View of PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM KITAB AL-JAMI’ LI AHKAM AL-QUR’AN KARYA AL-QURTUBI

  

PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM KITAB AL- JAMI’ LI AHKAM AL-

QUR’AN KARYA AL-QURTUBI

  Moh. Muafi bin Thohir Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang, Indonesia

  E-mail: muafilumajang@gmail.com

  Abstrak

  Hak dan Kewajiban orang tua terhadap anak dalam tafsir al- Jami’ li Ahkam al-

  

Qur’an karya al-Qurtubiy terdapat pada tiga surat, di antaranya pada surat Luqman

  ayat 14, surat al-Ahqaf ayat 15 dan surat al-'Ankabut ayat 8, yang di pilih mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain, seperti menginformasikan kepada para orang tua rentetan sikap yang harus dilakukan dalam mendidik anak-anaknya. Manfaatnya menambah wawasan dalam khazanah keilmuan dan pengembangan kemampuan diri, bagi para pembaca tentang pendidikan orang tua terhadap anak, khususnya dalam kajian kitab tafsir al- Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy dan mengharapkan umat Islam nantinya mampu menerapkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga umat Islam menjadi umat yang mempunyai karakteristik yang baik berlandaskan al- Qur’an dan hadis. Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-

  

Qur’an karya al-Qurtubiy menjelaskan tentang beberapa hak dan kewajiban orang tua

terhadap anak yaitu: 1). Mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya; 2).

  Seorang anak mentaati perintah orang tuanya; 3). Berbuat baik. Adapun Kewajiban orang tua terhadap anak. Di antaranya: 1). Memberikan pengetahuan akidah dan moral (akhlaq) yang baik agar senantiasa bersyukur, tidak menyekutukan Allah Swt. dan berbakti kepada orang tua. 2). Memberikan nafkah; 3). Bersabar dalam mendidik anak, menghargai pilihan anak dan mendoakan anak-anak serta keturunannya agar menjadi hamba-hamba-Nya yang baik.

  Kata kunci: pendidikan orang tua, anak, kitab al- jami’ li ahkam al-qur’an Pendahuluan

  Perkembangan teknologi dewasa ini mempunyai dua sisi yang kontradiktif, di satu sisi teknologi berperan penting dalam memberikan kelebihan yang tidak pernah terjangkau pada masa generasi sebelumnya, di sisi lain teknologi telah menciptakan kesenjangan sosial dan dekadensi moral bagi generasi harapan bangsa saat ini.

  Disaat anak-anak yang lain memperoleh kasih sayang, perhatian dan waktu untuk bermain, berkomunikasi dan belajar bersama kedua orang tua mereka, anak- anak yang kesepian mulai berfantasi dan melampiaskan kekecewaan mereka kepada hal-hal yang negatif. Alkohol, narkoba, pergaulan bebas dan beragam hal yang seharusnya tidak pernah mereka lakukan mulai merupakan penawar untuk

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  mengobati perasaan mereka. Keberadaan orang tua bagi seorang anak tidak serta merta bisa tergantikan dengan adanya baby sitter atau lainnya, semakin lama seorang anak berinteraksi dengan orang lain maka anak tersebut akan lebih dekat dengan orang tersebut.

  Kasus penelantaran anak yang menjadi headline news pada media cetak dan elektronik baru-baru ini adalah berita kasus penelantaran lima orang anak yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Secara akademik seharusnya kedua orang tua tersebut mampu mendidik dan bisa menjadi teladan yang baik anak-anak mereka. Kemudian secara finansial (ekonomi) pelaku (orang tua) berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan nafkah atau penghidupan yang layak kepada anak-anak mereka.

  Maka menjadi pertanyaan besar bagi para orang tua khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seterpuruk inikah generasi bangsa Indonesia saat ini? Bagaimana sikap seorang muslim dalam menerapkan nilai-nilai keislaman dengan berlandaskan al- Qur’an dan hadits dalam kehidupan mereka sehari-hari?

  Seorang anak merupakan karunia, nikmat dari Allah SWT, investasi akhirat dan perhiasan tak terhingga dalam kehidupan duniawi. Bagi orang tua yang yakin bahwa buah hati mereka adalah karunia dari Allah SWT maka para orang tua tersebut bersyukur baik dengan perkataan ataupun perbuatan. Allah SWT akan menjadikan anak-anak mereka sebagai anak-anak yang berbakti dan sebagai pemberat timbangan kebaikan bagi para orang tuanya di akhirat kelak. Sebaliknya, bagi mereka yang mengingkari dan menganggap buah hati mereka adalah cobaan dan aib bagi kehidupan mereka maka Allah SWT akan menjadikan hal itu nyata dalam

  1 kehidupannya. Pandangan orang tua terhadap anak yang seperti ini keliru.

  Allah SWT mewajibkan kepada orang tua (dalam hal ini ibu) untuk menyusui anak-anaknya dan bagi seorang anak untuk mendo ’akan kedua orang tuanya. (Q.S.:

  2

  al-Ahqaf: 16). Pada ayat ini, Allah SWT juga memerintahkan kepada seorang anak

  1 Hidayatullah Ahmad al-Shashi, Mausu’ah al-Tarbiyah al-‘Amaliyah li al-Tifli (Kairo, Dar al-Salam, 2010), 33-34.

  2 Ibid, 824.

  Mu’afi bin Thohir untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, terutama kepada ibu mereka. Karena perjuangan sang ibu, seorang anak terlahir di muka bumi ini. Para ibu mengandung dengan susah payah, melahirkan juga dengan sangat susah payah dan setelah tahapan-tahapan itu para ibu juga berkewajiban untuk menyusui anak-anak mereka, mendidik dan memperhatikan tumbuh kembang anak-anak mereka. Dengan mengetahui proses ini, apakah pantas bagi seorang anak untuk durhaka kepada ibu- ibu mereka? Sudah sepatutnya seorang anak menjalankan kewajibannya untuk memuliakan ibu bapaknya, membantu dan mendo ’akan mereka. Perjuangan dan pengorbanan ibu bapaknya tidak akan pernah terbalaskan hanya dengan materi, seorang anak merupakan harta terbesar bagi ibu bapaknya, karena anak-anak mereka merupakan investasi berharga baik di dunia maupun di akhirat kelak.

  Al-Qurtubiy mencantumkan perkataan sahabat Ibnu Abbas RA untuk menjelaskan penafsiran ayat wa hamalnahu wa fisholuhu shastuna syahran yaitu jika seorang ibu hamil dengan masa kandungan sembilan bulan maka masa menyusui bayinya adalah dua puluh satu bulan, jika masa mengandungnya enam bulan maka masa menyusuinya dua puluh empat bulan. Dari Utsman RA, telah datang kepadanya seorang perempuan yang melahirkan seorang bayi dengan masa kehamilan enam

  3

  bulan. Kemudian Uthman bermaksud untuk memberikan hukum had, maka berkata kepadanya ‘Ali RA tidak demikian seharusnya kamu menghukumi perempuan itu dengan membaca firman Allah SWT wa hamalnahu wa fisholuhu shastuna syahran dan wal walidatu yurdi’na awladahunna haulaini kamilaini yang terdapat dalam surah al- Baqarah ayat 233, kemudian ‘Ali RA menjelaskan bahwa masa mengandung perempuan itu enam bulan dan masa menyusuinya adalah dua puluh empat bulan. Kemudian Uthman RA menarik perkataannya dan hukuman had atas perempuan

  4 tersebut.

  3 Hukum had dalam syariat Islam di bagi menjadi dua. Pertama, apabila pelaku zina adalah

orang yang sudah menikah maka hukumannya di rajam (dilempari batu) sampai mati. Kedua,

apabila pelaku zina belum pernah menikah maka hukumannya adalah dicambuk sebanyak 100

kali jambukan. Untuk lebih jelasnya lihat di kitab Shahih Fiqh al-Sunnah vol. 4, 36-38.

  4 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadis, 2010), vol.8, 486-487.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  Dari kasus Uthman RA dan ‘Ali RA bisa di ambil kesimpulan bahwa seorang perempuan mempunyai masa kehamilan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh banyak hal sebagai faktor pemicu lambat, normal atau cepatnya seseorang melahirkan buah hatinya.

  Kemudian seorang muslim dituntut untuk berhati-hati dalam memutuskan suatu perkara, khususnya bagi mereka yang memegang amanah sebagai pemimpin ataupun hakim misalnya. Menjadi suatu keharusan bagi seorang hakim untuk mengumpulkan bukti-bukti dan saksi sebelum memutuskan suatu perkara agar terhindar dari kezaliman dan penganiayaan terhadap orang lain.

  Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada ibu bapak. Hal ini tertuang dalam sabda beliau, ketika itu ada salah seorang sahabat bertanya kepada beliau: “Kepada siapakah aku harus berbuat baik? Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian 5 kepada siapa? Rasulullah menjawab: bapakmu.” (HR. Bukhari dan Muslim) . Inilah alasan, mengapa derajat para ibu mulia di mata Islam. Mereka sudah bersusah payah, berjuang, bersabar menjalani penderitaan dan tabah dalam memberikan pendidikan untuk menjadikan para tunas-tunas harapan menjadi anak-anak yang saleh dan salehah.

  Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Dalam lingkup keluarga, maka orang tua mempunyai hak terhadap anak- anaknya. Sebaliknya, orang tua juga mempunyai kewajiban terhadap anak-anak mereka sebagai tanggungjawab yang harus orang tua laksanakan. Dengan demikian maka hak dan kewajiban seorang anak akan terlaksana dengan sendirinya.

  Hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang- undang, aturan dsb). Contoh, semua warga negara Indonesia yang telah berusia

5 Abu Bakar Jabir al-Jazairiy, Minhajul al-Muslim, (Kairo: Dar al-Salam, 2001), 74.

  Mu’afi bin Thohir delapan belas tahun ke atas mempunyai hak untuk memilih dan di pilih dalam 6 pemilihan umum. Ibn al-Manzur menukil perkataan Abu Ishaq menyatakan: Hak adalah perintah

  Rasulullah SAW dan apa saja yang datang dari al- 7 Qur’an. Maka maksud hak disini adalah lawan dari kebatilan. Diantara hak seorang anak terhadap orang tuanya adalah memperoleh penamaan yang baik. Rasulullah SAW bersabda: ”“Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama kalian masing- masing, dan nama bapak-bapak kalian. Maka perbaguslah (dalam pemberian) nama- 8 nama kalian.” (HR. Ahmad).

  Setiap muslim wajib untuk berbuat baik, taat dan memelihara kedua orang tuanya. Rasulullah SAW bersabda : “Apakah kalian tahu apa saja dosa besar itu? Para sahabat menjawab: Tidak wahai Rasulullah, Rasulullah menjawab: “Menyekutukan 9 (syirik ) Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. Bukhari).

  Dari hasil tinjauan di atas, maka hak orang tua secara umum adalah apa saja yang dituntut atau yang diperbuat sesuai dengan kekuasaannya, selama tidak bertentangan dengan undang-undang, norma dan agama. Sedangkan kewajiban orang tua secara umum adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, atau apa saja yang menjadi tanggungjawab orang tua terhadap anak-anaknya. Seperti memberi nafkah, memberikan pembelajaran, tempat tinggal dan lain sebagainya.

  Di dalam al-Quran terdapat 13 surat dan 22 ayat yang menerangkan tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak. Diantara surat tersebut terdapat di surat Maryam ayat 14 dan 32, surat al-Naml ayat 19, surat al- Isra’ ayat 23, surat al-An'am ayat 151, surat Luqman ayat 14 dan 33, al-Ahqaf ayat 15 dan 17, surat Nuh ayat 28, surat Ibrahim ayat 41, surat al-'Ankabut ayat 8, al-Baqarah ayat 180, 215 dan 233 dan surat al- Nisa ayat 36 dan 135.

  6 Ibid, 474.

  7 Ibn al-Manzur, al- ‘Arab, vol.10, 49.

  8 Hidayatullah, Mausu ’ah al-Tarbiyah, 47.

  9 al-Jazairiy, Minhajul al-muslim, t.th. 73.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak Biografi dan Pemikiran

  Nama lengkap Al-Qurtubiy adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al-Ansariy al-Khazrajiy al-Andalusiy al-Qurtubiy. Seorang ahli tafsir yang dilahirkan di Cordoba Andalusia. Beliau merupakan salah satu ulama bermazhab 10 maliki. Kemudian berkelana ke Mesir dan menetap disana. Beliau wafat pada tahun 11 671 H. di kota Almania sebelah barat sungai Nil. Sumber lain menyebutkan, beliau 12 wafat di kota Manniyah Ibn Hasib Andalusia.

  Beliau merupakan salah seorang ulama saleh yang terkenal, sederhana dalam urusan dunia dan lebih banyak menyibukkan diri dalam urusan akhirat. Sehingga keseharian beliau hanya beribadah dan berkarya (menulis). Imam al-Dhahabiy berkata tentang beliau: “Beliau adalah seorang imam yang cerdas, mempunyai pengetahuan yang luas. Karya-karyanya yang banyak menunjukkan betapa banyak sumbangsih 13 pemikiran yang telah diberikan dan keutamaannya.”

  Adapun metode penafsiran al-Qurtubiy dalam karyanya, tafsir al- Jami’ li Ahkam al- Qur’an, menggabungkan kedua metode penafsiran tersebut (bi al-ma’thur dan bi al- ra’yi) atau disebut dengan metode penafsiran bi al-iqtirani (perpaduan 14 antara bi al-manqul dan bi al- ma’qul). Ketika membahas basmalah pada surah al-

  Fatihah misalnya, selain menukil banyak riwayat hadith dan athar yang berkaitan dengan basmalah, al-Qurtubiy juga mengutip aneka macam pendapat para ulama yang berkaitan dengannya, kemudian membahasnya serta menarik kesimpulan.

  Dengan demikian dapat disimpulkan, Al-Qurtubiy dalam menafsirkan al- Qur’anmenggunakan metode tafsir bi al-iqtiran yaitu menggabungkan dua metode penafsiran sekaligus, baik dengan tafsir bi al- ma’thur dan tafsir bi al-ra’yi.

  Dari hasil identifikasi dan pengklasifikasian ayat kemudian di ambil beberapa ayat saja sebagai acuan pembahasan inti penulisan ini, ayat-ayat tersebut adalah:

  10 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, “ter.”, Mudzakir AS., (Jakarta: Litera AntarNusa, 2000), 520.

  11 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadis, 2010), vol.1, 6

  12 Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2004), 65.

  13 Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadis, 2010), vol.1, 6

  14 Ridlwan, Memahami al- Qur’an, 14-15.

  Mu’afi bin Thohir

  1. Q.S.Luqman: 14.

  “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-

  tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada- Kulah kembalimu.”

  2. Q.S. al-Ahqaf: 15.

  “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkan dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada

  15 Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-or ang yang berserah diri.” 3.

  Q.S.al-‘Ankabut: 8.

  “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Kulah kembalimu, lalu aku kabarkan

  16 kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

  Ketiga ayat di atas dipilih karena mempunyai beberapa faktor yaitu: a). Kesamaan redaksi; Jika diperhatikan ketiga ayat di atas, maka ditemukan kesamaan pada awal permulaan redaksi ayat yaitu kalimat Wawassainal insane biwalidaihi . b).

  Pembahasan yang berkaitan; Ketiga ayat di atas mempunyai keterkaitan dalam pembahasan yang sama, dalam hal ini membahas perihal yang berhubungan dengan orang tua, baik secara khusus atau terhadap diri mereka sendiri atau secara umum.

  Inilah ayat-ayat yang menjadi pembahasan utama dalam tulisan ini, untuk memudahkan pembahasan selanjutnya, lihat tabel berikut ini:

  15 Ibid, 824.

  16 Ibid, 629.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

Ayat-Ayat Inti Pembahasan Penelitian

Nama Urutan Urutan Tempat Jumlah

  No Ayat Mushaf

  

Surah Wahyu Diturunkan Ayat

  1 Luqman

  14

  57

  31 Makkiyah

  34 2 al-Ahqaf

  15

  66

  46 Madaniyah

  35 3 al-'Ankabut

  8

  85

  29 Madaniyah

  69 Penafsiran Ayat Dalam Tafsir al- Jami’ li Ahkam al-Qur’an 1. Tafsir Q.S.Luqman:14.

  Al-Qurtubiy menafsirkan ayat ini menggabungkan pembahasannya dengan ayat selanjutnya (ayat kelima belas). Ada beberapa permasalahan yang terdapat dalam kitab tafsir al- Jami’ li Ahkam al-Qur’anini, yaitu: pertama, Wawassainal insane

  

biwalidaihi . Ayat ini merupakan wasiat Nabi Luqman As. kepada anaknya untuk tidak

  menyekutukan Allah Swt. dan tidak mengikuti perbuatan syirik yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, karena Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk taat kepada kedua orang tua selama apa yang diperintahkan tidak dalam kesyirikan dan kemaksiatan kepada-Nya. Maksud kalimat ini juga adalah manusia diminta untuk bersyukur kepada Allah Swt. yaitu dengan berwasiat kepada setiap insan. Sama ketika Nabi Luqman As. berwasiat kepada anaknya: “Jangan berbuat syirik, dan kami berwasiat kepada setiap insan untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Dan kami memerintahkan manusia untuk demikian. Maka Nabi Luqman

  17 As. memerintahkan kepada anaknya hal yang sama.” Al-Qushairiy berkata, kedua

  ayat ini (Q.S.Luqman: 14- 15) diturunkan kepada Sa’ad bin Abi Waqas, begitu juga pembahasan ayat pada surah al- ‘Ankabut dan kebanyakan para mufassirin menafsirkan seperti itu. Pada masalah ini, menyelisihi perintah orang tua tidak menjadikan seseorang berdosa besar dan meninggalkan keutamaan kewajiban (mentaati perintah orang tua). Maka menjadi suatu keharusan untuk mentaati kedua orang tua dalam hal yang diperbolehkan dan menolak perintah dengan santun

  18 mendapatkan pahala.

  17 Ibid., 384.

  18 Ibid., 629

  Mu’afi bin Thohir

  Kedua, Allah Swt. memuliakan derajat seorang ibu lebih tinggi dari seorang

  bapak sebanyak tiga derajat. Dan bagi seorang bapak satu derajat. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Saw. ketika bertanya salah seorang sahabat kepada beliau: “Kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa? Rasulullah menjawab: ibumu. Kemudian sahabat itu bertanya lagi: kemudian kepada siapa?

  19 Rasulullah menjawab: bapakmu.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih) ahnan ‘ala wahnin yaitu seorang ibu yang mengandung dalam Ketiga, w

  perutnya, setiap hari seorang ibu yang mengandung bertambah lemah dan lemah. Dan berkata: seorang perempuan diciptakan dalam keadaan lemah dan bertambah lemah dalam keadaan hamil atau mengandung. Dan maksud kalimat (wafisholuhu) adalah menyapih bayi dari penyusuan seorang ibu, yaitu jika masa menyusuinya sudah

  20 mencapai dua tahun.

  Keempat, masyarakat sepakat dua tahun adalah masa untuk menyusui dalam

  21

  permasalahan hukum dan nafkah. Pada penafsiran surah al-Baqarah ayat 233, Al- Qurtubiy menjelaskan tentang menyusui lebih detail lagi. Dikatakan tentang (

  

Haulaini) para mufassirin sepakat bahwa setiap bayi yang dilahirkan berhak untuk

  mendapatkan pemberian ASI (air susu ibu) selama dua tahun. Dari Ibn ‘Abbas Ra. ia berkata: “Bayi bisa dilahirkan dalam usia kandungan enam bulan (prematur yaitu 25 pekan atau sekitar 180 hari), bayi yang berada dalam kandungan tujuh bulan masa penyusuannya adalah dua puluh tiga bulan, bayi yang berada dalam kandungan delapan bulan masa penyusuannya adalah dua puluh dua bulan dan bayi yang berada dalam kandungan sembilan bulan masa penyusuannya adalah dua puluh satu bulan, sebagaimana firman Allah Swt.( Wa hamluhu wa fisholuhu stalastuna syahron) Adapun tuntunan dua tahun masa pemberian ASI pada surah al-Baqarah ayat 233 tidak wajib hukumnya, tapi bersifat anjuran yang sangat ditekankan sebagaimana Allah Swt. Berfirman. (Liman arada an yutimmar rhodhoah) jika kedua orang tua bayi tersebut

  19 Ibid., 385.

  20 Ibid.

  21 Ibid.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  sudah bersepakat untuk menyapih sebelum dua tahun, atau memberikan penyusuan kepada ibu-ibu yang lain dengan memberikan upah maka diperbolehkan. Penambahan atau pengurangan masa menyusui dua tahun mempunyai dua kondisi: Pertama, jika tidak membahayakan kesehatan bayi. Kedua, kerelaan atau

  22 kesepakatan orang tua masing-masing terhadap bayinya.

  2. Tafsir Q.S.al-Ahqaf: 15; Pada penafsiran ayat ini, Al-Qurtubiy membahasnya dengan beberapa permasalahan, yaitu: pertama, wawassainal insane biwalidaihi menjelaskan situasi dan kondisi masing-masing individu berbeda-beda terhadap kedua orang tuanya, terkadang ada yang mentaati dan ada juga yang durhaka kepada keduanya. Maka tidak jauh berbeda dengan situasi dan kondisi Rasulullah Saw. dalam berdakwah kepada umatnya sehingga ada sebagian dari mereka yang menerima dan sebagian

  23 yang lain mengingkari apa yang di bawa oleh Rasulullah Saw.

  Ummuhu kurhan wawadho’athu kurhan, yaitu mengandung Kedua, Hamalathu

  dalam keadaan susah payah. Berkata al-Kasaiy: al-kurhu dan kurhan mempunyai makna berbeda. al-kurhu apa yang dikandung oleh manusia dalam perutnya (rahim) sendiri, sedangkan (kurhan) apa yang dikandung oleh manusia dalam perut orang

  24

  lain. Maksudnya adalah terpaksa dan penuh amarah. Wa hamluhu wa fisholuhu

  

stalasuna syahron, Ibn ‘Abbas Ra. berkata: “Jika seorang ibu mengandung selama

  sembilan bulan maka masa menyusuinya adalah dua puluh satu bulan. Dan jika seorang ibu mengandung selama enam bulan maka masa menyusuinya adalah dua puluh empat bulan.

  Ketiga, wa ashlih lii fii zdurriyyati, yaitu jadikanlah keluargaku orang-orang

  yang saleh. Ibn ‘Abbas berkata: “Maka tidak boleh bagi anak dan kedua orang tuanya meninggal kecuali dalam keadaan beriman kepada Allah Swt. semata. Dan tidaklah seorang pun dari sahabat-sahabat Rasulullah Saw. yang memeluk Islam kedua orang tuanya, keluarganya kecuali Abu Bakar.” Berkata Muhammad ‘Ali: “Jangan membuat sesuatu bagi syaitan, diri dan hawa nafsu jalan ke burukan atau kemaksiatan.”

  22 Ibid, vol.2, 139-140.

  23 Ibid, vol.8, 486.

  24 Ibid.

  Mu’afi bin Thohir

3. Tafsir Q.S.al-‘Ankabut: 8.

  Ayat ini diturunkan kepada Sa’ad bin Abi Waqas. Diriwayatkan dari al- Tirmidhiy, ia berkata: “Berkata ibu Sa’ad: Bukankah Allah Swt. telah menyuruhmu untuk berbuat baik kepada orang tuamu? Demi Tuhan, aku tidak akan makan apapun dan aku tidak akan minum apapun sampai aku mati atau aku memeluk agama yang sama sepertimu (Sa ’ad) kemudian turunlah ayat ini. Abu ‘Isa mengatakan hadith ini

  Diriwayatkan dari Sa’ad, dia berkata: “Aku tinggal bersama ibuku, hasan sahih. kemudian aku memeluk Islam. Kemudian ibuku berkata: Janganlah kamu mengajakku untuk memeluk agamamu atau aku tidak akan makan dan minum sesuatu apapun sampai aku mati, kemudiaan dia mencemoohku. Sa’ad pun berkata: Wahai ibuku, jika engkau mempunyai seratus nyawa kemudian keluar (hilang) satu persatu, maka aku tidak akan pernah meninggalkan agama ini. Jika engkau mau maka makanlah, jika engkau enggan maka tidak usah makan. Kemudian pada suatu waktu sang ibu

  25 memakan sesuatu dan turunlah ayat wa injahadaka litusyrika bi ”.

  Ayat ini juga diturunkan kepada siapa saja yang tidak bisa bersabar atau ujian yang diberikan Allah Swt. (husnan) orang-orang Basrahmembacanya ( husnan ) yaitu perintah untuk melakukan kebaikan. Sedangkan orang Kufah membacanya ( husnan )

  26 yaitu perintah kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya.

  Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Dalam Kitab al-Jami' li Ahkam al-Qur'an

  No. Surah Ayat Hak Kewajiban

  1. Anak memperlakukan

  1. Orang tua berwasiat untuk kedua orang tuanya tidak berbuat syirik kepada dengan baik anak-anaknya

  2. Anak mentaati perintah

  2. Menanamkan akidah dan

  1 Luqman

  14 kedua orang tuanya perilaku yang baik agar kelak selama tidak berbuat berbakti kepada kedua orang syirik dan bermaksiat tuanya kepada Allah Swt.

  25 Ibid., vol.7, 291-292.

  26 Ibid.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  3. Mendapatkan

  3. Tidak memerintahkan anak- penghormatan lebih anaknya untuk berbuat syirik tinggi untuk ibu dengan dan maksiat tiga derajat dan bapak satu derajat

  4. Anak berterima kasih

  4. Menyusui anak selama dua dan mensyukuri kasih tahun dan menyapihnya sayang, pendidikan dan

  5. Bersyukur atas karunia Allah lain sebagainya yang Swt. berupa keturunan telah diberikan oleh (anak) dan nikmat iman kedua orang tuanya

  1. Anak tidak boleh

  1. Bersabar dalam mendidik durhaka kepada kedua anak orang tuanya

  2. Anak menjaga

  2. Mendo'akan anak-anaknya silaturahim dengan dan keluarganya agar orang tuanya meskipun menjadi hamba-hamba-Nya 2 al-Ahqaf

  15 berbeda agama yang saleh

  3. Anak mendo'akan kedua orang tua dan keturunannya

  3. Bertaubat dan bertawakal 4. Anak berbuat baik kepada Allah Swt. kepada kedua orang tuanya

  1. Anak menyikapi orang tuanya dengan baik,

  1. Tidak memaksa anak meskipun berbeda berbuat syirik dan maksiat agama

  2. Anak harus menolak perintah kedua orang al- tuanya yang mengajak

  3

  8 'Ankabut kepada kesyirikan dan kemaksiatan

  2. Menghargai pilihan anak

  3. Anak mendo'akan kedua orang tuanya yang tersesat untuk mendapatkan hidayah Allah Swt. Mu’afi bin Thohir

  Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

  Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak dalam tafsir al- Jami’ li Ahkam al-

  

Qur’an karya al-Qurtubiy terdapat pada tiga surat, di antaranya; Pada surat Luqman

  ayat 14, surat al-Ahqaf ayat 15 dan surat al-'Ankabut ayat 8, yang dipilih mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain, seperti menginformasikan kepada para

  27 orang tua rentetan sikap yang harus dilakukan dalam mendidik anak-anaknya.

  Pada surah Luqman, orang tua diajak untuk membekali anak-anaknya dengan akidah yang benar dan perilaku yang baik agar kelak mampu berbakti kepada kedua orang tua dan berbuat baik kepada mereka. Hal ini berlangsung dengan dibarengi usaha orang tua untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, mulai dari memberikan ASI dan kasih sayang bagi para ibu, memberikan nafkah keluarga, bimbingan dan perlindungan bagi para ayah. Di samping itu, pada surah Luqman juga mengajak orang tua untuk mensyukuri karunia Allah Swt. berupa keturunan (anak) dan nikmat iman, sehingga anak-anaknya meneladani sikap kedua orang tuanya dan bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh bapak ibunya.

  Pada surah al-Ahqaf menjelaskan tentang metode menyusui yang baik bagi seorang anak. Yaitu memberikan ASI ekslusif sampai dua tahun penuh atau tiga puluh bulan yang merupakan akumulasi masa mengandung dan menyusui, namun apabila ada kerelaan atau kesepakatan antara ibu bapak dan di rasa tidak membahayakan bayinya kemudian memilih menyapih sebelum dua tahun maka hal itu diperbolehkan, karena masa dua tahun penyusuan pada surah al-Baqarah ayat 233 tidak wajib hukumnya, namun bersifat anjuran yang ditekankan.

  Diperbolehkan juga bagi orang tua untuk menyusukan anak-anaknya kepada ibu-ibu yang lain dengan memberikan upah kepada ibu-ibu tersebut. Hal ini dilakukan karena banyak faktor, bisa karena ibu kandung yang tidak bisa memproduksi ASI yang baik sebagai asupan makanan bagi bayinya yang cukup atau karena sakit dan lain sebagainya.

  Pada surah al- ‘Ankabut, syari’at Islam memerintahkan kepada hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orang tuanya meskipun ibu bapaknya berlainan agama

27 Abi ‘Abdillah Muhammad b. Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Hadis, vol.8, 2010), 487-488.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  atau keyakinan. Seperti sikap seorang sahabat Sa’ad bin Abi Waqas terhadap ibu kandungnya yang enggan untuk memeluk Islam, Sa’ad tetap bersikap baik terhadap ibunda tercinta, bertutur kata yang baik, santun dalam bersikap, membantu dan mendo’akan ibunya agar mendapatkan hidayah dan mau meninggalkan keyakinannya yang salah serta memeluk Islam.

  Ayahnya bernama Malik bin Ahib dari Bani Abd Manaf, ibunya bernama Himnah binti Abi Sufyan bin Umayyah. Setelah ayahnya meninggal ibunya bersusah payah untuk menghidupi dan mendidik Sa’ad bersama saudara-saudaranya, hingga datanglah Islam kemudian mereka bersebrangan jalan. Pad a zaman jahiliyah Sa’ad bin Abi Waqas bekerja sebagai tukang pembuat panah, setelah Islam datang dia di kenal

  28 sebagai sahabat yang paling lihai dalam memanah dan menunggang kuda.

  Dengan hasil pembahasan ini dapat di ambil pelajaran bahwa pentingnya kerjasama yang baik antara ibu dan bapak dalam mendidik dan memperhatikan tumbuh kembang anak. Karena untuk mendapatkan generasi terbaik tidak semudah membolak- balikkan telapak tangan, butuh kerja keras, kesabaran dan do’a serta keikhlasan untuk mengharap ridha Allah SWT semata.

  

Permasalahan dan Hukum yang Berkaitan Tentang Hak dan Kewajiban Orang Tua

Terhadap Anak

  Semakin berkembang ilmu pengetahuan dewasa ini semakin menunjukkan bahwa eksistensi manusia di muka bumi ini tumbuh dan berkembang serta melakukan perbaikan-perbaikan dalam kehidupannya sehari-hari. Namun proses itu diperoleh dengan cara yang tidak mudah, butuh riset, pemecahan suatu permasalahan dan solusi untuk kebaikan manusia pada saat itu dan generasi selanjutnya.

  Begitu juga dalam hal rumah tangga, khususnya hubungan orang tua dan anak pasti menemukan permasalahan-permasalahan yang terkadang begitu pelik dan berpolemik. Berikut ini beberapa permasalahan dan hukum yang berkaitan tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak, di antaranya adalah:

28 Abdurrahman Umairah, Tokoh-Tokoh Yang Diabadikan Dalam al- Qur’an, terj. Salim Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press, vol.1, 2000), 131-132.

  Mu’afi bin Thohir

  1. Pemberian Nafkah Allah SWT memerintahkan kepada orang tua untuk memberikan nafkah kepada keluarganya dan orang-orang disekitar. Firman Allah Swt: yas alunaka madza

  

yunfikuna qul ma amfaqtum min khairin falil walidaini wal aqrabina wal yatamawal

masakinwabnis sabil wama tafaluna min khairin fainnallaha bihi alim. (Qs. Al-Baqarah:

29 215).

  M. Quraish Shihab dalam kitabnya, Tafsir Al-Misbah menjelaskan: Dampak dari keimanan seorang hamba kepada Allah Swt. terlihat dengan kemantapan keinginan untuk menyesuaikan tingkah laku dengan tuntunan Sang Pencipta. Pertanyaan ini muncul jauh sebelum diturunkan ayat ini, sehingga ayat ini menggunakan bentuk kata kerja masa kini (yas aluna) seakan-akan sedang berlangsungnya sebuah dialog. Kata (khairin) yaitu harta disini memberikan isyarat bahwa apa saja yang dinafkahkan hendaklah sesuatu yang baik dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang baik juga.30

  Selanjutnya dijelaskan untuk siapa saja harta itu sebaiknya diberikan. Yaitu, pertama kepada ibu bapak, karena merekalah sebab wujud anak serta paling banyak jasanya. Kedua, kepada kaum kerabat baik yang dekat maupun yang jauh. Ketiga, anak-anak yatim, yakni anak yang belum dewasa sedang ayahnya telah meninggal. Keempat, orang-orang miskin, yakni mereka yang membutuhkan bantuan. Kelima, orang-orang yang sedang dalam perjalanan tetapi kehabisan bekal. Ayat ini tidak berbicara tentang cara membantu fakir, memerdekakan budak, atau menguraikan kelompok yang berhak menerima zakat (Q.S.9:60). Karena yang dimaksud nafkah disini adalah infaq yang bersifat anjuran dan di luar kewajiban zakat, sehingga pada penutup ayat ini mengungkapkan secara umum siapa dan nafkah apapun selain harta dengan redaksi yang menunjukkan kesinambungan (wama tafaluna min khairin fain

  31 nallaha bihi alim ),

  Abu Bakar Jabir al-Jazairi y menafsirkan ayat ini: “Bertanya orang-orang muslim: Bagaimana cara memberikan nafkah? Dan dengan apa kita memberikan nafkah? Dan kepada siapa nafkah itu diberikan? Maka jawablah wahai Muhammad:

  29 Departemen Agama, al- Qur’an, 52

  30 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tangerang: Lentera Hati, 2007), vol.1, 458-459.

  31 Ibid.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  Berikanlah nafkah itu apa saja yang paling mudah dari mereka untuk ibu bapaknya, kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan yang kehabisan bekal atau dengan berbuat kebaikan apapun. Nafkah itu diberikan dengan tujuan kebaikan dan ketaatan, sesungguhnya Allah Swt. Maha Mengetahui atas apa yang dilakukan hamba-hamba-Nya. Dan hendaknya nafkah itu dari harta 32 yang baik dan halal.”

  Nafkah adalah segala sesuatu berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal yang diberikan kepada orang yang berhak mendapatkannya. Yang berhak menerima nafkah itu adalah istri oleh suami, Perempuan yang di talak ba’in, maka wajib di beri nafkah oleh suaminya, pada hari- hari menjalani masa ‘iddahnya jika perempuan tersebut dalam keadaan hamil, Anak-anak yang masih kecil; Orang yang wajib memberikan nafkah kepada anak kecil adalah orang tuanya, Budak, Nafkah hewan;

  33 Orang yang wajib memberinya nafkah adalah pemiliknya.

  2. Seputar Penyusuan.

  Memberikan ASI kepada anak adalah tanggungjawab orang tua, dalam hal ini ibu karena yang mampu melakukan hal tersebut hanyalah seorang perempuan saja. Adapun tanggungjawab bapak dalam hal ini adalah memberikan nafkah berupa asupan makanan untuk istrinya, agar ASI yang diberikan kepada anak-anaknya lancar. Atau membayar upah penyusuan manakala telah disepakati oleh keduanya untuk menyusukan anaknya kepada orang lain karena faktor sakit dan lain sebagainya. Yang terdapat pada surat Luqman: 14 dan surat al-Ahqaf: 15.

  Pada dua ayat tersebut, dapat di lihat ada perbedaan masa menyusui seorang anak. Pada ayat pertama mengatakan dua tahun, sedangkan pada ayat kedua merupakan akumulasi masa mengandung dan menyapih yang digenapkan menjadi tiga puluh bulan. Apabila seorang ibu mengandung selama tujuh bulan maka masa menyusuinya adalah dua puluh tiga tahun atau apabila seorang ibu mengandung selama sembilan bulan maka masa menyusui buah hatinya adalah dua puluh satu

  32 Abu Bakar Jabir al-Jazairiy, Aisaru al-Tafasir (Kairo: Dar al-Hadis, vol.1, 2006), 95.

  33 al-Jazairiy, Minhajul, 363.

  Mu’afi bin Thohir tahun. Hal ini sebagaimana pendapat Ibn ‘Abbas dalam menafsirkan surah al-Ahqaf 34 ayat kelima belas ini. Lantas, apakah menyusui anak itu harus dua tahun? Atau dua puluh satu bulan, atau dua puluh empat bulan, tergantung masa kehamilan masing-masing ibu yang diakumulasikan menjadi tiga puluh bulan?. Para ulama sepakat tidak ada hukum qat’iy yang menerangkan bahwa masa menyusui anak selama dua tahun adalah sebuah kewajiban. M. Quraish Shihab menerangkan tafsir surah al-Baqarah ayat 233 mengatakan: “Ayat ini menginformasikan kepada umat Islam bahwa air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi anak sampai berusia dua tahun. Baik itu melalui ibu kandung ( Ummahat) atau ibu-ibu yang lain ( wal walidatu). Masa dua tahun merupakan batas maksimal kesempunaan penyusuan dan tolak ukur apabila terjadi perbedaan pendapat antara ibu bapak perihal memperpanjang masa penyusuan. Di sisi lain, bilangan itu juga mengisyaratkan bahwa yang menyusu setelah usia dua tahun bukanlah penyusuan yang mempunyai dampak hukum yang mengakibatkan

  35

  anak yang disusui berstatus sama dalam sejumlah hal dengan anak kandung.” 3.

  Hak Orang Tua Terhadap Anak Setelah Wafat Diantara kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang lainnya adalah membantu dan mendo’akan saudara kita yang tertimpa musibah (seperti tertimpa bencana, kecelakaan dan kematian) dan menunaikan perkara-perkara mereka yang belum terselesaikan pada masa hidupnya. Seorang anak juga mempunyai tanggungjawab terhadap orang tuanya yang telah meninggal dunia atau wafat. Maka menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk menunaikan apa yang diwasiatkan, hal waris dan tanggungan yang ditinggalkan oleh orang tuanya yang telah meninggal. Allah Swt. berfirman: “wa Qadha robbuka illa ta’bidu illa iyyahu wabil walidain ihsanan”

  36 (Qs. Al- Isra’: 23).

  Ada beberapa pembahasan al-Qurtubiy dalam menafsirkan ayat ini, diantaranya adalah sebagai berikut ini: Pertama, pada pembahasan kedua, al-Qurtubiy menukil riwayat imam al-Bukhari sebagai penjelasan pentingnya berbakti kepada

  34 al-Qurtubiy, vol.8, 486.

  35 M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, vol.1, 503-504.

  36 Departemen Agama, al- Qur’an, 427.

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  kedua orang tua. Rasulullah Saw. menjawab pertanyaan sahabat tentang amalan yang paling dicintai oleh Allah Swt.: “Shalat pada waktunya, berbuat baik kepada 37 38 kedua orang tua dan jihad di jalan Allah.” Kedua, Pada pembahasan ketujuh, al- Qurtubiy menjelaskan bahwa tidak dikhususkan bagi seorang anak untuk berbakti ataupun berbuat baik kepada orang tua yang muslim saja. Bagi seorang anak yang orang tuanya berbeda keyakinan (kafir) maka Islam mengajarkan untuk tetap berbuat baik dan memberikan hak-haknya selama mereka masih hidup. (Qs. Al- Mumtahanah: 8)39. 3). Pada pembahasan kesepuluh, al-Qurtubiy menjelaskan kewajiban seorang anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang meninggal. Diriwayatkan Abu Asid pada waktu perang Badar ia berkata: kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw. tiba-tiba datang sahabat dari kalangan Ansar bertanya: wahai Rasulullah Saw. apakah ada amalan kebaikan yang bisa aku lakukan untuk berbuat baik kepada orang tuaku yang telah wafat? Kemudian Rasulullah Saw. menjawab: Maka menjadi kewajiban seorang anak kepada orang tuanya yang telah meninggal yaitu: menshalatkan, memohon pengampunan, menunaikan janji (tanggungan) yang belum dilaksanakan, memuliakan dan menyambung tali silaturahim kawan dan

  40 kerabat orang tuanya.

  Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun seseorang (salah satu atau kedua orang tua) meninggal, masih mempunyai hubungan dengan kerabatnya (anak dan lain-lain). Maka menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk menunaikan hal-hal yang menjadi tanggungan orang tuanya yang belum terselesaikan semasa hidupnya, seperti hutang, warisan, wasiat dan lainnya. Al- Tabariy menukil sebuah perkataan (hikmah) sebagai bentuk keridaan orang tua terhadap seorang anak: “Barangsiapa orang tuanya rida kepadanya maka Sang Pencipta juga akan meridainya, dan barang siapa orang tuanya murka kepadanya

  41

  maka Tuhan akan murka kepadanya.”

  37 al-Qurtubiy, vol.5, 575.

  38 Ibid, 576.

  39 Departemen Agama, al- Qur’an, 924.

  40 al-Qurtubiy, vol.5, 577.

  41 Abi Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabariy. Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ay al-Qur’an. (Giza: Dar Hajr, vol.14, 2001), 542.

  Mu’afi bin Thohir

  Kesimpulan

  Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Al- Qur’an mengungkapkan redaksi ayat-ayat berkenaan tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak sebanyak dua puluh dua ayat dengan perincian pada delapan surah berbeda masing- masing satu ayat (surah al-Balad, al-Naml, al-Isra, al- An’am, Nuh, Ibrahim, al-‘Ankabut dan al-Maidah), pada tiga surah berbeda masing-masing dua ayat (surah Maryam, Luqman dan al-Ahqaf) dan pada dua surah berbeda masing-masing empat ayat (surah al-Baqarah dan al-Nisa ’).

  Hasil dari pengklasifikasian ayat-ayat berkenaan tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak menunjukkan dari dua puluh dua ayat yang berhasil dihimpun sepuluh ayat merupakan ayat-ayat Makkiyah dan dua belas ayat merupakan ayat-ayat Madaniyah. Kemudian diidentifikasikan beberapa hak dan kewajiban orang tua terhadap anak secara khusus seperti, pembekalan akidah yang lurus, pembelajaran moral atau akhlaq dan berbuat baik kepada orang tua secara lisan dan perbuatan. Atau secara umum seperti, tidak membunuh anak dan jiwa yang di larang, bersyukur kepada Allah SWT atas karunia-Nya berupa anak, memberikan nafkah dan sedekah dan lain sebagainya.

  Tafsir al- Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy menjelaskan tentang beberapa hak dan kewajiban orang tua terhadap anak yaitu: (a). Hak orang tua terhadap anak. Diantaranya: 1). Mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya baik secara lisan dan perbuatan. 2). Seorang anak mentaati perintah orang tuanya selama tidak bertentangan dengan syariat Islam (syirik dan maksiat). 3).Berbuat baik, menyambung tali silaturahim dan mendo’akan kedua orang tuanya meskipun berbeda agama atau keyakinan. (b). Kewajiban orang tua terhadap anak. Diantaranya: 1). Memberikan pengetahuan akidah dan moral (akhlaq) yang baik agar senantiasa bersyukur, tidak menyekutukan Allah Swt. dan berbakti kepada orang tua. 2). Memberikan nafkah. Bagi seorang ayah memberikan pakaian, makanan dan tempat tinggal serta pendidikan. Bagi seorang ibu, memberikan ASI, membantu tumbuh kembang anak agar menjadi pribadi yang saleh dan salehah. 3). Bersabar

  Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak

  dalam mendidik anak, menghargai pilihan anak dan mendo’akan anak-anak serta keturunannya agar menjadi hamba-hamba-Nya yang baik.

  Pembahasan tentang hak dan kewajiban orang tua terhadap anak dalam tafsir

  

al- Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubiy sangat luas dan detail, sehingga hanya

  beberapa hal saja yang mampu disajikan. Oleh karena itu penulis menyarankan adanya kajian yang lebih spesifik sehingga mampu membedah dan membahas kajian tersebut lebih mendalam, baik dilakukan oleh individu (personal) ataupun kelompok.

  Referensi

  Richo Pramono, “Fakta Pilu di Balik Penelantaran 5 Anak di Cibubur Oleh Orang Tua”, , 15 Juni 2015. Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansariy al-Qurtubiy, al-Jami’ li Ahkam al- Qur’an, Kairo: Dar al-Hadis, 2010.