makalah dan ham dan 2.docx

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Jika kita bicarakan mengenai Hak Asasi Manusia maka yang telah kita
ketahui terlebih dahulu yaitu hak pokok atauu hak dasar yang telah di bawa oleh
manusia sejak lahir dan secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak
dapat diganggu gugat karena merupakan anugrah Tuhan Yanng Maha Esa yang
harus senantiasa kita syukuri.
Begitu pula apabila kita bicarakan mengenai korupsi yang dewasa ini
kasus-kasusnya banyak terjadi

di Negri ini yang semakin merajalela dann

menarik untuk diperbincangkan. Dan korupsi merupakann penyakit masyarakat
yang sangat membahayakan karena dapat mengakibatkan terhambatnya
kelancaran pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Dan melihatt ketersediaan orang-orang berpangkat di Negri ini yang tidak
melihat ke bawah atau memandang masyarakat kecil yang terus-mennerus
menerimma akibat dari ulah mereka.

Kami menerakan berbagai contoh kasus Hak Asasi Manusia dan kasus
Korupsi yang pernah terjadi di negri kita Indonesia.
Makalah ini kami terakan dengann penulisah yang komunikatif yang sesuai
dengan bahasa para pelajar.

1

BAB II
CONTOH KASUS
2.1

PERISTIWA TANJUNG PRIOK 1984 - BETAWI Vs JAWA
Kronologi Tragedi Tanjung Priok Berdarah 1984 oleh Saksi Mata Ust.
Abdul Qadir Djaelani
Abdul Qadir Djaelani adalah salah seorang ulama yang dituduh oleh aparat
keamanan sebagai salah seorang dalang peristiwa Tanjung Priok. Karenanya, ia
ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Sebagai seorang ulama dan tokoh
masyarakat Tanjung Priok, sedikit banyak ia mengetahui kronologi peristiwa
Tanjung Priok. Berikut adalah petikan kesaksian Abdul Qadir Djaelani terhadap
peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984, yang tertulis dalam eksepsi

pembelaannya berjudul “Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat
Islam Indonesia”.
Tanjung Priok, Sabtu, 8 September 1984
Dua orang petugas Koramil (Babinsa) tanpa membuka sepatu, memasuki
Mushala as-Sa’adah di gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Mereka
menyiram pengumuman yang tertempel di tembok mushala dengan air got
(comberan). Pengumuman tadi hanya berupa undangan pengajian remaja Islam
(masjid) di Jalan Sindang. Tanjung Priok, Ahad, 9 September 1984 Peristiwa hari
Sabtu (8 September 1984) di Mushala as-Sa’adah menjadi pembicaran
masyarakat tanpa ada usaha dari pihak yang berwajib untuk menawarkan
penyelesaan kepada jamaah kaum muslimin. Tanjung Priok, Senin, 10 September
1984 Beberapa anggota jamaah Mushala as-Sa’adah berpapasan dengan salah
seorang petugas Koramil yang mengotori mushala mereka. Terjadilah
pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai oleh dua orang dari jamaah Masjid
Baitul Makmur yang kebetulan lewat. Usul mereka supaya semua pihak minta
penengahan

ketua

RW,


diterima.

Sementara

usaha

penegahan

sedang.berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada
urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas Koramil
itu. Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan
segera melakukan penangkapan. Ikut tertangkap 4 orang jamaah, di antaranya
termasuk Ketua Mushala as-Sa’adah.
2

Tanjung Priok, Selasa, 11 September 1984
Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta
pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya
tidak bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan, karena sebagai

salah seorang pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya semua pihak yang
bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer)
dan masyarakat. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia.
Tanjung Priok, Rabu, 12 September 1984
Dalam suasana tantangan yang demikian, acara pengajian remaja Islam di
Jalan Sindang Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa
Mushala as-Sa’adah, terus berlangsung juga. Penceramahnya tidak termasuk
Amir Biki, yang memang bukan mubalig dan memang tidak pernah mau naik
mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari
sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi
petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki berkata antara lain, “Mari kita
buktikan solidaritas islamiyah.
Kita meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah.
Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu.
Kita berhak membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka
tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki
berkata, “Kita tidak boleh merusak apa pun! Kalau adayang merusak di tengahtengah perjalanan, berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dan
jamaah kita).” Pada waktu berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian
menuju Polres dan sebagian menuju Kodim.
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah

dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan
senjata otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu,
terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur”
itu disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu
militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan
sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang
lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit
histeris; beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota
militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih
3

banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau
masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh
buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk
besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para
jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih
mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang
tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum
tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh

mobil truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil
truk besar terdengarjelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di
got-got/selokan-selokan di sisi jalan.
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu untuk
mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan melemparkannya ke dalam
truk, bagaikan melempar karung goni saja. Dua buah mobil truk besar itu penuh
oleh mayat-mayat atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun
bagaikan karung goni.
Sesudah mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu
pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam
kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya
and di sisinya, sampai bersih.
Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin
langsung oleh Amir Biki. Kira-kirajarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah
pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan yang
boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu, di
antaranya Amir Biki. Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3
orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari
senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu
jatuh tersungkur menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian

yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri
mau melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan
orang jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan
saudara Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer

4

yang beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, yang lalu dibawa
menuju Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD).
Sesampainya di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar
mayat, termasuk di dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan bertumpuktumpuk dengan mayat-mayat itu di kamar mayat, saudara Yusron berteriak-teriak
minta tolong. Petugas rumah sakit datang dan mengangkat saudara Yusron untuk
dipindahkan ke tempat lain.
Sebenarnya peristiwa pembantaian jamaah pengajian di Tanjung Priok tidak
boleh terjadi apabila PanglimaABRI/Panglima Kopkamtib Jenderal LB Moerdani
benar-benar mau berusaha untuk mencegahnya, apalagi pihak Kopkamtib yang
selama ini sering sesumbar kepada media massa bahwa pihaknya mampu
mendeteksi suatu kejadian sedini dan seawal mungkin. Ini karena pada tanggal 11
September 1984, sewaktu saya diperiksa oleh Kepolisian Daerah Metropolitan
Jakarta Raya, saya sempat berbincang-bincang dengan Kolonel Polisi Ritonga,

Kepala Intel Kepolisian tersebut di mana ia menyatakan bahwa jamaah pengajian
di Tanjung Priok menuntut pembebasan 4 orang rekannya yang ditahan,
disebabkan membakar motor petugas. Bahkan, menurut petugas-petugas satgas
Intel Jaya, di saat saya ditangkap tanggal 13 September 1984, menyatakan bahwa
pada tanggal 12 September 1984, kira-kira pukul 10.00 pagi. Amir Biki sempat
datang ke kantor Satgas Intel Jaya
2.2

Pembredalan Majjalah Tempo, Detik Dan Editor 21 Junni 1994
"Yang kami peringati bukan pembredelan, tapi perlawanan terhadap
pembredelan, dan itu akan kami teruskan," Goenawan Mohamad
Tanggal 21 Juni merupakan tanggal bersejarah bagi pers Indonesia. Pada
tanggal itutahun, 1994, tiga media massa cetak ibu kota dibredel sekaligus. Yang
menjadi korban adalah TEMPO, Detik, dan Editor. Dan ketiga media itu seperti
menambah daftar korban pembredelan selama Orde Baru. Tercatat, sejak 1968,
sudah lebih dari 25 media massa dicabut Surat Ijin Terbit (SIT) atau Surat Ijin
Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)-nya tanpa melalui proses pengadilan seperti
disyaratkan undang-undang pokok pers. Dan selama hampir 30 tahun itu, baru
Majalah TEMPO yang mengadukan nasibnya ke pengadilan. Di tingkat pertama
dan kedua TEMPO menang, tapi Mahkamah Agung mengalahkan TEMPO --


5

dengan pertimbangan hukum yang sering ditulis pakar hukum sebagai salah satu
yang "terburuk" dalam sejarah MA.
Pelarangan terbit majalah Tempo pada 1994 (bersama dengan Tabloid
Editor (tabloid) dan Tabloid Detik (tabloid)), tidak pernah jelas penyebabnya.
Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, Harmoko,
mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Tempo karena laporan
majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap
membahayakan "stabilitas negara". Laporan utama membahas keberatan pihak
militer terhadap impor oleh Menristek BJ Habibie. Sekelompok wartawan yang
kecewa pada sikap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menyetujui
pembreidelan Tempo, Editor, dan Detik, kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis
Indonesia.
2.3

Pembantaian Terhadap Tengku Bantaqiyah Dan Muridnya Di Aceh Tahun
1999
Beutong Ateuh, dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti Betung atas,

memiliki sejarah yang cukup panjang, dimana daeraha ini dibangun sejak zaman
belanda-begitu orang beutong bersaksi – dan melihat letak geografisnya sangat
nyaman untuk istirahat beberapa bulan lamanya. Daerah yang terletak diantara
dua gunung ini mengalir sungi betung yang jernih dan sejuk. Sedangkan
pegunungan yang termasuk dari gususan bukit barisan ini, memang sangat
potensial untuk dijadikan markas pertanan pejuang Aceh semasa penjajahan
belanda. Di daerah inilah Cut Nyak Dien dan Tengku Cik Citiro pernah bertahan
dari kejaran belanda, walau keduanya tertangkap oleh belanda di daerah ini.
Lebatnya hutan dan suburnya tanah membuat warga yang bermukim enggan
meninggalkan lembah ini, mengingat di daerah ini adalah daerh yang cocok untuk
bercocok tanam. Sebelum daerah ini dibuka pada tahun 1996, untuk kendaraan
roda empat, warga yang ingin kedalam dan keluar desa ini harus berjalan kaki dua
sampai empat hari lamanya. Menelusuri hutan lembah berliku guna mencapai
daerah yang berbatasan dengan Takengon Aceh Tengah. Sedangkan Beutong
Ateuh sendiri masuk dalam kabupaten Aceh Barat, Meulaboh sebagai kota
kabupaten.

6

Pada daerah inilah brdiri sebuah pesantren pada tahun 1982 yang dipimpin

oleh seorang Kyai bernama Tengku Bantaqiah. Abu Bantaqiyah – begitu para
mudirnya memanggil – aladalah seorang alim ulama yang segani dan dihormati
keberadaanya. Tak heran bila dikalangan masyarakat Aceh sendiri beliau
ditokohkan, mengingat begitu banyak masyarakat Aceh yang belajar agama di
pesanteren yang ia pimpin. Mudir-muridnya yang berasal dari pelosok daerah
Aceh ini, diajrkan pendidikan agama langsung dari beliau dan dibantu oleh
seorang kepercayaannya. Aktivitas belajar mengajar dilakukan pada areal yang ia
miliki yang berada ditepi sungai beutong. Murid-murid yang berjumlah ratusan
ini, selain beljar mereka bercocok tanam seperti nila dan lain sebaginya. Dari
hasil pertanian ini mereka bahu membantu untuk menghidupkan aktivitas sehariharinya. Selin murid-murid menetap di pesantern ini, masih ada lagi murid-murid
yang tinggal hanya pada saat mereka beribur dari kerja atau sekolah dan jumlah
lebih banyak daripada yang menetap (jumlahnya dalah gitungan ribuan). Tak
heran bila banyak murid-murid beliau yang tersebar di segenap penjuru Aceh.
Tengku Bantaqiah yang pernah menolak untuk bergabung dengan Majelis
Ulama Indonesia cabang Aceh ini, sekali waktu turung gunung untuk
mempersoalkan kemaksiatan di Aceh, dan akhirnya ia dituduh sebagai orang
yang memiliki ajaran sesat. Hal ini beliau lakukan pada tahun 1988 dengan
beberapa anak muridnya dengan menamakan dirinya Anggota Jubah Putih. Untuk
melunakkan hatinya pemerintah daerah Aceh melalui gubernur memberikan
bantuan guna membangun sebuah pesantren. Namun rumah pesantren ini, gedung
yang sudah terbangun di kecamatan beutong bawah ulu Ulee Jalan, mereka tolak
karena lokasinya jauh dari tempat pesantren mereka. Dengan menolak pemberian
ini, Tengku Bantaqiah menjadi orang yang sangat tidak sekuler dikalangan
birokrat Aceh pada waktu itu. Sehingga pada tahun 1992 dengan suruhan sebagai
Mentri Urusan Pangan Cerakan Aceh Merdeka, beliau dijebloskan dalam tahanan
dengan masa tahanan 20 tahun lamanya. Namun saat presiden ke tiga Indonesia
(BJ Habibie) hadir di Banda Aceh, atas permintaan warga masyarakat Aceh,
Habibie melepaskan Tengku Bantaqiah.
Aktivitas Pesantren
Sebagaimana layaknya kehidupan sebuah pesantren, aktivitas di pesantren
Tengku Bantaqiah sangat diwarnai dengan suasana Religius yang sangat
7

mendalam. Hal ini dapat terlihat dari aktivitas sehari-hari mulai dari ibadah sholat
Shubuh dipgi hari dilanjutkan degan Szikir kemudian para santri bermujahadah
sambil melakukan kegiatan-kegiatan lainnya seperti bertani, bercocok tanam,
kerja baktimeperbaiki lingkungan sekitarnya. Kegiatan bermujahadah bagi
pesantern Tengku Bantaqiah adalah merupakan satu kekuatan religius yang
sangat vital dalam upaya pembentukan tingkat ketaqwaan para muridnya.
Kalaupun ada yang berbeda dari pesantren ini yaitu terlihat bahwa sebagian
besar murid-muridnya adalah mereka yang pernah melakukan tindakan-tindakan
amoral di masyarakat seperti mabuk-mabukan, mencuri dan tindakan-tindakan
kriminalisasi lainnya. Menurut Tengku Bataqiah, untuk apa mengajaka orang
yang sudah ada didalam mesjid, justru mereka yang masih di luar mesjidlah yang
harus kita ajak. Jumlah santri yang pernah menuntut ilmu di pesantren Tengku
Bantaqiah ini tercatat lebih kurang 30.000 orang yang tersebar di berbagai
tempat, bukan hanya di Aceh, tapi juga Medan , Jakarta , bahwakan sampai ke
Malaysia . Lulusan Pesantren Bntaqiah hdup dan bekrja dalam aktivitas-aktivitas
yang beragam, mulai petani, pedagang, pegawai swasta dan pegawai negeri,
bahkan anggota TNI. Hal ini menunjukkan bahwa Tengku Bantaqiah tidak
pandang bulu dalam menerima murid.
Kini setelah ulama kharismatik tersebut telah tiada, pesantren yang
diharapkan dapat melahirkan pemimpin umat, untuk sementara ini kesulitan
untuk melanjutkan aktivitas sehari-harinya, karena alat-alat Bantu pengajaran
seperti, al-qur'an, kitab kuning, surat – surat yassin habis dibakar oleh pasukan
tersebut. Hal ini tentara lakukan ersamaan dengan dibakarnya pakian, KTP, dan
barang-barang lain milik Tengku dan muridnya yang tewas pada saat itu. Kini
tempat yang jauh dari keramaian ini memubat masyarakat Aceh untuk saat ini
enggang untjk bergurau kembali di lebah yang hijau ini, mengingat peristiwa
tersebut adalah peristiwa yang cukup membuat mereka terluka untuk selamalamanya.
Kronologi Pembantaian
Tengku Bantaqiah dan Muridnya
Kamis 22 Juli 99 : Pasukan TNI yang terdiri dari Kostrad, brimob, dan
lain sebaginya mendirikan tenda-tenda diseputar pegunungan beutong Ateuh.
8

Saat itu warga desa telah mengetahui akan keberadaan mereka, namun warga
tidak mengetahui tujuan dari didirikannya tenda-tenda tersebut. Pada saat itu juga
telah terjadi penembakan terhadap warga yang sedang mencari udang. Peristiwa
ini mengakibat satu orang terluka sedangkan yang melarikan diri ke hutan
sekitarnya.
Jum'at 23 Juli 99 : pukul 08.00 pasukan TNI mengamati pesantren Tengku
Bantaqiah dari seberang sungai.
Pukul 09.00 pasukan TNI melakukan pembakaran ruma penduduk yang
letaknkya kira2 100 meter disebelah Timur pesantren Tengku bantaqiah.
Pukul 10.00 Pasukan tersebut mulai mendekati pesantren Tengku
Bantaqiah.
Pukul 11.00 Pasukan TNI yang berseragam dan mengenakan senjata
lengkap dan sebagian dari mereka menutupi wajahnya dengan cat hitam dan
hijau. Mulai memasuki wilayah pesantren.
Pukul 11.30 Pasukan tersebut dengan mencaci maki dan menghujat Tengku
Bantaqiah agar Tengku Bantaqiah mau segera menemui mereka. Dikarenakan
pada waktu itu hari Jum'at dan sudah menjadi kebiasaan di pesantren, para santri berkumpul di pesantren yang memiliki dua lantai yang terbuat dari papan dan
kayu balok tetap melakukan seperti biasanya. Setelah cukup lama tengku
Bantaqiah turun bersama dengan seorang muridnya untuk menemui pasukan
tersebut. Setelah berbincang-bincang, semua murid/santri laki-laki disuruh turun
sedangkan yang wanita diatas pesantren, dikumpulkan ditanah lapang dengan
duduk jongkok dan menghadap kesungai.
Pukul 12.00 setelah santri laki-laki berkumpul, pimpinan pasukan tersebut
meminta kepada Tengku Bantaqiah untuk menyerahkan senjata yang ia miliki.
Karena Tengku Bantaqiah merasa tidak pernah memiliki senjata yang mereka
maksud, maka Tengku Bantaqiah hanya membantah tuduhan tersebut. Namun
dengan pengakuan Tengku Bantaqiah tentara tidak puas dan lalu mereka
mempersoalkan sebuah antenna radio pemancar yang terpasang pada atap
pesantren. Lalu pompinan pasukan tersebut memerintahkan agar segerap
melepaskan antenna tersebut dengah menyuruh putra Tengku Bantaqiah yang
bernama Usman untuk menaiki atap pesantren. Sebelum Usman menaiki atap
pesantren tersebut ia menuju rumah untuk mengambil peralatan, namun sebelum
9

mencapai rumah yang jaraknya hanya 7 meter dari tempat berkumpul para santri,
seorang pasukan memukul Usman dengan senjata api. Melihat perlakuan ini,
Tengku Bantaqiah mencoba untuk mendekati putranya tersebut. Bersamaan
dengan mendekatnya tengku Bantaqiah ke tempat pemukulan tersebut, dengan
aba-aba tentara menembak Tengku Bantaqiah dengan menggunakan senjata
pelontar BOM sehingga tersungkurlah Tengku Bantaqiah, setelah itu tembakan
beruntun ditujukan ke arah kumpulan Santri. Tanpa perlawanan sama sekali
pasukan ini menembak dengan membabi buta sehingga santri yang jumlahnya
mencapi puluhan orang itu tewas dan terluka.
Setelah penembakan yag dilakukan berulang ulang ini, pasukan
mengumpulkan santri yang masih hidup untuk dibariskan disebelah rumah tengku
Bantaqiah. Beberapa saat kemudian dengan dalih akan membawa mereka
berobat, santri yang mengalami luka atau tidak sama sekali diangkut dengan
menggunakan truk menuju Takengon Aceh Tengah. Hanya beberapa orang saja
yang sengaja ditinggalkan. Ditengah perjalanan menuju takengon tersebut, santrisantri ini pada kilometer 7 diturunkan dan diperintahkan untuk duduk jongkok
ditepi jurang. Setelah jongkok satu orang dari para santri ini terjun ke dalam
jurang masuk kedalam hutan yang lebat. Mengetwhui salah santri terjun ke jurang
santri yang langsung di tembak beruntun oleh pasukan pengalawalan ini.
Pukul 16.00 pasukan dengan memerintahkan warga setempat untuk
menguburkan Tengku Bantaqiah dan murid. Sedangkan santri wanita dan istriistri almarhum dibawa menujua Mushola yang berada diseberang sungai. Setelah
penguburan usai, wanita tersebut disuruh kembali ke pesantren.
Keadaan terakhir: pesantren ini sulit untuk dapat melanjutkan aktivitas
keshariannya mengingat saran dan prasarana antara lain kitab-kitab berserta Alqur'an yang tersedia telah habis terbakar bersamaan dengan tewasnya Tengku
Bantaqiah beserta sebagian muridnya.
Sebagai akibat penembakan oleh pasukan TNI terhadap warga pesantren
tersebut. Dimana merekA?
Hasil dari operasi yang dilakukan oleh TNI terhadap pesantren Tengku
Bantaqiah ini masih menyisakan berbagai pertanyaan yang sampai saat ini belum
terjawab. Sehingga warga Meulaboh atau Aceh Barat menjadi resah. Keresahan
ini sangat beralasan sebab bagaimana mungkin seorang ulama ternama dapat
dicabut nyawanya oleh TNI tanpa prosedur, apalagi mereka rakyat biasa, tentunya
10

lebih gampang lagi melakukannya. Begitu kira-kira alasan mereka. Dari hasil
penelitian warga setempat, masih belum jelas jumlah yang tewas, sebab menurut
saksi, masih banyak dari murid-murid Bantaqiah sampai saat ini belum
ditemukan makamnya atau keberaaanya.
2.4

Sejarah Hitam Indonesia Dari Tahun 1967-1999
1967 - 1998
 Korupsi merugikan negara : 15-35 Milliar USD
1965
 Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat.
 Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka
yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan
terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.
1966
 Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus
berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk
mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.
 Dr Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada
bulan Desember.
 Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
1967
 Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
 April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti
Cina di Jakarta .
 Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
1969
 Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili
dikirim ke sana .
 Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
 Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat,
sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan
Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.
11

 Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi
aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain,
Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.
1970
 Pelarangan demo mahasiswa.
 Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
 Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
 Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
1971
 Usaha peleburan partai- partai.
 Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari
Golkar.
 Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi
yang layak.
 Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemudapemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam,
dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum
Kuning dibebaskan.
1972
 Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973
 Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung .
1974
 Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang
yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada
peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
 Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’
pimpinan Muchtar Lubis.
1975
 Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
 Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.

12

1977
 Tuduhan subversi terhadap Suwito.
 Kasus tanah Siria- ria.
 Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang
milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta
tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.
 Kasus subversi komando Jihad.
1978
 Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media
cetak di Indonesia.
 Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya
pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
 Pembredelan tujuh suratkabar, antara lain Kompas, yang memberitakan
peritiwa di atas.
1980
 Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke
Semarang , Pekalongan dan Kudus.
 Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan
mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.
1981
 Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di
Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
1982
 Kasus Tanah Rawa Bilal.
 Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa
Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak
mendapat ganti rugi yang memadai.
 Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden
terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta .
Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun
tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.
1983
13

 Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan
tertembak secara misterius di muka umum.
 Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984
 Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
 Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
 Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
 Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur
1985
 Pengadilan terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau
Jawa.
1986
 Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga
dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi
kalangan elit.
 Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
 Kasus subversi terhadap Sanusi.
 Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
 Kasus tanah Kedung Ombo.
 Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
 Kasus tanah Kemayoran.
 Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal
dengan dengan peristiwa Talang sari.
 Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
 Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku.
Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991
 Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap
pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200
orang meninggal.
1992

14

 Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya
Tommy Suharto.
 Penangkapan Xanana Gusmao.
1993
 Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8
Mei 1993
1994
 Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberitaan
kapal perang bekas oleh Habibie.
1995
 Kasus Tanah Koja.
 Kerusuhan di Flores.
1996
 Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan
Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962.
Kasus tanah Balongan.
 Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim
mengenai pencemaran lingkungan.
 Sengketa tanah Manis Mata.
 Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat
ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.
 Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas
berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di
sana.
 Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
 Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada
tanggal 27 Juli.
 Kerusuhan Sambas–Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30
Desember 1996.
1997
Kasus tanah Kemayoran.
Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
15

1998
Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan
membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta
benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998.
Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari
sebelum kerusuhan Mei.3.
Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang
Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan
dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
1999
 Pembantaian terhadap Tengku Bantaqiyah dan muridnya di Aceh. Peritiwa ini
terjadi 24 Juli 1999. Pembumi hangusan kota Dili, Timor Timur oleh Militer
indonesia dan Milisi pro integrasi. Peristiwa ini terjadi pada 24 Agustus 1999.
 Pembunuhan terhadap seorang mahasiswa dan beberapa warga sipil dalam
demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan
Keadaan Bahaya (RUU PKB). Peristiwa Ini terjadi pada 23 – 24 November
1999 dan dikenal sebagai peristiwa Semanggi II.

16

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Dalam realita kehidupan bangsa ini, masih banyak terjadi pelanggaran HAM,

baik dilakukan ooleh warga negara terhadap warga negara ataupun negara terhadap
warga negaranya

sendiri. Dapat dicontohkan seperti peristiwa pembunuhan,

penganiayaan, pemerkosaan, penculiakan dan tindak diskriminatif serta pemaksaan
kehendak dari yang kuat terhadap pihak yang tidak berdaya.
Bukan hanya penyelewengan uang negara saja yang dikatakann korupsi tetapi
yang dikatakan korupsi itu antaralain yaitu perbuatan yang menghabiskan/ mengambil/
suatu barang atau jasa secara tidak sah dengan akibat merugikan seseorang maupun
banyak, suatu lembaga dan sebagainya dengan contoh menerlambatkan diri bagi Guru
masuk pada mata pelajarannya (korupsi waktu), Mandi dengan memboros air (korupsi
barang), dan berbagai contoh lainnya.
3.2

Saran


Jadi janganlah jikalau hanya masalah kecil itu di besar-besarkan hingga
terjadi kericuhan yang dapat merugikan dan membunuh orang banyak.



Berlaku jujurlah pada diri sendiri juga pada orang banyak



Hindarilah perbuatan main hakim sendiri tanpa mencarii tahu sebab dan
akibat dari perbuatannya.



Dan mari bersama kita bangun Indonesia sebagai negri yang aman, negri
yang adil dan negri yang sentosa.

17

DAFTAR PUSTAKA
http://www.minihub.org/siarlist/msg04429.html
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=145
http://www.tempo.co.id/ang/min/02/17/nas2.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Majalah_Tempo
http://www.topix.com/forum/world/malaysia/TEUTCFEF9FJH14MS8
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sejarah/article/view/8199
http://forum.viva.co.id/sejarah/231469-sejarah-hitam-indonesia-dari-tahun-19671999a.html
http://media.isnet.org/aceh/Bantaqiyah.html
http://nasional.kompas.com/read/2011/12/21/17361979/
Tragedi.Mesuji.Dua.Pam.Swakarsa.Dipenggal

18