang terpakai dihitung % ALB nya

dihitung aktivitasnya*


(34)

3.4.4. Penentuan pH Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Pada Hidrolisis PKO

*Aktivitas crude enzim lipase dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :

Aktivitas lipase (U/mL) =

60

1000 )

(ABNKOH

Dengan : A = mL KOH untuk titrasi sampel B = mL KOH untuk titrasi blanko 1000 = konversi dari mmol ke µmol 60 = waktu reaksi (1 jam = 60 menit )

dimasukkan masing-masing ke dalam 5 gelas Erlenmeyer 250 mL ditambahkan 4 mL buffer fosfat dengan variasi pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; dan 8,0

ditambahkan 1 mL crude enzim lipase

dipanaskan gelas Erlenmeyer pada suhu 40ºC selama 60 menit ditambahkan 6 mL larutan aseton : etanol (1:1)

ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein

dititrasi dengan KOH 0,0912 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah lembayung

dicatat volume KOH 0,0912 N yang terpakai dihitung % ALB nya

dihitung aktivitasnya*

1 g PKO


(35)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Penentuan Suhu dan pH Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

Data hasil perhitungan aktivitas ekstrak kasar enzim lipase dalam menghidrolisis PKO (Palm Kernel Oil) pada suhu 30 50oC dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1. Hasil perhitungan aktivitas ekstrak kasar enzim lipase pada suhu 30-50oC

Berat PKO (g)

Volume crude enzim

lipase (mL)

Suhu (oC)

Volume KOH 0,0912 N (mL) Blanko Substrat

Kadar ALB (%)

Aktivitas (U/mL)

1,0 1 30 14,9 15,7 28,6797 1,216

1,0 1 35 15,0 16,3 29,7758 1,976

1,0 1 40 15,3 16,9 30,8718 2,432

1,0 1 45 15,4 16,4 29,9585 1,520


(36)

Data hasil perhitungan aktivitas crude enzim lipase dalam menghidrolisis PKO (Palm Kernel Oil) pada pH 6,0 – 8,0 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2. Hasil perhitungan aktivitas ekstrak kasar enzim lipase pada pH 6,0 -8,0

Berat PKO (g)

Volume crude enzim

lipase (mL)

pH

Volume KOH 0,0912 N (mL) Blanko Substrat

Kadar ALB (%)

Aktivitas (U/mL)

1,0 1 6,0 15,2 15,9 29,0451 1,064

1,0 1 6,5 15,2 16,1 29,4104 1,368

1,0 1 7,0 15,3 16,9 30,8718 2,432

1,0 1 7,5 15,2 16,4 29,9585 1,824

1,0 1 8,0 15,2 15,7 28,6797 0,760

Kadar ALB (asam lemak bebas) dapat diketahui berdasarkan volume (mL) KOH 0,0912 N yang dipakai untuk membebaskan 1 mg asam lemak bebas dari PKO yang dihidrolisis oleh crude enzim lipase.

Pengolahan data untuk perhitungan kadar ALB (asam lemak bebas) dapat dilihat pada lampiran B.

Pengolahan data untuk perhitungan aktivitas crude enzim lipase yang dinyatakan dalam satuan Unit / mL (U/mL) dapat dilihat pada lampiran C.


(37)

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1. Isolasi Ekstrak Kasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Karet (Hevea brasiliensis)

Ekstrak kasar enzim lipase diperoleh dari kecambah biji karet yang telah berumur 6 hari. Isolasi dilakukan dengan metode presipitasi dan sentrifugasi. Isolasi dilakukan dengan proses sentrifugasi sebanyak 2 kali dengan kecepatan putaran yang berbeda dan juga dengan penambahan aseton pada suhu 4oC. Sentrifugasi yang pertama dengan kecepatan 5000 rpm bertujuan untuk memisahkan filtrat dari residu. Dan sentrifugasi yang kedua dengan kecepatan putaran 10000 rpm digunakan untuk memisahkan partikel-partikel enzim dengan partikel-partikel yang bukan enzim (untuk memekatkan partikel-partikel enzim), setelah sebelumnya diendapkan dengan aseton 70 %. Aseton dapat mempengaruhi aktivitas air dengan cara mereduksi kelarutan protein, sehingga terjadi agregasi dan pengendapan. Struktur air di sekeliling area hidrofobik pada permukaan protein dapat ditempati oleh molekul pelarut organik, sehingga agregasi terjadi akibat interaksi antara muatan berlawanan pada permukaan protein.

4.2.2. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Crude Enzim Lipase dari Kecambah Biji Karet (Hevea brasiliensis) pada hidrolisis PKO

Gambar 4.1. Reaksi Hidrolisis trigliserida oleh enzim lipase

Pengaruh suhu terhadap aktivitas crude enzim lipase dari kecambah biji karet dengan rentang suhu 30-50o C dapat dilihat pada gambar dibawah ini :


(38)

Gambar 4.2. Kurva pengaruh suhu terhadap aktivitas crude enzim lipase pada hidrolisis PKO ( Aktivitas Vs Suhu )

Untuk menentukan temperatur optimum enzim hasil isolasi, variasi suhu yang digunakan adalah 30, 35, 40, 45 dan 50oC. Dari hasil pengujian yang dilakukan

temperatur optimum crude lipase ialah 40oC dengan aktivitas sebesar 2,432 Unit/mL

seperti yang tertera pada gambar 4.2. Pada temperatur kurang dari 40oC enzim cukup stabil, tetapi hidrolisis substrat PKO oleh enzim tidak berjalan dengan maksimal. Dengan semakin meningkatnya temperatur, energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi bertambah sehingga molekul yang bereaksi semakin banyak dan produk yang dihasilkan semakin besar. Diatas suhu 40oC, aktivitas enzim menurun secara drastis, hal ini karena enzim mengalami denaturasi protein yang dapat merubah konformasi struktur molekul sehingga enzim kehilangan sifat katalitiknya. Dan pada suhu 45oC aktivitas enzim mulai menurun yaitu sebesar 1,520 Unit/mL dan semakin jauh menurun pada suhu 50oC dengan aktivitas sebesar 0,608 Unit/mL.

4.2.3. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Crude Enzim Lipase dari Kecambah Biji Karet pada hidrolisis PKO

Selain pada suhu, enzim juga sangat bergantung pada pH. Enzim akan aktif pada kisaran pH yang terbatas. Dan enzim akan bekerja dengan maksimal pada pH


(39)

optimum. Pengaruh pH terhadap Aktivitas crude enzim lipase dari kecambah biji karet pada hidrolisis PKO dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.3. Kurva Pengaruh pH terhadap aktivitas crude enzim lipase pada hidrolisis PKO ( Aktivitas Vs pH )

Untuk menentukan pH optimum enzim lipase hasil isolasi, variasi pH yang digunakan adalah 6, 6,5, 7,0, 7,5 dan 8,0. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa aktivitas crude enzim lipase bervariasi dengan adanya perubahan pH. Hal ini terjadi karena adanya perubahan struktur sekunder dan tersier dari enzim. Dengan semakin meningkatnya pH, aktivitas lipase juga meningkat. Peningkatan aktivitas enzim sampai mencapai pH optimum yaitu dari pH 6,0, 6,5 dan meningkat dengan tajam pada pH 7,0 dan mulai menurun pada pH 7,5 dan begitu juga pada pH 8,0. Pada pH yang optimum muatan gugus samping asam amino berada pada keadaan yang sesuai sehingga enzim sangat efisien dalam mempercepat reaksi yang sangat spesifik. Aktivitas optimum lipase dicapai pada pH 7,0 yaitu sebesar 2,432 Unit/mL. Hal ini disebabkan karena pada kondisi pH 7,0, gugus pemberi dan penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada pada kondisi yang tepat sehingga aktivitas katalitiknya tinggi.


(40)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai isolasi dan uji aktivitas crude enzim lipase dari kecambah biji karet dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Isolasi ekstrak kasar enzim lipase dilakukan menggunakan metode presipitasi dan sentrifugasi dengan penambahan aseton pada suhu 4ºC untuk mengendapkan protein dan memisahkan enzim dari partikel non-enzim. b. Suhu dan pH optimum untuk aktivitas crude enzim lipase dari kecambah biji

karet adalah 40oC dan 7,0 dengan nilai aktivitas tertinggi yaitu 2,432 Unit/mL.

5.2. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu dengan memurnikan dan menentukan kadar protein dari ekstrak kasar enzim lipase dari kecambah biji karet.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin,Z. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Bandung : Angkasa.

Arifan, F., Yulianto, M.E., Wikanta, D.K., dan Damayanti, N. 2011. Pengembangan Bioreaktor Enzimatik Untuk Produksi Asam Lemak dari Hasil Samping Penggilingan Padi Secara In Situ. Jurusan Teknik Kimia PSD III UNDIP.

Semarang.

Bonner,J., and Varne, J. 1976. Plant Biochemistry. Third Edition. New York : Academic Press.

Gaman, P. M., and Sherington, B. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi & Mikrobiologi. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Gardner,F.P., and Pearce, R.B. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta : UI-Press.

Girindra,A.,1990. Biokimia I. Jakarta : PT Gramedia.

Hidayat, C., Kuntoro, M.D., Hastuti, P., Sumangat, D., Hidayat, T. 2008. Optimasi Sintesis Metil Oleat Menggunakan Biokatalis Lipase Dari Kecambah Biji Jatropha curcas L. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM.

Yogyakarta.

Ketaren,S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Edisi I. Jakarta : UI-Press.

Lehninger,A.L. 1990. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga.

Macrae, A.R. 1983. Extracelullar Microbial Lipases.In Microbial Enzymes and

Biotechnology, ed. Fogarty,W.M. Applied Science Publiser Ltd. England.

Mangoensoekardjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada – Press.

Martin,D.W., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., and Granner, D.K. 1987. Edisi 20.

Biokimia Harper. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.

McGilvery,R.W. 1996. Biokimia : Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Surabaya :

Airlangga University Press.

Moentamaria,D. 2009. Kajian Awal Pembuatan Biokatalisator Lipase Teramobil Dari Mucor Miehei Untuk Pengolahan Minyak Randu Menjadi Biodiesel. Jurusan


(42)

Palmer T. 1985. Understanding Enzyme. Ellishorwood Publisher.

Pandey, A., Benjamin, S., Soccol, C.R., Nigam, P., Krieger, N. and Soccol, V.T. 1999.

The Realm of Microbial Lipases in Biotechnology. Biotechnol. Appl. Biochem.,

29, 119-131.

Permana,M., dan Suhendra,L. 2009. Aktivitas Spesifik Lipase Indigenous Pada Biji Kakao ( Theobroma cacao L.). Fakultas Teknologi Pertanian UNUD. Bali.

Poedjiadi A. 1994. Dasar – dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet : Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta : Penerbit

Kanisius.

Sitinjak, K. 1983. Pengolahan Hasil Perkebunan 2 : Pengolahan Kelapa Sawit. Medan : Fakultas Pertanian USU.

Soetopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Suhendra, L., Tranggono., dan Hidayat, C. 2007. Aktivitas Hidrolisis dan Esterifikasi Lipase Ekstrak Kecambah Biji Wijen (Sesamun indicum). Jurusan Teknologi

Pangan dan Hasil Pertanian UGM. Yogyakarta.

Tim Penulis PS. Karet : Budi Daya Pengolahan dan Strategi Pemasaran. Cetakan 6.

Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarno,F.G. 1983. Enzim Pangan. Jakarta : PT. Gramedia.

Wipradyandewi dan Arisandhi, P. 2007. Aktivitas Spesifik Hidrolisis Lipase Indigenous dari Ekstrak Kecambah Biji Koro Benguk (Mucuna pruriens L.). Laporan Penelitian. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) – LIPI.


(43)

Lampiran A. Perhitungan Pembuatan Buffer Fosfat 0,05 M

Dipakai Rumus : pH = pKa + log Untuk pH = 6,0 6,0 = 7,2 + log

log = - 1,2

=

% = x 100%

= x 100%

= 5,93 %

% = x 100%

= x 100% = 94,07 %

g = % x M x BM

= 0,0593 x 0,05 x 142 = 0,421 g/L

g = % x M x BM

= 0,9407 x 0,05 x 138 = 6,491 g/L


(44)

Lampiran B. Perhitungan Kadar ALB (Asam Lemak Bebas) Hasil hidrolisis Minyak Wijen Oleh Crude Enzim Lipase

(Ketaren, 1986)

Dimana; V = Volume KOH 0,0912 N (mL) N = Normalitas KOH (0,0912 N)

BM = Berat molekul asam lemak bebas (Laurat 200,3 g/mol) G = Berat sampel PKO (gram)

Untuk volume KOH 0,0912 N adalah 15,7 mL maka % ALB nya adalah

=

= 28,6797 %

Lampiran C. Perhitungan aktivitas crude enzim lipase

Aktivitas crude enzim lipase dapat dihitung berdasarkan metode Linfield (1984) yaitu:

Aktivitas lipase (U/mL)=

60

1000 )

(ABNKOH

Dengan, A = mL KOH untuk titrasi substrat B = mL KOH untuk titrasi blanko 1000 = Konbersi dari mmol ke µmol 60 = Waktu reaksi ( 60 menit)

Dimana, 1 unit aktivitas enzim setara dengan jumlah atau nilai yang menyebabkan pengubahan 1 µmol (10-6 mol) substrat per menit.

V. N. BM

G. 1000 X 100 % % ALB =

% ALB = 15,7 x 0,0912 x 200,3 1,0 x 1000


(45)

Maka aktivitas crude enzim lipase pada suhu 30oC dengan A = 16,9 mL dan B = 15,3 mL, sehingga aktivitasnya dapat dihitung :

Aktivitas lipase (U/mL) =

60

1000 0912

, 0 ) 3 , 15 9 , 16

(  mLN


(46)

Lampiran D. Gambar Penelitian

Gambar 3. Biji karet bagian dalam

Gambar 6. Kecambah biji karet yang berumur 3 hari

Gambar 1. Tumbuhan Karet Gambar 2. Biji Karet

Gambar 4. Biji karet yang dikecambahkan pada media kapas yang lembab (hari ke-1)

Gambar 5. Perkembangan kecambah biji karet pada hari ke-3


(47)

Gambar 8. Kecambah biji karet yang berumur 6 hari

Gambar 9. kecambah biji karet yang telah dihaluskan

Gambar 10. Hasil penyaringan (ekstrak kecambah biji karet)

Gambar 11. Supernatan setelah ditambahkan aseton 70%

Gambar 7. Perkembangan kecambah biji karet pada hari ke-6


(1)

Palmer T. 1985. Understanding Enzyme. Ellishorwood Publisher.

Pandey, A., Benjamin, S., Soccol, C.R., Nigam, P., Krieger, N. and Soccol, V.T. 1999. The Realm of Microbial Lipases in Biotechnology. Biotechnol. Appl. Biochem., 29, 119-131.

Permana,M., dan Suhendra,L. 2009. Aktivitas Spesifik Lipase Indigenous Pada Biji Kakao ( Theobroma cacao L.). Fakultas Teknologi Pertanian UNUD. Bali. Poedjiadi A. 1994. Dasar – dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet : Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Sitinjak, K. 1983. Pengolahan Hasil Perkebunan 2 : Pengolahan Kelapa Sawit. Medan :

Fakultas Pertanian USU.

Soetopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Suhendra, L., Tranggono., dan Hidayat, C. 2007. Aktivitas Hidrolisis dan Esterifikasi Lipase Ekstrak Kecambah Biji Wijen (Sesamun indicum). Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM. Yogyakarta.

Tim Penulis PS. Karet : Budi Daya Pengolahan dan Strategi Pemasaran. Cetakan 6. Jakarta : Penebar Swadaya.

Winarno,F.G. 1983. Enzim Pangan. Jakarta : PT. Gramedia.

Wipradyandewi dan Arisandhi, P. 2007. Aktivitas Spesifik Hidrolisis Lipase Indigenous

dari Ekstrak Kecambah Biji Koro Benguk (Mucuna pruriens L.). Laporan


(2)

Lampiran A. Perhitungan Pembuatan Buffer Fosfat 0,05 M

Dipakai Rumus : pH = pKa + log Untuk pH = 6,0 6,0 = 7,2 + log

log = - 1,2

=

% = x 100%

= x 100% = 5,93 %

% = x 100%

= x 100% = 94,07 %

g = % x M x BM

= 0,0593 x 0,05 x 142 = 0,421 g/L

g = % x M x BM

= 0,9407 x 0,05 x 138 = 6,491 g/L


(3)

Lampiran B. Perhitungan Kadar ALB (Asam Lemak Bebas) Hasil hidrolisis Minyak Wijen Oleh Crude Enzim Lipase

(Ketaren, 1986)

Dimana; V = Volume KOH 0,0912 N (mL) N = Normalitas KOH (0,0912 N)

BM = Berat molekul asam lemak bebas (Laurat 200,3 g/mol) G = Berat sampel PKO (gram)

Untuk volume KOH 0,0912 N adalah 15,7 mL maka % ALB nya adalah

=

= 28,6797 %

Lampiran C. Perhitungan aktivitas crude enzim lipase

Aktivitas crude enzim lipase dapat dihitung berdasarkan metode Linfield (1984) yaitu:

Aktivitas lipase (U/mL)=

60

1000 )

(ABNKOH

Dengan, A = mL KOH untuk titrasi substrat B = mL KOH untuk titrasi blanko 1000 = Konbersi dari mmol ke µmol 60 = Waktu reaksi ( 60 menit)

Dimana, 1 unit aktivitas enzim setara dengan jumlah atau nilai yang menyebabkan V. N. BM

G. 1000 X 100 % % ALB =

% ALB = 15,7 x 0,0912 x 200,3 1,0 x 1000


(4)

Maka aktivitas crude enzim lipase pada suhu 30oC dengan A = 16,9 mL dan B = 15,3 mL, sehingga aktivitasnya dapat dihitung :

Aktivitas lipase (U/mL) =

60

1000 0912

, 0 ) 3 , 15 9 , 16

(  mLN


(5)

Lampiran D. Gambar Penelitian

Gambar 3. Biji karet bagian dalam

Gambar 1. Tumbuhan Karet Gambar 2. Biji Karet

Gambar 4. Biji karet yang dikecambahkan pada media kapas yang lembab (hari ke-1)


(6)

Gambar 8. Kecambah biji karet yang berumur 6 hari

Gambar 9. kecambah biji karet yang telah dihaluskan

Gambar 10. Hasil penyaringan (ekstrak kecambah biji karet)

Gambar 11. Supernatan setelah ditambahkan aseton 70%

Gambar 7. Perkembangan kecambah biji karet pada hari ke-6


Dokumen yang terkait

Penentuan pH dan Suhu Optimum untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap Hidrolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)

3 61 61

Penentuan pH Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

6 63 60

Studi Perbandingan Campuran Minyak Palm Oil/Palm Stearine/Palm Kernel Oil (%b/%b) Terhadap Keretakan Sabun Mandi Padat

24 154 137

Penentuan Ph Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Jarak Kepyar (Ricinus communis L) Terhadap Hidrolisis Minyak Wijen

7 94 61

Penentuan Kualitas Crude Palm Kernel Oil Yang Diperoleh Dari Hasil Ekstraksi Inti Sawit Dengan Pelarut N-Heksan Di PT. Palmcoco Laboratories

3 51 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet - Penentuan Ph Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKECAMBAHAN - Penentuan pH dan Suhu Optimum untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap Hidrolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)

0 0 19

Penentuan pH dan Suhu Optimum untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase dari Kecambah Biji Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap Hidrolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)

0 2 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet - Penentuan pH Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

0 0 19

Penentuan pH Dan Suhu Optimum Untuk Aktivitas Ekstrak Kasar Enzim Lipase Dari Kecambah Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Terhadap Hidrolisis PKO (Palm Kernel Oil)

0 0 12