BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga (Prt)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai

  pembantu rumah tangga sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia baik di kota-kota maupun di desa-desa. Banyak keluarga mempunyai pekerja rumah tangga (PRT). Menurut SUSENAS BPS 1999 di Jakarta terdapat

  

  168.319 orang PRT. Jumlah tersebut mencakup baik PRT dewasa dan juga yang masih tergolong anak-anak (PRT Anak) yang berusia antara 10-18 tahun. Jumlah

   PRTA sebesar 29,9% dari seluruh PRT di Jakarta. Besarnya jumlah pekerja

  tersebut memperlihatkan bahwa sebenarnya keberadaan PRT di Jakarta harus mendapatkan perhatian yang serius.

  PRT melaksanakan tugas-tugas rumah tangga seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, mengasuh anak majikan dan berbagai tugas lain yang diberikan oleh majikan. Dengan perkataan lain, pekerjaan yang harus dilakukan oleh PRT sangatlah banyak dan bervariasi tergantung dari kehidupan rumah

   tangga majikan.

  Sebagai imbalan atas pekerjaannya PRT menerima upah dari majikan. Besarnya upah tergantung dari perjanjian antara PRT dengan majikan yang seringkali didasarkan pada harga pasaran di suatu wilayah tertentu. Dalam 1 Dhevy Setya Wibawa & Laurike Moelino, Laporan Penelitian: Profil Pekerja Rumah Tangga Anak di Dua Wilayah Jakarta Selatan: Studi untuk Peningkatan Kesadaran Masyarakat.

  Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya, 2002, hlm 5 2 3 Ibid.

  Ibid. hlm 7

  

  beberapa kasus, upah didasarkan pula pada kondisi keuangan majikan. Di samping upah, PRT juga menerima berbagai fasilitas lain seperti kamar, sabun, sikat gigi dan pasta gigi, dan bentuk-bentuk fasilitas lain yang disediakan oleh

  

majikan berdasarkan kesepakatan mereka.

  Melihat fenomena tersebut di atas, muncul pertanyaan apakah PRT termasuk pekerja yang pantas mendapat kedudukan yang sama dengan pekerja yang lain. Sebutan dan penerimaan PRT sebagai pekerja tentunya akan memberikan status yang baru kepada PRT sebagai pekerja formal. Status baru tersebut memungkinkan PRT untuk memperjuangkan haknya secara lebih

  Pengalaman di beberapa negara tetangga memperlihatkan hal ini.

  Malaysia, Thailand dan Singapura telah memiliki suatu ketentuan perundang- undangan yang mengakui keberadaan PRT dan memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya walaupun terbatas terhadap PRT warga negara mereka

   sendiri.

  Memang harus diakui bahwa sampai saat ini keberadaan PRT sebagai pekerja tidak diterima oleh semua pihak. PRT tidak diakui sebagai tenaga kerja yang sama dengan tenaga kerja lainnya seperti pekerja pabrik, perusahaan, dll. Bahkan harus diakui bahwa dewasa ini sebutan sebagai “pekerja” pun belum diterima oleh masyarakat. Pada umumnya masyarakat lebih menerima untuk menyebut PRT sebagai “pembantu”. Oleh karena itu, PRT dimasukkan dalam

  4 5 Dwi Astuti, et al. Jejak Seribu Tangan, Yogyakarta: 1999. 6 Wibawa & Moeliono, Op. Cit hlm. 8 7 Astuti, Op.Cit. hlm xiii Tim LBH Apik, Kertas Posisi, Usulan Revisi Perda DKI Jakrta No 6 Tahun 1993 tentang Pramuwisma, Jakarta: 2002

  

  lingkup pekerjaan sektor informal. Dengan memasukkan PRT dalam lingkup sektor informal, perjuangan untuk mendapatkan hak-hak pekerja terbatas. Hal ini karena persoalan-persoalan PRT tidak tercakup dalam ketentuan perundang- undangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku. PRT tidak mendapatkan perlindungan hukum yang menjamin pekerjaan mereka sama seperti rekan-rekan mereka yang bekerja di pabrik, perusahaan, dll.

  Penyebutan PRT sebagai pekerja sebenarnya sudah tercakup dalam pengertian buruh atau pekerja yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan.Undang-undang terbaru tentang ketenagakerjaan (UU No 13 Tahun 2003) mendefinisikan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 1 butir 3). Berdasarkan pengertian tersebut nampak bahwa seharusnya PRT termasuk dalam pekerja sektor formal yang dilindungi oleh ketentuan undang-undang. Akan tetapi, pandangan tentang PRT sebagai bukan pekerja formal sudah tertanam dalam

  

  pandangan masyarakat. Di samping itu, tidak disebutnya secara langsung istilah PRT sebagai pekerja dalam ketentuan undang-undang telah memperkuat pandangan masyarakat dan selanjutnya dalam praktek PRT tetap tidak dimasukkan dalam lingkup hukum perburuhan.

  Kelemahan atau kekurangan acuan yuridis ini memberikan dampak bahwa PRT kurang mendapatkan perlindungan hukum. Seperti telah dilihat di atas, pengakuan PRT sebagai pekerja yang sama derajatnya dengan sektor formal pun masih kurang. Pengakuan keberadaan PRT sebagai pekerja merupakan langkah 8 Syarief Darmoyo & Rianto Adi, Trafiking Anak untuk Pekerja Rumah Tangga: Kasus

  Jakarta, Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya 2000. hlm 6 9 Tim LBH Apik, Op.Cit. hlm 7-8

  

  awal untuk mendapatkan pengakuan secara sosial dan secara hukum. Adanya pengakuan secara sosial dan hukum tentunya akan memudahkan dalam membuat peraturan perundang-undangan yang secara langsung memberikan perlindungan kepada para PRT. Maka, acuan yuridis pun menjadi jelas bagi PRT dan pengguna jasa PRT serta masyarakat.

  Keberadaan peraturan perundang-undangan sangat penting untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada para PRT dalam memperoleh hak- hak mereka dan melaksanakan kewajiban mereka. Tentunya hal ini berlaku juga bagi para pengguna jasa yang mempekerjakan PRT. Kedua belah pihak dapat terhindar dari penyalahgunaan kekuasaan dalam hubungan kerja di antara PRT

   dan pengguna jasanya.

  Berdasarakan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk lebih menulis skripsi berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT).

B. Perumusan Masalah

  Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana Kedudukan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam Hukum Kerja di Indonesia

  2. Bagaimana Penyelesaian Kasus-kasus yang dialami pekerja Rumah 10 Tangga (PRT)

  Komnas Perempuan & Solidaritas Perempuan/CARAM, “Buruh Migran Pekerja Rumah

Tangga Indonesia (TKW-PRT): Kerentanan dan Inisiatif-inisiatif baru untuk Perlindungan Hak

Asasi TKW-PRT” dalam Laporan Indonesia kepada Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi

Migran, Jakarta 2003. 11 Astuti, Op.Cit.

  3. Bagaimana perlunya Pengaturan khusus pekerja rumah tangga (PRT) dalam undang-undang

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain :

  a. Untuk mengetahui Kedudukan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam Hukum Kerja di Indonesia b. Untuk mengetahui Penyelesaian Kasus-kasus yang dialami pekerja

  Rumah Tangga (PRT)

  c. Untuk mengetahui perlunya Pengaturan khusus pekerja rumah tangga (PRT) dalam undang-undang

2. Manfaat Penulisan

  Setiap penelitian pasti mendatangkan manfaat sebagai tindak lanjut dari apa yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian. Penulis mengharapkan dengan adanya penelitian ini membawa manfaat positif bagi penulis atau pembaca secara langsung maupun secara tidak langsung. Penelitian ini juga sangat berpengaruh bagi perkembangan individu atau objek dari penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

  a.

  Manfaat teoritis Penelitian ini merupakan hasil dari studi ilmiah yang dapat memberikan masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan baru terhadap ilmu hukum pada umumnya dan ilmu Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya.

  Manfaat praktis b. Sebagai suatu informasi dan referensi bagi individu atau instansi yang menjadi atau yang terkait dari objek yang diteliti.

D. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan penelursan dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis menemukan judul skripsi antara lain :

  1. Theresia Septria Tobing (030200037) perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan di Indonesi (Studi Pekerja anak pada PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk Asahan.

  2. Iwan Ginting (980200075) Eksistensi Serikat Pekerja dalam Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) antara Buruh dan Majikan di PT.

  (Persero) Pelabuhan Indonesia.

  3. Soraya Fadilah (060200173) Perlindungan hukum terhadap pekerja dalam Perjanjian Kerja dengan Sistem Outsoursing di Indonesia.

  4. Rico Rinaldi Tarigan (070200221) Perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja / buruh yang terkena PHK akibat efisiensi dalam suatu perusahaan (Tinjauan terhadap Keputusan MA No. 37 K /PHI/2006 antara PT. Manunggal Punduh Sakti Vs Sustiningsih dan Winarki)

  Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT). Jadi penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang lain. Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis mengkaji dan mengambil perumusan masalah tentang kedudukan Hukum Pekerja Rumah Tangga (PRT) dalam Hukum Kerja di Indonesia, Penyelesaian Kasus-kasus yang dialami pekerja Rumah Tangga (PRT) dan perlunya Pengaturan khusus pekerja rumah tangga (PRT) dalam undang-undang Perumusan masalah di atas berbeda dari penulisan skripsi sebelumnya, maka penulis tertarik mengambil judul ini sebagai judul skripsi. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Perlindungan Hukum

  Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian Perlindungan hukum

   adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang hukum.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang- undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga,

12 WJS. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1959), hlm. 224.

  advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau adapt yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (negara). Sedangkan, hukum dasarnya merupakan perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat dipenuhi secara teratur agar tujuan-tujuan kebijaksanaan publik dapat terwujud di dalam masyarakat. Berbicara perlindungan hukum berarti membahas tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan hak bekerja dalam perusahaan, apalagi mengingat resiko bahayanya, maka pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja haruslah sesuai dengan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

  Untuk menjamin hak-hak tenaga kerja tersebut, maka perlu dilakukan upaya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja tanpa terkecuali.

  Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dituangkan dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:

  “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” Dalam hal ini pengusaha/ perusahaan harus memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja sesuai dengan jenis pekerjaannya. Meskipun hanya seorang pelayan akan tetapi juga harus tetap diperhatikan. Mengingat peranan tenaga kerja sangat penting demi kelancaran perusahaan. Tenaga kerja harus memperoleh hak-hak mereka secara penuh, begitu juga sebaliknya tenaga kerja juga harus memenuhi kewajibannya dengan baik pula. Sehingga, akan tercipta hubungan kerja yang dinamis antara perusahaan dengan pihak tenaga kerja. Jadi perlindungan hukum tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan

2. Ruang lingkup hukum ketenagakerjaan

  Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) merupakan spesies dari genus hukum umumnya. Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini para ahli belum menemukan batasan yang baku serta memuaskan semua pihak tentang hukum, disebabkan karena hukum itu sendiri mempunyai bentuk serta segi yang sangat beragam. Ahli hukum berkebangsaan Belanda, J. van Kan, sebagaimana dikutip oleh Lalu Gusni, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi

  

  kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat lainnya menyatakan bahwa hukum adalah serangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan hukum adalah menjamin kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat. Selain itu, menyebutkan 9

  

  (sembilan) arti hukum yakni:

  a. Ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran,

b. Disiplin, yakni sebagai sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala- gejala

  13 yang dihadapi,

  Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 13. 14 Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung, Alumni, 1986), hlm. 2-4.

  c. Norma, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan, d. Tata hukum, yakni struktur dan perangkat norma-norma yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis, e. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law inforcement officer),

f. Keputusan penguasa, yakni hasil-hasil proses diskripsi,

  g. Proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsur- unsur pokok dari sistem kenegaraan, h. Sikap tindak yang ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dan

i. Jalinan nilai, yakni jalinan dari konsepsi tentang apa yang dianggap baik dan buruk.

  Pendapat di atas menunjukkan bahwa hukum itu mempunyai makna yang sangat luas, namun demikian secara umum, hukum dapat dilihat sebagai norma yang mengandung nilai tertentu. Jika hukum dalam kajian ini dibatasi sebagai norma, tidak berarti hukum identik dengan norma, sebab norma merupakan pedoman manusia dalam bertingkah laku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma hukum merupakan salah satu dari sekian banyak pedoman tingkah laku selain norma agama, kesopanan dan kesusilaan.

3. Tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

  Tujuan Perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja atau pekerja dalam sebuah perusahaan, maka tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanpa harus membedakan satu dengan yang lain karena pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan. Selain itu, dengan mengingat tenaga kerja memiliki resiko, dengan begitu jika adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban maka hubungan kerja dapat berjalan dengan lancar.

  Pada dasarnya dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara Indonesia, tidak seorangpun boleh diperbudak. Secara sosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan yang tersedia. Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan. Selain itu, tenaga kerja memiliki resiko dalam pekerjaannya. Mengingat hal tersebut perusahaan harus memberikan kepastian hukum kepada tenaga kerja atau pekerja.

  Dengan adanya kejelasan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dapat memberikan kepastian hukum yang jelas dalam pelaksanaannya sehingga tenaga kerja tidak dirugikan.

F. Metode Penelitian

  Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika seseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-

  

masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.

1. Jenis penelitian

  Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan

  

  logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.

  Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber- sumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumen- dokumen terkait dan beberapa buku tentang Perlindungan Hukum terhadap tenaga kerja Indonesia. 15 Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004, hlm 1. 16 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: UMM Press, 2007, hlm. 57.

2. Sumber data

  a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan

  

  ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini bahan hukum primer diperoleh melalui Undang-undang Dasar 1945 Pasca amandemen, khususnya Pasal 27 yang mengatur tentang hak setiap warga Negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

  b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet.

3. Teknik pengumpulan data

  Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari

17 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988, hlm. 19.

  media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

4. Analisis data

  Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan

  BAB II KEDUDUKAN HUKUM PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT) DALAM HUKUM KERJA DI INDONESIA Bagian ini akan membahas sejarah perkembangan pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia, Pekerja rumah tangga (PRT) wajib dilindungi berdasarkan kajian hak asasi manusia (HAM) dan Negara Hukum serta Peraturan tentang pekerja rumah tangga (PRT) yang pernah ada di Indonesia.

  BAB III PENYELESAIAN KASUS-KASUS YANG DIALAMI PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT) Pada bab ini akan membahas tentang penyelesaian secara hukum, penyelesaian secara kekeluargaan melalui mediasi lembaga kepolisian atau swadaya masyarakat (LSM) dan beberapa kasus yang menyangkut pekerja rumah tangga.

  BAB IV PERLUNYA PENGATURAN KHUSUS PEKERJA RUMAH TANGGA (PRT) DALAM UNDANG-UNDANG Bagian ini akan membahas perlunya pengaturan khusus mengenai pekerja rumah tangga (PRT), rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga Versi DPR dan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga Versi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir ini akan membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian