Pengembangan Model dan Pembelajaran Sinektik

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
SINEKTIK BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATA PELAJARAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DI MADRASAH
IBTIDAIYAH SE-KABUPATEN JOMBANG
By:
Dr. Rofiatu Hosni, M.Pd
UNHASY Tebuireng Jombang*)
Abstract: This research was conducted to implement Synectic learning
model as a model for developing creative thinking skills in the subjects of
Social Studies Madrasah Ibtidaiyah.The stages of the research include: (1)
Presurvey, namely identifying the learning profile of Social Sciences is
currently running, (2) The results of identification used as a foundation for
developing learning models synectic tested until ready to use, and (3)
Tested development model validation to obtain the level of effectiveness
of the model to improve the quality of learning. The research was
developed by means of experiments that compared the learning that is
implemented through synectic learning model (KE) with conventional
learning (KK). Validation test results obtained by the high score students
ability to think creatively and significantly different when compared with
the results of pretest (α ≤ .0001) and with the results of the control group

(α ≤ .0001). The results of this research conclude that: (1) Synectic
learning model is the development and modification of the model
proposed by Gordon synectic. Development and modifications made
based on the conditions and abilities of students in the local environment
of Ibtidaiyah Madrasah. (2) Implementation synectic learning model can
improve the learning conditions on the subjects of Social Studies in
Elementary Madrasah. On the one hand, this learning model relatively
easily adopted by teachers and on the other hand the results of this study
prove that synectic learning model can improve the quality of learning and
are able to enhance students creative thinking abilities. (3) Synectic
effective learning model for improving students ability to think creatively,
use the relevant subjects of Social Sciences, and also effective for
improving teacher performance and effective enough to improve the
quality of learning of Social Sciences. The research findings result in
practical implications of which need be grown willingness of teachers to
*

Kaprodi PGMI Fakultas Tarbiyah UNHASY Tebuireng Jombang

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik


improve performance and quality of learning and socialization needed to
do synectic learning model as one alternative, while the theoretical
implications lead to the effectiveness of learning to be achieved.
Keywords: Learning Model Synectic, Creative Thinking Ability.

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Standar isi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya; (b) memiliki kemampuan dasar untuk
berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial; (c) memiliki komitmen dan kesadaran
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (d) memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.1
Hasan mengatakan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai
individu maupun sebagai makhluk sosial dan budaya. Secara khusus. 2

Numan Soemantri menegaskan bahwa kemampuan berpikir yang hendak
dikembangkan dalam mata pelajaran IPS bukan saja kemampuan berpikir
analitis dan kritis, akan tetapi berpikir kreatif. 3
Melalui proses pembelajaran IPS di SD/MI diharapkan mampu
memberikan berbagai informasi keberadaan lingkungan dimana siswa
tersebut tinggal. Mengingat manakala seseorang tidak memahami dan
mengetahui tentang informasi mengenai lingkungannya, maka sulit atau
bahkan tidak mungkin menjadi seorang warga masyarakat yang baik. Oleh
karena itu, sejak dini siswa harus dipersiapkan untuk mengetahui dan
memiliki informasi yang cukup tentang lingkungannya. IPS berfungsi untuk

1

Depdiknas. Kurikulum Pendidikan Dasar 2003: Landasan, Program, dan
Pengembangan (Jakarta: Depdiknas.2003).
2
Hasan, S. H.“Tujuan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial”. Jurnal Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial. Nomor Perdana tahun 1993, h. 92-101.
3
N. Soemantri. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung (PT. Remaja

Rosdakarya, 2001), h 44.

1

Rofiatul Hosna

memberikan berbagai informasi kepada siswa tentang sesuatu yang
menyangkut prikehidupan manusia dan lingkungannya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPS
yang berlangsung di SD/MI masih mengalami berbagai persoalan, baik
dilihat dari segi guru maupun siswa. Persoalan yang muncul dilihat dari segi
guru, antara lain: proses pembelajaran masih sangat monoton dan masih
berpusat pada guru. Guru tidak mampu mengembangkan materi yang
diajarkan, sangat terikat pada kurikulum dan bergantung pada buku paket,
materi pembelajaran yang padat. Disamping itu, waktu yang dialokasikan
sangat terbatas, pemberlakuan sistem guru kelas, orientasi penyajian
pembelajaran sangat menekankan pada kemampuan intelektual, media
pembelajaran yang tersedia sangat kurang bahkan tidak mendukung,
kurangnya strategi guru dalam mengajukan pertanyaan, dan sistem evaluasi
yang berpusat pada rayonisasi. Sedangkan jika dilihat dari segi siswa,

kenyataan menunjukkan beberapa persoalan mengenai pembelajaran IPS
dalam jenjang pendidikan dasar antara lain: kajian materi IPS yang abstrak
kurang dipahami oleh siswa dan tujuan yang bersifat abstrak seperti berpikir
kritis dan sikap kritis juga kurang dimengerti oleh siswa. Persoalan lain,
keberadaan mata pelajaran IPS kurang memberikan gambaran yang positif.
Seringkali terdengar keluhan dari para siswa bahwa belajar IPS identik
dengan belajar menghafal, IPS merupakan bidang studi yang menjemukan
dan kurang menantang, siswa kurang memiliki kemampuan dalam
memecahkan masalah, semangat atau motivasi belajarnya rendah, suasana
pembelajaran kurang hidup atau menjenuhkan, materi pembelajaran
membosankan, bahan pembelajaran yang begitu luas dan padat, waktu yang
dialokasikan relatif singkat, serta kesungguhan siswa dalam proses
pembelajaran IPS sangat rendah. Semua ini menyebabkan rendahnya
kualitas pembelajaran IPS pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah yang mulai
diberikan di kelas 3.
Model pembelajaran sinektik dirancang untuk memperkuat struktur
kognitif siswa. Teori kognitif sebagai acuan untuk mempelajari model
perlakuan yang efektif dalam rangka pengembangan kreativitas siswa di
sekolah. Hersch menyatakan secara umum teori-teori kognitif melandaskan
pandangannya mengenai kreativitas sebagai fungsi dinamik dan interaktif

dari perkembangan kognitif individu4). Juga Guilford menegaskan bahwa
4

C. Hersch. The Cognitive Functioning of the Creative Person (New haven, Conn:
College and University Press, 1973).

2

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

pandangan ini menunjukkan bahwa kreativitas bukan hanya semata-mata
akibat, tetapi juga dapat mengembangkan fungsi-fungsi kognitif yang lain.
Teori kognitif sebagian besar memusatkan perhatiannya kepada kemampuan
berpikir dan memecahkan masalah secara kreatif. 5
Model pembelajaran sinektik bertujuan untuk mengembangkan
kreativitas siswa melalui aktivitas metaporik (analogi langsung dan analogi
personal) diharapkan mampu mendorong siswa terlibat aktif dalam tindakan
kreatif tatkala implementasi kurikulum di kelas. Demikian juga
pembelajaran IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan kreativitas, dalam
hal ini kemampuan berpikir kreatif siswa. Oleh karena itu, model

pembelajaran sinektik ini perlu dicoba untuk diuji efektivitasnya dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa Madrasah Ibtidaiyah pada
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Dari latar belakang tersebut
memunculkan 3 pertanyaan utama, yaitu: (a) model pembelajaran sinektik
seperti apa yang cocok untuk dikembangkan?, (b) bagaimana implementasi
model pembelajaran sinektik tersebut?; dan (c) apa hasil implementasi model
pembelajaran sinektik?
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan.
Borg dan Gall mengatakan “educational research and development (R & D)
is a process used to develop and validate educational production”.6 Dengan
pengertian tersebut, maka serangkaian langkah penelitian dan pengembangan
dilakukan secara siklus, artinya setiap langkah yang akan dilalui atau
dilakukan selalu mengacu pada hasil langkah sebelumnya hingga pada
akhirnya diperoleh suatu produk pendidikan yang baru. Menurut Borg dan
Gall menyatakan ada 10 langkah atau tahap yang harus ditempuh dalam
pendekatan ini, kemudian dari 10 langkah atau tahap penelitian dan
pengembangan tersebut, dilakukan modifikasi dengan cara menggabungkan
atau mengintegrasikan tahap-tahap yang memiliki keterkaitan sehingga dapat
disederhanakan menjadi lima langkah utama, yaitu: studi pendahuluan,

perencanaan, uji coba, validasi, dan pelaporan. 7
5

J.P Guilford, Intelligence, Creativity and Their Educational Implication (San
Diego, Calif: R. R. Knapp.1968).
6
W.R. Borg &, M.D. Gall. Educational Research: An Introduction (New York:
Longman, 1983), h. 772.
7
Ibid., h. 775.

3

Rofiatul Hosna

Sedang langkah-langkah penelitian dan pengembangan ini dapat
dilihat pada gambar 1 berikut:

4


Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan
Studi Pustaka
Teori
Hasil penelitian terdahulu
Pendahuluan/Survei
Awal
Studi Lapangan
Pengembangan kreativitas siswa Persiapan
pembelajaran
Implementasi pembelajaran
Sarana dan prasarana pendidikan

Perencanaan

Modifikasi aspek dan langkah pembelajaran
Prosedur kerja
Desain kasar
Uji Coba Terbatas

Desain kasar
Implementasi
Evaluasi
Penyempurnaan

Uji Coba

Uji Coba Lebih Luas
Desain halus
Tes awal
Implementasi
Tes akhir
Penyempurnaan

Desain Final

Validasi

Pelaporan


Uji Model
Tes awal
Implementasi
Tes akhir
Konklusi
Diseminasi dan implementasi

5

Rofiatul Hosna

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V MI di wilayah
kabupaten Jombang Jawa Timur. Pada saat survey awal melibatkan 10
Madrasah Ibtidaiyah, kemudian menentukan dua Madrasah Ibtidaiyah (MI
Mu’awwanah Janti dan MI Perguruan Mu’allimat Cukir) dari sepuluh
Madrasah Ibtidaiyah yang menjadi subjek penelitian survey awal sebagai
lokasi uji coba terbatas. Untuk uji coba yang lebih luas menambah tiga
Madrasah Ibtidaiyah (MI Mujahidin, MI Islamiyah Al-Wathaniyah, dan MI
Darul Faizin Catak Gayam). Pada tahap validasi, yang dijadikan subjek
penelitiannya adalah subjek penelitian sebagaimana yang digunakan dalam
survei awal. Dari sebanyak sepuluh Madrasah Ibtidaiyah tersebut kemudian
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Madrasah Ibtidaiyah kelompok
eksperimen (Madrasah Ibtidaiyah yang pernah menjadi tempat uji coba
model) dengan rincian lima madrasah dengan status baik, sedang, kurang
dan Madrasah Ibtidaiyah kelompok kontrol (Madrasah Ibtidaiyah yang tidak
dijadikan tempat uji coba model) dengan rincian lima madrasah dengan
status baik, sedang, dan kurang.
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian dan pengembangan
model pembelajaran sinektik, yaitu teknik statistik “sebaran frekuensi”,
analisis kualitatif, dan analisis kuantitatif. Teknik statistik “sebaran
frekuensi” dipakai untuk menganalisis hasil survei awal. Teknik analisis
kualitatif dipakai untuk menganalisis hasil pengamatan kelas terhadap uji
coba model pembelajaran sinektik (baik uji coba terbatas maupun uji coba
lebih luas). Teknik analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui Uji
perbedaan. Proses analisa data menggunakan kaidah dan rumusan statistik
melalui uji t dan uji Analysis of Variance (ANOVA).
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
1. Desain Model Pembelajaran Sinektik Hasil Pengembangan
Desain model pembelajaran sinektik hasil pengembangan merupakan
pengembangan dari model pembelajaran sinektik yang diperkenalkan oleh
Gordon. Model ini dikembangkan didasarkan atas asumsi psikologi
kreativitas, yakni: (a) memunculkan proses kreatif menuju kesadaran dan
mengembangkan secara nyata kapasitas kreatif terhadap individu dan
kelompok; (b) kreativitas merupakan pola pengembangan mental yang baru;
banyak pemecahan masalah yang bersifat rasional dan emosional akan
membangkitkan ide-ide segar, dan (c) elemen-elemen emosional dan
irrasional harus dipahami guna meningkatkan kesuksesan.

6

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

Model Gordon ini merupakan suatu pendekatan yang berguna untuk
mengembangkan kreativitas. Menurut Gordon, ada 4 pandangan yang
mendasari model tersebut: (a) kreativitas seseorang merupakan kegiatan
sehari-hari. Menurut Gordon, kreativitas merupakan bagian dari kegiatan
kerja sehari-hari dan berlangsung seumur hidup. Model yang dikembangkan
Gordon dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah, ekspresi kreatif, empati, dan hubungan sosial; (b) proses kreatif
bukanlah sesuatu yang misteri, tetapi dapat diuraikan dan mungkin dapat
dimanfaatkan untuk melatih individu guna meningkatkan kreativitas mereka;
(c) kreativitas tercipta di segala bidang dan menunjukkan adanya hubungan
yang erat dengan semua bidang; dan (d) peningkatan berpikir kreatif
individu dan kelompok sama melalui ide-ide dan produk di berbagai hal. 8
Penerapan model pembelajaran ini dalam implementasi kurikulum suatu
mata pelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa dalam suatu mata pelajaran tersebut, sebagaimana dikatakan Joyce dan
Weil bahwa “synectics is designed to increase the creativity of both
individuals and group”.9 Terdapat lima tahapan pembelajaran dalam
implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat dijadikan acuan bagi
guru dan siswa ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Adapun tahap-tahap pembelajaran yang dimaksudkan adalah sebagai
berikut:
a. Tahap pertama dalam model pembelajaran sinektik adalah input substantif
sebagai tahap klarifikasi atau mengkomunikasikan topik atau materi
baru. Tahap ini merupakan tahap esensial bagi keberhasilan siswa dalam
memperoleh materi baru.
Berdasarkan temuan hasil penelitian dalam tahap klarifikasi topik/materi
baru tampak terlihat hal-hal sebagai berikut:
1) Terjadi proses yang mempermudah siswa memahami atau
menangkap materi yang baru disampaikan oleh guru
2) Kesulitan klarifikasi topik atau materi baru diatasi dengan
menggunakan perumpamaan/kiasan dan contoh-contoh
3) Diterapkannya teknik tanya jawab kepada siswa terhadap materi
yang baru saja dijelaskan oleh guru dan siswa tampak antusias
menjawab pertanyaan guru. Antusiasnya siswa menjawab
8

B. Joyce dan M. Weil. Models of Teaching. (Fourth Edition) (Needham Heights
Massachusetts: Allyn & Bacon, 1992), h. 166-167.
9
Ibid., h. 254.

7

Rofiatul Hosna

pertanyaan guru merupakan petunjuk ke arah sikap dan persepsi
yang positif.
Knirk & Gustafson menyebutkan bahwa untuk mengetahui siswa
belajar, perlu diperhatikan komponen guru dan komponen kurikulum
yang merupakan komponen-komponen utama dan saling berinteraksi
dengan komponen siswa.10
Kurikulum yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kurikulum
yang sifatnya given, artinya sudah tertuang dalam bentuk kurikulum
nasional dan guru berfungsi sebagai pelaksana kurikulum tersebut.
Sebagai pelaksana kurikulum guru dituntut untuk memutuskan cara
mengorganisasi implementasi kurikulum secara operasional. Tidak
berlebihan jika Sukmadinata (mengemukakan pendapatnya bahwa
implementasi kurikulum hampir seluruhnya tergantung pada kreativitas,
kecakapan, kesungguhan, dan ketekunan guru.
Pada tahap pertama implementasi model pembelajaran sinektik ini,
guru dituntut untuk dapat memberikan gambaran struktur materi
kurikulum. Untuk itu model pembelajaran sinektik yang dikembangkan
dalam penelitian ini memberikan tempat kepada guru dalam bentuk
pengembangan topik atau materi baru pada waktu pengembangan
rencana pembelajaran. Dengan demikian pada diri gurupun dibangun
pola berpikir yang terstruktur. Hal ini memperlihatkan kebenaran
penyataan Tanner & Tanner bahwa guru yang professional adalah guru
yang termasuk ke dalam kelompok creative-generative yakni guru yang
berpikir tentang apa yang akan mereka kerjakan dan mencoba untuk
menemukan cara yang lebih efektif dalam bekerja. 11 Sejalan dengan
pendapat Tanner & Tanner, Marsh & Stafford mengemukakan bahwa
guru sebagai pengembang kurikulum adalah guru yang mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan serta mencoba mengemukakan dalam bentuk
rancangan yang terstruktur guna mengatasi masalah dan kebutuhan
kelasnya. Tidaklah berlebihan apabila disimpulkan bahwa model
pembelajaran sinektik mampu memperbaiki kinerja guru. 12
10

F.G. Knirk & K.L Gustafson, Instructional Technology, A Systematic Approach to
Education (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1986), h. 18.
11
D.Tanner & L.N Tanner. Curriculum Development: Theory Into Practice (New
York: MacMillan Publishing, Co. Inc.1980), h. 636-639.
12
C. Marsh & K. Stafford. Curriculum Practices (Sydney: Mc Graw-Hill Book
Company, 1988), h. 102.

8

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

b. Tahap kedua adalah penggabungan dari tahap analogi langsung,
perbandingan analogi, dan menjelaskan perbedaan. Tahap ini diawali
dengan meminta siswa mengajukan atau membuat analogi langsung atas
materi yang sedang dibahas melalui media bagan. Kegiatan pada tahap
kedua ini dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dapat menambah
wawasan berpikir kreatif siswa terhadap materi yang sedang dibahas
karena analogi langsung memiliki untuk memfasilitasi siswa dalam
proses transmisi dan transformasi terhadap materi yang sedang dibahas.
Di sini, peran guru sangat diharapkan terutama dalam membimbing dan
mendorong para siswanya agar memiliki keberanian untuk
mengemukakan gagasan atau pendapatnya.
Kegiatan membandingkan terhadap analogi-analogi memiliki tujuan
untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kesamaan atau kaitan antara
aspek-aspek yang ada dalam objek atau kegiatan yang dipakai sebagai
analogi langsung. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru perlu memberi
motivasi dan memfasilitasi siswa untuk kegiatan tersebut. Sedangkan
kegiatan menjelaskan perbedaan bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam memperoleh kejelasan tentang perbedaanperbedaan yang ada dalam objek atau kegiatan yang dianalogikan
dengan materi yang sedang dibahas. Untuk itu, siswa perlu didorong dan
diarahkan supaya mampu melakukan proses pembelajaran tersebut.
Selain itu, hasil pekerjaan siswa perlu didiskusikan dengan temantemanya agar kemampuan berpikir kreatif siswa semakin meningkat.
Pada tahap ini penggunaan media pembelajaran berupa media peta
dan media bagan ditujukan selain untuk memperkuat pemahaman siswa
terhadap materi yang bersifat abstrak, juga berfungsi memperlihatkan
struktur materi melalui media visual. Kemampuan membaca peta dan
kemampuan membaca bagan materi merupakan kemampuankemampuan kognitif tingkat tinggi yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa.
Temuan hasil penelitian dalam tahap analogi langsung,
membandingkan analogi, dan menjelaskan perbedaan memperlihatkan
hal-hal yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Siswa tampak konsentrasi mengikuti proses pembelajaran, karena
guru meminta siswa untuk mendeskripsikan analogi tersebut dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan
pertanyaan terkait dengan materi yang baru saja dibahas.

9

Rofiatul Hosna

2) Munculnya pertanyaan-pertanyaan dari siswa yang memperlihatkan
jenis pertanyaan berpikir, menunjukkan bahwa model pembelajaran
sinektik dapat meingkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa tersebut memberi
indikasi bahwa mereka melakukan proses belajar dengan benar.
3) Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru dapat dijawab
dengan baik oleh siswa. Hal ini mengindikasikan bahwa materi yang
baru saja dibahas guru dapat dipahami dengan lebih mudah oleh
siswa.
c. Tahap ketiga adalah analogi personal. Pada tahap ini, siswa diminta
mengajukan analogi personal dengan menggunakan pengandaian diri
seumpama ia (siswa) sebagai sesuatu objek atau kegiatan sesuai materi
yang sedang dibahas. Apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan apa
yang diperbuat seandainya sebagai suatu objek atau kegiatan tertentu
merupakan hal-hal yang esensial dalam tahap ini. Karena itu, pada tahap
ini, siswa tidak boleh dibatasi kesempatannya untuk berekspresi,
mengemukakan gagasan, dan pendapatnya.
Temuan hasil penelitian pada tahap analogi personal ini
memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:
1) Siswa tampak memunculkan gagasan-gagasan yang beragam dengan
menggunakan teknik curah pendapat (brainstorming). Hal ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran sinektik mampu melatih
siswa untuk mengeluarkan gagasan-gagasan yang dimiliki.
2) Teknik curah pendapat yang digunakan dalam proses pembelajaran
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
d. Tahap keempat adalah tahap eksplorasi. Dalam tahap ini guru meminta
siswa untuk menjelajahi kembali atau menjelaskan kembali topik atau
materi yang baru saja dibahas dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Untuk itu, perlu adanya bimbingan dari guru agar tahap ini berjalan
dengan baik. Siswa juga diminta membuat catatan untuk
mendokumentasikan hasil pekerjaannya.
Temuan hasil penelitian dalam tahap eksplorasi memperlihatkan halhal sebagai berikut:
1) Siswa dengan antusias menjelaskan kembali materi yang baru saja
disampaikan oleh guru dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Kata-kata yang digunakan siswa untuk menjelaskan kembali materi
yang sudah disampaikan oleh guru, ternyata menunjukkan kesamaan

10

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

makna, artinya siswa sudah mampu mengolah materi pelajaran yang
baru saja dibahas.
2) Hasil pekerjaan siswa didiskusikan dengan teman-temannya,
sehingga hasilnya dapat dikaji secara bersama-sama.
e. Tahap kelima adalah memunculkan analogi baru. Tahap ini
merupakan pengajuan analogi langsung (yang lainnya) terhadap materi
yang sedang dibahas. Siswa diharapkan dapat mengajukan analogi
langsung yang telah dikuasainya dan mampu menjelaskan persamaan
dan perbedaannya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu melakukan
serangkaian kegiatan, yaitu meminta siswa mengajukan analogi
langsung atas materi semula dengan objek atau kegiatan lain,
mendiskusikan persamaan dan perbedaannya, menyimpulkan dan
merangkum hasil pekerjaannya. Di sini, yang dipentingkan adalah
argumentasi, mengapa sesuatu objek atau kegiatan tertentu dianalogikan
dengan materi yang sedang dibahas.
Setelah selesai melaksanakan tahap ini, guru melakukan evaluasi
terhadap hasil pekerjaan siswa yang mengandung unsur-unsur
kemampuan berpikir kreatif. Tujuan dari kegiatan ini adalah ingin
mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa (kelancaran, kelenturan,
keaslian, dan keterincian). Fenomena yang diperoleh melalui temuan
hasil penelitian ini adalah kecenderungan model pembelajaran sinektik
memberikan kontribusi yang lebih baik kepada siswa dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya.
Hasil penelitian berdasarkan tahap-tahap pembelajaran sinektik
memperkuat argumen bahwa model pembelajaran ini memiliki
kontribusi yang cukup besar dalam hal meningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa, dan model ini cukup efektif untuk memenuhi
kebutuhan pembelajaran bagi siswa, serta memiliki kemampuan untuk
memperbaiki kinerja guru sehingga secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik efektif untuk
memperbaiki kualitas belajar mengajar.

11

Rofiatul Hosna

2. Relevansi Model Pembelajaran Sinektik dengan Mata Pelajaran IPS
Kajian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (b) memiliki kemampuan dasar
untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan
masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (c) memiliki komitmen
dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (d) memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. 13
Esensi peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata
pelajaran IPS di sekolah/madrasah dapat ditemukan di dalam tiga hal.
Pertama, tertera di dalam tujuan pembelajarannya, Hasan mengatakan
bahwa tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan berpikir,
sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai makhluk
sosial dan budaya.14 Secara khusus, Numan Soemantri menegaskan bahwa
kemampuan berpikir yang hendak dikembangkan dalam mata pelajaran IPS
bukan saja kemampuan berpikir analitis dan kritis, akan tetapi berpikir
kreatif. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu
tujuan pembelajaran mata pelajaran IPS di sekolah. 15
Kedua, dari segi kegunaan atau manfaatnya bagi siswa, al-Muchtar
mengatakan mata pelajaran IPS dapat memperkuat peningkatan kemampuan
berpikir dan nilai-nilai dalam proses pembelajaran. 16 Artinya, setelah siswa
mengikuti kegiatan pembelajaran IPS maka kemampuan berpikir kreatifnya
menjadi lebih baik. Kemampuan berpikir kreatif tersebut, pada akhirnya,
akan dipakai sebagai bekal dasar, baik dalam kaitannya dengan peningkatan
kemampuan berpikir kreatif maupun dalam kaitannya dengan persiapan
memasuki kehidupan di masyarakat.
Ketiga, dari karakteristik isi mata pelajaran IPS di sekolah, yang
menekankan pada pengkajian kehidupan sosial maka peningkatan
13

Depdiknas. Kurikulum Pendidikan Dasar 2003: Landasan, Program, dan
Pengembangan (Jakarta: Depdiknas.2003).
14
Hasan, S. H.“Tujuan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial”. Jurnal Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial. Nomor Perdana tahun 1993, h. 92.
15
N Soemantri. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 44.
16
S. Al-Muchtar, Epistemologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Bandung:
Gelar Pustaka Mandiri, 2000), h. 37.

12

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

kemampuan berpikir kreatif dalam mata pelajaran IPS dapat dikatakan
sebagai tindakan edukasi yang strategis. Savage dan Amstrong mengatakan
”creative thinking helps us to change”. Artinya, dengan memberi banyak
kesempatan kepada siswa untuk memikirkan dan mencari solusi alternatif
terhadap persoalan-persoalan yang serba tidak menentu pula saat ini berarti
melatih siswa berpikir alternatif, yang sesungguhnya, merupakan bagian dari
berpikir kreatif.17
Untuk mencapai tujuan dari mata pelajaran IPS di atas, diperlukan
adanya suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan pengetahuan,
wawasan, dan keterampilan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu
model pembelajaran yang dikemukakan adalah model pembelajaran sinektik.
Model pembelajaran sinektik ini dipandang relevan sebagai wahana
untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS di Madrasah Ibtidaiyah dengan
alasan bahwa model pembelajaran sinektik memiliki tujuan yaitu ingin
menjadikan proses kreativitas sebagai proses yang sadar. 18 Selain itu, model
pembelajaran ini secara khusus dirancang untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif melalui serangkaian latihan penggunaan analogi dan
metaporik baru. Dengan memberi kesempatan berlatih kepada siswa untuk
mengajukan analogi atau metaporik terhadap sesuatu materi yang sedang
diajarkan dimungkinkan wawasan dan pengetahuan siswa tentang materi
yang sedang dibahas akan semakin luas dan mendalam. Demikian pula,
siswa akan terlatih atau terbiasa memecahkan berbagai persoalan kehidupan
sosial melalui latihan-latihan analogi.
3. Implementasi Model Pembelajaran Sinektik dalam Mata Pelajaran
IPS Madrasah Ibtidaiyah
Dalam lingkup kelas, implementasi kurikulum melibatkan guru
sebagai pendidik, siswa sebagai peserta didik, dan isi kurikulum sebagai
kesatuan pengetahuan yang terpilih dan dibutuhkan. Dengan demikian dalam
implementasi kurikulum di kelas terdapat tiga komponen utama yakni guru,
siswa, dan isi kurikulum.
Dalam posisinya sebagai pelaksana kurikulum di kelas guru dituntut
mampu memutuskan bagaimana mengorganisasi kurikulum secara
17

V.T. Savage dan G.D. Amstrong. Effective Teaching in Elementary Social Studies.
(Third Edition) (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc. 1996), h. 244245.
18
B. Joyce dan M. Weil. Models of Teaching. (Fourth Edition) (Needham Heights
Massachusetts: Allyn & Bacon, 1992), h. 219.

13

Rofiatul Hosna

operasional. Menurut pendapat Hunter keputusan yang ditetapkan oleh guru
professional menyangkut tiga hal, yakni: (a) keputusan yang berhubungan
dengan seleksi terhadap tujuan belajar (apa yang akan dipelajari), (b)
keputusan yang berhubungan dengan menetapkan perilaku (bagaimana siswa
belajar), dan (c) keputusan yang berhubungan dengan menetapkan rancangan
guru untuk membantu siswa belajar dan mencapai perolehan maksimal
(metodologi).19 Implementasi model pembelajaran yang merupakan bentuk
nyata dari desain model pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan
dan kecakapan guru ketika mewujudkannya di kelas. Guru bukan hanya
berperan sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga berperan sebagai
pengembang kurikulum bagi kelasnya masing-masing. Dalam kaitannya
dengan implementasi model pembelajaran sinektik ini, sesungguhnya guru
memiliki posisi sentral bagi kelangsungan dan keberhasilan implementasi
pada setiap tahap pembelajaran sejak tahap pertama hingga tahap terakhir
(lihat Bagan 4.6). Guru dituntut mampu melaksanakan tugas-tugas yang
dipersyaratkan pada setiap tahap pembelajaran, yang berbeda menurut jenis
dan kualitasnya. Dengan demikian, tanpa adanya kompetensi dan komitmen
dari guru maka implementasi model pembelajaran sinektik dimungkinkan
tidak akan berlangsung dengan baik dan berhasil secara optimal.
Posisi siswa dalam implementasi kurikulum sebagai subjek yang
melakukan kegiatan belajar. Terjadinya proses belajar apabila siswa
memberi respon terhadap stimuli yang diberikan oleh guru. Belajar
dipengaruhi oleh motivasi yang terdapat dalam diri siswa. Untuk hal
tersebut, Sukmadinata memberi saran terhadap upaya membangkitkan
motivasi melalui tiga cara, yakni: (a) pemilihan bahan pembelajaran yang
berarti bagi siswa, (b) menciptakan kegiatan belajar yang dapat
membangkitkan dorongan untuk menemukan, (c) menerjemahkan apa yang
akan diajarkan dalam bentuk pikiran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa.20 Dengan demikian tampak bahwa peran guru sangat
erat kaitannya dengan munculnya motivasi belajar siswa.
Posisi isi kurikulum adalah merupakan substansi yang mengisi
kerangka antara guru dan siswa. Sukmadinata menyebutkan bahwa isi
kurikulum merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan dibutuhkan baik
19

M Hunter. The Teaching Process, dalam The Teacher’s Handbook (GlenviewIllinois: Scot, Foresman & Co. 1971), h. 148.
20
N.S Sukmadinata, Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum (Jakarta:
P2LPTK Ditjen Dikti Depdiknas. 1988).

14

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

bagi pengetahuan itu sendiri maupun bagi siswa dan lingkungannya. 21 Dalam
hal ini isi kurikulum menggambarkan keterampilan dan kemampuan yang
dapat dicapai siswa melalui proses belajar yang didasarkan pada materi.
Pengorganisasian materi ini memperhatikan lingkup kajian dan urutan kajian
yang memiliki materi substansi dan materi proses. Atas dasar penjelasan
posisi ketiga komponen di atas, uraian berikut memberikan penjelasan
bagaimana peran komponen-komponen guru, siswa, dan materi kurikulum
pada implementasi model pembelajaran sinektik dalam mata pelajaran IPS di
Madrasah Ibtidaiyah.

21

Ibid., h. 127.

15

Rofiatul Hosna

a. Posisi Guru dalam Implementasi Model Pembelajaran Sinektik
Dalam tahap pengembangan rencana pembelajaran guru
mengorganisasi isi kurikulum agar dapat dioperasionalkan. Dalam posisinya
sebagai pengembang kurikulum di kelas, guru harus mampu menetapkan
topik baru dari materi/substansi yang akan diajarkan dan dikuasai oleh siswa.
Untuk memudahkan siswa menangkap dan memahami materi baru,
guru mengajukan analogi dan atau metaporik (yang merupakan aspek utama
dalam model pembelajaran sinektik) dengan menggunakan perumpamaan
atau kiasan dan contoh-contoh yang relevan dengan materi yang akan
diajarkan.
Dalam tahap kegiatan belajar mengajar, tahap-tahap pembelajaran
yang terdapat dalam model pembelajaran sinektik memudahkan guru untuk
mengelola proses pembelajaran. Berdasarkan tahap-tahap pembelajaran
tersebut, menyebabkan guru dapat menyelesaikan materi tepat waktu, dan
dapat mengontrol kegiatan atau proses belajar yang dilakukan oleh siswa.
Temuan hasil penelitian memperlihatkan bahwa melalui implementasi model
pembelajaran sinektik terjadi perbaikan kinerja guru dan model
pembelajaran ini relatif lebih mudah diadopsi oleh guru sebab dengan
adanya persamaan bentuk pembelajaran yakni dengan menggunakan teknik
ekspositori menyebabkan guru tidak merasa asing dengan cara berceramah
yang digunakan dalam kerangka model pembelajaran sinektik.
Berdasarkan uji coba, pada tahap pengembangan rencana
pembelajaran, guru masih perlu diberi pengarahan terutama dalam hal
mengklarifikasi topik atau materi baru. Dengan demikian jika model ini akan
didiseminasikan perlu dilakukan sosialisasi yang lebih terarah pada bagian
pengembangan rencana pembelajaran.

16

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

b. Posisi Siswa dalam Implementasi Model Pembelajaran Sinektik
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk model pembelajaran
siswa dalam hal kemampuan berpikir kreatif sesuai dengan tuntutan
kurikulum IPS MI. Perbaikan kualitas ini dapat dicapai jika proses
pembelajaran selama ini yang terkesan dilakukan seadanya dapat diperbaiki.
Salah satu komponen yang memiliki kontribusi adalah peran siswa proses
pembelajaran sebagaimana dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa
proses belajar terjadi apabila siswa memberi respon terhadap stimuli yang
diberikan oleh guru. Model pembelajaran sinektik sebagai produk hasil
penelitian ini menawarkan peluang tidak hanya perbaikan terhadap hasil
pembelajaran siswa tetapi juga menumbuhkan komitmen siswa untuk belajar
seperti yang diungkapkan oleh Sukmadinata bahwa proses pembelajaran
harus dikondisikan untuk membangkitkan dorongan pada diri siswa untuk
menemukan sesuatu yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kreatifnya.22
Pertanyaannya
sekarang,
sejauhmana
implementasi
model
pembelajaran sinektik ini memberi kontribusi terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
perlu terlebih dahulu dikemukakan adanya empat pandangan yang dijadikan
acuan Gordon dalam mengembangkan model pembelajaran sinektik, yakni:
(1) kreativitas seseorang merupakan kegiatan sehari-hari, (2) proses kreatif
bukanlah sesuatu yang misteri, tetapi dapat diuraikan dan mungkin dapat
dimanfaatkan untuk melatih individu guna meningkatkan kreativitas mereka,
(3) kreativitas tercipta di segala bidang dan menunjukkan adanya hubungan
yang erat dengan semua bidang, dan (4) peningkatan berpikir kreatif
individu dan kelompok sama melalui ide-ide dan produk di berbagai hal. 23
Apabila keempat pandangan tersebut dicermati secara mendalam akan
diperoleh kesimpulan bahwa kreativitas merupakan suatu potensi yang
dimiliki seseorang dan dapat dikembangkan.
Model pembelajaran sinektik merupakan salah satu bentuk teknik
pengembangan kreativitas seseorang yang bersifat mengait atau melekat
dalam proses belajar mengajar. Dengan memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengajukan analogi dan atau metaporik, dimungkinkan siswa akan
memiliki wawasan atau gagasan. Dengan demikian semakin banyak gagasan
22

Ibid., h. 146.
B. Joyce dan M. Weil. Models of Teaching. (Fourth Edition) (Needham Heights
Massachusetts: Allyn & Bacon, 1992), h. 166-167.
23

17

Rofiatul Hosna

yang muncul diasumsikan kemampuan kreativitas siswa semakin
berkembang. Dalam hal ini bahwa kreativitas terjadi melalui asosiasi baik
langsung maupun perantara, akan semakin banyak pula gagasan yang
dimiliki, yang berarti makin kreatif orang tersebut. Berdasarkan temuan hasil
penelitian menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa
menunjukkan adanya kemajuan. Artinya, terdapat perbedaan skor rata-rata
kemampuan berpikir kreatif siswa antara sebelum mengikuti kegiatan
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran sinektik dengan
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran sinektik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran sinektik pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa.
c. Posisi Materi dalam Implementasi Model Pembelajaran Sinektik
Relevansi model pembelajaran sinektik dengan mata pelajaran IPS
telah dibahas pada kajian sebelumnya, dan pada bagian ini penjelasan lebih
ditekankan pada cara meramu materi IPS bagi siswa yang berada dalam
jenjang pendidikan dasar, khususnya kelas V MI. IPS merupakan salah satu
mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar/Madarasah Ibtdaiyah mulai
dari kelas 3, yang mempelajari kehidupan sosial yang bahan kajiannya
bersumber dari geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, dan tata
negara. IPS yang terbentuk dari ilmu-ilmu sosial tersebut terdiri dari
berbagai fakta, konsep, dan generalisasi yang terintegrasi terkait dengan
kehidupan sosial. Kehidupan sosial secara garis besarnya terdiri dari
lingkungan fisik, sosial, dan budaya yang merupakan fokus pembelajaran
IPS. Martorella menyatakan bahwa pengetahuan dalam pembelajaran IPS
diwujudkan dalam bentuk fakta, generalisasi, keterampilan, hipotesis,
kepercayaan, sikap, nilai, dan teori yang dikonstruksi dalam program IPS. 24
Killer sebagaimana dikutip oleh Hamalik menyatakan IPS adalah studi
yang memberikan pemahaman atau pengertian-pengertian tentang cara-cara
manusia hidup, tentang kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, tentang
kegiatan-kegiatan dalam usaha memenuhi kebutuhan itu, dan tentang
lembaga-lembaga yang dikembangkan sehubungan dengan hal-hal
tersebut.25 Martorella mengemukakan bahwa IPS adalah informasi yang
terseleksi dan cara penyelidikan dari ilmu-ilmu sosial, informasi yang
24

P.H. Martorella. Social Studies for Elementary School Children: Developing
Young Citizens (New York: MacMillan College Publishing Company, 1994), h. 7.

18

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

terseleksi dari bidang yang terkait secara langsung terhadap pemahaman
individu, kelompok, dan masyarakat serta aplikasi informasi yang terseleksi
dalam pendidikan kewarganegaraan.26 Jarolimek mengungkapkan bahwa
misi pokok IPS adalah membantu anak belajar mengenai dunia sosial dimana
mereka hidup dan bagaimana kehidupan tersebut, belajar mengenai
kenyataan-kenyataan sosial serta mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk membantu mewujudkan
kemanusiaan yang penuh dengan kecerahan dan kemajuan. 27 Kajian materi
IPS yang berfokus pada kegiatan dan kehidupan masyarakat dalam
pengembangan pembelajarannya memiliki tujuan yang jelas untuk dicapai.
Model pembelajaran sinektik melalui tahap-tahap pembelajarannya
menyampaikan materi IPS dengan mengajukan analogi dan atau metaporik,
memberikan kesempatan siswa untuk bertanya, dan pendekatan ekspositori
(naratif) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
ingin tahu dan imajinasi mereka dalam berpikir. Dukungan dalam proses
pembelajaran berupa penggunaan media belajar baik media peta maupun
media bagan akan memperluas wawasan dan pengetahuan siswa pada materi
IPS. Hal inilah yang oleh Schubert maupun Klein dijelaskan sebagai materi
dalam arti substansi dan materi dalam arti proses. 28 Kedua aspek tersebut
merupakan tuntutan yang terdapat dalam kurikulum, sehingga penting untuk
dipikirkan lebih lanjut mensosialisasikan model pembelajaran sinektik ini
pada jenjang pendidikan dasar untuk mata pelajaran IPS sebagai salah satu
alternatif model pembelajaran yang dapat memperbaiki kualitas
pembelajaran.
Analisis yang dilakukan terhadap implementasi model pembelajaran
sinektik dalam mata pelajaran IPS MI menghasilkan kesimpulan bahwa
model pembelajaran sinektik layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif
untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan
dasar dalam kajian IPS. Di satu sisi model pembelajaran ini relatif mudah
diadopsi oleh guru, dan disisi lain hasil penelitian membuktikan bahwa
25

Oemar Hamalik, Studi Ilmu Pengetahuan Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1992),
h. 6.
26
P.H. Martorella, Social Studies…., h. 7.
27
J. Jarolimek. Social Studies in Elementary Education (New York: MacMillan
Publishing Co. Inc. 1982), h. 4.
28
W.H. Schubert. Curriculum Perspective, Paradigm, and Possibility (New York:
MacMillan Publishing Company, 1986) juga lihat M.F. Klein. Curriculum Reform
in the Elementary School (New York & London: Teachers College Press. 1989).

19

Rofiatul Hosna

model pembelajaran sinektik cukup efektif untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitian, maka butir-butir kesimpulan dari
penelitian ini dikemukakan sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Sinektik Hasil Pengembangan
Model pembelajaran sinektik yang dikembangkan melalui penelitian
ini pada dasarnya merupakan pengembangan dan modifikasi dari model
sinektik yang dikemukakan oleh Gordon. Model pembelajaran hasil
pengembangan tidak mengubah bentuk dasar model yang terdiri dari tujuh
tahap utama, yakni: input substantif, analogi langsung, analogi personal,
membandingkan analogi, menjelaskan berbagai perbedaan, eksplorasi, dan
memunculkan analogi baru. Meskipun demikian dilakukan pengembangan
dan modifikasi yang didasarkan pada kondisi dan kemampuan siswa di
lingkungan Madrasah Ibtidaiyah setempat.
Tahap input substantif berfungsi untuk mengkomunikasikan topik atau
materi baru yang akan disampaikan oleh guru. Untuk itu dilakukan
klarifikasi topik utama yang terdapat dalam materi pembelajaran. Mengacu
pada kondisi kemampuan guru dan keterbatasan tingkat kemampuan siswa,
maka dalam tahap ini guru dituntut untuk dapat memberikan gambaran
struktur materi kurikulum. Untuk itu model pembelajaran sinektik yang
dikembangkan dalam penelitian ini memberikan tempat kepada guru dalam
bentuk pengembangan topik atau materi baru pada waktu pengembangan
rencana pembelajaran. Dengan demikian pada diri gurupun dibangun pola
berpikir yang terstruktur.
Tahap penggabungan dari tahap analogi langsung, perbandingan
analogi, dan menjelaskan perbedaan. Pada tahap ini guru mengajukan atau
membuat analogi langsung atas materi yang sedang dibahas melalui media
bagan. Membandingkan terhadap analogi-analogi memiliki tujuan untuk
mengidentifikasi dan menjelaskan kesamaan atau kaitan antara aspek-aspek
yang ada dalam objek atau kegiatan yang dipakai sebagai analogi langsung.
Sedangkan
kegiatan
menjelaskan
perbedaan
bertujuan
untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam memperoleh kejelasan tentang
perbedaan-perbedaan yang ada dalam objek atau kegiatan yang dianalogikan
dengan materi yang sedang dibahas. Mengacu pada kondisi kemampuan
guru dan keterbatasan tingkat abstraksi siswa, maka tahap ini dilakukan

20

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

pengembangan berupa bagan yang dikembangkan guru ketika
mengembangkan
rencana
pembelajaran,
dan
memberikan
perumpamaan/kiasan atau contoh-contoh yang relevan dengan materi yang
diajarkan guru dan sifatnya analogis untuk membantu siswa memahami
materi yang bersifat abstrak.
Tahap analogi personal berfungsi sebagai langkah proses pengandaian
diri seumpama ia (siswa) sebagai sesuatu objek atau kegiatan sesuai materi
yang sedang dibahas. Apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan apa yang
diperbuat seandainya sebagai suatu objek atau kegiatan tertentu merupakan
hal-hal yang esensial dalam tahap ini.
Tahap eksplorasi berfungsi untuk menjelaskan kembali topik atau
materi yang baru saja dibahas dengan menggunakan bahasanya siswa
sendiri. Dalam tahap ini, guru memberikan bimbingan dan dorongan kepada
siswa dan siswa membuat dokumentasi dari setiap hasil pekerjaannya.
Tahap memunculkan analogi baru berfungsi sebagai analogi langsung
atas materi semula dengan objek atau kegiatan lain, mendiskusikan
persamaan dan perbedaannya, menyimpulkan dan merangkum hasil
pekerjaannya. Dalam langkah ini guru meminta siswa untuk memberikan
argumentasi, mengapa sesuatu objek atau kegiatan tertentu dianalogikan
dengan materi yang sedang dibahas, kemudian guru melakukan evaluasi
terhadap hasil pekerjaan siswa. Evaluasi hasil pekerjaan siswa
dikembangkan berdasarkan atas tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
yaitu ingin mengetahui tingkat perkembangan kemampuan berpikir kreatif
siswa (kelancaran, kelenturan, keaslian, dan keterincian).
2. Implementasi Model Pembelajaran Sinektik
Hasil prasurvei memberi gambaran bahwa guru kurang memahami
perlunya pengembangan desain/rencana pembelajaran, guru kurang
memahami cara pengembangan rencana pembelajaran, dan dalam kegiatan
belajar mengajar proses pembelajaran terkesan dilakukan seadanya. Temuan
prasurvey ini mengindikasikan perlunya dilakukan pembenahan sejak tahap
pengembangan perencanaan pembelajaran sampai kepada tahap pelaksanaan
kegiatan pembelajaran termasuk didalamnya pemilihan dan penetapan media
pembelajaran. Dengan demikian modifikasi yang dilakukan dalam penelitian
pengembangan adalah menambahkan prosedur pengembangan rencana
pembelajaran yang didalamnya terdapat langkah pengembangan media
pembelajaran (media peta/globe dan media bagan). Dari hasil penelitian

21

Rofiatul Hosna

terbukti bahwa pengembangan media pembelajaran ini sangat bermanfaat
untuk mengendalikan tahap-tahap pembelajaran selanjutnya.
Implementasi model pembelajaran sinektik dalam mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial di Madrasah Ibtidaiyah menghasilkan kesimpulan bahwa
model pembelajaran sinektik layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif
untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan
dasar dalam kajian IPS. Di satu sisi model pembelajaran ini relatif mudah
diadopsi oleh guru, dan disisi lain hasil penelitian membuktikan bahwa
model pembelajaran sinektik cukup efektif untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
3. Hasil Implementasi Model Pembelajaran Sinektik
a. Model Pembelajaran Sinektik Efektif untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Temuan hasil penelitian uji coba memberi gambaran kecenderungan
peningkatan skor kemampuan berpikir kreatif siswa, sedangkan temuan hasil
penelitian uji validasi memperlihatkan skor kemampuan berpikir kreatif
siswa yang lebih tinggi dan secara signifikan berbeda jika dibandingkan skor
kemampuan berpikir kreatif siswa yang diperoleh melalui pembelajaran
secara konvensional. Uji validasi yang dilakukan pada lima madrasah
dengan kulaifikasi yang berbeda (baik, sedang, dan kurang) memperlihatkan
kecenderungan yang sama yakni tingginya perolehan skor posttest yang
secara signifikan berbeda bila dibandingkan dengan skor pretest maupun
skor posttest dari kelompok dengan pembelajaran konvensional. Atas dasar
kedua temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
dilakukan dengan menggunakan model sinektik efektif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa.
b. Model Pembelajaran Sinektik Efektif untuk Memperbaiki Kinerja
Guru
Pengembangan media pembelajaran baik media peta/globe maupun
media bagan dalam pengembangan rencana pembelajaran sebelum
memasuki tahap-tahap proses pembelajaran merupakan langkah awal
perbaikan kinerja guru. Pengembangan media peta/globe dan media bagan
memberi implikasi tuntutan terhadap guru untuk memahami substansi materi
dan mampu mengidentifikasi konsep-konsep yang terdapat dalam materi
pembelajaran. Temuan hasil penelitian menunjukkan pengembangan media
peta/globe dan media bagan ini memberi efek munculnya rasa percaya diri

22

Pengembangan Model Pembelajaran Sinektik

guru sehingga memasuki tahap-tahap pembelajaran sebagai proses
implementasi, guru tidak lagi mengalami kesulitan.
Tahap-tahap dalam model pembelajaran sinektik yang terstruktur
secara sederhana menyebabkan guru lebih mudah mengelola proses
pembelajaran. Hal ini tampak dari temuan hasil penelitian yang
memperlihatkan guru dapat menyelesaikan materi pembelajaran tepat waktu
dan dapat mengontrol proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Atas dasar
pengamatan bahwa kemampuan memahami dan mengembangkan media
peta/globe dan media bagan serta kemampuan mengelola proses
pembelajaran yang ternyata menghasilkan kemampuan berpikir kreatif siswa
yang lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
sinektik cukup efektif untuk memperbaiki kinerja guru.

*) Adalah Kaprodi PGMI Fak. Tarbiyah Universitas Hasyim Asy’ari
Tebuireng Jombang.
Email: rofiatulhosna@gmail.com

23

Rofiatul Hosna

DAFTAR PUSTAKA
Al Muchtar, S. 2000. Epistemologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.
Borg, W.R. & Gall, M.D. 1983. Educational Research: An Introduction.
New York: Longman.
Depdiknas. 2003. Kurikulum Pendidikan Dasar 2003: Landasan, Program,
dan Pengembangan. Jakarta: Depdiknas.
Guilford, J. P. 1968. Intelligence, Creativity and Their Educational
Implication. San Diego, Calif: R. R. Knapp.
Hamalik, O. 1992. Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Mandar Maju.
Hasan, S. H. 1993. “Tujuan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial”. Jurnal
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Nomor Perdana 92-101.
Hersch, C. 1973. The Cognitive Functioning of the Creative Person. New
haven, Conn: College and University Press.
Hunter, M. 1971. The Teaching Process. Dalam The Teacher’s Handbook.
Glenview-Illinois: Scot, Foresman & Co.
Jarolimek, J. 1982. Social Studies in Elementary Education. New York:
MacMillan Publishing Co. Inc.
Joyce, B. dan Weil, M. 1992. Models of Teaching. (Fourth Edition).
Needham Heights Massachusetts: Allyn & Bacon.
Knirk, F.G. & Gustafson, K.L. 1986. Instructional Technology, A Systematic
Approach to Education. New York: Holt, Rinehart and Winston.