339 B ab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

GENETIKA BA
POPULASI & 13
EVOLUSI

Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan peranan gen dalam menentukan sifat
organisme. Bahan genetik berperan menentukan kehidupan melalui peranannya dalam proses
reproduksi serta proses metabolisme. Pada bab ini akan dibahas peranan gen dalam
menentukan sifat suatu populasi. Genetik dari suatu populasi akan ditentukan oleh genetik
dari individu yang menjadi anggota populasi.
Populasi merupakan kelompok individu yang berasal dari satu spesies, yang terletak
pada suatu wilayah sehingga mempunyai peluang untuk melakukan perkawinan satu sama
lain. Suatu populasi dicirikan oleh struktur yang menggambarkan komposisi individu yang
dikandungnya.

Struktur populasi ini dapat dipertahankan kesetimbangannya dari satu

generasi ke generasi berikutnya melalui sistem perkawinan acak. Struktur ini juga dapat
berubah, akibat adanya kekuatan-kekuatan dan atau luar yang dapat mengubahnya, seperti
mutasi, migrasi, dan seleksi alam. Perubahan struktur ini dapat mengubah populasi menjadi
populasi baru dengan struktur baru, memecah satu populasi menjadi dua populasi, atau
memunculkan spesies baru.


Struktur dan
A. Pengertian SpesiesKesetimbangan
dan Populasi
Spesies : Terdapat dua pengertian spesies, yaitu spesies taksonomi dan spesies biologi
(genetik). Pada taksonomi spesies merupakan unit terkecil dalam klasifikasi. Pengelompokan
ini didasarkan pada kemiripan morfologi organ reproduksi (bunga). Secara biologi atau
genetik spesies adalah kelompok individu yang bila anggotanya dikawinkan satu dengan
yang lainnya dapat menghasilkan turunan yang fertil. Perkawinan antara individu dari spesies
yang berbeda tidak akan menghasilkan turunan yang fertil. Tanaman seperti kedelai, padi,
dan jagung masing-masing merupakan satu spesies, perkawinan pada masing-masing
tanaman akan menghasilkan turunan yang fertil (perhatikan skema pada Gambar 13.1).
Namun bila dikawinkan antara dua spesies yang berbeda, misal antara jagung dengan padi,
tidak akan menghasilkan turunan yang fertil.

29
4

Genetika


Populasi
A1

Perkawinan
antar spesies :
steril

Populasi
B1

Perkawinan antar
populasi dalam spesies:
fertil

Perkawinan antar
populasi dalam spesies:
fertil

Populasi
A2


Populasi
B2

Spesies A

Spesies B

Gambar 13.1. Antara dua spesies terdapat batas biologi reproduksi yang
menyebabkan tidak dapat terjadi perkawinan fertile, sedangkan dua
populasi dalam satu spesies tidak terdapat pemabatas biologi sehingga
masih dapat terjadi perkwinan yang fertil
Antara spesies taksonomi dan spesies biologi sering terdapat ketidak cocokan, namun
pada sebagian besar kasus hasilnya sama. Sering diemukan beberapa spesies-spesies yang
secara taksonomi berbeda ternyata bila dikawinkan satu dengan yang lain dapat
menghasilkan hibrid yang fertil, yang berarti secara biologi mereka masih satu spesies.
Dalam kasus tanaman terbudidaya, yang merupakan hasil dometikasi dari leluhur liar, akan
selalu menghasilkan turunan yang fertil bila dikawinkan dengan leluhur liarnya. Misal antara
padi Oryza sativa dengan kerabat liarnya O. rufipogon, atau antara kedelai Glycine max
dengan leluhur liarnya G. ussuriensis, dapat menghasilkan turunan hibrid fertil.

Populasi adalah kumpulan individu dari satu spesies, yang sama yang tidak
dipisahkan oleh tempat dan waktu sehingga dapat melakukan perkawinan satu dengan yang
lainnya. Berdasarkan batasan tersebut ada dua hal yang harus dipenuhi oleh suatu populasi,
yaitu pertama individu-individu tersebut merupakan anggota satu spesies biologi (bila terjadi
perkawinan dapat menghasilkan turunan yang fertil), dan yang kedua tidak ada penghalang
(misal jarak) yang menyebabkan individu tersebut tidak dapat melakukan perkawinan. Dua
individu dari satu spesies yang sama bila karena ada penghalang menjadi tidak dapat
melakukan perkawinan maka kedua individu tersebut bukan merupakan anggota satu

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

295

populasi. Dua individu yang masing-masing menjadi anggota dua populasi yang berbeda bila
melakuakn perkawinan tetap akan menghasilkan turunan yang fertil (Gambar 13.1)
Sebagai contoh suatu populasi ialah populasi rusa di kompleks Istana Bogor, populasi
burung gereja di suatu kompleks perumahan, atau populasi alang-alang di suatu ladang yang
Gambar

13.2. Populasi
sedang memakan
rumput di
depanialah
Istana
ditinggalkan
penduduk.
Contohrusa
pemisahan
oleh penghalang
ruang
sungai besar yang
Kepresidenan Bogor
membelah suatu hutan belantara, yang dapat memisahkan dua populasi rusa yang hidup di
kedua tepinya. Pemisahan waktu dapat terjadi bila, ada dua ras dalam satu spesies tumbuhan.
yang bunganya mekar pada selang waktu yang berbeda, misal pagi dan sore. Akibat
perbedaan waktu mekar bunga maka antara kedua ras tersebut tidak dapat terjadi perkawinan.

B. Struktur Populasi
B1. Populasi Dicirikan Oleh Strukturnya

Kita dapat membedakan dua individu dengan fenotipenya atau genotipenya. Untuk
membedakan dua populasi kita harus memperhatikan struktur genetiknya. Yang dimaksud
dengan struktur genetik populasi ialah komposisi gen yang dikandung oleh individuindividunya. Misal petani di dua kampung yang berbeda menanam jagung dengan benih dari
dua sumber yang berbeda. Kemudian dari hasil panen ditemukan jagung yang ditaman petani
di kampung yang satu rata-rata lebih manis ketimbang jagung dari kampung yang lain.
Secara genetika hal ini menunjukan bahwa terdapat alel dan genotipe yang berbeda antara
kedua populasi jagung di kedua kampung tersebut di atas.
Stuktur suatu populasi ditentukan oleh komposisi gen individu anggotanya, yang
ditunjukkan oleh frekuensi genotipe dan frekuensi alel dalam populasi tersebut. Contoh
gambaran struktur populasi diperlihatkan pada Gambar 13.3, misal populasi F2 akan
mempunyai frekuensi genotipe 1/4 AA, 1/2 Aa, dan 1/4 aa. Sedangkan populasi kedua
tetuanya masing-masing mengandung 100% AA atau 100% aa. Bila genotipe itu di
dep.biologi.fmipa.ipb

29
6

Genetika

Populasi F1 seragam Aa


Populasi Tetua 1
Seragam AA

Populasi Tetua 2
Seragam aa

Keterangan :
Populasi F2 Beragam
25% AA, 50% Aa, 25%aa

Individu aa
Individu Aa
Individu aA
Individu AA

Gambar 13.3. Perbedaan struktur antara populasi tetua dengan populasi F2 :Populasi F2
mempunyai struktur beragam dengan komposisi 25% AA, 50% Aa, 25% aa.
Kedua populasi tetua seragam, 100% AA atau 100% aa


gambarkan oleh penampilan fenotipe, misal AA merah Aa jingga, dan aa putih, maka pada
kedua populasi tetua masing-masing akan mempunyai warna bunga yang seragam baik
merah atau putih, sedangkan populasi F2 akan mempunyai campuran warna bunga yaitu
merah, jingga, dan putih dengan perbandingan ¼: ½ : ¼.
B2. Frekuensi Alel dan Genotipe
Frekuensi genotipe dalam suatu populasi dapat diduga dari banyaknya individu dari masing
masing genotipe yang terdapat dalam populasi tersebut. Bila dalam populasi terdapat jumlah
individu sebagi berikut
AA
NAA
Aa
NAa
aa
Naa
Total
N
Maka. frekuensi genotipe nya adalah
frek (AA) = NAA/N = D
frek (Aa) = NAa/N = H
frek (aa) = Naa/N = R

Akibatriya. total frekensi genotipe atau frek (AA) + frek (Aa) + frek (aa) akan sama dengan
1, atau D + H + R = 1.
Di bawah ini diperlihatkan penghitungan frekuensi genotipe dari tiga populasi dengan
banyaknya individu serta genotipe yang berbeda-beda

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi
Populasi-1
#Individu frekuensi
AA
250
0.25
Aa
500
0.50
aa
250
0.25
Total 1000

1.00

Populasi-2
#individu frekuensi
200
0.25
400
0.50
200
0.25
800
1.00

297

Populasi-3
#individu frekuensi
200
0.40
200

0.40
100
0.20
500
1.00

Frekuensi alel dapat dihitung dari frekuensi genotipenya, yaitu dengan persamaan
berikut:
Frek (A)= p = D + 0.5 H
Frek (a) = q = R + 0.5 H
Dalam organisme diploid untuk masing-masing lokus terdapat sepasang alel, jadi satu
individu mengandung dua. alel. Dalam satu individu homozigot AA atau aa akan terdapat
masing-masing dua alel A atau dau alel a; sedangkan pada heterozigot Aa dikandung satu
alel A dan satu alel a. Oleh karena itu dalam suatu populasi berukuran N dengan komposisi
AA, Aa, aa sama dengan NAA, NAa, Naa, maka total alel dalam suatu populasi akan sama
dengan 2N, dan jumlah alel pada masing-masing genotipe akan sama dengan dua kali jumlah
masing-masing individunya.
Jumlah alel A dalam populasi akan sama dengan 2N AA yang berasal dari kelompok
individu bergenotipe AA ditambah NAa dari kelompok individu bergenotipe Aa; sedangkan
banyaknya alel a sama dengan 2Naa dari kelompok aa dan NAa dari kelompok Aa. Sebagai
contoh kita hitung frekuensi alel dari populasi-3 di atas; maka penghitungan berjalan sebagai
berikut
Genotipe
Banyaknya individu
Banyaknya alel

AA
NAA=200
D = NAA/N=0.4
2NAA=400

Aa
aa
Total
NAa =200
Naa=100
N=500
H = NAa/N=0.4 R = Naa/N=0.2
2NAa=400

2Naa=200

2N=1000

Banyaknya alel A = 2NAA+NAa=600
Frekuensi alel A
p=(2NAA + NAa)/2N = 0.6
p=2NAA/2N+NAa/2N
p= D + 0.5 H=0.4+0.2=0.6
Banyaknya alel a = 2Naa+NAa = 400
Frekuensi alel a
q = (2Naa+NAa)/2N=0.4
q = 2Naa/2N+Naa/2N
q = R + 0.5 H=0.2+0.2=0.4

dep.biologi.fmipa.ipb

29
8

Genetika

Jadi dari komposisi genotipe 200 AA, 200 Aa, dan 100 aa; atau komposisi D:H:R sama
dengan 0.4 : 0.4 : 0.2 diperoleh frekensi alel A dan a saaama dengan p=D+0.5H = 0.6 dan
q=R+0.5H =0.4.
B3. Lokus Monomorf dan Lokus Polimorf
Monomorf berarti mempunyai satu bentuk atau seragam, dan polimorf berarti banyak
bentuk atau beragam. Suatu lokus dikatakan monomorf seandainya untuk lokus tersebut pada
satu populasi hanya terdapat satu alel, jadi pada populasi tersebut hanya ada satu genotipe.
Kebalikannya suatu lokus dikatakan polimorf seandainya pada lokus tersebut terdapat banyak
alel, sehingga dalam populasi tersebut terdapat banyak genotipe atau fenotipe.
Sebagai contoh pada Gambar 13.3 diperlihat empat populasi, yaitu populasi tetua1,
populasi tetua2, populasi F1, dan populasi F2, yang ditandai oleh satu lokus dengan dua alel :
alel A dan alel a. Pupulasi tetua1 dan tetua2 merupakan populasi yang seragam, dengan
genotipe AA atau aa. Pada kedua populasi ini lokusnya monomorf yaitu hanya mengandung
alel A atau alel a. Populasi F1 merupakan populasi yang seragam, yaitu mengandung
genotipe Aa, namun lokusnya merupakan lokus polimorf, yaitu mengandung lebih dari satu
alel, alel A dan alel a. Populasi F2 merupakan populasi beragam, mengandung tiga genotipe
AA, Aa, dan aa, dan lokusnya polimorf mengandung dua alel, alel A dan alel a.
Sebagian besar dari lokus yang dikandung suatu spesies merupakan lokus monomorf.
Misal pada manusia hanya sekitar 20% dari lokusnya bersifat polimorf Polimorfisme muncul
karena terjadinya mutasi terhadap alel pada suatu lokus. Namun tidak semua enzim yang
disandikan oleh lokus-lokus tersebut toleran terhadap mutasi, sehingga mutasi pada lokus ini
dapat menyebabkan kematian atau letal. Akibatnya pada lokus ini tidak pernah muncul alelalel baru, dan lokus semacam ini disebut lokus konservatif.

C. Kesetimbangan Populasi
Pada genetika populasi dipelajari mengenai struktur populasi dan evolusi atau
perubahan yang terjadi pada struktur populasi tersebut. Genetika populasi dikembang-kan
berdasarkan model-model, dan sering model tersebut merupakan model matematika. Untuk
mempelajari perubahan diperlukan adanya model awal yaitu model populasi yang setimbang,
dan dari model yang setimbang ini dipelajari proses perubahan yang mungkin terjadi.
Model kesetimbangan populasi pertama kali dikemukakan oleh G.H. Hardy dan
Weinberg yang secara terpisah pada waktu bersamaan (1908), masing mengemukakan
pendapatnya tentang kesetimbangan. Menurut mereka bila pada populasi Mendel
berlangsung kawin acak maka populasi tersebut akan berada pada kesetimbangan. Populasi

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

299

yang setimbang ialah populasi yang strukturnya tidak berubah dari satu generasi ke generasi
berikutnya
C1. Kawin Acak
Hardy dan Weinberg mengemukakan bahwa proses kawin acak akan membawa
populasi pada kesetimbangan. Dalam proses perkawinan populasi dapat dipandang sebagai
pool gamet. Proses kawin acak iala proses perkawinan yang memberikan peluang yang sama
kepada semua sel gamet jantan untuk bertemu dengan sel gamet betina yang terdapat pada
suatu populasi. Bila populasi dilihat sebagai pool individu maka suatu populasi dikatakan
berkawin acak seandainya setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama. untuk
melakukan perkawinan dengan sesama anggota populasi tersebut.
Contoh yang paling baik untuk proses kawin acak adalah perkawinan yang
berlangsung pada ikan yang perkawinannya berlangsung di luar tubuhnya. Ikan-ikan jantan
dan betina akan melepaskan gametnya ke air. Gamet-gamet jantan selanjutnya akan bergerak
dan secara acak menemukan gamet betina yang ada di air, tanpa membedakan dari mana asal
tetua yng mengasilkan telur atu spermanya. Hal yang sama terlihat pada jagung. Tanaman ini
mempunyai bunga yang terpisah anatara jantan dan betina. Polen-polen dari bunga jantan
dari tanaman di suatu ladang jagung akan terbang ke udara dan selanjutnya dapat jatuh secara
acak mengawini semua putik tanaman yang ada di ladang tersebut.
Mungkin tidak semua organisme dapat melakukan proses kawin acak dalam
populasinya. Pada tanaman terdapat dua jenis bunga yang menyebabkan adanya dua jenis
perkawinan, yaitu menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang. Sistem perkawinan seperti yang
dijelaskan pada jagung disebut meneyerbuk silang. Perkawinan melalui penyerbukan silang
merupakan bentuk kawin acak. Kedelai dan padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri,
yaitu putik akan dikawini oleh polen dari bunga yang sarma. Dalam hal ini kawin acak tidak
terjadi karena tidak terjadi perkawinan antar individu anggota populasi.
C2. Hukum Kesetimbangan Hardy -Weinberg
Hardy dan Weinberg menyatakan bahwa pada suatu populasi dengan lokus bialel bila
terjadi proses kawin acak maka frekuensi alel dan genotipenya akan dipertahankan dari suatu
generasi ke generasi berikutnya. Pendapat ini kemudian dikenal sebagai Hukum
Kesetimbangan Hardy-Weinberg.
Seperti telah disinggung di atas bahwa populasi selain merupakan pool individu juga
dapat dipandang sebagai pool gen atau pool gamet yang dihasilkan individu-individu
tersebut. Kawin acak dapat dipandang sebagai perpaduan bebas gamet-gamet yang terdapat
pada populasi. Secara hitung peluang diketahui bahwa frekuensi genotipe hasil
dep.biologi.fmipa.ipb

30
0

Genetika

penggabungan gamet secara bebas akan merupakan hasil penggandaan frekuensi gametgamet yang digabungkannya. Berdasarkan ketentuan ini maka proses kawin acak berjalan
sebagaimana terlihat pada Tabel 13.1. Untuk populasi dengan frekuensi alel pA dan qa maka
frekuensi genotipe akan merupakan hasil penggandaan dari frekuensi alel yang
membentuknya, sehingga akan diperoleh hasil frekuensi genotipe sebagai berikut
Tabel 13.1. Proses kawin acak atau perpaduan gamet jantan betina secara
acak menghasilkan frekuensi kesetimbangan
Gamet jantan
Gamet betina
p(A)
q(a)
p(A)
p2(AA)
pq(Aa)
q(a)
pq(Aa)
q2(aa)
p2 AA, 2pq Aa, q2aa
Secara matematik proses kawin acak di atas dapat ditulis sebagai persamaan kuadrat berikut
(pA + qa)2 = (p2AA+2pqAa+q2aa)
Karena nilai p+q = 1 maka. akan kita peroleh juga p2+2pq+q2=1.
Bila dari populasi dengan frekuensi genotipe p 2AA, 2pq Aa, q2aa, kita hitung
frekuensi alelnya dengan menggunakan persamaan frek(A) = D+0.5H, dan frek(a) = R+0.5H,
dan oleh karena dalam kasus di atas D=p2, H=2pq, dan R=q2 maka akan diperoleh
Frek(A) =p2+pq
=p(p + q)
=p
dan
Frek(a) =q2+pq
=q(p+q)
=q
Hal ini menunjukan bahwa kawin acak tidak mengubah frekuensi alel (p, q). Karena
frekuensi alelnya tidak berubah maka proses kawin acak yang berlangsung berulang kali
akan tetap menghasilkan frekuensi genotipe yang sama yaitu p2, 2pq, q2, frekuensi
kesetimbangan Hardy-Weinberg.
Proses kawin acak selain dapat mempertahankan kesetimbangan juga. dapat membuat
populasi yang tidak setimbang menjadi setimbang. Untuk suatu populasi dengan sembarang
frekuensi genotipe D, H, R dan frekuensi alel p, q maka. melalui proses kawin acak akan
diperoleh pada generasi berikutnya frekuensi genotipe yang sama dengan p 2, 2pq, q2. Jadi
sebagai kesimpulan tentang kesetimbangan Hardy-Weinberg adalah bahwa setiap populasi

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

301

melalui proses kawin acak akan dibawa. ke struktur kesetimbangan, yang ditunjukan oleh
frekuensi geotipe p2, 2pq, q2, dan dengan proses kawin acak frekuensi ini akan terus
dipertahankan pada setiap generasi.
C3. Pengujian Kesetimbangan Hardy-Weinberg
Bagaimanakah kita mengetahui bahwa suatu populasi dengan frekuensi genotipe
tertentu (D, H, R) berada dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg atau tidak. Untuk
mengetahuinya kita perlu melakukan pengujian apakah (D,H,R) = (p2,2pq, q2). Dengan
menggunakan frekuensi genotipe (D, H, R) dihitung frekuensi alel;

dengan persamaan

p=D+0.5H dan q=R+0.5H, kemudian uji apakah (D,H,R)=(p2,2pq,q2). Pengujian dilakukan
dengan uji ststistik khi-kuadrat (2) berikut:
2= (Oi-Ei)2/Ei
2= (NAA-p2N)2/p2N + (NAa-2pqN)/2pqN + (Naa-q2N)/q2N
Sebagai contoh kita terapkan pengujian ini untuk memeriksa kesetimbangan populasi
dengan komposisi genotipe 200 AA, 500 Aa, dan 300 aa. Dari frekuensi genotipe ini akan
diperoleh frekuensi alel berikut
p = (200 + 250)/1000=0.45
q = (300 + 250)/1000=0.55
Maka berdasarkan nilai p dan q yang diperoleh akan didapat frekuensi genotipe
kesetimbangan, p2=0.2025, 2pq, q2 sama dengan 0.2025, 0.495, 0.3025. Dengan nilai-nilai
tersebut maka statistik khi kuadrat diperoleh sebagai berikut:
2 = (200-202.5)2/202.5 + (500-495)2/495 + (300-302.5)2/302.5
2 = 0.102
Pada tabel khi-kuadrat diperoleh nilai, yang lebih besar dari nilai 2 hasil perhitungan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa frekuensi genotipe populasi di atas berbeda dari frekuensi
kesetimbangan Hardy-Weinberg.
Pada penjelasan sebelumnya telah disebutkan bahwa proses kawin acak akan
membawa kepada kesetimbangan atau mempertahankan kesetimbangan populasi. Berikut ini
disajikan data hasil simulasi komputer yang meniru proses kawin acak pada tiga populasi
berikut. Ketiga populasi tersebut mempunyai frekuensi genotipe dan alel awal yang berbedabeda. Ketiga populasi ini masing-masing melakukan kawin acak, selama dua generasi. Pada
setiap generasi akan diuji kesetimbangan yang mungkin terjadi.
Populasi 1

dep.biologi.fmipa.ipb

Populasi 2

Populasi 3

30
2

Genetika
# individu frekuensi

Generasi-0
AA
2500
0.5
Aa
1500
0.3
Aa
1000
0.2
Frek (A) 0.65
Frek (a)
0.35


(tidak setimbang)
Generasi-1
AA
2121
0.4242
Aa
2272
0.4544
Aa
607
0.1214
Frek (A) 0.65
Frek (a)
0.35


(setimbang)
Generasi-2
AA
2130
0.4260
Aa
2267
0.4534
Aa
603
0.1206
Frek (A) 0.65
Frek (a)
0.35


(setimbang)

# individu frekuensi

# individu

2000
0.4
2000
0.4
1000
0.2
0.6
0.4

(tidak setimbang)

2000
1000
2000

1799
2416
785
0.60
0.40

1276
2492
1232

0.3598
0.4832
0.1570

0.4
0.2
0.4

0.5
0.5

(tidak setimbang)
0.2552
0.4984
0.2464
0.50
0.50


(setimbang)

1828
0.3564
2382
0.4764
790
0.1580
0.60
0.40

(setimbang)

frekuensi


(setimbang)
1222
2502
1255

0.2444
0.5004
0.2510
0.5
0.5


(setimbang)

Hasil simulasi di atas menunjukan bahwa proses kawin acak akan membuat semua populasi
menjadi setimbang, dan juga proses kawin acak akan mempertahankan frekuensi
kesetimbangan yang mungkin sudah tercapai.

D. Kesetimbangan Hardy Weinberg pada
Beberapa Kasus
D1. Kasus Hubungan Alel Dominan-Resesif
Bila antara pasangan alel dalam suatu lokus terdapat hubungan dominan resesif maka
fenotipe heterozigot akan sama dengan fenotipe homozigot dominan. Dalam hal ini maka
anggota populasi dapat dikelompokan hanva berdasarkan fenotipenya, yaitu fenotipe
dominan {AA dan Aa} dan fenotipe resesif. Frekuensi yang dapat dihitung hanyalah
frekuensi fenotipenya, frek(dominan)=D dan frek(resesif)=R, dan tentunya D+R=1. Akibat
kondisi ini maka, penghitungan frekuensi alel, sebagaimana ditunjukan dengan persamaan
sebelumnya yaitu p=D+0.5H dan q=R+0.5H, tidak dapat dilakukan.

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

303

Untuk melakukan frekuensi alel dari populasi pada kasus alel dominan-resesifdapat
dilakukan hanya dengan anggapan bahwa populasi berada dalam keadaan setimbang HardyWeinberg. Oleh karena itu frekuensi fenotipe menjadi
Frekuensi dominan {AA, Aa} =D= p2 +2pq
Frekuensi resesif ( aa) =R=q2
Frekensi alel dapat dihitung dari frekuensi resesif, yaitu sebagai berikut
Frek (a)= q = R
sehigga diperoleh Frek (A)= p = 1 -q = 1 - ~R_
Sebagai contoh berikut ini disajikan data warna, bunga, dari populasi turunan
persilangan dua galur kedelai, yaitu sebagai berikut: 350 ungu (W-) dan 150 putih (ww),
dengan ungu dominan terhadap putih Frekuensi fenotipe dihitung dengan membagi
banyaknya individu dengan total (500). Dari data di atas kita dapatkan prekuensi fenotipe
sebagai berikut
Frekuensi (ungu) =350/500=0.7
Frekuensi (putih) = 150/500 = 0.3
Frekuensi alel dihitung dengan anggapan populasi berada, dalam kondisi setimbang HardyWeinberg
frek(ww) = q2 = 0.3
sehingga

frek (w) = q = 03
q = 0.55

dan diperoleh frek (W) = p = 1 – q
p = 1 - 0.55
p = 0.45
D2. Kasus Alel Ganda
Dalam kasus pada suatu lokus terdapat lebih dari dua alel (alel ganda) frekuensi alel
dapat dihitung dengan cara, yang mirip dengan cara di atas. Kita misalkan dalam suatu lokus
terdapat tiga alel yaitu A1, A2, dan A3, maka kita akan peroleh dalam populasi enam genotipe
berikut: A1A1, A1A2, A1A3, A2A2, A2A3, dan A3A3. Bila, banyaknya individu dalam populasi
yang mengandung genotipe-genotipe tersebut sebagai berikut :
Genotipe

A1A1

A1A2

A1A3 A2A2

A2A3 A3A3

Total

# individu

N11

N12

N13

N23

N

Frekuensi

N11/N

N12/N

N13/N N22/N

dep.biologi.fmipa.ipb

N22

N33

N23/N N33/N

1

30
4

Genetika
Frekuensi genotipe dapat dihitung dengan cara membagi nilai banyaknya individu

tiap genotipe dengan total. Frekuensi alel dapat dihitung dengan cara, yang sama, dengan
frekuensi alel pada kasus bialel yaitu frekuensi suatu alel merupakan hasil penjumlahan
frekuensi geneotipe homozigot untuk alel yang bersangkutan dengan separoh frekuensi
heterozigot yang membawa alel tersebut. Maka dalam kasus populasi yang sedang kita bahas
frekuensi alel adalah sebagal berikut
Frek (A1) = p1 = {N11 + 0.5(N12 + N13)}/N
Frek (A2) = p2 = {N22 + 0.5(N12 + N23)}/N
Frek (A3) = p3 = {N33 + 0.5(N13 + N23)}/N
Akan diperoleh p1 + p2 + p3 = 1.
Dalam kondisi kesetimbangan Hardy-Weinberg maka frekuensi genotipe dapat
dihitung dengan cara membuat kuadrat dari (p1A1 + p2A2 + p3A3). Akan diperoleh hasil
sebagai berikut
Genotipe

A1A1

A1A2 A1A3 A2A2 A2A3 A3A3

# individu

p12

2p1p2

2p2p3 p22

2p2p3 p32

Total
1

Sebagai contoh kasus alel ganda berikut ini disajikan data populasi golongan darah,
dalam sistem ABO. Hasil survey terhadap populasi mahasiswa di suatu universitas
menunjukan data berikut
Golongan A
31

Golongan B

Golongan AB Golongan O

16

9

48

Total
104

Telah diketahui bahwa sistem golongan darah ABO dikendalikan oleh tiga alel yaitu I A, IB,
dan IO. Telah diketahui juga bahwa IA dan IB dominan terhadap IO, sedangkan antara IA dan IB
terdapat hubungan kodominan. Oleh karena itu analisis terhadap persoalan di atas harus
menggunakan pendekatan alel ganda dan alel dominan resesif. Untuk setiap golongan darah
akan diperoleh genotipe serta frekuensinya (dengan frekuensi alel pA, pB, pO) sebagai
berikut
Golongan
Darah
A

Genotipe
IAIA+IAIO

Frekuensi
Hardy-Winberg
pA2 + 2pApO

frekuensi
fenotipe
f(A)=0.30

B

IBIB+IBIO

pB2+2pBpO

f(B)=0.15

AB

IAIB

2pApB

f(AB)=0.09

O

IOIO

pO2

f(O)=0.46

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

305

Dalam kasus dominan resesif frekuensi alel mula-mula diduga dari fenotipe
homozigot resesif, jadi
pO2=f(O),
maka diperoleh

pO= f(O)= 0.48 = 0.68

Selanjutnya dengan persamaan pO + pA + pB =1 dapat diduga frekuensi alel yang lain yaitu pB
= 1-(pA+pO), dan pB = 1 – (pB+pO). Nilai pO+pA diperoleh dengan cara pehitungan berikut:
(pA+pO)2= (pA2+2pApO+pO2)=f(A)+f(O)
jadi

pA+pO = f(A) +f(O)

maka

pB = 1 – (pA+pO) = 1- (f(A)+f(O))
pB = 1 – (0.30 + 0.46) = 0.13

Dengan cara yang sama akan diperoleh
pB + pO = f(B) + f(O)
Maka

pA= 1- (pB + pO) = 1 – (f(B) + f(O))
pA = 1- (0.15 +0.46) = 0.22

D3. Persyaratan Lain Untuk Mendukung Kesetimbangan Populasi
Selain proses kawin acak ada persyaratan lain yang harus dipenuhi agar suatu
populasi selalu berada dalam kesetimbangan. Kawin acak hanya mempertahankan frekuensi
genotipe, selama frekuensi alel tetap. Bila ada kekuatan luar yang mengubah frekuensi alel
maka walaupun populasi berkawin acak frekuensi genotipe tetap akan berubah. Di bawah ini
adalah persyaratan agar suatu populasi dapat mempertahankan kesetimbangan.
a. Populasi berkawin acak. Telah dijelaskan sebelumnya mengenai batasan kawin
acak yaitu sistem perkawinan dalam populasi yang memberi peluang yang sama bagi setiap
individu untuk kawin dengan individu yang manapun dalam populasi yang sama. Secara
biologis kemampuan suatu populasi untuk melakukan kawin acak ditentukan oleh sistem
reproduksinya. Sebagai contoh reproduksi vegetatif tidak memenuhi kaidah kawin acak.
Sistem bunga yang menyerbuk sendiri akan mencegah terjadinya perkawinan dengan
individu lain sehingga tidak terjadi kawin acak, sebaliknya tumbuhan menyerbuk silang
(jagung) dan berumah dua (pepaya) mendukung terjadinya proses kawin acak. Ikan
merupakan contoh yang paling baik bagaimana terjadinya kawin acak yang sempuma, karena
sel telur betina dan sel sperma jantan akan dilepaskan ke air dan perkawinan terjadi di dalam
air.
b. Populasi Berukuran Besar. Proses kawin acak akan berjalan dengan sempurna
bila populasi berukuran besar. Kaidah acak tidak akan berlangsung sempurna pada populasi
berukuran kecil. Akibatnya pada populasi berukuran kecil akan terjadi penyimpangan dari
dep.biologi.fmipa.ipb

30
6

Genetika

kesetimbangan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan homozigot. Selain ketidaksempurnaan proses kawin acak pada populasi kecil juga dapat terjadi perubahan keragaman
akibat kesalahan pengambilan contoh atau terjadinya hanyutan genetik secara acak.
c. Populasi Terisolasi. Yang dimaksud dengan populasi terisolasi ialah terisolasi dari
populasi lain, sehingga tidak terjadi perkawinan dengan individu dari populasi yang berbeda.
Sebagai contoh perkawinan antar popuIasi misal perkawinan yang terjadi antara padi ketan
dengan padi pera yang ditanam pada dua petak yang berdampingan. Pada generasi yang
berikutnya pada populasi ketan akan diperoleh sejumlah alel pera, dan sebaliknya pada
populasi pera akan diperoleh alel ketan. Contoh lainnya suku Tionghoa yang telah hidup
berabad-abad di Indonesia telah mengalami perkawinan dengan suku-suku lain (rumpun
Melayu) sehingga populasi Tionghoa tersebut akan diperoleh alel-alel suku melayu; yang
mungkin tidak ada sebelumnya.
d. Tidak terjadi mutasi. Mutasi dapat mengubah satu alel menjadi alel yang lain atau
memunculkan alel baru. Oleh karena, itu mutasi dapat mengubah frekuensi alel, yang
selanjutnya akan mengubah frekuensi genotipe dan kesetimbangan populasi.
e. Tidak Terdapat Seleksi Alam. Seleksi alam terjadi karena, genotipe yang berbeda
dapat mempunyai daya adaptasi yang berbeda pada lingkungan yang berbeda, sehingga
mengakibatkan terjadinya perbedaan daya reproduksi. Dengan adanya seleksi alam maka
akan terjadi perubaban frekuensi alel dan frekuerisi genotipe.

Rangkuman
Genetika populasi ialah ilmu yang mempelajari perilaku gen dalam suatu populasi.,
yang meliputi struktur, kestabilan, serta perubahan populasi. Populasi ialah sekelompok
individu yang berasal dari satu spesies yang sama dan berada pada suatu lokasi dan waktu
yang sama sehingga tidak membaatasi untuk dapat berlangsungnya perkawinan antar anggota
populasi tersebut. Suatu populasi dicirikan oleh strukturnya, yang membedakan dari populasi
yang lain. Struktur populasi ditunjukan oleh frekuensi genotipe dan frekuensi alelnya.
Struktur suatu populasi dengan frekuensi genotipe, untuk satu lokus dengan dua alel
(berfrekuensi pA, qa), sama dengan p2AA ,2pqAa, q2aa. akan stabil dari satu generasi ke
generasi berikutnya, bila perkawinan berlangsung secara acak. Perkawinan acak juga dapat
membuat populasi dengan struktur yang awalnya tidak stabil menjadi berstruktur stabil.
Hukum kestabilan populasi ini disebut Hukum kesetimbangan Hardy-Weinberg. Kestabilan
ini akan dapat dipertahankan dengan persyaratan berikut, (i) perkawinan berlangsung secara

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

307

acak, (ii) populasi berukuran besar, (iii) tidak terjadi migrasi genetik antar populasi, (iv) tidak
terjadi mutasi, dan (v) tidak terdapat seleksi alam.

Soal Latihan
A. Jawablah dengan penjelasan
a. Jelaskan definisi spesies dan populasi
b. Apakah yang dapat menjadi batas yang memisahkan dua populasi
c. Jelaskan bagaimana kita mencirikan suatu populasi
d. Suatu populasi mempunyai komposisi genotipe berikut : 615 AA, 890 Aa, 495
aa. Hitunglah frekensi genotipe serta frekuensi alel dari populasi tersebut.
e. Jelaskan pengertian kawin acak
f. Jelaskan konsep kesetimbangan Hardy-Weinberg
g. Uji apakah populasi pada soal d berada pada kesetimbangan Hardy-Weinberg
h. Jelaskan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar populasi tetap berada
dalam kesetimbangan
B. Pilih jawaban A, B, C, atau D yang benar, atau pilih A bila 1&2 benar, B bila 1&3 benar,
C bila 2&3 benar, atau D bila 1&2&3 benar
1. Yang tidak menjadi syarat agar sekelompok individu disebut spesies ialah
1. individu-individu tersebut bila melakukan perkawinan akan menghasilkan turunan
yang fertil
2. individu-individu tersebut terdapat pada tempat yang sama
3. individu-individu tersebut mempunyai peluang melakukan perkawinan satu dengan
lainnya
A, B, C, D
2. Sekelompok individu disebut populasi seandainya
1. individu-individu tersebut bila melakukan perkawinan akan menghasilkan turunan
yang fertil
2. individu-individu tersebut terdapat pada tempat yang sama
3. individu-individu tersebut mempunyai peluang melakukan perkawinan satu dengan
lainnya
A, B, C, D
3. Suatu populasi dicirikan oleh
1. jumlah individu yang dikandungnya
2. frekuensi alelnya
3. frekuensi genotipenya
A, B, C, D
4. Populasi dengan komposisi genotipe berikut : 40 WW, 160 Ww, 300 ww, maka frekuensi
alel W dan w adalah
A. 0.8 W dan 0.2w
B. 0.6 W dan 0.4w
C. 0.2 W dan 0.8 w
D. salah semua
5. Dua populasi disebut berbeda strukturnya bila
A. jumlah total individu berbeda
B. frekuensi genotipenya berbeda walaupun frekuensi alelnya sama
C. baik frekuensi genotipe maupun frekuensi alelnya berbeda
D. salah semua

dep.biologi.fmipa.ipb

30
8

Genetika

6. Dari suatu populasi dengan komposisi genotipe 80 AA, 480 Aa, 440 aa, setelah mengalami
kawin acak akan menghasilkan generasi baru yang setimbang Hardy-Weinberg dengan
frekuensi genotipe
A. 0.08 AA, 0.48 Aa, 044 aa
B. 0.09 AA, 0.42 Aa, 0.49 aa
C. 0.10 AA, 0.44 Aa, 0.46 aa
D. salah semua
7. Kekuatan yang tidak mengubah kesetimbangan populasi adalah
A. kawin acak
B. seleksi alam
C. mutasi
D. migrasi genetik
8. Diketahui kedelai berbunga kleistogami, jagung mempunyai bunga jantan dan bunga
betina, pepaya berumah dua. Yang tidak melakukan kawin acak ialah populasi
1. kedelai
2. jagung
3. pepaya
A, B, C, D

Sampai sejauh ini telah dibahas

Perubahan
tentang
kesetimbangan Populasi
populasi; tetapi pada
Struktur

kenyataannya populasi di alam akan selalu berubah atau berevolusi. Perubahan itu terjadi
karena kondisi alam maupun sifat mahluk hidup tidak selalu memenuhi persyaratan yang
diperlukan untuk mendukung terjadinya kesetimbangan. Berikut ini penjelasan mengenai
berbagai proses perubahan struktur populasi.

Pada bagian akhir pembahasan anak bab

terdahulu disebutkan bahwa terdapat lima syarat agar kesetimbangan populasi dapat
dipertahankan, yaitu (i) perkawinan berlangsung secara acak, (ii) populasi berukuran besar,
(iii) tidak terjadi migrasi genetik antar populasi, (iv) tidak terjadi mutasi, dan (v) tidak
terdapat seleksi alam. Bila persyaratan ini tidak terpenuhi maka akan terjadi perubahan
struktur populasi.

A. Populasi Tidak Berkawin Acak
Proses kawin acak seperti yang dijelaskan sebelumnya mungkin tidak sepenuhnya
terjadi di alam. Biologi reproduksi yang dipunyai spesies tersebut, dan sistem perkawinan
yang dianut dapat menyebabkan perkawinan menjadi tidak acak. Terdapat banyak sistem
perkawinan yang tidak acak, namun pada modul ini akan

dibahas hanya satu sistem

perkawinan yaitu kawin sendiri (selfing); untuk sistem yang lain dapat ditemukan pada buku
khusus genetika populasi seperti yang tertera pada daftar bacaan pada akhir modul ini.

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

309

Sistem reproduksi tumbuhan terbagi menjadi kawin silang dan kawin sendiri. Kawin
silang ialah sistem perkawinan yang memungkinkan penggabungan gamet jantan (polen)
dengan gamet betina (telur) antara bunga yang berbeda. Sebagai contoh pada tanaman jagung
terdapat bunga jantan dan betina sehingga polen dari suatu individu dapat membuahi
sembarang putik dari berbagai tanaman jagung yang ada dalam populasi. Kawin sendiri
ialah sistem perkawinan yang mendorong terjadinya pembuahan dalam satu bunga, telur
selalu dibuahi oleh polen dari bunga yang sama. Sebagai contoh, kedelai mempunyai bunga
kleistogam yaitu yang pembuahannya terjadi sebelum bunga mekar. Pada bunga muda posisi
kepala putik berada di bawah kotak sari, dan kemudian tangkai putik akan memanjang
sehingga pada saat bunga menjadi dewasa kepala putik akan berada di atas kotak sari. Proses
pemanjangan putik ini akan menyebabkan terjadi perkawinan sebelum bunga mekar.
Akibatnya polen dari tumbuhan yang lain tidak akan dapat membuahi ovul dan tanaman
tersebut.
Dalam suatu populasi dengan genotipe AA, Aa, dan aa dengan sistem kawin sendiri
maka individu homozigot AA atau aa pada generasi berikutriya akan menghasilkan turunan
100% sama dengan tetuanya yaitu AA atau aa; sedangkan individu heterozigot Aa akan
menghasilkan 25% AA, 50% Aa, dan 25% aa. Oleh karena itu pada setiap generasi akan
terjadi penurunan jumlah heterozigot dan peningkatan homozigot. Pada bagan berikut
diperlihatkan proses perubahan genotipe akibat proses kawin sendiri.
AA

Aa

aa

Generasi-0

D

H

R

Generasi-1

D+1/4H

1/2H

1/4H+R

Generasi-2

D+1/4H+1/8H

1/4H

1/8H+1/4H+R

Generasi-t

D+ (1/2)t+1H

(1/2)tH

Generasi-n=~ D+1/2H

0



(1/2)t+1H + R

1/2H + R

Karena terjadi proses segregasi pada heterozigot Aa maka pada setiap generasi
heterozigot akan kehilangan separoh dari frekuensnya, sehingga diperoleh Ht+l = 0.5Ht Dan

dep.biologi.fmipa.ipb

31
0

Genetika

akan diperoleh penurunan nilai frekuensi setelah n generasi adalah sebesar H n = (0.5)nH0. Bila
jumlah generasi n sangat besar maka akan diperoleh nilai Hn = 0, yang berarti dalam populasi
tidak terdapat heterozigot. Alel-alel dari heterozigot ini akan berpindah sebagian ke AA dan
yang lain ke aa, dan pada akhimya akan diperoleh separoh dari heterozigot pindah ke AA dan
separohnya lagi ke aa. Jadi populasi akan terdiri dari AA dan aa dengan frekuensi genotipe
masing-masing sebesar D + 0.5 H dan R + 0.5 H, atau sebesar frekuensi alel A=p dan
frekuensi alel a=q.
Penurunan keheterozigotan akibat terjadinya perkawinan genotipe yang sama disebut
inbreeding. Kawin sendiri termasuk perkawinan kerabat dekat. Bila kita mulai frekuensi
genotipe awal dengan kesetimbangan Hardy-Weinberg, maka akan terjadi perubahan
frekuensi genotipe, akibat adanya proses inbreeding pada setiap generasi, sebagai berikut:
AA

p2 + Fpq

Aa

2(1-F)pq

aa

q2 + Fpq

F adalah koefisien inbreeding, yaitu koefisien penurunan heterozigot akibat terjadinya
kecenderungan pada populasi perpaduan gamet jantan dan betina dari individu yang sama.
Jadi pada setiap generasi akan terjadi penurunan heterozigot sebesar F bagian, dan berpindah
ke AA dan aa. F mempunyai nilai antara 0 dan 1. Bila F=0 berarti tidak terjadi penurunan
heterozigot, atau tidak terjadi penyimpangan terhadap kesetimbangan; dan bila F=1 berarti
semua heterozigot telah lenyap Dalam kasus populasi yang mengikuti sistem kawin sendiri,
untuk setiap generasi besar nilai F=1/2, dan pada t generasi Ft = (1/2)t.

B. Populasi Berukuran Kecil
Ada dua jenis penyimpangan yang disebabkan oleh pengaruh ukuran populasi yang
kecil. Pertama ialah tidak sempurnanya proses kawin acak; dan yang kedua ketidaktepatan
dalam pengambilan contoh. Akibat penyimpangan ini maka generasi-generasi yang dibentuk
kemudian akan mempunyai stuktur yang berbeda dari generasi sebelumnya.
B1. Ketidaksempurnaan Kawin Acak
Pada populasi berukuran kecil proses kawin acak tidak dapat berlangsung dengan
sempurna. Pada populasi yang kecil peluang terjadinya perpaduan gen-gen yang berasal dari
leluhur yang sama akan lebih tinggi ketimbang perpaduan gen dari tetua yang berbeda. Untuk
membantu memahami pernyataan tersebut perhatikan kotak-kotak pada Gambar 13.4. Untuk
mempermudah penjelaskan kita lihat kasus tumbuhan. Pada tumbuhan dimungkinkan terjadi
perkawinan pada individu yang sama, karena pada individu yang sama mungkin terdapat

mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

311
1

1
1
1

4

2

3

4

5

1

2

1

2

3

2

3

4

1

2

3

4

5

2

3

4

5

6

2

3

3

1

1

2

2

1:2

1:1

1:3

1:4

2

3 4

5

6

1

1:5

Gambar 13.4. Nisbah antara kawin-sendiri : kawin-silang pada berbagai populasi
yang mempunyai ukuran yang berbeda. Bagian diagonal menunjukan kawin
sendiri, dan luar diagonal adalah kawin silang. Terlihat semakin kecil ukuran
populasi semakin meningkat bagian kawin-sendiri, yang berarti semakin besar
penurunan heterozigot
gamet jantan (polen) dan gamet betina (telur). Bagian diagonal pada kotak (Gambar 13.4)
menunjukan perkawinan antara individu yang sama (kawin sendiri), dan di luar diagonal
menunjukan perkawinan antar individu yang berbeda (kawin silang). Pada diskusi terdahulu
kita mengetahui bahwa sistem kawin sendiri akan menurutkan heterozigot. Semakin kecil
ukuran populasi akan semakin tinggi nisbah kawin-sendiri : kawin-silang, yang berarti akan
meningkat penurunan kehetrozigotan populasi.
Proses penurunan kehetrozigotan semacam ini juga termasuk proses inbreeding.
Seperti telah dijelaskan terdahulu penurunan heterozigot akibat adanya inbreeding pada
setiap generasi dapat digambarkan sebagai berikut:
AA

p2 + Fpq

Aa

2(1-F)pq

aa

q2 + Fpq

Jadi pada setiap generasi akan terjadi penurunan heterozigot sebesar F bagian, dan berpindah
ke AA dan aa.
Besaran nilal F akan ditentukan oleh kasus penyebabnya. Dalam kasus penyimpangan
akibat ukuran populasi yang kecil (N) maka koefislen F ditentukan oleh ukuran populasi
tersebut yaitu sebagai beikut:
Ft =(1/2N)+(1-(1/2N))Ft-1
Ft adalah koefisien penyimpangan pada generasi ke-t dan Ft-1 adalah koefislen pada generasi
sebelumnya. Dalam populasi berukuran N besarnya kemunculan homozigot akibat kawin
sendiri adalah sebesar 1/2N, dan besar munculnya homozigot akibat telah terjadi
penyimpangan pada generasi sebelumnya adalah sebesar (1-1/2N)Ft-1. Dari persamaan
tersebut di atas terlihat koefisien penyimpangan atau penurunan kehetrozigotan berbanding
dep.biologi.fmipa.ipb

31
2

Genetika

terbalik dengan besarnya ukuran populasi. Berarti semakin kecil ukuran populasi akan
semakin besar penurunan keheterozigotan populasi
B.2. Hanyutan Genetik Secara Acak (Random Drift)
Dalam ilmu statistika kita sering dihadapkan dengan teknik pengambilan sampel dari
suatu populasi. Bila terdapat kekeliruan dalam pengabilan sampel dapat terjadi bahwa
struktur anggota sampel manjadi berbeda dari struktur populasi. Salah satu penyebab
kesalahan ini ialah karena ukuran sampel terlalu kecil dibandingkan dengan ukuran populasi.
Dalam genetika populasi kesalahan pengambilan sampel ini dapat meunculkan fenomena
hanyutan genetik secara acak.
Hanyutan genetik secara acak merupakan perubahan frekuensi genotipe populasi
secara acak, yang disebabkan pengambilan sampel yang kecil. Yang dimaksud dengan
sampel kecil di sini ialah banyaknya gamet ysng sedikit yang akan membentuk generasi
berikutnya, dibandingkan dengan banyaknya gamet yang besar yang dipunyai populasi
tersebut. Sebagai contoh misal pada kebun koleksi tanaman semusim, dilakukan penanaman
secara, teratur pada setiap musim, benih-benih yang dikoleksinya, untuk tujuan
mempertahankan daya hidupnya. Karena lahan yang terbatas sedangkan jumlah varietas yang
dikoleksi sangat besar maka setiap varietas hanya mendapat lahan terbatas, sehingga hanya
ditanam sekitar 10 biji saja. Dari setiap biji tersebut tumbuh tanaman baru yang mungkin
dapat menghasilkan jumlah biji yang banyak sekitar 100 biji, sehingga jumlah biji yang
dipanen sangat banyak. Tetapi dari biji yang dipanen ini selanjutnya hanya 10 biji saja yang
ditanam pada generasi berikutnya. Akibat kecilnya jumlah biji yang dapat ditanam pada
generasi berikutnya, maka dapat terjadi kesalahan pengambilan sampel yang dapat membawa
kepada perubahan frekuensi alel.
Di alam perubahan lingkungan yang berlangsung sejalan dengan perkembangan
waktu dapat menyebabkan terjadinya penurunan ukuran populasi. Misalkan dalam suatu,
wilayah terdapat tumbuhan liar yang hidup selama beberapa generasi dengan ukuran populasi
sekitar 1000. Kemudian terjadi musim kemarau yang panjang dan sangat kering sehingga
sebagian besar dari anggauta populasi tersebut mati, misal tmggal 10, kemudian setelah
keadaan musim kemball seperti semula populasi berkembang seperti sediakala. Pengaruh
penurunan ukuran populasi tersebut dapat menyebabkan perubahan frekuensi alel pada
populasi tersebut. Pengaruh penyempitan ukuran populasi tersebut dikenal sebagai bottlenect
effect.
Bila kita bayangkan bahwa populasi individu merupakan pool gamet maka akan
didapat banyak sekali sel gamet dalam populasi tetapi dengan penanaman individu yang
mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

313

terbatas maka hanya beberapa gamet saja yang akan berkembang menjadi individu baru. Bila
pada awalnya dalam populasi terdapat dua alel A dan a dengan frekuensi 0.5 dan 0.5, maka
bila kita ambil biji dengan jumlah yang relatif kccil maka mungkin saja seluruh biji hanya
mengandung alel A atau kebalikannya hanya mengandung alel a saja. Tetapi bila
pengambilan biji tersebut jumlahnya diperbesar mungkin saja dari biji yang terambil terdapat
kombinasi alel A dan alel a.
Bila dari sejumlah individu yang sedikit ini dibentuk populasi baru maka keragaman
populasi tersebut akan ditentukan oleh keragaman individu awalnya. Pengaruh ini dikenal
sebagai founder effect Hal ini dapat tejadi dalam praktek introduksi satu, spesies tanaman
dari luar, atau terjadi migrasi sejumlah kecil hewan ke lingkungan baru. Sebagai contoh dari
founder effect ialah yang mungkin terjadi pada pertanaman kelapa sawit di Indonesia dan
Malaysia. Perkebunan kelapa sawit di kedua, negara tersebut berasal dari biji yang dihasilkan
satu pohon kelapa sawit (di kebun Raya Bogor) yang berasal dari Pantai Gading, Afrika.
Karena dimulai dari individu berjumlah kecil maka populasi baru kan mempunyai keragaman
genetik yang lebih sedikit ketimbang populasi asal dari individu-indivu tersebut diambil. Jadi
walaupun Indonesia dan Malaysia mempunyai pertanaman kelapa sawit terbesar di dunia,
bukan tidak mungkin kalau keragaman-genetiknya lebih kecil ketimbang kelapa sawit di
Pantai Gading

C. Migrasi
Migrasi genetik ialah masuknya gen dari satu populasi ke populasi yang lain. Proses
ini dapat mengubah frekuensi genotipe atau frekuensi gen pada populasi yang menerima alel
tersebut. Misalkan dua populasi terletak berdampingan dan pada generasi yang beruntun
selalu terjadi perkawinan antara populasi dan setelah waktu yang cukup panjang dapat kita
lihat berapa besar perubahan genetik yang terjadi pada populasi penerima.
Misalkan bahwa populasi penerima mempunyai frekuensi alel sebesar pA dan qa,
sedangkan populasi donor sebesar PA dan Qa. Bila setiap generasi pada populasi penerima
terjadi m bagian populasi melakukan perkawinan dengan populasi donor maka frekuensi alel
pada generasi berikutnya menjadi
p1 = (1-m)p0 + mP
= p0 -m(p0-P)
Jadi perubahan frekuensi alel akibat migrasi adalah
p = p1-p0
= po - m(p0-P) – p0

dep.biologi.fmipa.ipb

31
4

Genetika
= -m(p0-P)

Terlihat bahwa migrasi akan berpengaruh seandainya terdapat perbedaan frekuensi antara
populasi donor dengan populasi penerima (p0- P). Hal yang kedua semakin besar koefisien
migrasi akan semakin besar perubahan frekuensi alel. Kita akan melihat pengaruh migrasi
tersebut akan terasa bagi populasi yang lebih kecil, misal populasi pendatang dibandingkan
dengan populasi penduduk asli. Sehingga kita dapat menganggap pada populasi yang besar
atau populasi sekitar tidak terjadi perubahan frekuensi.
Akibat migrasi tersebut akan terjadi penurunan tingkat perbedaan frekuensi antara
kedua populasi. Besarnya perbedaan antara kedua popolasi tersebut adalah, pada generasi
pertama
p1-P = p0-m(p0-P) –P
= (1-m)p0 –(1-m)P
= (1-m)(p0-P)
Pada generasi kedua akan diperoleh
p2 -P = (1-m)(pl- P)
= (1-m)2(p0-P)
Pada generasi t diperoleh
pt -P = (1-m)t(p0-P)
sehingga kita dapat menduga besarnya frekuensi populasi setelah t generasi adalah sebesar
pt = (1-m)t(p0-P) + P
Dengan rumus ini dapat dipelajari besarnya koefisien migrasi. seandainya kita
mengetahui besarnya frekuensi awal p0, frekuensi saat ini pt, frekuensi donor P, serta jumlah
generasi t yang dijalani. Dari persamaan di atas dapat dikembangkan persamaan berikut
(1-m) = pt - p
Sebagai contoh untuk mempelajari besarnya migrasi gen dari masyarakat kulit putih
ke masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Diketahui bahwa masyarakat kulit hitam yang
ada di Amerika Serikat merupakan turunan dan bangsa-bangsa Afrika yang dibawa ke benua
Amerika pada masa perdagangan budak sekitar 300 sampai 200 tahun yang lalu.
Pada populasi masyarakat Afrika saat im terdapat frekuensi alel RO (dari lokus Rh)
sebesar 0.63; sedangkan pada masyarakat kulit hitam di Amerika Senkat alel tersebut
mempunyai frekuensi 0.446. Perbedaan nilai frekuensi tersebut disebabkan karena selama
300 sampai 200 tahun di Amerika Serikat telah terjadi perkawinan antara kulit hitam dengan
kulit putih. Sampal saat ini di Amerika turunan perkawinan campuran kulit putih dengan
kulit hitam masih dipandang sebagai kulit hitam, sehingga secara genetika populasi
mjusuf

Bab 13 Genetika Populasi dan Evolusi

315

perkawman tersebut dapat dipandang sebagai migrasi gen dari populasi kulit putih ke
populasi kulit hitam. Pertanyaan yang mungkin muncul ialah berapa besar frekuensi
perkawman antara kulit putih dengan kulit hitam, atau besar koefiesien migrasi dari kulit
putih ke kulit hitam.
Diketahu frekuensi alel RO pada masayarakat kulit putih adalah sebesar 0.028, maka
kita dapat menghitung besarnya nilai migrasi (m) dengan rumus [121 tersebut di atas. Bila
dianggap rata-rata umur melahirkan sekitar 20-30 tahun maka dapat dianggap masyarakat
kulit hitam telah berada di Amerika selama 10 generasi, maka rumus di atas menjadi
(1-m)10 = (0.446 - 0.028)/(0.630 -0.028)
1-m = 0.964
m = 0.036
Jadi 3.6 persen dari populasi kulit hitam di Amerika Serikat melakukan perkawinan dengan
masyarakat kulit putih.

D. Mutasi
Mutasi merupakan peristiwa biologi yang di alam selalu terjadi pada setiap generasi
dengan kecepatan atau tingkat tertentu. Dengan adanya mutasi maka akan terjadi perubahan
satu alel menjadi alel yang lain. Adanya perubahan ini jelas akan mengubah frekuensi alel
dan struktur populasi. Terdapat berbagai model perubahan populasi akibat adanya mutasi,
namun dalam bahasan sekarang akan disajikan satu model mutasi yang pa1ing sederhana
yaitu mutasi satu arah dengan kecepatan konstan.
Yang dimaksud dengan mutasi satu arah yaitu perubahan terjadi misal hanya dari A
menjadi a, namun tidak terjadi mutasi a menjadi A. Yang dimaksud dengan kecepatan
konstan misal tiap generasi kecepatan A menjadi a selalu tetap, misal setara dengan koefisien
u. Koefisien mutasi u mempunyai besaran antara 0 sampai 1.
Anggaplah ada suatu populasi dengan frekuensi alel awal sebagal p(A) dan q(a).
Maka dengan mutasi pada setiap generasi alel a akan menerima tambahan frekuensi alel
sebesar up. Jadi bila frekuensi awal adalah p0 maka frekuensi satu generasi kemudian ialah
p1 = p0 – up0
=

(1-u)p0

Frekuensi pada generasi berikutnya adalah
p2 = p1 – up1
=

(1- u)2p0

Frekuerisi alel pada generasi t adalah

dep.biologi.fmipa.ipb

31
6

Genetika
pt = (1-u)tp0
Karena (1-u) benilai lebih kecil dari 1 maka dengan semakin meningkatnya nilai t

akan terjadi penurunan nilai (1-u)t. Pada setiap generasi akan terjadi penurunan frekuensi alel
A, namun perlu diingat bahwa tingkat mutasi sangat rendah, sehingga kecepatan perubahan
akibat mutasi sangat lambat. Sebagai contoh bila u = 10-5 tiap gamet tiap generasi, maka akan
diperlukan 1000 generasi untuk mengubah frekuensi alel A dari 1.00 menjadi 0.99; dan
diperlukan 2000 generasi untuk mengubah 0.50 menjad 0.49. Namun demikian peranan
mutasi dalam evolusi sangat menentukan karena kemunculan jenis alel baru dapat terjadi
hanya melalui mutasi.

E. Seleksi Alam
E1. Teori Dasar Seleksi Alam
Seleksi alam terjadi karena adanya perbedaan daya adaptasi dari berbagai genotipe
pada lingkungan tertentu yang menyebabkan terjadinya perbedaan daya reproduksi. Seleksi
alam akan menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi genotipe-genotipe yang lemah dan
meningkatkan genotipe yang beradaptasi baik. Perbedaan daya adaptasi antara genotipe akan
diperlihatkan oleh perbedaan daya reproduksi genotipe pada lingkungan tertentu. Daya
reproduksi ini ditunjukan oleh nisbah reproduksi pada lingkungan seleksi dibandingkan
dengan daya reproduksi pada lingkungan normal. Nisbah reproduksi ini disebut sebagai
koefisien kebugaran (). Bila  bernilai 1 berarti daya reproduksi genotipe tersebut tidak
mengalami penurunan di lingkungan seleksi, dan bila bernilai 0 berarti genotipe tersebut
tidak mampu bereproduksi di lingkungan seleksi.
Bayangkan dari suatu populasi tanaman yang setimbang Hardy-Wemberg, p 2AA,
2pqAa, q2aa diambil bijinya dan dikembangkan di wilayah baru yang mempunyai kondisi
lingkungan yang berbeda