Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Pada Proyek Pembangunan Switchyard Di Kawasan PLTU Pangkalan Susu – Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Tiang pancang adalah salah satu bagian dari konstruksi yang digunakan untuk

  meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah.

  Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono,

  

1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul

  berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, 1991).

  Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

  Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Penggunaan tiang pancang umumnya digunakan :

  Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak 1. ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

  Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui 2. kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak 3. berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

  Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol 4. amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan 5. khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

  6. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas permukaan air melaui air dan kedalam tanah.

2.2. Defenisi Tanah

  Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

  Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.

  Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially

  

saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau

kadar airnya nol (Hardiyatmo, 1996).

2.3. Switchyard

  Switchyard atau Substation atau dikenal juga dengan Gardu Induk adalah suatu instalasi yang terdiri dari susunan dan rangkaian sejumlah instalasi listrik mulai dari TET (Tegangan Ekstra Tinggi), TT (Tegangan Tinggi) dan TM (Tegangan Menengah) yang dipasang untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik. Switcthyard secara spesifik berfungsi untuk mentransformasi tenaga listrik dari tegangan tinggi ke tegangan tinggi lainnya atau dari tegangan tinggi ke tegangan menengah, Pengukuran dan pengawasan operasi serta pengaturan dari pengamanan dari sistem tenaga listrik. Bebrapa fungsi gardu induk adalah mentransformasikan daya listrik :

   Dari tegangan ekstra tinggi ke tegangan tinggi (500 KV/150 KV).

   Dari tegangan tinggi ke tegangan yang lebih rendah (150 KV/ 70 KV).

   Dari tegangan tinggi ke tegangan menengah (150 / 20 KV, 70 / 20 KV).

  Pengaturan pelayanan beban ke gardu induk-gardu induk lain melalui tegangan tinggi dan ke gardu distribusi-gardu distribusi, setelah melalui proses penurunan tegangan melalui penyulang-penyulang (feeder- feeder) tegangan menengah yang ada di gardu induk.

  Berdasarkan besaran tegangannya, terdiri dari :

   Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) 275 KV, 500 KV.

   Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 KV dan 70 KV.

   Dalam pembahasan ini difokuskan pada masalah gardu induk yang pada umumnya terpasang di Indonesia, pembahasannya bersifat praktis (terapan) sesuai konsttruksi yang terpasang di lapangan. Adapun gardu induk yang digunakan ada proyek ini adalah gardu induk transmisi yaitu gardu induk yang mendapat daya dari saluran transmisi untuk kemudian menyalurkannya ke daerah beban (industri, kota, dan sebagainya).

  Berdasarkan penempatan peralatannya proyek ini merupakan gardu induk pasangan luar (out door substation) yaitu semua peralatannya berada diluar gedung atau ruang terbuka. Alat control serta alat ukur berada dalam ruangan atau gedung, ini memerlukan tanah yang begitu luas namun biaya kontruksinya lebih murah dan pendinginannya murah.

  Namun disamping itu, adapun yang beberapa hal yang sangat dipertimbangkan dalam perncanaan pada pembangunan switchyard antara lain adalah :  Tidak adanya pondasi slof diantara poor atau pile cap yang berdekatan sehingga kurangnya kesetabilan antara level tiang.

   Tidak diijinkan adanya penurunan (settlement) tiang yang dapat merusak struktur tower di area switchyard pada jangka waktu yang lama.

   Keadaan tanah yang berada pada pinggir pantai yang umumnya sedikit kurang stabil, sehingga diperlukan faktor keamanan yang besar pada saat perencanaan.

2.4. Pondasi Dalam

  Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti: Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan a. antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.1d), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B

  ≤ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).

  Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada b. kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.1e).

  Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, 1991) (b)

  (a)

Gambar 2.1 Macam-macam tipe pondasi dalam : (a) Pondasi sumuran, (b) Pondasi tiang (Hardiyatmo, 1996)

2.5. Pondasi Tiang Pancang

  Pondasi tiang pancang berdasarkan pemakaian bahan beton dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

2.5.1. Pondasi tiang pancang beton

  Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991) yaitu: Precast Reinforced Concrete Pile a.

  Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang

  dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

  Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced

  

Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat

dilihat pada (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991)

  b. Precast Prestressed Concrete Pile Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.3). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.3 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, 1991)

  c. Cast in Place

  Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara

  membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada

  Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

  Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan

  1 beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

  Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan

  2 beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

2.5.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

  Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

  A. Tiang pancang pracetak

  Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan.

  Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari : Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah 1. dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

  2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

  3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah.

  B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

  Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu : Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian 1. pipa baja tersebut dicor dengan beton.

  Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang 2. digunakan antara lain :

  Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang a. dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

  Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang b. dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

2.6. Alat Pancang Tiang

  Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan.

A. Pemukul Jatuh (drop hammer)

  Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil.

  B. Pemukul Aksi Tunggal (single-acting hammer)

  Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.4a).

  (a) (b)

Gambar 2.4 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer).

  C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)

  Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.4b). Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

  D. Pemukul Diesel (diesel hammer)

  Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar2.4c).

  (c) (d)

Gambar 2.4 (c) Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer)

  (Hardiyatmo, 2002) E.

   Pemukul Getar (vibratory hammer)

  Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi dan dapat dilihat pada Gambar 2.4d.

2.7. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang

  Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

  Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut : A.

   Pekerjaan Persiapan

  1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dipancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

  2. Pengangkatan tiang pancang harus diangkat dengan hati-hati guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

  Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan 3. tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).

  4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat.

  Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

  5.

  6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai. Proses penyambungan tiang :

  Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan a. pada batang pertama. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian b. sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

  Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat c.

  7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama.

B. Proses Pemancangan

  1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

  2. Tiang di angkat dan didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.

  3. Ujung bawah tiang didudukkan tepat diatas patok pancang yang ditentukan.

  Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil 4. diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara 5. kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.

C. Metode pengangkatan tiang pancang

  1. Pengangkatan tiang untuk disusun ( dengan dua tumpuan ) Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat penyusunan tiang pancang. Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama.

  Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat oleh gambar berikut.

    • K e p a l a t i a n g p e r m u k a a n t a n a h u j u n g t i a n g K a b e l b a j a p e n g a n k a t
    • 1 3 L 2 3 L

      D i a g r a m M o m e n D i a g r a m L i n t a n g

      Gamb ar 2.5 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan

      2. Pengangkatan dengan satu tumpuan Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan di lapangan.

    Gambar 2.6 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.

    D. Quality Control

      Kondisi fisik tiang 1.

      a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak Umur beton telah memenuhi syarat b.

      c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan

      2. Penetrasi Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

      3. Final set Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

      (a) (b) (c)

    Gambar 2.7 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang,

      (c) Calendering/final set

    2.8. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

      = Q

      Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

      Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar dengan persamaan sebagai berikut :

      Q

    • Q

      u

      b

      s

      = q

      A

    • f.A

      b

      s

      .............................................................. (2. 1) dimana : Q u = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang. Q

      b = Kapasitas tahanan di ujung tiang.

      Q s = Kapasitas tahanan kulit. q

      b = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

      A b = Luas di ujung tiang. f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. A

      s = Luas kulit tiang pancang.

      b Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Q u ) dipakai Metode Aoki dan De Alencar.

      Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (q ) diperoleh sebagai berikut :

      b q ( base ) ca

      q = ................................................................................. (2. 2)

      b F b

      dimana : q ca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang dan F adalah faktor empirik tergantung

      b pada tipe tanah.

      Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

       s

      F = q (side) ............................................................................... (2. 3)

      c F s

      dimana : q c (side) = Perlawanan konus rata-rata pada lapisan sepanjang tiang.

      F = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

      s F b = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

      Faktor F b dan F s diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik s α diberikan pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Faktor empirik F b dan F s (Titi & Farsakh, 1999 )

      Tipe Tiang Pancang F F b s

      3,5 7,0

      Tiang Bor Baja

      1,75 3,5

      

    Beton Pratekan 1,75 3,5

    Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsak1999 )

      s

      α

      Tipe Tanah Tipe Tanah s (%) Tipe Tanah s (%)

      α α

      (%)

      Lempung Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 2,4 berpasir

      Lempung Pasir berlanau

      Pasir kelanauan 2,0 2,8 berpasir 2,8 dengan lempung dengan lanau

      Pasir kelanauan Lempung dengan 2,4 Lanau 3,0 berlanau 3,0 lempung dengan pasir

      Pasir Lanau Lempung 4,0 berlempung 2,8 berlempung 3,0 berlanau dengan lanau dengan pasir

      Pasir Lanau 3,0 3,4 Lempung 6,0 berlempung berlempung

      Pada umumnya nilai untuk pasir = 1,4 persen, nilai untuk lanau = 3,0

      s s

      α α persen dan nilai s untuk lempung = 1,4 persen α

      Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Mayerhof.

      Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Qult = (q x A )+(JHL x K ) .......................................................... (2. 4)

      c p

      11

      dimana : Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. q = Tahanan ujung sondir.

      c A = Luas penampang tiang. p JHL = Jumlah hambatan lekat.

      K 11 = Keliling tiang.

      Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

      q xA JHLxK c c

      11

       Q ijin = ................................................................. (2. 5)

      3

      5 dimana : Q = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

      ijin q = Tahanan ujung sondir. c A = Luas penampang tiang. p JHL = Jumlah hambatan lekat.

      K 11 = Keliling tiang.

    2.9. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

      Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:

       .........……...........……………………..…..…(2.6)

      τ = c + σ tan dimana : τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²) σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)

       = Sudut geser tanah (º)

      Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut : Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi 1. segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

      

      

      12 N  15 ..................................................................................... (2.7)

    2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :   .

      3 N  27 .................................................................................... (2.8) Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

    Table 2.3 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983)

      Harga N <10 10 – 30 30 - 50 >50 Tanah tidak

      Berat isi kohesif 12 – 16 14 – 18 16 - 20 18 – 23

      γ kN/m3 Harga N <4 4 – 15 16 - 25 >25

      Tanah kohesif Berat isi 14 – 18

      16 – 18 16 - 18 >20 γ kN/m3

      Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir.

    Gambar 2.8. Variasi harga

      α berdasarkan kohesi tanah Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).

      1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :

      Em . C . C . C B S R

      N

      

    60 = ................................................................... (2.9)

      ,

      60 dimana : N 60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian. Em = Hammer eficiency (Tabel 2.4). C = Koreksi diameter bor (Tabel 2.6).

      B C S = Koreksi sampler (Tabel 2.6).

      C R = Koreksi panjang tali (Tabel 2.6). N = Harga SPT lapangan. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut : 2.

      ’

      N = C . N .................................................................................. (2.10)

    60 N

      60

      2 Pasir halus normal konsolidasi : C N =

      '  v

      1 

       r

      3 Pasir kasar normal konsolidasi : C N =

      '  v

      2 

       r

      1 ,

      7 Pasir over konsolidasi : C =

      N

    '

    v

      , 7 

       r

      dimana :

      ’

      N

    60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.

      ' = Tegangan overburden efektif. v

      σ r = Reference stress = 100 kPa.

      σ N = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

      60 Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990) Hammer Release Hammer Country Hammer Type Mechanism Effeciency, Em

      Argentina Donut Cathead

      0.45 Brazil Pin weight Hand dropped

      0.72 Automatic Trip

      0.60 China Donut Hand dropped

      0.55 Donut Cathead

      0.50 Lanjutan Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)

      Hammer Release Hammer Country Hammer Type Mechanism Effeciency, Em

      Colombia Donut Cathead

      0.50 Tombi trigger Donut 0.78-0.85

      Japan Cathead 2 turns + Donut 0.65-0.67

      Special release UK Automatic Trip

      0.73 Safety 2 turns on cathead 0.55-0.60 USA

      Donut 2 turns on cathead

      0.45 Venezuela Donut Cathead

      0.43 Tabel 2.6 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)

      

    Factor Equipment Variables Value

      Borehole diameter factor, 2.5-4.5 in (65-115 mm)

      1.00 C B 6 in (150 mm)

      1.05 8 in (200 mm)

      1.15 Sampling methode factor, Standard sampler

      1.00 C S Sampler without liner (not

      1.20 recommended) Rod lenght factor, 10-13 ft (3-4 m)

      0.75 C R 13-20 ft (4-6 m)

      0.85 20-30 ft (6-10 m)

      0.95 > 30 ft (> 10 m)

      1.00

      Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut :

      1. Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976).

      Untuk tanah pasir dan kerikil : Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap .......................... (2.11) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah: Qs = 2 N-SPT . p. L Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis : Qp = 9 . Cu . Ap ............................................................................. (2.12) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah: Qs = u . p . Li

      α . c Cu = N-SPT . 2/3 . 10 Dimana :

      α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang C u = Kohesi Undrained p = keliling tiang Li = panjang lapisan tanah 2. Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).

      Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :

       r

      f s = N

      60 .................................................................................. (2.13)

      50 Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :

       r

      f = N ................................................................................ (2.14)

      s

      60

      100 P su = A s . f s ..................................................................................... (2.15)

      dimana :

      2 f = Tahanan satuan skin friction, kN/m . s

      N

      60 = Nilai SPT N 60 .

      A = Luas selimut tiang.

      s P us = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN.

      Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif : Qs = 2 . N-SPT . p . Li ................................................................... (2.16) dimana : Li = Panjang lapisan tanah, m. p = Keliling tiang, m.

    2.10. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering

      Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil calendering ada tiga metode yang digunakan, yaitu metode Danish Formula, metode HilleyFormula dan metode modified New ENR.

      Formula Danish banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah:

      x E

       P u = ............................................................. (2.17) . 5

       x E x L  

      S

        2 x A x Ep   dimana :

      P u = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

      η = Effisiensi alat pancang. E = Energi alat pancang yang digunakan. S = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan. A = Luas penampang tiang pancang. Ep = Modulus elastis tiang

    Tabel 2.7 Effisiensi jenis alat pancang (Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary Christady,

      2003)

    Jenis Alat Pancang Effisiensi

      Pemukul jatuh (drop hammer) 0.75 - 1.00 Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) 0.75 - 0.85 Pemukul aksi double (double acting hammer) 0.85 Pemukul diesel (diesel hammer) 0.85 - 1.00

    Tabel 2.8 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Buku Katalog KOBE Diesel

      Hammer) Type Tenaga Hammer Jlh. Pukulan Permenit Berat Balok Besi Panjang kN-m Kip-ft Kg-cm kN Kips Kg

      K 150 379.9 280 3872940 45 - 60 147.2 33.11 15014.4 K 60 143.2 105.6 1460640 42 - 60

      58.7 13.2 5987.4 K 45 123.5 91.1 1259700 39 - 60

      44 9.9 4480 K 35

      96 70.8 979200 39 - 60

      34.3 7.7 3498.6 K 25

      68.8 50.7 701760 39 - 60

      24.5 5.5 2499

    Tabel 2.9 Nilai-nilai k

      1 (Chellis, 1961) Nilai k (mm), untuk tegangan 1 akibat pukulan pemancangan di kepala tiang Bahan Tiang

      

    3.5

      7Mpa

      10.5MPa 14Mpa

    MPa

      Tiang baja atau pipa langsung pada kepala 0 0 0 0 tiang Tiang langsung pada kepala tiang

      1.3

      2.5

      3.8

      5 Tiang beton pracetak dengan 75 – 110 mm 3 6 9 12.5 bantalan didalam cap Baja tertutup cap yang berisi bantalan kayu 1 2 3 4 untukl tiang baja H atau tiang pipa Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat baja

      0.5 1 1.5 2 10 mm

    Tabel 2.10 Nilai Efisiensi e h (Bowles, 1991)

      Type Efisiensi (e h )

      Pemukul Jatuh (Drop Hammer) 0.75 – 1.0 Pemukul Aksi Tunggal (Single Acting Hammer) 0.75 – 0.85 Pemukul Aksi Dobel (Double Acting Hammer) 0.85 Pemukul Diesel (Diesel Hammer) 0.85 – 1.0

    Tabel 2.11 Koefisien restitusi n (Bowles, 1991)

      

    Material N

    Broomed wood

      Tiang kayu padat pada tiang

      0.25 Bantalan kayu padat pada tiang

      0.32 Bantalan kayu padat pada alas tiang

      0.40 Landasan baja pada baja pada tiang baja atau beton

      0.50 Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap) 0.40 Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode modified New ENR adalah :

      Qu = ...........................................( 2.18) Dimana: E = Effisiensi hammer C = 0.254 cm untuk unit S dan h dalam cm W = Berat tiang

      p

      W R = Berat hammer n = koef. Restitusi antara ram dan pile cap h = tinggi jatuh W R x h = Energi palu SF yang direkomendasikan = 3

      Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah: Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang 1. tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan agar alat 2. tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang kekertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.

      Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang 3. mulai stabil

      Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan 4. terakhir, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik perpukulan (s).

      Metode Gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang karena formula ini sederhana dan dapat dipergunakan dilapangan dengan cepat.

      Metode ini digunakan dengan rumus : P = a eh . Eb ( b log s .................................................................. (2.19)

      u Pu

      P = ..................................................................................... (2.20)

      ijin SF

      dimana : P u = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

      P = Daya dukung ijin tiang pancang.

      ijin a = Konstanta.

      b = Konstanta. eh = Effisien baru. Eb = Energi alat pancang s = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan.

      SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini.

    2.11. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Loading Test

      Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statis. Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan. Pada umumnya uji beban tiang dilaksanakan untuk maksud-maksud sebagai berikut :

      1. Untuk menentukan grafik hubungan beban dan penurunan, terutama pada pembebanan di sekitar beban rencana yan g diharapkan.

      2. Sebagai percobaan guna menyakinkan bahwa keruntuhan pondasi tidak akan terjadi sebelum beban yang ditentukan tercapai.

      3. Untuk menentukan kapasitas utimit dan untuk mengecek data hasil hitungan kapasitas tiang yang diperoleh dari rumus-rumus.

    2.11.1 Penurunan Diizinkan Penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan bergantung pada beberapa faktor.

      Faktor-faktor tersebut meliputi jenis, tinggi, kekakuan, dan fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan serta distribusinya. Jika penurunan berjalan lambat, semakin besar kemungkinan struktur untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan yang terjadi tanpa adanya kerusakan strukturnya oleh pengaruh rangkak (creep). Oleh karena itu, dengan alasan tersebut, kriteria penurunan pondasi pada tanah pasir dan pada tanah lempung berbeda.

      Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketetapan yang memadai, umumnya dapat diadakan hubungan antara penurunan diizinkan dengan penurunan maksimum. Dimana syarat perbandingan penurunan yang aman yaitu :

      S total ≤ S

      izin

      S

      izin

      = 10 % . D ................................................................................. (2.21) dimana : D = Diameter tiang.

      2.11.2 Letak titik pengujian

      Tiang yang sebaiknya terletak pada lokasi di dekat titik tiang pancang saat penyelidikan tanah dilakukan, dimana karakteristiknya telah diketahui dan pada lokasi yang mewakili kondisi tanah paling jelek di lokasi rencana bangunan. (Hardiyatmo, 2002)

      2.11.3 Sistem pembebanan

      Terdapat beberap macam sistem pembebanan yang dapat digunakan dalam pelaksannan pengujian tiang, antara lain : 1. suatu landasan (platform) yang dibebani dengan beban yang berat dibangun diatas tiang uji (gambar 2.10).cara ini mengandung resiko ketidakseimbangan beban yang dapat menimbulkan kecelakaan yang serius.

    Gambar 2.19 Susunan sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh penahan yang terletak diatas tiang (Hardiyatmo, 2002)

      2. Gelagar reaksi yang dibebani dengan beban berat, dibangun melintasi tiang yang diuji. Sebuah dongkrak hidrolik (hydrolic jack) yang berfungsi untuk memberikan gaya ke bawah dan pengukur besar beban (load gauge atau proving ring) diletakkan diantara kepala tiang dan gelagar reaksi. Untuk memperkecil pengaruh pendukung gelagar reaksi terhadap penurunan tiang, pendukung gelagar disarankan berjarak lebih besar 1,25 m dari ujung tiang (gambar 2.11).

    Gambar 2.19 Sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh penahan diatas tiang (Hardiyatmo, 2002).

      3. gelagar reaksi diikat pada tiang-tiang angker yang dibangun di kedua sisi tiang. Dongkrak hidrolik dan alat pengukur besar gaya diletakkan diantara gelagar reaksi dan kepala tiang (gambar 2.12). Tiang angker harus berjarak paling sedikit 3 kali diameter tiang yang diuji, diukur dari masing-masing sumbunya dan harus lebih besar dari 2 m. Jika tiang uji berupa tiang yang membesar ujungnya, jarak sumbu angker ke sumbu tiang harus 2 kali diameter atau 4 kali diameter badan tiang, dipilih mana yang lebih besar dari keduanya.

    Gambar 2.20 Sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh tiang angker (Hardiyatmo, 2002)

      Pada cara (2) dan (3), disarankan untuk menggunakan proving ring atau alat pengukur beban yang lain. Jika tidak, beban dapat diukur langsung tekanan cair di dalam dongkrak, dimana tekanannya harus telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan mesin yang biasa digunakan untuk penujian (testing machine).

    2.11.4 Pengukuran penurunan

      Penurunan kepala tiang dapat diukur dari penurunannya terhadap sebuah sebuah titik referensi yang tetap atau dari arloji pengukur yang dihubungkan dengan tiang.

      Arloji pengukur dipasang pada sebuah gelagar yang didukung oleh dua angker (fondasi) yang kokoh, yang tidak dipengaruhi oleh penurunan tiang (Gambar 2.13)

    Gambar 2.21 Arloji pengukur (Hardiyatmo, 2002)

    2.11.5 Macam-macam pengujian

      Pengujian tiang yang sering dilakukan adalah pengujian dengan beban desak, walaupun pengujian beban tarik dan beban lateral juga kadang-kadang dilaksanakan Terdapat 4 macam metode pengujian, yaitu :

      1. Slow Maintained Test Load Method) (SM Test) Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989), terdiri dari bebarapa langkah sebagai berikut : a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25 %, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175% dan 200%) hingga 200% beban rencana.

      b. Setiap penambahan beban harus mempertahakan laju penurunan harus lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).

      c. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam

      d. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu 1 jam e. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk penambahan beban,

      f. Lalu tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain Metode ini dianggap sebagai metode uji standart ASTM dan umumnya digunakan untuk penelitian dilapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya.

      2. Quick Maintained Load Test Method (QM Test) Metode ini seperti tang direkomendasikan oleh departemen perhubungan Amerika serikat, pengelola jalan raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri dari bebarapa langkah berikut : a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300% dari beban desain (masing-masing tambahan adalah 15% dari beban desain).

      b. pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit

      c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking kontinue dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.

      d. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit Metode ini lebih cepat dan ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3- 5 jam. Metode ini lebih mendekati suatu kondisi. Metode ini tidak dapat digunakn untuk estimasi penurunan karena metode cepat.

      3. Constant rate of Penetration Test Method (CRP Test) Metode ini disarankan oleh komisi pile Swedia, Departemen perhubungan Amerika Serikat, dan ASTND1143-81 (opsional). Juga terdiri dari beberapa langkah utama : a. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/memit (1,25 mm/menit).

      b. Gaya yang dibutuhkan untuk mrncapai penetrasi akan dicatat.

      c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in (50-75 mm). Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis.

      4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test) Metode ini dianjurkan oleh komisi pile swedia terdiri beberapa langkah berikut : a. Bebani tiang hingga sepertiga beban desain.

      b. Lepaskan beban hingga seperenam beban desain. Ulangi pembebanan dan pelepasan beban dalam siklus 20 kali.

      c. Peningkatan beban dengan sebesar 50% dengan langkah (a) dan pengulangan seperti langakah (b).

      d. Lanjutkan hingga kegagalan tercapai.

      Metode ini adalah membutuhkan waktu dan siklus perubahan perilaku tiang sehingga tiang berbeda dengan yang aslinya. Ini hanya direkomendasikan atas proyek khusus dimana beban siklus dianggap sangat penting.

    2.11.6 Perhitungan Daya Dukung Tiang

    • Metode davisson (1972) Metode Davisson banyak digunakan untuk mengitung beban ultimate.

      Kegagalan beban didefenisikan sebagai beban yang mendorong untuk membentuk sebuah deformasi yang sama pada penyajian akhir dari tekanan tiang elastis dan sebuah deformasi yang sejajar dari pencerminan tekanan tiang elastis untuk prosentase diameter tiang (Hardiyatmo, 2002). Hubungan ini dituliskan sebagai berikut :

      X = 0,15 + (D/120) ........................................... (2.22) Sf =

      Δ +0,15+(D/120) ........................................(2.23) Seperti yang terlihat pada gambar 2.6, bahwa garis tekanan elastis pada tiang dapat ddiperoleh dari persamaan deformasielastis dari suatu tiang, yang mana diperoleh dari persamaan elastis :

      Δ = ............................................................... (2.24)

      Dimana : Sf = penurunan pada posisi kegagalan

      D = diameter tiang Q = panjang tiang E = modulus elastisitas dari tiang A = luas tiang

      Adapun prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:

      1. Gambarkan kurva beban-penurunan.

      2. Tentukan penurunan elastis, Δ = (Qva)L/AE dari tiang dimana Qva adalah beban yang digunakan, L adalah panjang tiang, A adalah luas potongan melintang tiang, dan E adalah modulus elastisistas tiang.

      3. Gambarkan sebuah garis OA berdasarkan persamaan diatas dan gambarkan sebuah garis BC yang sejajar dengan OA pada jarak sejauh x = 0.15 + D/120 in, dimana D adalah diameter tiang (inchi).

      4. Beban ultimate ditentukan dari perpotongan garis BC pada kurva beban- penurunan (titik C)

      Gambar 13: Interpretasi Uji Pembebanan Metode Davisson (1972)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

0 0 8

Studi Tentang Pengelolaan Wakaf Tunai pada LAZISWA Muhammadiyah Sumatera Utara

0 0 13

Pengendalian Intern, Moralitas Manajemen dan Sistem Kompensasi terhadap Perilaku Etis Karyawan dalam Sistem Penggajian di Kantor Bupati Labuhanbatu Selatan dan Kantor Bupati Padang Lawas Utara

0 1 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 2.1. Pasar Modal - Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di BEI Tahun 2006 – 2011

0 0 11

ABSTRACT THE EFFECT OF THE ANNOUNCEMENT OF STOCK SPLIT TO STOCK PRICES AND TRADING VOLUME OF SHARES IN GOING PUBLIC COMPANIES LISTED IN THE INDONESIA STOCK EXCHANGE FOR THE PERIOD 2006 – 2011

0 0 10

EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL ANAK Di BIDANG PENDIDIKAN Di PANTI ASUHAN YAYASAN AMAL-SOSIAL AL-WASHLIYAH KELURAHAN GEDUNG JOHOR KECAMATAN MEDAN JOHOR

0 0 13

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 0 10

BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT 1. Pengertian Bank - Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Analisis Tingkat Kepuasan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Terhadap Pelayanan Pembayaran Biaya Pendidikan Online Pada Bank SUMUT (Studi Kasus: Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas S

0 0 14