Binatang duine yang dan indonesia (2)

Cecak
Cecak atau cicak adalah hewan reptil yang biasa
merayap di dinding atau pohon. Cecak berwarna
abu-abu, tetapi ada pula yang berwarna coklat
kehitam-hitaman. Cecak biasanya berukuran sekitar
10 centimeter. Cecak bersama dengantokek dan
sebangsanya tergolong ke dalam suku Gekkonidae.
Diperkirakan kata 'cecak' berasal dari suara yang dibuat
oleh hewan ini yaitu: "cak, cak, cak". Dengan ini bisa
dikatakan bahwa kata ini merupakan sebuah onomatope.

Jenis-jenis Cecak
Cecak ada banyak jenisnya. Di lingkungan rumah kita saja ada sekitar tiga jenis (spesies) yang sering ditemui,
yakni :


Cecak tembok (Latin Cosymbotus platyurus), yang kerap ditemui di tembok-tembok rumah dan selasela atap. Cecak ini bertubuh pipih lebar, berekor lebar dengan jumbai-jumbai halus di tepinya. Bila
diamati di tangan, dari sisi bawah akan terlihat adanya lipatan kulit agak lebar di sisi perut dan di belakang
kaki.




Cecak kayu (Hemidactylus frenatus), yang bertubuh lebih kurus. Ekornya bulat, dengan enam deret
tonjolan kulit serupa duri, yang memanjang dari pangkal ke ujung ekor. Cecak kayu lebih menyukai
tinggal di pohon-pohon di halaman rumah, atau di bagian rumah yang berkayu seperti di atap. Terkadang
didapati bersama cecak tembok di dinding luar rumah dekat lampu, namun umumnya kalah bersaing
dalam memperoleh makanan.



Cecak gula (Gehyra mutilata), bertubuh lebih kecil, dengan kepala membulat dan warna kulit
transparan serupa daging. Cecak ini kerap ditemui di sekitar dapur, kamar mandi dan lemari makan,
mencari butir-butir nasi atau gula yang menjadi kesukaannya. Sering pula ditemukan tenggelam di gelas
kopi kita.



Cecak batu (Cyrtodactylus marmoratus).

Cecak biasa memakan serangga dan terutama nyamuk. Biasanya cecak hidup di dinding-dinding
dan di atap rumah. Di alam cecak biasanya hidup pada tempat-tempat teduh.


Bunglon
Bunglon atau londok (bahasa
sejenis reptil yang

Sunda)

termasuk

(familia) Agamidae. Kadallain
adalah cecak

ke
yang

adalah

dalam
masih


terbang (Draco spp.)

suku
sesuku

dan soa-

soa (Hydrosaurus spp.).
Bunglon

meliputi

beberapa

marga,

seperti Bronchocela, Calotes, Gonocephalus, Pseudoca
lotes dan lain-lain. Bunglon bisa mengubah-ubah warna
kulitnya,


meskipun

tidak

sehebat

perubahan

warna chamaeleon (suku Chamaeleonidae). Biasanya
berubah dari warna-warna cerah (hijau, kuning, atau abu-abu terang) menjadi warna yang lebih
gelap, kecoklatan atau kehitaman.

Deskripsi tubuh
Bunglon kebun yang berukuran sedang, berekor panjang menjuntai. Panjang total hingga 550 mm,
dan empat-perlimanya adalah ekor. Gerigi di tengkuk dan punggungnya lebih menyerupai surai
("jubata"

artinya

bersurai) daripada bentuk


mahkota,

tidak

seperti kerabat

dekatnya B.

cristatella (crista: jambul, mahkota). Gerigi ini terdiri dari banyak sisik yang pipih panjang meruncing
namun lunak serupa kulit.
Kepalanya bersegi-segi dan bersudut. Dagu dengan kantung lebar, bertulang lunak. Mata dikelilingi
pelupuk yang cukup lebar, lentur, tersusun dari sisik-sisik berupa bintik-bintik halus yang indah.
Dorsal (sisi atas tubuh) berwarna hijau muda sampai hijau tua, yang bisa berubah menjadi coklat
sampai kehitaman bila merasa terganggu. Sebuah bercak coklat kemerahan serupa karat terdapat
di belakang mulut di bawah timpanum. Deretan bercak serupa itu, yang seringkali menyatu menjadi
coretan-coretan, terdapat di bahu dan di sisi lateral bagian depan; semakin ke belakang semakin
kabur warnanya.

Keistimewaan

Di saat Bunglon merasa terancam , Ia akan mengubah warna kulitnya menjadi serupa dengan
warna lingkungan sekitarnya, sehingga keberadaannya tersamarkan. Fungsi penyamaran demikian

disebut kamuflase. Hal ini berbeda dengan "mimikri", yakni penyamaran bentuk atau warna hewan
yang menyerupai makhluk hidup lain.

Burung Hantu
Burung hantu adalah kelompok burung yang merupakan
anggota ordo Strigiformes. Burung ini termasuk golongan
burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan
hewan malam (nokturnal). Seluruhnya, terdapat sekitar 222
spesies yang telah diketahui, yang menyebar di seluruh dunia
kecuali Antartika, sebagian besar Greenland, dan beberapa
pulau-pulau terpencil.
Di dunia barat, hewan ini dianggap simbol kebijaksanaan,
tetapi di beberapa tempat di Indonesia dianggap pembawa
pratanda maut, maka namanya Burung Hantu. Walau begitu
tidak di semua tempat di Nusantara burung ini disebut sebagai
burung hantu. Di Jawa misalnya, nama burung ini
adalah darès atau manuk darès yang tidak ada konotasinya

dengan maut atau hantu. Di Sulawesi Utara, burung hantu dikenal dengan nama Manguni.
Burung hantu dikenal karena matanya besar dan menghadap ke depan, tak seperti umumnya
jenis burung lain yang matanya menghadap ke samping. Bersama paruh yang bengkok
tajam seperti paruh elang dan susunan bulu di kepala yang membentuk lingkaran wajah,
tampilan "wajah" burung hantu ini demikian mengesankan dan kadang-kadang menyeramkan.
Apalagi leher burung ini demikian lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat ke
belakang.
Umumnya burung hantu berbulu burik, kecoklatan atau abu-abu dengan bercak-bercak hitam dan
putih. Dipadukan dengan perilakunya yang kerap mematung dan tidak banyak bergerak,
menjadikan burung ini tidak mudah kelihatan; begitu pun ketika tidur di siang hari di bawah
lindungan daun-daun.
Ekor burung hantu umumnya pendek, namun sayapnya besar dan lebar. Rentang sayapnya
mencapai sekitar tiga kali panjang tubuhnya.

Kebiasaan

Kebanyakan jenis burung hantu berburu di malam hari, meski sebagiannya berburu ketika hari
remang-remang di waktu subuh dan sore (krepuskular) dan ada pula beberapa yang berburu di
siang hari.
Mata yang menghadap ke depan, sehingga memungkinkan mengukur jarak dengan tepat; paruh

yang kuat dan tajam; kaki yang cekatan dan mampu mencengkeram dengan kuat; dan
kemampuan terbang tanpa berisik, merupakan modal dasar bagi kemampuan berburu dalam
gelapnya malam. Beberapa jenis bahkan dapat memperkirakan jarak dan posisi mangsa dalam
kegelapan total, hanya berdasarkan indera pendengaran dibantu oleh bulu-bulu wajahnya untuk
mengarahkan suara.
Burung hantu berburu aneka binatang seperti serangga, kodok, tikus, dan lain-lain.
Sarang terutama dibuat di lubang-lubang pohon, atau di antara pelepah daun bangsa palem.
Beberapa jenis juga kerap memanfaatkan ruang-ruang pada bangunan, seperti di bawah atap atau
lubang-lubang yang kosong. Bergantung pada jenisnya, bertelur antara satu hingga empat butir,
kebanyakan berwarna putih atau putih berbercak.

Pembasmi Tikus
Burung hantu merupakan salah satu jenis burung hantu yang kerap digunakan sebagai hewan
pembasmi hama tikus di sektor pertanian. Burung hantu merupakan musuh bebuyutan dari tikus.
Karena itu mulai banyak petani maupun perusahaan pertanian yang menggunakan burung hantu
untuk menanggulangi serangan tikus. Burung hantu lebih efektif dibandingkan pengendalian
tikus menggunakan racun tikus, gropyokan (perburuan tikus melibatkan banyak orang secara
bersama-sama dan serempak) dan lain-lain.
Sebagai predator alam, burung hantu jenis Serak Jawa merupakan pemburu tikus yang paling
populer dan andal, baik di perkebunan kelapa sawit maupun di pertanian padi. Dalam pertanian,

sepasang burung hantu bisa melindungi 25 hektare tanaman padi. Dalam waktu satu tahun, satu
ekor burung hantu dapat memangsa 1300 ekor tikus.[1]
Burung hantu juga merupakan predator tikus yang efektif di perkebunan kelapa sawit.
Penggunaan burung hantu bisa menurunkan serangan tikus pada tanaman kelapa sawit muda
hingga di bawah 5 persen. Dari segi biaya, pengendalian serangan tikus menggunakan burung
hantu lebih rendah 50 persen dibandingkan penanggulangan tikus secara kimiawi.
Sejumlah pemerintah daerah mulai menggunakan burung hantu untuk meningkatkan
produktivitas tanaman padi mereka, termasuk Pemerintah KabupatenPati. Mulai 2012,
Bupati Pati Haryanto mencanangkan program penangkaran burung hantu, dengan biaya dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBD. Burung hantu yang ditangkarkan digunakan
untuk membantu petani mengusir tikus. Pemerintah daerah juga berencana mengeluarkan

peraturan daerah (Perda) yang isinya melarang perburuan burung termasuk jenis burung
hantu. [3].
Rencana pemerintah Kabupaten Pati mengeluarkan Perda larangan berburu burung hantu
mendapat tanggapan positif dari Kementerian Kehutanan Indonesia. Kementerian Kehutanan
Indonesia berencana menerbitkan Peraturan Menteri tentang perlindungan burung hantu yang
mulai langka di Indonesia.[4]

Kelelawar Vampir

Kelelawar adalah mamalia yang dapat terbang yang
berasal dari ordo Chiroptera dengan kedua kaki
depan yang berkembang menjadi sayap. Kelelawar
vampir adalah kelelawar yang sumber makanannya
adalah darah. Ada tiga spesies kelelawar yang
mengonsumsi
darah: kelelawar
vampir
biasa (Desmodus rotundus), kelelawar vampir kaki
berbulu (Diphylla ecaudata), dan kelelawar vampir
sayap putih (Diaemus youngi). Ketiga spesies itu
berasal dari benua Amerika, dari wilayah-wilayah
seperti Meksiko, Brasil, Chili, dan Argentina.
Meskipun hewan ini sudah diceritakan dalam beberapa kebudayaan, tapi kelelawar vampir
menjadi bagian dalam cerita vampir baru-baru ini. Kelelawar vampir mulai dimasukkan dalam
cerita vampir ketika hewan ini ditemukan di daratan Amerika Selatan pada abad ke-16.
[1]
Walaupun tidak ada kelelawar vampir di Eropa, kelelawar danburung hantu telah sejak lama
diasosiasikan dengan pertanda nasib dan supernatural, terutama disebabkan oleh perilaku mereka
yang aktif pada malam hari,[1][2] dan dalam simbolisme Inggris, kelelawar bermakna "Kesadaran

atas kekuasaan kegelapan dan kekacauan".[3]
Dari tiga spesies kelelawar vampir, semuanya merupakan endemi di Amerika Latin, dan tak ada
bukti yang menunjukkan bahwa hewan ini pernah punya kaitan dengan Dunia Lama sehingga
hampir tidak mungkin bahwa cerita vampir berasal dari kelelawar vampir. Kelelawar ini dinamai
berdasarkan cerita vampir dan bukan sebaliknya; Oxford English Dictionary mencatat bahwa
keterlibatan kelelawar vampir dalam cerita vampir di Inggris dimulai sejak 1734. Walaupun
gigitan kelelawar vampir biasanya tidak berbahaya bagi manusia, hewan ini diketahui sering
menyerang ternak dan bahkan manusia, dan seringkali meninggalkan tanda berupa dua bekas
gigitan di kulit korbannya.[1]
Dalam novel Dracula, tokoh fiksi Drakula beberapa kali berubah menjadi kelelawar, dan
kelelawar vampir sendiri disebutkan sebanyak dua kali dalam novel itu. Kemampuan untuk

berubah menjadi kelelawar juga muncul dalam adaptasi filmnya, yaitu Dracula, tahun 1927,
begitu juga dalam film Dracula tahun 1931, ketika Bela Lugosiberubah menjadi seekor
kelelawar.[1] Perubahan menjadi kelelawar dilakukan lagi oleh Lon Chaney Jr. dalam film tahun
1943, Son of Dracula.