BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Seiring dengan perkembangan dalam perekonomian Indonesia yang ditandai dengan masuknya Indonesia dalam kelompok AFTA ( ASEAN Free Trade

  

Agreement ), perusahaan semakin dituntut untuk mampu bersaing secara

  kompetitif. Semakin banyak pula peluang, tantangan, maupun risiko yang dihadapi oleh Indonesia. Memasuki era pasar bebas ini, persaingan perusahaan bukan lagi dalam hitungan lingkup perusahaan domestik saja, namun perusahaan dihadapkan dan ditantang untuk bersaing dengan perusahaan asing. Tidak dapat dipungkiri setiap perusahaan semakin terdorong untuk melakukan berbagai usaha ataupun ekspansi untuk mampu bersaing dalam kancah bisnis yang bergengsi ini.

  Tidak heran pula apabila bermunculan entrepreneur baru yang termotivasi untuk ikut berkompetisi dalam dunia perekonomian ini.

  Dewasa ini, semua mata perekonomian tertuju pada persiapan untuk menghadapi era pasar bebas. Perusahaan lebih ditantang untuk menunjukkan kehebatan dan keunggulannya masing-masing karena kesempatan untuk menguasai pangsa pasar secara mendunia telah dimulai. Namun, tidak semua perusahaan dapat bersaing dalam era free trade sehingga tidak heran apabila banyak perusahaan yang tiba-tiba dilikuidasi apabila tidak mampu bersaing dalam era ini. Oleh karena itu, kondisi finansial perusahaan merupakan kunci yang sangat penting agar dapat bersaing dalam perekonomian terbuka ini.

  Sebelum memasuki era pasar bebas, ada fenomena dimana perusahaan dide-

  

listing dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Delisting atau penghapusan pencatatan

saham dari Bursa adalah indikasi awal perusahaan yang mengalami kebangkrutan.

  Contohnya adalah yang terjadi pada PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk yang pada tahun 2013 keluar dari daftar perusahaan di Bursa Efek Indonesia.

  Hal ini semakin mendorong perusahaan untuk memperhatikan kondisi finansial.

  Dalam dunia ekonomi, kebangkrutan memang sering dihubungkan dengan suatu kondisi yang disebut “financial distress”. Model financial distress meramalkan adanya kegagalan keuangan bisnis sebelum benar-benar terjadi kebangkrutan (Choy et al., 2012 dalam Hanifah). Dengan adanya model financial

  

distress ini diharapkan dapat menjadi suatu early warning system untuk

perusahaan dalam mengelola kegiatan bisnisnya.

  Pada umumnya penelitian tentang kebangkrutan, kegagalan, maupun

  

financial distress menggunakan indikator kinerja keuangan dalam memprediksi

  kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Indikator ini diperoleh dari analisis rasio-rasio keuangan yang terdapat pada informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Altman (1968). Hasil penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa rasio keuangan dapat bemanfaat untuk memprediksi kegagalan atau kebangkrutan suatu perusahaan dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 94% dan 95%. Model Altman ini dikenal dengan Z-Score, yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.

  Model Altman Z-Score ini sering digunakan sebagai pedoman dalam penelitian untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan dalam sektor yang berbeda-beda. Purwanti (2006) menguji mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap prediksi kondisi financial distress dengan menggunakan model Altman Z-Score sebagai pedomannya. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah rasio keuangan selain yang terdapat pada model Altman dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi financial distress.

  Variabel independen yang digunakan adalah rasio-rasio keuangan perusahaan yang digunakan oleh Platt and Platt (2002) dalam penelitiannya yang terdiri dari 45 rasio yang berdasarkan ketersediaan data tersisa sebanyak 36 rasio kemudian dikurangi lagi dengan rasio yang telah digunakan dalam metode Altman dan tersisa sebanyak 33 rasio. Variabel dependen adalah kondisi financial distress yang dikelompokkan berdasarkan kriteria model Altman yaitu Z-score >= 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan dan Z-score <= 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrut pun sangat terbuka lebar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada rasio keuangan lain yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan selain rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam model Altman.

  Selain menggunakan rasio keuangan sebagai variabel independen dalam memprediksi kondisi financial distress, ada juga penelitian lain yang menggabungkan rasio keuangan dengan variabel lain dalam memprediksi kondisi

  

financial distress suatu perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad

  (2013), menganalisis beberapa penyebab perusahaan mengalami financial distress dengan menggunakan financial ratio dan management capability sebagai prediktor. Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari periode 2005-2010.

  Hasil penelitian menyatakan bahwa rasio leverage yaitu DAR dan DER mempunyai hubungan positif terhadap prediksi perusahaan yang sedang mengalami financial distress, sedangkan variabel-variabel yang lainnya seperti CR, TATO, CATO, ROE, ROA, WCTA, dan management capability mempunyai hubungan negatif dalam mempengaruhi prediksi financial distress di suatu perusahaan.

  Penelitian mengenai financial distress tidak hanya sebatas pada analisis rasio keuangan yang kebanyakan menaruh perhatian pada laba bersih suatu perusahaan. Dewasa ini, laba bersih bukan lagi menjadi acuan utama yang menandakan perusahaan sehat atau tidak. Laba bersih tidak dapat menjadi satu - satunya acuan karena sebagaimana yang kita ketahui laba bukanlah angka yang riil. Angka laba bersih yang tercantum pada laporan laba rugi mengandung beberapa akun yang bersifat akrual dan mengandung unsur ketidakpastian.

  Fenomena yang terjadi dimana investor dan pemegang kepentingan lainnya mulai menaruh perhatian mengenai posisi arus kas suatu perusahaan disamping laba bersih yang menjadi fokus utama. Perusahaan bisa saja tiba-tiba bangkrut meskipun melaporkan laba bersih pada periode sebelumnya. Perbedaan laba bersih dengan kas yang disediakan oleh aktivitas operasi bisa sangat substansial. Perusahaan seperti W.T. Grant Company misalnya melaporkan angka laba bersih yang tinggi, tetapi kas bersih yang disediakan oleh aktivitas operasinya negatif.

  Akhirnya perusahaan ini mengajukan petisi kebangkrutan.

  Prediksi financial distress juga bisa dilakukan melalui analisis arus kas. FASB (1981, dalam Casey dan Bartczak 1985 dalam Dwijayanti 2010) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah kas masuk bersih dari operasi di masa depan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk dapat berdiri dan mengatasi perubahan yang terjadi dalam kondisi operasional perusahaan.

  Penelitian tentang memprediksi financial distress melalui cash flow dilakukan oleh Almilia (2006) yang menggunakan rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas sebagai variabel independennya. Hasil penelitian dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang berasal dari laporan kas menunjukkan bahwa hanya terdapat satu prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu CFFO/CL dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 58%.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menguji mengenai prediksi kondisi financial distress dengan menganalisis informasi yang terdapat pada laporan arus kas. Objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur subsektor industri dasar dan kimia yang listing di BEI dan variabel independen yang digunakan adalah rasio arus kas yang terdiri dari rasio aktivitas operasi, rasio aktivitas investasi, dan rasio aktivitas pendanaan.

  Alasan peneliti memilih perusahaan sektor industri dasar dan kimia karena kebanyakan penelitian mengenai financial distress hanya terfokus pada perusahaan manufaktur sedangkan untuk penelitian yang lebih terfokus pada satu sektor saja terutama sektor industri dasar dan kimia masih sangat jarang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam papan jumlah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agnes (2014) dimana penelitian yang terfokus pada satu sektor masih sangat sedikit. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perusahaan sektor industri dasar dan kimia merupakan perusahaan yang menghasilkan bahan-bahan dasar yang nantinya akan diolah menjadi barang jadi. Oleh karena itulah kondisi keuangan perusahaan sangat perlu diperhatikan sehingga tidak menyebabkan terhambatnya kegiatan perekonomian secara keseluruhan.

  Mengacu pada data statistik dari www.idx.co.id hingga 20 Desember 2013, indeks saham di Bursa Efek Indonesia mayoritas berwarna merah. Demikian juga dari sisi kinerja, Indeks Harga Saham Gabungan sepanjang tahun 2013 menduduki level terendah dimana salah satu sektor pemberat indeks tersebut adalah sektor industri dasar dan kimia. IHSG merupakan salah satu indikator dari faktor ekonomi makro yang menyebabkan terjadinya financial distress pada perusahaan (Rodoni, 2014:195). Fenomena inilah yang juga menjadi pertimbangan peneliti untuk memilih perusahaan dari sektor industri dasar dan kimia dalam menganalisis kondisi financial distress. Diharapkan dengan terfokusnya objek penelitian hanya pada satu sektor, dapat diperoleh hasil prediksi yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi perusahaan tersebut.

  Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah kriteria kondisi financial distress yang digunakan yaitu menggunakan interest

  

coverage ratio . Suatu perusahaan akan dianggap sedang mengalami financial

  

distress jika mempunyai interest coverage ratio yang kurang dari 1, dan

  sebaliknya perusahaan dianggap tidak sedang mengalami financial distress jika mempunyai interest coverage ratio yang lebih dari 1.

  Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Pengaruh Rasio Arus Kas Terhadap Prediksi Kondisi

  

Financial Distress Pada Perusahaan Sektor Industri Dasar dan Kimia yang

Terdaftar di BEI ”.

  1.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap prediksi kondisi

  financial distress pada perusahaan industri dasar dan kimia ?

  1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio arus kas dari aktivitas operasi, rasio arus kas dari aktivitas investasi, dan rasio arus kas dari aktivitas pendanaan baik secara simultan maupun parsial terhadap prediksi kondisi financial distress .

1.3.2 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.

  Bagi Investor Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu investor ketika akan memutuskan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan.

  2. Bagi perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak manajemen sebagai early warning system agar perusahaan dapat menghindari kebangkrutan sejak dini dan mengambil keputusan yang terbaik dalam usaha untuk mengantisipasi kebangkrutan.

  3. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian.

  4. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan rasio arus kas terhadap prediksi kondisi

  financial distress perusahaan sehingga dapat diperoleh gambaran

  yang jelas mengenai arus kas mana saja yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi financial distress perusahaan.