BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AIKIDOU - Makna Filosofi Bushidou Di Dalam Sikap Aikidouka

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AIKIDOU

   

2.1 Pengertian dan Sejarah Aikidou

2.1.1 Pengertian Aikidou

  Sebelum membahasan tentang arti kata aikidou, perlu ditekankan tentang pentingnya bagi seseorang yang akan belajar aikidou untuk mengetahui definisi dan pengertian dari kata aikidou itu sendiri secara benar.

  Nama melambangkan esensi, mencapai pemahaman tentang esensi adalah tujuan dari usaha manusia mempelajari sesuatu. proses belajar dimulai dari mengerti arti dibalik nama. Jika manusia tidak tahu apa arti dibalik nama aikidou, maka kemungkinan besar manusia tidak akan memiliki kejelasan arah dan tujuan manusia mempelajari aikidou.

  Sebaiknya manusia tahu tentang aikidou sebelum manusia memutuskan untuk belajar, karena tanpa tahu informasi yang jelas maka bisa saja belajar aikidou mengarahkan manusia pada sesuatu yang bahkan jauh dari pengertian aikidou itu sendiri.

  あい Aikidou

  secara etimologi berasal dari tiga huruf kanji yaitu, artinya 合 sesuatu yang dalam keadaan harmonis, selaras, gabung atau bahasa sehari-harinya pas atau klop, di dalam aikidou mengacu pada energi kehidupan alam semesta, yaitu

  気 energi yang merupakan bahan dasar pembentuk segala sesuatu di alam semesta ini. どう Sebagai catatan, banyak orang menyamakan antara Ki dengan “tenaga dalam” ,

  道 yang dilambangkan dengan huruf kanji berbentuk orang berjalan di jalan setapak yang berarti jalan, konsep atau cara.

  Dapat disimpulkan bahwa aikidou adalah jalan keselarasan: keselarasan antara pikiran dan tubuh kita, keselarasan antara diri kita dan orang lain, keselarasan antara diri kita dengan lingkungan serta alam semesta.

2.1.2 Sejarah Aikidou

  Asal usul aikidou modern dapat ditelusuri ke abad 9, pada jaman feodal di Jepang. Teknik-teknik ini adalah berawal dari Pangeran Teijun, anak ke 6 dari kaisar Seiwa (850-880) dan diturunkan dari generasi ke generasi dari keluarga Minamoto.

  Pada waktu generasi berikutnya, teknik-teknik itu akhirnya diberikan pada Shinra Saburo Yoshimitsu, adik laki-laki Yishiee Minamoto. Yoshimitsu adalah seseorang yang mempunyai bakat dan kemampuan yang hebat. Konon sejarahnya berkata bahwa Yoshimitsu mengembangkan banyak tekniknya dengan mengawasi seekor laba-laba yang dengan ahlinya menjebak serangga yang besar ke dalam sarangnya yang halus. Kemudian Yoshimitsu menamai teknik-teknik temuannya dengan nama Daito ryu Aikijutsu (diambil dari nama rumahnya “Daito Mansion” dan menganbil nama dari sistem Aikijutsu karena dasar dari tehnik ini adalah dari Aikijutsu).

  Teknik Daito-ryu ini disampaikan secara rahasia kepada angota-anggota keluarganya dan pembantu-pembantu. Akhirnya mencapai Sokaku Takeda (1859- 1943), yang kemudian memainkan peran yang penting dari dasar-dasar Aikido yang modern. Sistem Daitu ryu yang diberikan kepada Sokaku Takeda, jelas berbeda dari yang diajarkan beribu-ribu tahun sebelumnya. Seni beladiri yang dipelajari oleh Takeda tidak diketahui kecuali bahwa latihannya di lakukan Ono-Ha Itto-ryu Kenjutsu. Semua bukti-bukti mengarah kepada suatu kesimpulan bahwa seni Daitu- ryu dari takeda merupakan suatu perpaduan dari pengalamannya yang luas dalam memberikan pelatihan dan inovasi-inovasi teknis sebagai adanya mereka yang merupakan suatu kelanjutan tetap dari tradisi beladiri suku aizu.

  Salah satu murid takeda adalah Morihei Uiseba, yang merupakan penemu dari aikido. Ueshiba yang dilahirkan pada tanggal 14 desember 1882 bertemu dengan Takeda tahun 1915 setelah menghadiri suatu seminar selama 10 hari yang diadakan oleh Takeda. Ia sangat terkesan melihat teknik-teknik Takeda sehingga dia langsung mempelajari Daito-ryu. Sebagai tambahan, Ueshiba juga mempelajari Kito-ryu Jujitsu, Yagyu Shinkage-ryu Kenjutsu dan ilmu beladri lainnya yang menggunakan tangan kosong atau senjata. Ueshiba adalah orang yang juga mempelajari spiritual secara mendalam dan pengikut dari sekte Omotokyo dari agama Shinto. Karena itu pengembangan aikido sangat dipengaruhi oleh kepercayaan sekte omotokyo ini. Pada tahun 1931, Ueshiba mendirikan Kobukan dojo atau dojo neraka. Saat itu adalah ketika Ueshiba mencapai puncak kejayaan fisiknya. Salah satu murid-muridnya pada waktu itu adalah Gozo Shioda yang kemudian mendirikan Yoshikan Aikido. Ueshiba sangat dihargai oleh ahli-ahli beladiri lainnya pada waktu itu termasuk Jigoro Kano (pendiri Judo) yang mengirim banyak murid-murid Judonya yang hebat untuk mempelajari Aikido.

  Termasuk dalam hal ini Kenji Tomiki, yang kemudian mengembangkan suatu olahraga dengan mengambil style Aikido-Tomiki dan Mochizuki Minoru yang membentuk Yoseikan Budo. Tahun 1942, Ueshiba pindah ke Iwama dimana ia membuka sebuah dojo dan mendirikan tempat suci Aiki. Pada tahun 1945, Aikikai didirikan walaupun semua bentuk Budo telah dilarang setelah perang dunia kedua. Pusat dojo Aikikai didirikan di Tokyo walaupun Ueshiba tetap tinggal di dojo di Iwama. Dojo yang di Tokyo di urus oleh anaknya Kisshomaru (1921-1999) dan instruktur-instruktur utama lainnya Tohei Kohici yang kemudian membentuk Shin- shin Toitsu Aikido (lebih terkenal dengan nama Ki Society Aikido). Pada tanggal 26 april 1969, Sensei Morihei Ueshiba meninggal pada umur 86. Ueshiba Sensei telah meninggalkan teknik beladiri dan ajaran tentang spirit yang sekarang diajarkan di seluruh dunia. (www. achannews.blogspot.com/2014/04/sejarah/beladiri-aikidou.html)

2.2 Mengenal Prinsip Dasar dalam Aikidou

2.2.1 Fudo Genri

  

Fudo dalam arti bahasa memiliki makna keheningan sejati (complete

stillness), sebuah kondisi diam tak bergeming, sesuatu yang tak terganggu gugat.

  Fudo adalah sebuah kondisi hati yang tenang disebabkan faktor internal, mental dan spiritual yang sedemikian kokoh sehingga tidak dapat terganggu gugat atau terpengaruhi oleh faktor eksternal dari lingkungan. Genri berarti prinsip. Fudo genri secara sederhana dapat diartikan prinsip untuk membangun diri yang tak tergoyahkan,kokoh secara fisik, mental dan spiritual.

   2.2.2 Kamae

Dalam hal apapun, bentuk sikap tubuh dapat menunjukkan kondisi mental

  seseorang, yang dapat dilihat dari postur tubuh orang tersebut. Maka dalam aikidou, diperlukan sebuah sikap yang dilakukan sedemikian rupa sehingga memunculkan kondisi mental yang siaga namun tidak tegang. Kuda-kuda dalam aikidou tidak dilakukan dengan kaku, yang hanya akan membuat setiap gerakan tegang dan tidak mengalir alami. Kuda-kuda harus dibuat sedemikian rupa sehingga akan menunjang setiap gerakan dalam aikidou. Walaupun demikian, sikap harus tetap dalam keadaan dimana titik keseimbangan tubuh dalam posisi yang stabil sehingga tidak mudah digoyahkan. Sikap ini adalah ketika seseorang mampu menempatkan berat badan pada posisi terendah dan berkonsentrasi pada satu titik.

   2.2.3 Maai

Sebuah pertarungan, secara alamiah akan memerlukan suatu jarak yang

  sesuai, dimana si penyerang dapat melancarkan serangan dengan efektif, ataupun si pembela diri dapat melakukan pertahanan dengan tepat. Dengan memahami konsep ruang gerak pertarungan yang ada di sekelilingnya (depan, samping, belakang) secara baik, seorang aikidouka harus mampu mengukur jarak yang tepat bagi dirinya dengan lawan dalam mengaplikasikan setiap waza/teknik atau menetralisir setiap serangan yang mungkin ada.

2.2.4 Kuzushi

  

Suatu serangan tentu akan baik bila si penyerang mampu menjaga

  keseimbangan tubuhnya dengan baik pula. Sehingga bila posisi tubuh lawan (uke) stabil, maka tentunya teknik aikidou apapun sangat sulit untuk dapat diterapkan. Hal ini mengingat bahwa lawan tidak akan mungkin memberikan dirinya begitu saja untuk dijatuhkan dan dia akan mencari cara untuk melepaskan diri dari teknik apapun apabila ia memang masih mampu untuk melakukan itu. Teknik-teknik aikidou hanya akan berhasil diaplikasikan ketika kondisi lawan (uke) tidak bisa menghindar lagi, dengan kata lain ia sudah tidak punya pilihan lain selain menerima teknik yang diterapkan padanya. Situasi seperti ini hanya akan terjadi ketika lawan sudah tidak memiliki kendali atas tubuhnya sendiri. Untuk itulah pentingnya menghilangkan keseimbangan lawan terlebih dahulu.

2.2.5 Atemi

  

Secara harafiah, atemi berarti teknik-teknik pukulan atau serangan. Dalam

aikidou , atemi punya peranan yang penting sebagai penghilang konsentrasi lawan. Aikidou

  tidak menggunakan atemi sebagai alat untuk menghancurkan lawan, karena teknik aikidou tidak diutamakan untuk merusak melainkan hanya sekedar untuk melumpuhkan lawan. Seperti halnya keseimbangan, seorang lawan akan sulit dilumpuhkan saat ia memiliki konsentrasi serangan yang sempurna. Maka dengan atemi, seorang ahli beladiri akan mencuri kesempatan dibalik kelengahan si penyerang yang mungkin hanya sepersekian detik namun sudah cukup memberinya waktu untuk mengaplikasikan waza aikidou. Atemi tidak mutlak harus berbentuk serangan dimana sesuai dengan maksud dan tujuannya dalam aikidou, maka atemi dapat berupa teknik apapun yang mampu menggoyahkan kemampuan fisik dan mental lawan (www.lang8088.blogspot.co.id/2015/10belajar-memahami-prinsip- dasar -aikidou.html).

2.3 Aliran yang Terdapat Dalam Aikidou

  

Aikidou telah berkembang sedemikian rupa sehingga melahirkan banyak

  aliran dan perguruan, baik dalam lingkup aikidou sendiri atau bahkan menjadi aliran seni beladiri baru di luar aikidou. Hal ini bisa dimaklumi karena seni beladiri secara teknis pastilah berkembang jika dipelajari oleh praktisi yang mempunyai bakat, pengetahuan yang luas, inovasi dan kreatifitas yang baik. Perkembangan gaya dalam

  aikidou

  lebih disebabkan karena murid-murid morihei ueshiba terdiri dari banyak kalangan praktisi beladiri lain sebelum mereka belajar aikidou. Banyak di antara mereka sebelumnya adalah praktisi-praktisi judo, karate, kendo atau jujutsu dari berbagai aliran. Ketika mereka telah mumpuni dalam mendalami aikidou, baik ketika Morihei Ueshiba masih hidup maupun telah mangkat, sebagai praktisi-praktisi

  aikidou

  yang merupakan murid langsung Morihei Ueshiba mengajarkan aikidou dengan gaya yang berbeda.

  

Perbedaan gaya atau aliran dalam aikidou ini juga disebabkan evolusi seni

  beladiri aikidou pada diri morihei ueshiba sendiri. Morihei Ueshiba pada masa mudanya telah mempelajari beberapa seni beladiri tangan kosong maupun bersenjata, yang kemudian dikembangkan dengan banyak modifikasi atau penyempurnaan teknik. Gaya seni beladiri yang dimilikinya pada awalnya diajarkan dengan nama Aiki Budo, dan akhirnya dinamainya Aikidou.

  Di bawah ini adalah beberapa aliran yang terdapat dalam aikidou:

2.3.1 Aikikai Hombu Dojo

  Aikikai adalah aliran utama yang menjadi induk sebagian besar dojo. Secara administratif Aikikai adalah penerus dari keberadaan dojo kobukan yang didirikan oleh Morihei Ueshiba di Ushigome distrik-Shinjuku, Tokyo, pada tahun 1931. Pada saat Morihei Ueshiba masih hidup, dojo kobukan adalah pusat dari kegiatan aikidou di Jepang. Walaupun saat perang kedua usai dojo kobukan sempat terhenti sebentar kegiatannya dan Morihei Ueshiba pindah ke Iwama, kegiatan dojo kobukan berlanjut di bawah pengawasan Kisshomaru Ueshiba, putranya. Setelah Morihei Ueshiba wafat pada tahun 1969, Kisshomaru menjadi guru besar (Doshu) menggantikan ayahnya dan memimpin Aikikai Hombu. Dibawah Kisshomaru, Aikikai berkembang menjadi besar dan menjadi induk utama afisiliasi dojo-dojo aikidou baik di Jepang sendiri maupun yang tersebar diseluruh dunia. Kisshomaru mengelompokkan tehnik-tehnik

  aikidou

  untuk diberi nama dan disusun menjadi kurikulum standar seperti yang sekarang. Gaya khas tehnik aikidou yang dibawa oleh Kisshomaru adalah tehnik

  aikidou

  yang mengalir, disebut Ki No Nagare. Gaya ini menjadi gaya yang terlihat menonjol dalam aliran aikikai.

2.3.2 Yoshikan Aikidou

  Yoshikan Aikidou didirikan oleh Gozo Shioda, murid langsung (Uchi Deshi). Gozo Shioda belajar aikidou pada tahun 1932 di Dojo Kobukan. Masa-masa tahun 30-an adalah masa dimana tehnik beladiri Morihei Ueshiba masih kental diwarnai oleh pengarug gaya Jujutsu aliran Daito-ryu. Di tahun-tahun morihei mengajar seni beladiri dengan nama Aiki-Budo yang dikenal dengan gaya yang keras.

  Gozo Shioda belajar di Kokuban hingga tahun 1941, dan setelah mengikuti latihan dengan rentang waktu yang tidak begitu lama di Iwama, yaitu saat Morihei Ueshiba tidak lagi mengajar di dojo Kokuban-Tokyo, dan pindah ke Iwama, Gozo Shioda mendirikan organisasi aikidonya sendiri dan dinamainya Yoshinkan Aikidou di tahun 1955.

2.3.3 Tomiki Aikidou

  Tomiki Kenji adalah murid langsung Morihei Ueshiba dan belajar aikidou mulai tahun 1925 ketika aikidou masih bernama Aiki Budo. Sebelum belajar aikidou, Tomiki telah mempelajari Judo sejak umur 10 tahun. Oleh Jigoro Kano pendiri Judo Kodokan, Tomiki mendapatkan peringkat Dan 5 pada tahun 1928. Tomiki merupakan anggota aktif klub Judo Universitas Waseda. Saat Morihei Ueshiba memberlakukan sistem Kyu-Dan untuk member peringkat pada murid-muridnya, Tomiki adalah orang pertama yang mendapatkan peringkat Dan 8 aikidou pada tahun 1940. Tomiki mendirikan klub Aikido Universitas Waseba pada tahun 1958. Selama belajar aikido, Tomiki masih aktif mendalami Judo dan pada tahun 1964 Tomiki meraih peringkat

  Dan

  8 Judo Kodokan. Karena mempunyai latar belakang Judo yang kuat, Tomiki memiliki gagasan untuk menjadikan aikidou sebagai sport sebagaimana jujutsu yang oleh Jigoro Kano diubah menjadi Judo dan dipertandingkan. Itulah sebabnya Tomiki berbeda pendapat dengan Morihei Ueshiba yang tidak sependapat jika aikidou dipertandingkan. Akhirnya Tomiki mendirikan aliran aikidounya sendiri dan dinamakan Tomiki Aikidou. Klub Aikidou Universitas Waseba adalah cikal bakal berkembangnya aikidou gaya Tomiki. Seperti halnya Yoshikan Aikidou, aliran Tomiki aikidou bergaya keras, aplikatif, menitikberatkan efisiensi, dan mempunyai materi kurikulum dasar tersendiri yang berbeda dengan Aikikai. Aikidou di sini dipertandingkan dengan dua cara, yakni kelas Randori dan Embukai. Pada kelas Randori, pertandingan biasanya dilakukan dengan alat bantu pisau mainan, sedangkan Embukai, aikidou dipertandingkan dengan peragaan tehnik. Peserta pertandingan lazimnya adalah sepasang Nage dan Uke.

2.3.4 Shin’ei Taido

  

Aliran beladiri ini dikembangkan oleh Noriake Inoue. Inoue adalah

  keponakan Morihei Ueshiba. Dia mempelajari aikidou ketika masih berbentuk Aiki- Budo di dojo Kobukan pada tahun 1921. Inoue aktif membantu menyebarkan Aiki Budo bersama Morihei Ueshiba dimasa-masa sebelum perang dunia kedua. Dia mengajarkan Aiki Budo hingga tahun 1956, namun akhirnya ia mengembangkannya dan mengganti namanya menjadi Shin’ei Taido.

2.3.5 Iwama Ryu dan Aikidou Toho

  

Di dalam aliran yang sama, gaya aikido yang diajarkan oleh masing-masing

  instruktur tingkat tinggi pun beragam. Dalam aliran Aikikai sendiri misalnya, di kenal pengajar yang mengharuskan muridnya mengenal tehnik penggunaan pedang dan tongkat yang berhubungan dan analog dengan penggunaan tehnik tangan kosong

  

aikidou. Banyak sensei (guru) yang menganut paham bahwa pengetahuan

  penggunaan senjata sama pentingnya dengan pengetahuan tehnik tangan kosong, karena aikidou dikembangkan dari perpaduan antara tehnik jujutsu, olah gerak seni pedang (kenjutsu) dan tombak/tongkat (yarijutsu). Sebutlah seperti Morihiro Saito (peringkat Dan 8 Aikikai) yang mengajarkan Iwama ryu aikido, Shoji Nishio (peringkat Dan 8 Aikikai) yang belakangan mengembangkan gaya Aiki Toho Iaido, atau Mitsugi Saotome (peringkat Dan 8 Aikikai) yang mendirikan Aikido School Ueshiba. Sedangkan, sebagai pengajar yang lain cenderung untuk menekankan latihan hanya pada teknik tangan kosong, dan netralisasi serangan bersenjata. Bukan berlatih menggunakan senjata itu sendiri. (www.aikidosolo.8m.com)

2.4 Mengenal Teknik-teknik Aikidou

  

Teknik-teknik Aikidou sebagai beladiri perkelahian cepat dan jarak dekat

  adalah sebagai berikut:

  

2.4.1 Teknik Bantingan Judo Kodokan Jigoro Kano. Teknik ini lebih

  menekankan pada latihan bebas dan teknik tertentu dalam perkelahian bebas (randori) dan judo sebagai beladiri berusaha menghindari penggunaan serangan serangan frontal seperti pukulan dan tendangan yang berbahaya dan lebih menitik beratkan teknik pada bantingan yang terorganisir dan teknik bertahan (https://www.mindtalk.com/judo-bushidou-sebuah-jalan-tiada-henti-beladiri- mindtalk).

  

2.4.2 Teknik Kuncian Jujutsu gaya Sokaku Takeda (Bapak Jujutsu) seni

bertahan dan menyerang menggunakan tangan kosong maupun senjata pendek.

   2.4.3 Teknik Pedang (Kenjutsu) Aikidou

  itu sendiri diciptakan dari unsur teknik lain diantaranya teknik ilmu pedang seperti kenjutsu. Sehingga kalau diperhatikan, sebagian besar gerakan

  aikidou dalam mirip dengan gerakan yang mengayun pedang.

  (www.hideyoshi.blogspot.com).

2.4.4 Teknik Toya berpedang (Yarijutsu)

   Pada umumnya Aikidou tidak menggunakan tendangan kaki, tapi dalam hal-

  hal yang sangat khusus, teknik kaki (ashi waza), juga diajarkan. Inipun dengan catatan pada Aikidoka tingkat Dan ke atas. Di Indonesia, ashi waza nyaris tidak diajarkan. Aikidou cocok untuk perkelahian ruangan sempit maupun melawan beberapa penyerang (multiple attacker), dan dapat dipelajari oleh pria dan wanita segala umur, untuk anak-anak minimal 10 tahun.

  Teknik-teknik (waza) aikidou sebenarnya tergolong sederhana. Ada 2 hal pokok, yaitu nagewaza (melempar/membanting) dan kihonwaza (termasuk teknik kuncian).

  Di dalam dojo, aikidou menggunakan 4 pola dasar latihan, yaitu :

2.4.5 Tachiwaza (Teknik Berdiri Melawan Berdiri)

  teknik/gerakan yang dilakukan oleh uke dan nage dalam posisi berdiri (https://aikidosuginami.wordpress.com).

2.4.6 Suwariwaza (Teknik Duduk Melawan Duduk)

  pembelaan diri dari posisi duduk. Dari segi konsep pembelaan diri, semua teknik beladiri aikidou yang dilakukan dengan berdiri bisa pula dilakukan dalam posisi duduk. Cara pembelaan diri seperti ini sangat berguna ketika seorang praktisi beladiri tidak dalam keadaan siap berdiri ketika serangan terjadi.

   2.4.7 Hanmihandachi (Teknik Duduk Melawan Berdiri)

  uke/sipenyerang berdiri untuk menyerang nage dan nage/orang yang diserang menahan serangan si uke dengan cara berlutut (https://aikidosuginami.wordpress.com)

  

2.4.8 Kaeshi Waza (Teknik Membuka Serangan sebagai

  Pancingan terhadap lawan) atau teknik balasan dari uke dan si nage (https://aikidosuginami.wordpress.com).

   Dalam pelatihan, Aikidou lebih mengutamakan keadaan badan yang rileks,

  mengendur. Dalam pengertian rileks sangat berbeda dengan lembek. Rileks adalah energi yang terpusat dan terkontrol. Jadi, mempelajari Aikidou adalah membiasakan kondisi badan selalu dalam keadaan rileks. Badan dan otot-ototnya yang sudah terkondisi dalam keadaan mengendur ini akan rileks dan terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi seperti ini akan menghasilkan suasana psikologi yang positif.

  (https://shizendojomalang.wordpress.com/2006/03/22/belajar-aikidou/)

2.5 Empat Tingkatan Pemahaman Tentang Aikidou

2.5.1 Harmoni dengan Diri Sendiri

  Pemahaman tentang harmoni dimulai dari memahami bagaimana menempatkan komponen-komponen diri kita pada tempat dan fungsinya yang tepat.

  Komponen diri kita secara sederhana terbagi menjadi tiga, hati, pikiran, dan tubuh. Ke tiga komponen ini diciptakan sebagai sebuah kesatuan, oleh karena itu sudah semustinya difungsikan sebagai sebuah kesatuan, tidak terpisah-pisah, dengan begitu secara alamiah diri kita akan berfungsi secara optimal. Dalam tahap mengharmonisasikan diri sendiri ini, satu hal penting yang harus ditekankan adalah penggunaan hati. Hati yang ditempatkan ditempat yang baik dan benar, akan senantiasa berkehendak atas sesuatu yang berdasarkan kebenaran, yang akan mengarahkan pikiran pada rencana kegiatan/tindakan yang baik dan benar pula, yang ada akhirnya akan terwujud dalam perbuatan yang baik dan benar yang dilakukan oleh tubuh kita, begitupun sebaliknya. Jadi mulailah kita dengan selalu memeriksa kondisi hati kita pada saat akan beraktivitas.

2.5.2 Harmoni dengan Sesama Manusia

  

Setelah memahami bagaimana menempatkan komponen diri kita ditempat

  yang tepat, dan menjadikan diri kita harmonis dengan diri sendiri mulailah kita belajar memahami bagaimana menempatkan diri kita dalam hubungannya dengan orang lain. Manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang harus berinteraksi dengan sesamanya. Tidak jarang pula masalah timbul disebabkan ketidakmampuan kita menyesuaikan diri kita dengan faktor eksternal (orang lain). Inilah sebabnya pemahaman tentang keharmonisan tidak cukup kita kembangkan hanya dalam taraf harmoni dengan diri sendiri, namun juga harus dikembangkan juga pada taraf harmoni dengan orang lain.

2.5.3 Harmoni dengan Sesama Mahluk Ciptaan TUHAN

  Dengan kata lain mengharmonisasikan diri kita dengan alam, ini adalah tahapan pemahaman tentang keharmonisan di level yang ketiga, dimana kemudian kita mulai melihat keberadaan kita sebagai bagian dari sebuah kesatuan yang lebih besar yaitu lingkungan kehidupan kita, hingga yang paling besar adalah bagian dari alam semesta, dalam tahap pemahaman ini, kesadaran tentang eksistensi diri kita meluas hingga kita memahami peran yang harus kita mainkan dalam hubungannya dengan lingkungan kita, komunitas dan habitat kita, sehingga kita kemudian berusaha untuk menempatkan diri yang tepat dalam interaksi kehidupan yang dijalani bersama sesama manusia (www.Indie Publishing.com).

2.5.4 Harmoni dengan Dojo

   Sebagai tempat latihan, dojo sendiri merupakan tempat yang pas untuk

  latihan penyelarasan dengan lingkungan. Etika yang diberlakukan di dojo, pengaturan alas kaki, cara duduk, urutan duduk, cara menghormati, dll, Harus dipatuhi sebaik mungkin. Dalam hal waza, harmoni dengan dojo tampak misalnya dalam mengarahkan waza seperti kaiten nage. Nage harus memperhatikan agar uke tidak menabrak tiang, dinding atau teman latihan lain. Jatuh itu gampang, tapi jatuh dengan enak, dengan ukemi yang benar, menyatukan diri dengan matras atau tanah itu lain soal. Harus dilatih teknik aikidou serta sikap mental sehingga seseorang dapat menyatu dengan lingkungannya, menyelaraskan gravitasi dan arah laju tubuh yang jatuh atau menyelaraskan diri menggelinding dengan hampir tidak bersuara di matras (www.aikidojogjakarta.com/?p=818).