Geopolitik dan Kedirgantaraan fix.docx

Geopolitik dan Kedirgantaraan
Dalam perjalanan awal pembentukan negara ini, memang masih
banyak hal-hal yang terkait dengan konstelasi kewilayahan yang belum
tercakup dalam konsep berbangsa dan bernegara, yang tercermin antara
lain pada pasal 33 dari UUD 1945 yang menyebutkan antara lain “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Disini tampak dengan jelas bahwa udara atau dirgantara belum menjadi
perhatian. Bahkan pada kesempatan amandemen yang ke empat (terakhir
tahun 2003) unsur udara atau dirgantara juga tetap belum masuk dalam
rumusan pasal UUD 1945. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemahaman
bangsa Indonesia tentang kedirgantaraan terkait dengan pemanfaatan
untuk kesejahteraan masyarakat maupun pengamanan negara masih
rendah. Peran pertahanan yang dilaksanakan oleh Dephan/TNI belum
mampu sepenuhnya mengendalikan wilayah dirgantara Indonesia
disebabkan masih lemahnya peraturan dan perundang-undangan yang
mengatur tentang kedirgantaraan, masih sedikitnya SDM yang mendalami
bidang dirgantara, dan baru beberapa pemimpin yang peduli terhadap
masalah-masalah kedirgantaraan. Lemahnya SDM dan tingkat kepedulian
pemimpin terhadap permasalahan kedirgantaraan ini tercermin dari adanya
sebagian wilayah udara Indonesia yang sampai sekarang masih

dikendalikan/diatur oleh negara lain yaitu Singapore dalam hal FIR (Fligh
Information Region). Disisi lain pengertian dirgantara menurut UNCLOS 82
dengan ICAO berbeda, dimana pada UNCLOS 82 dinyatakan bahwa
penggunaan udara diatas ALKI tidak memerlukan ijin sedangkan pada ICAO
wilayah udara ada batasnya sehingga penggunaan wilayah udara harus
seijin dari negara yang bersangkutan. Untuk dapat meraih kembali hak
pengelolaan dan pengendalian atas kedaulatan dirgantara kita yang selama
ini dilakukan oleh negara lain (Singapura) dan pemanfaatannya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Indonesia, perlu adanya visi
yang sama dari seluruh anak bangsa ini dalam bidang kedirgantaraan,
sehingga akan menumbuhkan cinta dirgantara (air minded) dikalangan
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya kesepahaman bangsa
Indonesia tentang cara pandang dan sikap mengenai pengertian dirgantara
nasional yaitu “ Dimensi ruang di dirgantara yang terdiri dari ruang udara
yang merupakan wilayah kedaulatan nasional dan antariksa yang
merupakan kawasan kepentingan nasional “. Dan hal tersebut jarus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan
rakyat secara menyeluruh menuju kejayaan bangsa. Selain itu perlu adanya

keinginan bahwa bangsa Indonesia harus mengejar ketertinggalannya untuk

sama / sejajar dengan negara-negara maju dibidang Kedirgantaraan.
Amanah yang tertuang pada Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang
merupakan tujuan nasional antara lain memajukan kesejahteraan umum,
disisi lain dalam pasal 33 baik pada UUD 1945 maupun UUD 1945 hasil
amandemen sampai ke 4 tidak mengatur tentang peran dirgantara.
Disamping itu peran hanneg belum sepenuhnya mampu mengendalikan
pertahanan udara apalagi di KTI banyak daerah “Blank Spot” oleh karena itu
perlu dikembangkan wawasan berpikir bangsa Indonesia tentang
kedirgantaraan yang lebih maju, berwawasan jauh kedepan sehingga dapat
mengexplorasi dan exploatasi dirgantara kita untuk kepentingan nasional
mengingat masa depan adalah eranya ilmu pengetahuan kedirgantaraan.
Saat ini, kemajuan kedirgantaraan telah mempunyai peran besar
dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia seperti: transportasi
udara, telekomunikasi, penginderaan jauh, observasi bumi dan lingkungan,
navigasi dan penentuan posisi dan lain-lain. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perkembangan kedirgantaraan di Indonesia :
a. Lingkungan global.
Bahwa negara-negara maju seperti USA, Eropa dan Soviet sudah jauh
ke depan kita, aktivitasnya antara lain sudah mengexplorasi angkasa luar
tanpa awak menuju Mars dan program pesawat ulang alik.

b. Lingkungan regional.
Perkembangannya sudah cukup pesat di mana negara-negara lain
sudah mampu mengubah roket menjadi missil balistik seperti yang
dilakukan negara India, RRC dan Pakistan bahkan ada yang mampu
membuat satelit telekomunikasi seperti negara Jepang. Di sampingitu juga
perlu diperhitungkan negara pendatang baru yang mengembangkan
program keantariksaan seperti Korea Selatan, Malaysia dan Thailand.
c. Nasional.
Indonesia mulai memanfaatkan wahana dirgantara sebetulnya sudah
dimulai sejak peluncuran roket Kartika-I tahun 1964, namun sampai
sekarang perkembangan kedirgantaran di Indonesia relatif berhenti
karena kurang mendapatkan perhatian dari berbagai pihak disamping
faktor angggaran yang relatif besar untuk pengembangannya.

d. Pancasila dari sila ketiga “Persatuan Indonesia”
dimaksudkan bahwa Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia tidak
bisa ditawar-tawar, seluruh rakyat bersatu dalam kesatuan NKRI dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa.
e. UUD 1945.
Di dalam pasal 33 UUD 1945 seharusnya tertulis tentang

kedirgantaraan tetapi ternyata belum ada, padahal UUD 1945 telah
diamandemen sampai dengan empat kali.

f. Wawasan Nusantara.
Dari cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya
dalam wujudnya yang sarwa nusantara dan dalam pemikirannya untuk
mencapai tujuan nasional berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945
maka wahana dirgantara sebagai bagian dari nusantara harus dapat
digunakan untuk mencapai tujuan nasional.
g. Peluang dan kendala.
Dari uraian tersebut diatas kita mendapatkan adanya peluang dan
kendala. Peluang pengembangan kedirgantaraan Indonesia cukup
menjanjikan, hal ini karena kedudukan geograf Indonesia di GSO, posisi
strategis dan wahana dirgantara Indonesia dapat sebagai sarana
pemersatu bangsa serta perkembangan Iptek , kedirgantaraan dapat
dimanfaatkan untuk mengelola dirgantara Indonesia. Sedangkan
kendala yang harus dieliminir yaitu masalah rendah/sedikit SDM
Dirgantara dan kurangnya SDA untuk dapat/mampu mengexploitasi dan
mengexplorasi dirgantara kita.
Untuk menuju Dirgantara Masa Depan yang diharapkan perlu adanya

kesamaan visi bagi anak bangsa ini dalam bidang Kedirgantaraan yaitu ingin
mewujudkan kemampuan yang dapat mengoptimalkan wahana dirgantara
nasional guna meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia baik secara
moril maupun materiil. Guna terwujudnya visi Kedirgantaraan tersebut perlu
adanya misi yang harus dikerjakan:
- Pengembangan SDM yang nantinya sebagai pelaku/pengelola wahana
dirgantara kita dan didukung oleh sarana dan prasarana yang cukup.

- Pengembangan Iptek Kedirgantaraan Indonesia terus menerus sejalan
dengan perkembangan/kemajuan Iptek khususnya bidang
Kedirgantaraan.
- Pengembangan Industri Manufaktur Dirgantara secara berkelanjutan
dan bernilai ekonomi tinggi.
- Pengembangan Industri Jasa Kedirgantaraan untuk terwujudnya industri
jasa kedirgantaraan yang mampu menghasilkan berbagai produk jasa
yang dapat memenuhi kebutuhan nasional dan mempunyai daya saing
dengan jasa kedirgantaraan dari negara/pihak lain.
- Pengembangan dan pengelolaan Sumber Daya Alam baik yang berada
di daratan, di perairan maupun di dirgantara untuk selalu tersedia
digunakan sebesar-besarnya dan secara berkelanjutan bagi upaya

kedirgantaraan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
Indonesia dalam kondisi lingkungan hidup yang berkualitas.
- Pengembangan Politik dan Hukum Kedirgantaraan untuk tegaknya
kedaulatan atas wilayah udara nasional dan pengakuan internasional
dalam pendayagunaan dirgantara secara menyeluruh yang didukung
hokum nasional dan perjanjian internasional di bidang kedirgantaraan.
- Pengembangan Kelembagaan Kedirgantaraan untuk terwujudnya
efsiensi dan produktivitas yang tinggi dalam pendayagunaan dirgantara
yang didukung oleh organisasi, mekanisme koordinasi dalam
keterpaduan baik dalam lingkup pendayagunaan dirgantara itu sendiri
maupun dengan bidang-bidang pembangunan lainnya, sistem informasi
kedirgantaraan, dan kerja sama baik di dalam negeri maupun dengan
negara/pihak lain.
Oleh karena itu wawasan berpikir tentang dirgantara masa depan yang
diharapkan adalah:
1. Melalui Tinjauan Asta Gatra
a. Geograf.
Indonesia sebagai salah satu negara khatulistiwa dimana GSO
berada di atasnya, harus dapat memanfaatkan GSO tersebut untuk
kepentingan kesejahteraan bangsa.

Stasiun peluncuran yang
berlokasi diwilayah sekitar garis khatulistiwa, akan lebih efsien
dibandingkan dengan stasiun peluncuran yang lokasinya di luar

khatulistiwa. Peluncuran satelit
GSO disepanjang garis
khatulistiwa akan mendapat keuntungan penambahan kecepatan rotasi
bumi sehingga tidak memerlukan manuver (stationer) yang dapat
enghabiskan bahan bakar roket dan satelit.
b. Demograf.
Dengan peningkatan kemampuan SDM di menguasai teknologi
yang selanjutnya mampu mengontrol seluruh kegiatan aspek
kedirgantaraan.
c. Sumber kekayaan alam.
Pemanfaatan nilai optimal diharapkan dapat membantu
meningkatkan kesejahteraan kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan tetap memperhatikan pelestarian lingkungan untuk
kelangsungan kehidupan.
d. Ideologi.
Filosof wahana dirgantara yang dimiliki bangsa Indonesia harus

dapat menjadi alat pemersatu bangsa dan memperkokoh Ketahanan
Nasional.
e. Ekonomi.
Nilai ekonomi yang dimiliki harus dapat dikembangkan untuk
meningkatkan kesejahteraan antara lain melalui kegiatan:
1) Peluncuran roket dimana dewasa ini kegiatannya berkurang.
2) Dimanfaatkan sebagai wahana transportasi udara dan pemanfaatan
waktu luang (wisata/olah raga dirgantara).
3) Dimanfaatkan sebagai wahana informasi antara lain melalui
penggunaan jasa satelit dll.
4) Dapat memberikan peluang bagi bangsa lain untuk memanfaatkan
dirgantara nasional sepanjang ditujukan untuk maksud-maksud damai
dan untuk kepentingan umat manusia, serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional serta peraturan/konvensi internasional
dan lain-lain.
f. Sosial budaya.

Dengan pemanfaatan wahana udara harus dapat membantu
pengembangan sosial dan budaya suku-suku terasing di wilayah
pedalaman/terpencil dengan lebih cepat, disamping sebagai sarana

interaksi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
g. Hankam.
Posisi strategis Indonesia sebagai salah satu poros lalu lintas dunia
Internasional telah menempatkan Indonesia rawan terhadap berbagai
ancaman keamanan dengan menggunakan wahana dirgantara
khususnya media udara. Dengan penguasaan wahana dirgantara, kita
harus mampu menjaga kedaulatan negara dan antisipasi menghadapi
perang masa depan yang didominasi oleh aspek/wahana dirgantara.
2. Pengembangan dirgantara berdasarkan pemikiran mengenai dua hal
yang mendasar yaitu dimensi kewilayahan dan dimensi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara :
a. Dimensi kewilayahan.
Kondisi dan konstelasi daratan dan perairan Indonesia ditinjau dari segi
konfgurasi geografnya merupakan wilayah yang membentang di
khatulistiwa memiliki bentangan terpanjang diantara negara-negara
didunia, menempati posisi silang diantara dua benua yaitu Benua Asia,
Benua Australia serta berada diantara dan sekaligus pertemuan dua
samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifk. Memiliki
potensi yang cukup besar dalam mengembangkan pendayagunaan
dirgantara dan pelestariannya.

Kekhasan dalam kaitannya dengan pendayagunaan dirgantara oleh
bangsa Indonesia ialah bahwa penempatan dan pengoperasian wahana
antariksa pada titik-titik dan orbit-orbit tertentu di antariksa mempunyai
manfaat besar untuk keperluan pengamatan bumi dan lingkungan,
dan keperluan komunikasi sekaligus sebagai salah satu lokasi yang
tepat bagi penelitian perubahan iklim global.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, bangsa Indonesia memandang
bahwa wilayah daratan dan perairan Indonesia dengan kondisi dan
konstelasi geografnya, dan dirgantara diatasnya dengan ciri-ciri dan
kondisinya merupakan satu kesatuan wilayah atau kawasan dalam
mengembangkan kehidupannya yang mampu mendayagunakan
dirgantara dalam mengembangkan kehidupannya guna merealisasikan
aspirasi dan cita-citanya.

b. Dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Pemahaman terhadap Konsepsi Kedirgantaraan Nasional, dikembangkan
melalui pemikiran dengan tinjauan terhadap fenomena kehidupan
yang berkaitan dengan kedirgantaraan, meliputi “Wadah”, “Isi” dan
“Tata Laku” bangsa Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

“wadah” dalam Konsepsi Kedirgantaraan Nasional adalah segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia yang meliputi
daratan, perairan, dan dirgantara diatasnya yang terdiri dari ruang
udara sebagai wilayah kedaulatan dan antariksa sebagai kawasan
kepentingan nasional yang dalam pendayagunaan dirgantara dapat
untuk pengembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
“Isi”, adalah aspirasi bangsa Indonesia dalam pendayaan dirgantara
dalam rangka mewujudkan cita-cita sebagaimana dimuat dalam
pembukaan UUD 1945, yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil dan makmur. Rakyat termotivasi dan terdorong dalam
pendayagunaan dirgantara sebagai bagian dari segenap upaya bangsa
dalam mencapai tujuan nasional maupun mewujudkan cita-cita nasional.
Dalam kaitan ini bangsa Indonesia bertekad untuk bersatu padu dalam
mewujudkan aspirasi dan cita-citanya melalui pendayagunaan
dirgantara dalam kondisi tegaknya kedaulatan atas wilayah udara
nasional dan terwujudnya pengakuan Internasional atas kepentingan
Indonesia dalam pendayagunaan dirgantara secara menyeluruh.
Dengan demikian, “Isi” menyangkut dua hal esensial yaitu:
1) Pendayagunaan dirgantara berpedoman pada pemanfaatan sebesarbesarnya kondisi dan konstelasi geograf wilayah dengan daratan dan
perairan Indonesia dengan memperhitungkan jumlah penduduk yang
besar, dan ciri-ciri serta kondisi dirgantara sebagai satu kesatuan.
2) Pendayagunaan dirgantara didasarkan pada asas persatuan dan
kesatuan, kesejahteraan dan keamanan, konsultasi dan kerjasama.
“Tata Laku” merupakan proses atau hasil interaksi antara “wadah” dan
“Isi” yang meliputi tata laku batiniah dan tata laku lahiriah. Tata laku
batiniah mencerminkan kepribadian bangsa dalam pendayagunaan
dirgantara, sedang tata laku lahiriah tercermin dalam penyelenggaraan dan

pengaturan kedirgantaraan nasional yang berasaskan kesejahteraan,
keamanan, konsultasi dan kerjasama.
3. Adanya pembagian ruang udara dan antariksa yang jelas menjadi dua
bagian sebagai berikut:
a. Ruang udara kedaulatan, dengan batas vertikal mulai permukaan bumi
sampai suatu ketinggian dengan besaran pasti yang ditentukan atas
dasar kesepakatan bersama/secara internasional. Pada bagian ini
berlaku semua ketentuan hukum udara yang dikenal selama ini dan
Indonesia berdaulat penuh serta diakuinya Indonesia akan wilayah
dirgantara nasional.
b. Ruang antariksa kepentingan nasional, dengan batas vertikal mulai dari
batas ruang udara sampai ketinggian tak terbatas. Pada bagian ini, tiap
negara bebas menggunakan untuk lintasan satelit ataupun peluncuran
benda-benda antariksa berdasarkan prinsip damai untuk maksud damai.
Masalah Yang Dihadapi antara lain :
1. Masalah internasional
Antariksa harus dapat benar-benar menjadi wilayah bebas dan damai,
serta semata-mata dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia.
Demikian pula tentang batas ruang udara dan antariksa yang masingmasing tunduk pada hukum yang berbeda dan bertolak belakang, perlu
segera diselesaikan. Hal ini mengingat adanya negara-negara besar dan
mampu yang berbeda pendapat tentang penguasaan ruang angkasa
(Outer Space). Oleh karenanya perlu pemikiran serius untuk
merencanakan penyelenggaraan suatu pertemuan internasional yang
diprakarsai oleh PBB, dengan tujuan menghasilkan suatu kesepakatan
komprehensif yang mengatur pemanfaatan ruang udara dan antariksa.
Kita memang tidak dapat memprediksi tingkat perkembangan teknologi di
masa depan, apalagi jauh kemasa depan. Tetapi kita paling tidak harus
dapat memprediksi dan malah ikut menentukan arah dari
perkembangan dan arah dari pemanfaatan tersebut. Sudah
sewajarnyalah sebagai bagian dari masyarakat dunia kita juga berperan
dalam ikut menentukan arah dari perkembangan teknologi, agar benarbenar bermanfaat bagi kepentingan kemanusiaan dan bukan sebagai
pembawa bencana bagi manusia.
2. Masalah nasional

Pengendalian ruang udara nasional telah dilakukan oleh otoritas sipil
bersama-sama otoritas militer, namun kerja sama yang selama ini telah
dilaksanakan belum optimal. Banyak kasus penerbangan pesawat asing
sipil dan militer yang mendarat dan melintas diwilayah NKRI belum
mendapat perlakuan selayaknya, otoritas penerbangan sipil telah
memberikan pelayanan dan segala hal yang menunjang keselamatan
penerbangan, namun ditinjau dari penegakan kedaulatan negara diudara
perlakuan tersebut belum cukup.
Ruang udara nasional dikendalikan secara bersama oleh otoritas sipil
dan militer yang masing-masing memiliki sasaran yang berbeda, namun
memiliki kesamaan yaitu mengggunakan ruang udara yang sama,
memanfaatkan peralatan sensor/deteksi dan navigasi penerbangan yang
sama. Otoritas sipil dalam mengendalikan ruang udara memiliki tujuan
pelayanan dan keselamatan penerbangan sipil baik domestik maupun
internasional, sedangkan otoritas militer dalam rangka melaksanakan
pengendalian dan pengawasan ruang udara bertujuan untuk pertahanan
dan keamanan negara khususnya dalam upaya penegakan kedaulatan
di udara NKRI, dengan melakukan kegiatan penerbangan latihan maupun
operasi militer.
3. Kepedulian Pemerintah.
Kepedulian ada namun belum optimal bahkan cenderung kurang,
pengembangan kedirgantaraan memerlukan dana yang besar di mana
kondisi ekonomi/kemampuan Pemerintah sangat terbatas sehingga belum
mampu menyediakan anggaran yang cukup. Oleh karena itu perlu
menaikkan prioritas pembangunan di bidang dirgantara.

Kesimpulan
Diera globalisasi dan kemajuan Iptek terutama bidang kedirgantaraan yang
pesat ini. Maka perlu memperhatikan berbagai faktor yang ada dan sangat
mempengaruhi akan perkembangan kemajuan bidang dirgantara Indonesia
bahkan dalam UUD 1945 sebagai sumber hukum untuk bertindakpun belum
tertuang sehingga perlu dicantumkannya dalam UUD 1945.
Dirgantara masa depan yang diharapkan haruslah maju dan berkembang
sejalan dengan perkembangan Iptek kedirgantaraan untuk mengoptimalkan
astra gatra bangsa Indonesia demi meningkatkan kesejahteraan bangsa
Indonesia.

Dengan memperhatikan peluang dan kendala serta faktor berpengaruh
yang ada maka wawasan berpikir yang diharapkan lebih maju dapat
ditempuh melalui Pejabat/Instansi terkait yang ada di supra struktur,
infrastruktur dan substruktur dengan sasaran masyarakat dari paling bawah
sampai atas dan UU/Peraturan lain sebagai landasan hukumnya dan
dilaksanakan dengan sosialisasi kedirgantaraan, edukasi secara berjenjang
dan berkelanjutan serta adanya regulasi.
Adapun permasalahan yang dihadapi meliputi masalah Internasional
menyangkut belum adanya kesepemahaman/kesepakatan antara negara
maju dan berkembang termasuk Indonesia tentang pemanfaaatan ruang
udara dan antariksa. Masalah nasional yaitu belum optimalnya kerjasama
antara otoritas sipil militer dalam pengendalian dan pengawasan ruang
udara. Permasalahan selanjutnya adalah belum optimalnya kepeduliaan
Pemerintah terhadap kedirgantaraan nasional kita.