Analisis Faktor Brand Awareness, Brand Exposure, Customer Engagement, Dan Electronic Word-of-Mouth Dalam Pemasaran Melalui Media Sosial Pada The Body Shop Indonesia
Vol. 2, No. 10, Oktober 2018, hlm. 4082-4091 http://j-ptiik.ub.ac.id
Analisis Faktor Brand Awareness, Brand Exposure, Customer Engagement,
Dan Electronic Word-of-Mouth Dalam Pemasaran Melalui Media Sosial
Pada The Body Shop Indonesia
1 2 3 Lovely Pomalaa , Yusi Tyroni Mursityo , Admaja Dwi HerlambangProgram Studi Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: 135150407111054@mail.ub.ac.id, yusi_tyro@ub.ac.id, herlambang@ub.ac.id
Abstrak
Berdasarkan survei Top Brand Award yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group, The Body Shop Indonesia mengalami penurunan tingkat kesadaran merek (brand awareness) tahun 2017 dibandingkan dengan tahun 2016. Menurunnya tingkat kesadaran merek pada The Body Shop Indonesia membuat perusahaan harus mampu meningkatkan kesadaran merek agar produk yang dijual cepat dan mudah didapatkan oleh konsumen. Dalam pemasaran melalui media sosial, faktor brand awareness dipengaruhi oleh faktor brand exposure, customer engagement, dan electronic word-of-mouth. Pengoptimalan media sosial Instagram memungkinkan The Body Shop Indonesia mendapatkan perhatian lebih dari konsumen.
Penelitian ini menggunakan sampel sebesar 80 responden dan teknik pengambilan sampel yaitu
sampling insidental. Pengumpulan data didapatkan dengan cara penyebaran kuesioner secara online
kepada responden. Pengolahan data dilakukan dengan cara analisis statistik deskriptif dan uji asumsi dasar. Hasil kategori data pada variabel brand awareness yaitu tinggi dengan persentase 73,34%, variabel brand exposure yaitu tinggi dengan persentase 67,83%, variabel customer engagement yaitu kurang dengan persentase 56,74%, dan variabel electronic word-of-mouth yaitu kurang dengan persentase 46,05%. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah meningkatkan dua variabel dalam pemasaran melalui media sosial, yaitu variabel customer engagement dan electronic word-of-mouth.
Kata kunci: pemasaran media sosial, brand awareness, brand exposure, customer engagement, electronic word-
of-mouth
Abstract
Based on a Top Brand Award survey conducted by Frontier Consulting Group, in 2017 The Body Shop
Indonesia has experienced a decrease in brand awareness level compared to 2016. The degresssion of
brand awareness level in The Body Shop Indonesia made the company must be able to increase brand
awareness level to sell products quickly and obtain consumers easily. In marketing through social
media, brand awareness factor is influenced by brand exposure, customer engagement, and electronic
word-of-mouth. Instagram social media optimization allows The Body Shop Indonesia to get more
attention from consumers. The sample used in this study as much as 80 respondents with sampling
technique is incidental sampling. Data collection was obtained by distributing online questionnaires to
respondents. Data processing is done by using descriptive statistical analysis and basic assumption test.
The result of data category on brand awareness is high with a percentage of 73.34%, brand exposure
is high with a percentage of 67.83%, customer engagement is less with a percentage of 56.74%, and
electronic word-of-mouth is less with a percentage of 46.05%. Recommendations that can be given are
by improving two variables in marketing through social media, namely customer engagement and
electronic word-of-mouth.
Keywords: social media marketing, brand awareness, brand exposure, customer engagement, electronic word-
of-mouthkesadaran merek dalam pemasaran melalui 1. media sosial dapat dipengaruhi oleh tiga faktor,
PENDAHULUAN
yaitu brand exposure (paparan merek), customer Menurut Shojaee & Azman (2013)
engagement (keterlibatan konsumen), dan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
4082
electronic word-of-mouth
Menurunnya tingkat kesadaran merek yang dimiliki The Body Shop Indonesia membuat The Body Shop Indonesia harus mampu meningkatkan tingkat kesadaran merek agar produk yang dijual mudah dan cepat didapatkan oleh konsumen. Sesuai dengan misi The Body Shop Indonesia untuk melakukan strategi bisnis dalam dunia e-commerce yang bersinergi dengan penggunaan media sosial, platform media sosial Instagram dapat dijadikan sebuah pilihan. Sebuah lembaga analisis SumAll menobatkan Instagram, sebagai salah satu platform media sosial, menjadi platform media sosial paling efektif dalam menjalankan bisnis (Daily Social, 2013). Survei SumAll mengungkapkan keterlibatan pengguna dalam Instagram menempati urutan teratas daripada platform lainnya. Pengoptimalan media sosial Instagram memungkinkan The Body Shop Indonesia mendapatkan perhatian lebih dari konsumen. Dengan strategi pemasaran menggunakan media sosial yang efisien dan efektif, diharapkan The Body Shop Indonesia mampu meningkatkan kesadaran merek dan penjualan produknya.
recognition atau pengenalan merek (tingkat
Menurut Shimp (2013) brand awareness atau kesadaran merek adalah kemampuan suatu merek untuk tumbuh dalam ingatan konsumen ketika konsumen sedang memikirkan merek pada kategori produk tertentu dan seberapa mudah merek diingat. Terdapat empat tingkatan dalam piramida brand awareness menurut Durianto, Sugiarto, & Budiman (2004), yaitu (tertinggi ke terendah): (1) Top of mind atau puncak pikiran (keadaan di mana merek disebutkan pertama kali oleh konsumen atau muncul pertama kali dalam benak konsumen); (2) Brand recall atau pengingatan kembali (merek yang dapat diingat kembali oleh konsumen tanpa bantuan atau unaided recall dengan salah satu contoh bantuan adalah media TV, cetak, maupun online); (3) Brand
2. LANDASAN KEPUSTAKAAN
dalam pemasaran melalui media sosial pada produk The Body Shop Indonesia.
awareness , brand exposure , customer engagement , dan electronic word-of-mouth
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian dideskripsikan pada penelitian ini. Tujuan penelitian antara lain mendeskripsikan rekomendasi yang dapat dirumuskan untuk meningkatkan keberhasilan pemasaran melalui media sosial oleh The Body Shop Indonesia dan mendeskripsikan tingkat faktor brand
Sedangkan pada tahun 2017, The Body Shop kembali mendapatkan Top Brand pada kategori produk body butter/body cream, namun hasil persentase top brand index yang didapatkan berkurang dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 11,6% (Top Brand Award, 2017).
. Shojaee & Azman (2013) menjelaskan bahwa ketiga faktor tersebut memiliki dampak positif dan efektif terhadap kesadaran merek dalam media sosial, terutama faktor customer engagement . Dengan keterlibatan konsumen melalui media sosial, merek akan mendapatkan keuntungan untuk menciptakan dan meningkatkan kesadaran merek dan manfaatnya akan meningkat dengan menggunakan fitur interaktif media tersebut untuk mengikat konsumen lebih dekat dengan sebuah merek
butter /body cream dengan top brand index sebesar 21,7% (Top Brand Award, 2016).
Akan tetapi, pada tahun 2017 The Body Shop Indonesia mengalami penurunan kesadaran merek dibandingkan tahun 2016. Hal ini dapat diketahui melalui survei Top Brand Award yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group. Top Brand Award merupakan sebuah penghargaan kepada merek-merek yang meraih predikat TOP dari hasil survei pilihan konsumen (Top Brand Award, 2017). Pada hasil survei tahun 2016, The Body Shop menempati urutan pertama pada kategori produk penjualan body
Indonesia, Budi Utomo, pasar e-commerce Indonesia memiliki perkembangan yang cepat dan jumlah pengguna internet yang besar sehingga The Body Shop Indonesia memutuskan untuk masuk ke dalam dunia e-commerce yang bersinergi dengan penggunaan media sosial (Marketeers, 2013).
and Social Selling Manager The Body Shop
melebarkan penjualannya secara online sejak bulan September 2012. Menurut E-commerce
online . The Body Shop Indonesia memulai
Dalam hal kesadaran merek, The Body Shop Indonesia telah melakukan banyak cara untuk mendapatkan perhatian dari konsumen. Strategi pemasaran menggunakan media sosial pun sudah dilaksanakan. The Body Shop Indonesia memiliki berbagai macam platform media sosial seperti Website, Facebook, Twitter, Youtube, dan Instagram, yang memuat tentang informasi produk, promosi produk, dan penjualan secara
minimal kesadaran merek, di mana pengenalan terhadap merek akan muncul kembali setelah dilakukan pengingatan kembali menggunakan bantuan atau aided recall); dan (4) Unaware of
brand atau tidak menyadari merek (keadan di
Marketing Science Institute (MSI) berpendapat
Tabel 1. Kategori Data Persentase Kategori
Statistik deskriptif memiliki arti yaitu statistik yang berguna untuk menjelaskan gambaran terhadap objek secara detail. Statistik deskriptif didefinisikan dari data sampel tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2007). Pada statistik deskriptif dapat dikemukakan melalui pemusatan data, antara lain mean, median, dan modus. Statistik ini dapat pula dikemukakan melalui penyebaran data, antara lain standar deviasi (simpangan baku) dan varian. Dengan statistik deskriptif kumpulan data dapat memberikan informasi yang ringkas dan rapi. Setelah data diolah menggunakan statistik deskriptif, kemudian dihitung pengkategorian data berdasarkan nilai mean. Kategori data berdasarkan nilai mean dapat dilihat pada Tabel 1.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, eWOM muncul sebagai konsep pengembangan dari WOM. Menurut Hennig- Thurau et al. (2004) eWOM adalah saran komunikasi yang berisi saran positif atau saran negatif yang ditulis oleh konsumen tentang produk atau merek yang tersedia untuk sebagian besar orang dan perusahaan melalui internet. Saran ini diberikan oleh konsumen yang sudah pernah membeli produk dari perusahaan dan ditulis berdasarkan opini pribadi dari konsumen tersebut sehingga akan memberikan pengaruh kepada konsumen lainnya. Litvin, Goldsmith, & Pan (2008) berpendapat eWOM adalah bentuk komunikasi tidak formal yang diberikan konsumen melalui internet mengenai penggunaan atau karakteristik produk dan jasa tertentu.
dengan perusahaan di media sosial. Keterlibatan konsumen sering dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan konsumen yang setia (loyal customer ).
referral atau membagi pengalaman positif
atau yang lain. So, King, & Sparks (2014) mendefinisikan keterlibatan konsumen mendorong perilaku yang menguntungkan perusahaan, seperti repurchase, cross/up-sell,
review , interaksi antar konsumen, rekomendasi,
bahwa customer engagement (keterlibatan konsumen) memiliki arti yaitu perwujudan perilaku konsumen terhadap merek di luar aktivitas transaksi atau pembelian dari motivasi personal konsumen, seperti aktivitas menulis
(keterlibatan konsumen) dalam konteks media sosial didefinisikan sebagai sejauh mana konsumen setia dari perusahaan aktif atau sering menggunakan media sosial. The
mana konsumen sama sekali tidak mengenal merek atau tidak menyadari adanya merek tertentu). Empat tingkatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan penelitian Shojaee & Azman (2013) ada beberapa faktor untuk mengevaluasi dampak pemasaran melalui media sosial terhadap kesadaran merek, antara lain: (1)
engagement
Guesalaga (2015) mengungkapkan customer
Monash University (2017) adalah satu presentasi periklanan kepada audience (penonton atau pendengar); manajer periklanan harus memutuskan berapa banyak paparan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan atau sasaran mereka. Batra, Myers, & Aaker (1996) berpendapat bahwa apabila konsumen mendapatkan advertising exposure , maka konsumen akan menumbuhkan perasaan dan sikap tertentu terhadap merek sehingga mendorong konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk.
advertising exposure menurut kamus pemasaran
untuk mengungkapkan merek dengan menggunakan beberapa strategi setelah menemukan target konsumen. Memaparkan merek akan membantu konsumen untuk fokus kepada merek-merek dengan produk dan layanan yang diminati. Sedangkan menurut Baumann, Hamin, & Chong (2015), secara tradisional brand exposure lebih merujuk kepada istilah advertising exposure atau iklan. Istilah
exposure adalah kemampuan sebuah perusahaan
Gole (2009) mengungkapkan brand
Gambar 1. Piramida Kesadaran Merek Sumber: Durianto, Sugiarto, & Budiman (2004)
brand exposure ; (2) customer engagement; dan (3) electronic word-of-mouth.
75.01 < x ≤ 100 Sangat Tinggi 58.34 < x ≤ 75.01 Tinggi 41.66 < x ≤ 58.34 Kurang 24.99 < x ≤ 41.66 Rendah
0 < x ≤ 24.99 Sangat Rendah Sumber: Azwar (2012)
Variabel-variabel tersebut kemudian ditentukan indikator-indikator yang sesuai dengan studi pustaka yang telah disusun. Setelah mengidentifikasi indikator yang digunakan, dilakukan uji validitas tampang. Uji validitas tampang dilakukan untuk menilai kesesuaian indikator dengan variabel penelitian oleh ahli berjumlah dua orang.
Tahapan selanjutnya adalah menguji reliabilitas data. Reliabilitas data diuji berdasarkan rumus Alpha Cronbach. Berdasarkan hasil uji, reliabilitas data sebesar 0,749. Pernyataan pada kuesioner dapat
menggunakan perangkat lunak SPSS. Dua pernyataan mendapatkan hasil uji tidak valid.
Pearson’s Product Moment
. Uji construct validity dilakukan dengan cara pilot test. Pilot test dilakukan dengan cara uji coba kuesioner kepada 30 responden. Jumlah 30 diambil dari perwakilan populasi menurut Sugiyono (2007). Setelah dilakukan uji coba kuesioner pada 30 responden, kemudian dianalisa menggunakan rumus
construct validity
Uji selanjutnya adalah melakukan uji
Pernyataan yang dirumuskan berdasarkan indikator variabel sebanyak 56 pernyataan. Pernyataan-pernyataan kuesioner yang telah disusun kemudian dilakukan uji validitas isi. Uji validitas isi dilakukan oleh ahli yang berjumlah dua orang. Hasil penilaian ahli kemudian dilakukan analisis menggunakan rumus Aiken’s V (1985, disitasi dalam Azwar, 2012). Lima pernyataan dikatakan tidak valid. Pernyataan yang dianggap sesuai oleh ahli untuk dilakukan uji selanjutnya berjumlah 55 pernyataan.
customer engagement , dan electronic word-of- mouth.
Uji asumsi merupakan uji prasyarat dan bagian yang tidak terpisahkan yang mendahului analisis data penelitian (Azwar, 2012). Menurut Priyatno (2014) terdapat tiga jenis uji asumsi dasar: (1) uji normalitas; (2) uji linieritas; dan (3) uji homogenitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak (Noor, 2016). Uji normalitas dengan teknik One
terhadap brand awareness dalam pemasaran melalui media sosial. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu kuesioner. Pengembangan kuesioner didahului dengan menentukan variabel yang akan diukur, yaitu variabel brand awareness, brand exposure,
engagement , dan electronic word-of-mouth
pengambilan sampel dalam penelitian, uji reliabilitas dan validitas untuk kuesioner; dan (3) uji asumsi dasar dan statistik deskriptif untuk metode perhitungan hasil kuesioner. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Shojaee dan Azman (2013) yaitu model faktor brand exposure, customer
brand exposure , customer engagement, dan electronic word-of-mouth ; (2) teknik
Identifikasi masalah tercantum dalam Pendahuluan. Studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang: (1) pemasaran media sosial dan faktor-faktor brand awareness,
Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan teknik deskriptif. Penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang menampilkan survei atau eksperimen dan data-data kuantitatif (fokus pada angka) (Recker, 2013). Tahapan penelitian dimulai dari identifikasi masalah, studi pustaka, dan model penelitian, pengembangan instumen dan metode pengukuran, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian kuesioner dan pengolahan data menggunakan statistik deskriptif dan uji normalitas, analisis hasil, pembahasan, serta kesimpulan dan saran.
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan uji Lilliefors untuk ukuran data yang sama. Data yang terdistribusi normal atau tidak dilihat dari perolehan Asymp Sig 2-tailed atau koefisien nilai signifikansi. Jika koefisien nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka data tidak dapat mewakili populasi atau tidak terdistribusi normal. Jika koefisien nilai signifikansi lebih dari 0,05, maka data dapat mewakili populasi atau terdistribusi secara normal (Priyatno, 2014:78). Uji linieritas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui hubungan yang bersifat linier antara variabel dependen dan variabel independen (Santoso, 2010). Jika signifikansi pada deviation from linierity lebih besar dari nilai signifikansi 0,05, maka variabel dependen dan variabel independen memiliki hubungan linier. Uji homogenitas dilakukan untuk menguji apakah data pada dua kelompok varian atau lebih adalah homogen (variannya sama) atau tidak (Priyatno, 2014:84). Kriteria data dikatakan homogen atau memiliki varian sama yaitu apabila nilai signifikansi yang dihitung lebih dari 0,05.
Sample Kolmogorov-Smirnov memiliki toleransi
3. METODOLOGI PENELITIAN
dikatakan reliabel. Penelitian ini menggunakan skala Likert lima poin untuk mengukur pendapat dan persepsi responden terhadap objek penelitian. Satuan skala Likert yang digunakan ada dua macam, yaitu tingkat kesepakatan dan frekuensi (Vagias, 2006). Skala tingkat kesepakatan yaitu: (1) sangat tidak setuju; (2) tidak setuju; (3) netral; (4) setuju; (5) sangat setuju. Skala frekuensi yaitu: (1) tidak pernah; (2) jarang; (3) kadang-kadang; (4) sering; (5) selalu.
Pengumpulan data merupakan tahapan untuk mendapatkan berbagai data yang diperlukan untuk penelitian. Data didapatkan dari menyebarkan kuesioner kepada responden. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara penyebaran online yang dibuat pada Google Form. Penyebaran online dilakukan mulai tanggal 15 Desember hingga 19 Desember 2017. Responden penelitian adalah konsumen The Body Shop Indonesia di Malang yang pernah mengonsumsi produknya dan konsumen yang mengetahui The Body Shop Indonesia dari media sosial Instagram. Responden diharuskan menjawab setiap butir pertanyaan dengan menggunakan skala Likert lima poin. Jumlah pernyataan kuesioner yang disebar pada responden sebanyak 38 butir pernyataan. Penentuan jumlah sampel diambil dari persamaan Hair et al. (2010). Berdasarkan persamaan tersebut, jumlah sampel yang dapat digunakan yaitu
INDIKATOR PERSENTASE KATEGORI
identification hasil persentase nilai mean sebesar
persentase nilai mean sebesar 33,63% dan kategori nilai adalah rendah. Pada indikator
Interaction , indikator keempat, menghasilkan
65,00% dan kategori nilai adalah tinggi. Pada indikator absorption hasil persentase nilai mean sebesar 66,25% dan kategori nilai adalah tinggi.
attention hasil persentase nilai mean sebesar
kategori kurang. Pada indikator enthusiasm hasil persentase nilai mean sebesar 65,08% dan kategori nilai adalah tinggi. Pada indikator
engagement sebesar 56,74% dan masuk dalam
4. Nilai mean pada variabel customer
Pengkategorian data analisis statistik deskriptif pada variabel customer engagement berdasarkan nilai mean dapat dilihat pada Tabel
Rata-rata 67.83% Tinggi
Frekuensi 71.13% Tinggi Durasi 61.25% Tinggi Intensitas 71.13% Tinggi
Tabel 3. Kategori Brand Exposure
mean sebesar 71,13% dan kategori nilai adalah tinggi.
pada variabel brand exposure sebesar 67,83% dan masuk dalam kategori tinggi. Pada indikator frekuensi hasil persentase nilai mean sebesar 71,13% dan kategori nilai adalah sangat tinggi. Pada indikator durasi hasil persentase nilai mean sebesar 61,25% dan kategori nilai adalah tinggi. Pada indikator intensitas hasil persentase nilai
mean dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai mean
Kategori data analisis statistik deskriptif pada variabel brand exposure berdasarkan nilai
Rata-rata 73.34% Tinggi
Recall 76.00% Sangat Tinggi Recognition 79.00% Sangat Tinggi Purchase 61.75% Tinggi Consumption 76.63% Sangat Tinggi
Tabel 2. Kategori Brand Awareness
tinggi. Pada indikator consumption hasil persentase nilai mean sebesar 76,63% dan kategori nilai adalah sangat tinggi.
mean sebesar 61,75% dan kategori nilai adalah
2. Nilai mean pada variabel brand awareness sebesar 73,34% dan masuk dalam kategori tinggi. Pada indikator recall hasil persentase nilai mean sebesar 76,00% dan kategori nilai adalah sangat tinggi. Pada indikator recognition hasil persentase nilai mean sebesar 79,00% dan kategori nilai adalah sangat tinggi. Purchase, indikator ketiga, menghasilkan persentase nilai
Hasil kategori data analisis statistik deskriptif pada variabel brand awareness berdasarkan nilai mean dapat dilihat pada Tabel
Setelah data disebar, kemudian data dikumpulkan dan ditabulasi oleh peneliti. Data diolah menggunakan statistik deskriptif. Ukuran pemusatan data dihitung dengan modus, median, dan mean. Sedangkan ukuran penyebaran data dihitung dengan varian dan simpangan baku. Setelah data diolah menggunakan statistik deskriptif, kemudian dihitung pengkategorian data berdasarkan nilai mean. Langkah terakhir adalah melakukan uji asumsi dasar yaitu uji normalitas, uji linieritas, dan uji homogenitas.
Peneliti mendapatkan responden dengan cara kebetulan, artinya siapapun bisa mengisi kuesioner asalkan sesuai dengan kriteria responden yang sudah ditentukan.
nonprobability sampling , sampling insidental.
80 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
INDIKATOR PERSENTASE KATEGORI
4. HASIL
Brand expo- sure Customer engage- ment
INDIKATOR PERSENTASE KATEGORI
Tabel 7. Uji Linieritas ANOVA Table Brand awareness
menghasilkan uji linieritas sebesar 0,893, terhadap customer engagement sebesar 0,739, dan terhadap electronic word-of-mouth sebesar 0,56.
awareness terhadap brand exposure
Linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Hasil uji linieritas dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji linieritas variabel brand
0,009 0,200 0,18 0,15
Electronic Word-of- mouth Asymp. Sig. (2- tailed)
- * Brand Exposure Brand awareness
- * Customer Engagement Brand awareness
- * Electronic Word-of- mouth Deviation from Linierity
Tabel 5. Kategori Electronic Word-of-mouth
variabel brand awareness terhadap customer
engagement sebesar 0,230. Hasil uji
homogenitas variabel brand awareness terhadap
electronic word-of-mouth sebesar 0,13. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa variabel brand
awareness terhadap brand exposure, customer engagement , dan electronic word-of-mouth
memiliki varian yang sama. Data kelompok tersebut merupakan data pada keadaan yang sesungguhnya dan tidak dipengaruhi oleh varian yang ada di dalam data yang akan diolah.
exposure sebesar 0,304. Hasil uji homogenitas
Pada indikator advice seeking hasil persentase nilai mean sebesar 62,13% dan kategori nilai adalah tinggi.
Data hasil uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 8. Perolehan hasil uji homogenitas variabel brand awareness terhadap brand
Tabel 5. Nilai mean pada variabel electronic
53,75% dan kategori nilai adalah kurang.
Tabel 4. Kategori Customer Engagement
Enthusiasm 65.08% Tinggi Attention 65.00% Tinggi Absorption 66.25% Tinggi Interaction 33.63% Rendah
Identification 53.75% Kurang Rata-rata
56.74% Kurang
Perolehan kategori data analisis statistik deskriptif pada variabel electronic word-of-
mouth berdasarkan nilai mean dapat dilihat pada
word-of-mouth
helping the company hasil persentase nilai mean sebesar 64,88% dan kategori nilai adalah tinggi.
sebesar 46,05% dan masuk dalam kategori kurang. Pada indikator platform
assistance hasil persentase nilai mean sebesar
32,00% dan kategori nilai adalah rendah. Pada indikator venting negative feeling hasil persentase nilai mean sebesar 25,00% dan kategori nilai pada indikator venting negative
feeling adalah rendah. Pada indikator extraversion/positives self-enhancement hasil
persentase nilai mean sebesar 45,38% dan kategori nilai adalah kurang. Pada indikator
social benefits hasil persentase nilai mean sebesar 54,50% dan kategori nilai adalah kurang.
Pada indikator economic incentives hasil persentase nilai mean sebesar 47,25% dan kategori nilai adalah kurang. Pada indikator
0,893 0,739 0,56
INDIKATOR PERSENTASE KATEGORI
- * Brand Exposure Brand awareness
- * Customer Engagement Brand awareness
- * Electronic Word-of- mouth Sig. 0,304 0,230 0,13 5.
Tabel 6. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Brand aware- ness
brand awareness sebesar 0,009, variabel brand exposure sebesar 0,200, variabel customer engagement sebesar 0,18, dan variabel electronic word-of-mouth sebesar 0,15.
Uji normalitas didapatkan hasil seperti pada Tabel 6. Hasil uji normalitas untuk variabel
Helping the Company 64.88% Tinggi Advice Seeking 62.13% Tinggi Rata-rata
45.38% Kurang Social Benefits 54.50% Kurang Economic Incentives 47.25% Kurang oleh faktor
37.25% Rendah Extraversion/ positives self- enhancement
25.00% Rendah Concern for other consumers
Tabel 8. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Brand awareness
PEMBAHASAN Brand awareness (kesadaran merek)
mengacu pada ukuran seberapa terkenal suatu merek, perusahaan, atau produk (Sjöberg, 2017). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shojaee dan Azman (2013) mengatakan bahwa tingkat brand awareness yang tinggi dipengaruhi
Platform Assistance 32.00% Rendah Venting Negative Feeling
46.05% Kurang
brand exposure
Indonesia: (1) frekuensi; (2) durasi; dan (3) intensitas. Berdasarkan hasil penelitian, brand
The Marketing Science Institute
yaitu The Body Shop Indonesia dapat mengirimkan iklan kepada pengguna dunia maya yang lebih luas dan lebih sering agar iklan dapat dilihat dan terjangkau bukan hanya dari pengikut (follower) Instagramnya saja. Pengiriman konten post secara teratur dapat meningkatkan paparan merek pada pengikut (follower) Instagram The Body Shop Indonesia agar merek lebih sering dilihat dan diketahui. The Body Shop Indonesia juga dapat membangun hubungan atau kemitraan berbayar (sponsorship) dengan influencers media sosial Instagram. The Body Shop Indonesia dapat melakukan kemitraan berbayar pada orang- orang yang dianggap memiliki banyak pengikut (follower) dan memiliki pengaruh terhadapnya pengikutnya di Instagram. Influencers diangap sebagai sponsorship partner yang independen dan memiliki kemampuan untuk mengajak pengguna melalui media sosial (Freberg et al., 2011). Semakin banyak influencers yang dipilih, semakin besar pula peluang merek untuk dilihat pengguna dunia maya.
exposure berdasarkan penelitian Sjöberg (2017)
terhadap media sosial Instagram. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan brand
brand exposure memiliki dampak positif
Penelitian ini memilki kesamaan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilaksanakan oleh Sjöberg (2017). Berdasarkan penelitian,
Body Shop di Instagram. Mayoritas responden memberikan nilai rata-rata atau nilai tiga pada pernyataan yang diajukan di indikator frekuensi dan durasi. Pada indikator intensitas telah memenuhi kriteria karena sebagian besar responden sadar akan elemen-elemen iklan pada iklan The Body Shop di Instagram. Mayoritas responden memberikan nilai tinggi atau nilai empat pada pernyataan yang diajukan di indikator intensitas.
Hal ini dapat diketahui dari hasil kuesioner responden yang memenuhi kriteria pada setiap indikator brand exposure. Indikator frekuensi dan durasi memenuhi kriteria karena responden melihat dan memperhatikan lebih jauh iklan The
exposure dimiliki oleh merek The Body Shop.
brand exposure terhadap The Body Shop
,
presentasi periklanan kepada audience (penonton atau pendengar). Manajer periklanan sebagai ketua tim harus memutuskan berapa banyak paparan atau iklan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan atau sasaran perusahaan (Monash University, 2017). Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur
brand exposure merujuk kepada advertising exposure atau iklan. Advertising exposure adalah
Menurut Baumann, Hamin, & Chong (2015)
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan tingkat brand awareness berdasarkan penelitian Barreda et al. (2015) adalah merek disarankan untuk meningkatkan kualitas informasi kepada konsumen dengan cara berinteraksi, seperti meningkatkan pengetahuan konsumen terhadap merek dan produk. Dengan kualitas informasi yang ditingkatkan, konsumen akan cenderung membicarakan merek sehingga dapat meningkatkan profil dan reputasi merek.
responden mengatakan setuju terhadap isi pernyataan. Pada skala Likert, tingkat persetujuan yang tinggi menandakan bahwa tingkat brand awareness pada The Body Shop Indonesia juga semakin tinggi. Berdasarkan piramida empat tingkat brand awareness menurut Durianto, Sugiarto, & Budiman (2004), The Body Shop Indonesia termasuk ke dalam tingkat brand recall. Tingkat brand recall merupakan tingkat kedua tertinggi setelah tingkat top of mind.
awareness , lima diantaranya mayoritas
hasil penelitian, brand awareness dimiliki oleh merek The Body Shop. Hal ini dapat diketahui dari hasil kuesioner responden yang memenuhi kriteria pada setiap indikator brand awareness. Mayoritas responden memberikan nilai tinggi pada pernyataan yang diajukan. Dari delapan pernyataan yang diberikan pada variabel brand
purchase ; dan (4) consumption. Berdasarkan
beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur brand awareness terhadap The Body Shop Indonesia: (1) recall; (2) recognition; (3)
customer engagement , dan electronic word-of-mouth. Ada
(MSI) berpendapat bahwa customer engagement (keterlibatan konsumen) memiliki arti yaitu perwujudan perilaku konsumen terhadap merek di luar aktivitas transaksi atau pembelian dari motivasi personal konsumen, seperti aktivitas menulis review, interaksi antar konsumen, rekomendasi, atau yang lain. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sjöberg (2017) menemukan bahwa customer engagement pada Instagram merek interior memiliki tingkat keterlibatan konsumen yang tidak signifikan. Hal ini diketahui dari jumlah likes (suka) dan komentar pada kiriman (post) Instagram merek interior. Jumlah kiriman (post) yang dikirim melalui Instagram berpengaruh terhadap jumlah
likes (suka) yang didapat merek setiap bulan
mouth . Ada beberapa indikator yang digunakan
6. KESIMPULAN
Peningkatan kompetisi dapat diartikan sebagai meningkatkan rasa kompetitif konsumen supaya mau memberikan penilaian, komentar, atau gagasan terhadap produk. Konsumen memerlukan alasan atau ‘paksaan’ untuk berbagi informasi kepada konsumen lainnya. Sebagai imbalan atau penghargaan bagi konsumen yang sudah berbagi informasi, beberapa hadiah dapat diberikan seperti gratis biaya ongkos kirim, pemberian sampel produk secara gratis, atau pemberian point reward bagi konsumen setia The Body Shop Indonesia. Perusahaan juga dapat ikut berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antar konsumennya. Kontribusi tersebut dapat berupa memberikan informasi atau ikut berkomentar di Instagram bagi para konsumen untuk saling berbagi informasi dan memberikan nasihat terkait produk. Hal ini perlu diperhatikan pula bagaimana informasi yang diberikan konsumen, apakah informasi positif atau negatif. Informasi negatif bisa menjadi bahan perbaikan bagi perusahaan namun harus dapat dikendalikan oleh perusahaan agar tidak menurunkan citra merek pada The Body Shop Indonesia.
Berdasarkan penelitian sebelumnya menurut Sjöberg (2017), rekomendasi yang dapat diberikan antara lain dengan meningkatkan kompetisi, sistem penghargaan, atau menawarkan beberapa hadiah kepada konsumen.
statistik deskriptif sebagian besar responden rata-rata memberikan penilain kecil terhadap indikator pada electronic word-of-mouth . Berdasarkan hasil kuesioner, sebagian besar responden belum mengetahui fungsi Instagram sebagai media yang juga dapat memberikan keluhan, belum memiliki kesadaran untuk membantu konsumen lain, dan belum menginginkan hadiah yang tidak tahu fungsi dan kegunaannya.
the company yang memenuhi kriteria. Pada hasil
Shop Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari delapan indikator yang dijelaskan, tujuh indikator belum memenuhi kriteria yang diinginkan. Sedangkan hanya indikator helping
word-of-mouth belum dimiliki oleh The Body
Berdasarkan hasil penelitian, variabel electronic
assistance ; (2) venting negative feeling; (3) concern for other consumers ; (4) extraversion/positives self-enhancement ; (5) social benefits ; (6) economic incentives; (7) helping the company ; dan (8) advice seeking.
untuk mengukur electronic word-of-mouth terhadap The Body Shop Indonesia: (1) platform
bentuk komunikasi tidak formal yang diberikan konsumen melalui internet mengenai penggunaan atau karakteristik produk dan jasa tertentu (Litvin, Goldsmith, & Pan, 2008). eWOM merupakan salah satu bentuk promosi produk yang tidak dibayar. Konsumen secara sukarela memberitahukan konsumen lain tentang produk atau jasa yang sedang disukai atau tidak (Sjöberg, 2017). Kuesioner yang telah diajukan kepada responden memberikan penilaian terhadap variabel electronic word-of-
(Sjöberg, 2017). Hal ini dapat dikatakan semakin sering merek memberikan kiriman (post) pada Instagram, semakin sering pula keterlibatan konsumen yang didapat. Merek akan mendapatkan peluang untuk semakin dilihat oleh konsumen pada dunia maya.
Electronic word-of-mouth (eWOM) adalah
variabel customer engagement belum dimiliki oleh The Body Shop Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari indikator-indikator dalam customer engagement belum memenuhi kriteria. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah Instagram the Body Shop Indonesia lebih sering menambah kiriman (post) agar jumlah likes (suka) dan komentar pada kiriman (post) tersebut bertambah. The Body Shop disarankan untuk sering berinteraksi kepada konsumen dengan cara membalas komentar konsumen dan memberikan tips atau masukan kepada konsumen di Instagram The Body Shop Indonesia.
identification . Berdasarkan hasil penelitian,
; dan (5)
interaction
; (4)
absorption
Indonesia: (1) enthusiasm; (2) attention; (3)
customer engagement terhadap The Body Shop
Kuesioner yang telah diajukan kepada responden memberikan penilaian terhadap variabel customer engagement. Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terkait pemasaran melalui media sosial Instagram pada The Body Shop Indonesia di Malang, dapat diambil beberapa kesimpulan. Pada variabel brand awareness dapat dinyatakan tingkat faktor brand awareness pada The Body Shop Indonesia adalah tinggi (73,34%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan The Body Shop untuk muncul dalam ingatan
Tersedia di: <http://dx.doi.org/10.1016/j.indmarman.2 015.12.002> [Diakses 2 Juli 2017]
book]. Tersedia di: <https://www.amazon.com/Advertising- Management-5th-Rajeev- Batra/dp/0133057151> [Diakses
Sales: Individual and Organizational Antecedents, and The Role of Customer Engagement in Social Media, [e-journal].
31 Desember 2017] Guesalaga, R. 2015. The Use of Social Media in
Tersedia di: <http://www.sciencedirect.com/science/a rticle/pii/S0363811110001207> [Diakses
Media Influencers? A Study of Public Perceptions of Personality , [e-journal].
Freberg, K., Graham, K., McGaughey, K., dan Freberg, L. A. 2011. Who Are the Social
<https://books.google.co.id/books?id=S4 MDGeY68EYC&dq=Durianto,+Darmadi %3B+dkk.+2003.+Invasi+Pasar+dengan
Brand Equity Ten, Strategi Memimpin Pasar , [e-book]. Tersedia di:
16 Oktober 2017] Durianto, D., Sugiarto, dan Budiman, L. J. 2004.
Tersedia di: <http://www.sciencedirect.com/science/a rticle/pii/S0969698914001532> [Diakses
The Role of Brand Exposure and Experience on Brand Recall
31 Desember 2017] Baumann, C., Hamin, H., dan Chong, A. 2015.
Advertising Management, 5th ed , [e-
journal]. Tersedia di: <https://www.sciencedirect.com/science/ article/pii/S0747563215002137> [Diakses 31 Desember 2017] Batra, R., Myers, J.G., dan Aaker, D.A. 1996.
Awareness in Online Social Networks , [e-
Okumus, F. 2015. Generating Brand
Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologi, Edisi ke-2 . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barreda, A. A., Bilgihan, A., Nusair, K., dan
7. DAFTAR PUSTAKA
- Iklan+yang+Efektif.+Jakarta+:+PT.+Gr amedia+Pustaka+Utama.&hl=id&source =gbs_navlinks_s> [Diakses 9 Oktober 2017]
variabel customer engagement, rekomendasi yang dapat diberikan adalah Instagram the Body Shop Indonesia lebih sering menambah kiriman (post) agar jumlah likes (suka) dan komentar pada kiriman (post) bertambah dan disarankan untuk sering berinteraksi kepada konsumen dengan cara membalas komentar konsumen dan memberikan tips atau masukan kepada konsumen di Instagram The Body Shop Indonesia. Rekomendasi yang dapat diberikan pada variabel electronic word-of-mouth antara lain dengan meningkatkan kompetisi, sistem penghargaan, atau menawarkan beberapa hadiah kepada konsumen.
influencers media sosial Instagram. Pada
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan tingkat brand awareness adalah merek disarankan untuk meningkatkan kualitas informasi kepada konsumen dengan cara berinteraksi, seperti meningkatkan pengetahuan konsumen terhadap merek dan produk. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan brand exposure yaitu: (1) The Body Shop Indonesia dapat mengirimkan iklan kepada pengguna dunia maya yang lebih luas dan lebih sering; (2) pengiriman konten post secara teratur pada Instagram The Body Shop Indonesia; dan (3) membangun hubungan atau kemitraan berbayar (sponsorship) dengan
adalah kurang (46,05%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa saran komunikasi yang berisi saran positif maupun saran negatif yang ditulis oleh konsumen potensial, konsumen sebenarnya, atau mantan konsumen terhadap The Body Shop melalui internet adalah kurang.
mouth dapat dinyatakan tingkat faktor electronic word-of-mouth pada The Body Shop Indonesia
Pada variabel customer engagement dapat dinyatakan tingkat faktor customer engagement pada The Body Shop Indonesia adalah kurang (56,74%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen terhadap The Body Shop di luar aktivitas pembelian, seperti rekomendasi, interaksi antar konsumen, dan menulis review adalah kurang. Pada variabel electronic word-of-
atau benak konsumen adalah tinggi. Pada variabel brand exposure dapat dinyatakan tingkat faktor brand exposure pada The Body Shop Indonesia adalah tinggi (67,83%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa presentasi periklanan kepada audience (penonton atau pendengar), dalam hal ini adalah konsumen The Body Shop, adalah tinggi.
- – Product Durables vis-à-vis FMCG, [e-journal].
Analysis, 7 th Ed, [e-book]. Tersedia di: