BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Dokumen Elektronik - Analisis Pengolahan Skripsi Elektronik (E-Skripsi) Sebagai Salah Satu Bentuk Dokumen Elektronik Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Aplikasi Senayan Pada Perpustakaan STMIK TIME

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Dokumen Elektronik

  Keinginan dalam merubah bentuk dokumen ke dalam bentuk yang lebih interaktif merupakan suatu perubahan yang memungkinkan pengguna menikmati sajian informasi dalam bentuk yang berbeda dari sekarang. Peneliti menyimpulkan istilah yang sering dipakai untuk maksud yang sama ialah koleksi digital (digitasi), sumber daya informasi elektronik (e-resources), dan dokumen elektronik.

  Menurut Reitz (2004) dalam Online Dictionary Of Library and koleksi digital diartikan sebagai “a collection of library or

  Information Science

archival materials converted to machine readable format for preservation, or to

provide access electronically ”. Jadi, koleksi digital merupakan koleksi

  perpustakaan atau materi-materi arsip yang diubah ke dalam format yang terbacakan mesin dengan tujuan untuk pelestarian bahan pustaka atau untuk penyediaan akses secara elektronik.

  Brophy (2000) menyatakan sumber daya informasi elektronik (e- ) adalah “every document in electronic form which needs special

  resources

equipment to be used. Electronic resources include digital documents, electronic

serials, databases, patents in electronic form and networked audiovisual

  ”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa sumber daya informasi

  documents

  elektronik adalah setiap dokumen dalam bentuk elektronik yang membutuhkan peralatan khusus untuk menggunakannya yang meliputi dokumen digital, terbitan berseri elektronik, database (pangkalan data), hak paten dalam format elektronik dan dokumen jaringan kerja audiovisual.

  Menurut Pangaribuan (2008) “dokumen elektronik dapat berupa buku elektronik (e-book), jurnal elektronik (e-journal), atau dokumen lain dalam format eletronik”. Pada prinsipnya muatan isi (content) dokumen elektronik sama dengan versi cetaknya. Hanya karena formatnya berbeda maka cara penggunaannya pun berbeda.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga istilah tersebut sama- sama memiliki arti yaitu suatu hasil dari koleksi yang telah dialihmediakan dan hanya dapat dibaca dengan bantuan piranti komputer. Dalam penelitian skripsi ini peneliti menggunakan istilah dokumen elektronik.

2.1.1. Pengertian Dokumen Elektronik

  Koleksi perpustakaan merupakan salah satu faktor utama dalam mendirikan suatu perpustakaan.Berdasarkan Undang-Undang No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa “koleksi perpustakaan merupakan semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah dan dilayankan”.

  Dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang dimaksud dengan dokumen elektronik adalah:

  Setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Menurut Hamdan (2008) dokumen elektronik adalah:

  yang direkam atau disimpan dengan cara yang memerlukan

  perangkat komputer atau perangkat elektronik lain untuk menampilkan, menafsirkan atau memprosesnya. Dokumen-dokumen tersebut berupa teks, grafik atau spreadsheet, yang dihasilkan oleyang disimpan melalui media magnet (disc) atau media optik (CD, DVD), serta surat elektronik dan dokumen yang ditransmisikan melalui pertukara elektronik (Electronic data interchange/EDI). Berbeda dengan dokumen kertas, dokumen elektronik dapat berisi informasi data non-linear seperti yang bisa terkoneksi melalui hyperlinks.

  hypertex

  Selain pendapat di atas, definisi lain dari Andika (2008) menyebutkan bahwa dokumen elektronik “berarti data yang dicatat atau disimpan pada media apapun di atau dengan sistem komputer atau perangkat lain sejenis dan yang dapat dibaca atau dirasakan oleh seseorang atau suatu sistem komputer atau perangkat sejenis lainnya. Ini mencakup tampilan, hasil cetak atau output lain dari data”.

  Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dokumen elektronik adalah informasi yang dibuat atau disimpan dengan cara yang memerlukan perangkat komputer atau sejenisnya untuk membacanya agar orang mampu memahaminya.

2.1.2. Jenis-Jenis Dokumen Elektronik

  Menurut Pangaribuan (2008) jenis dokumen elektronik yaitu: 1. Buku elekronik (e-book) adalah buku yang diterbitkan dalam format elektronik. Pada prinsipnya muatan isi (content) buku elektronik sama dengan versi cetaknya. Hanya karena formatnya berbeda maka cara penggunaannya pun berbeda. Buku elektronik dapat dibeli secara utuh seperti halnya dengan buku biasa, terutama yang tersedia terekam dalam CD atau media rekam elektronik lainnya, tetapi ada yang dilanggan secara .

  online 2.

  Jurnal elektronik (e-journal) pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan buku elektronik, muatan isi dalam jurnal elektronik sama dengan versi cetaknya. Akan tetapi pada umumnya jurnal elektronik dilanggan secara

  online apakah per judul atau dalam bentuk paket. Biasanya bila perpustakaan melanggan jurnal elektronik selalu disertai back issue.

3. Dokumen lain yang tersedia dalam format elektronik adalah seperti kamus elektronik, ensiklopedia elektronik dan sebagainya.

  4. Dokumen elektronik yang dibuat sendiri oleh perpustakaan yaituhasil alih media (digitalisasi) dokumen cetak menjadi dokumen elektronik, khususnya dokumen berupa karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, tulisan ilmiah dan sebagainya) yang belum dipublikasi (un-

  ) dengan cara men-scan (menggunakan scanner). Ada juga yang

  published

  melakukannya dengan mengeluarkan kebijakan melalui SK Rektor agar setiap penyerahan dokumen berupa karya ilmiah ke Perpustakaan harus menyertakan file elektroniknya.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis dokumen elektronik berupa buku elektronik (e-book), jurnal elektronik (e-journal), dokumen lain dalam format elektronik atau dokumen hasil alihmedia (digitalisasi).

2.1.3. Format Dokumen Elektronik

  Menurut Ardoni (2008) penyajian dokumen elektronik terdapat dalam berbagai format antara lain:

1. Format Teks

  Dokumenelektronik dalam format teks dapat dibacadengan perangkat lunak pembaca teks, sepertiMc.Word. Keterbukaan adalah sifat komputer yang tidak selalu menguntungkan, terutama terhadap dokumen elektronik yang disimpan dalam format teks. Begitu dapat membaca dokumen tersebut, pemakai memiliki kesempatan untuk “mengobrak- abrik” isi dokumen. Hal ini disebabkan oleh populernya program pembaca teks dan pemakai cukup mengenal bahkan cukup sering memakai program tersebut untuk kepentingan lain. Kelemahan format teks tersebut dapat diatasi dengan memberi sandi pada dokumen, namun akibatnya tentu pemakai menjadi tidak leluasa memanfaatkan dokumen tersebut, pemakai akan selalu meminta bantuan pustakawan untuk membuka sandi dan pustakawan “terpaksa” memperhatikan pemakai secara teliti saat membaca dokumen. Dalam beberapa sistem,dokumen format teks dapat dibuat read-only, namun untuk menghilangkan atribut itu tidaklahs ulit bagi pemakai yang memiliki sedikit saja kemampuan mengutak-atik komputer.

  2. Format Gambar

  Dokumen dalam format gambar dibaca dengan perangkat lunak pembaca gambar, seperti Adobe Acrobat Reader. Berbeda dengan format teks, dokumen elektronik format gambar relatif lebih aman dari kejahilan pemakai. Dengan menyimpan dokumen dalam format gambar, misalnya PDF (portable document format), maka pemakai hanya dapat membaca dan tidak dapat mengubah sedikitpun dokumen tersebut. Alasannya adalah format PDF dibaca dengan Adobe Acrobat Reader yang hanya dapat digunakan untuk pembaca (reader). Format PDF juga tidak berukuran besar seperti format gambar lain, seperti BMP, JPG, atau TIFF. Format PDF juga merupakan pilihan yang lebih baik bila digunakan untuk dokumen hasil alihmedia dari kertas ke elektronik, misalnya pada alihmedia skripsi. Perangkat keras pengalih media memiliki fasilitas untuk membuat dokumen elektronik berformat PDF. Apabila suatu saat diperlukan untuk memindahkan dokumen ke format teks, hanya dengan satu klik mouse (misalnya dengan program OmniPage), dokumen PDF akan beralih menjadi dokumen berformat teks. Format apapun yang akan dipilih, pustakawan perlu menetapkan format baku yang akan digunakan terhadap dokumen elektronik sebelum mengelola dokumen tersebut.

2.2. Pengolahan Dokumen Elektronik

  Dokumen elektronik harus dikelola dengan baik untuk menjamin integritas, keabsahan, dan keasliannya. Dalam buku panduan manajemen sistem dokumen elektronik (2003) sistem manajemen dokumen elektronik yang baik akan mendukung: a. pertukaran informasi yang efektif serta interoperabilitas yang lebih baik antar lembaga pemerintah; b. menyediakan sumber informasi yang berkualitas dan otentik; c. prinsip-prinsip administrasi, proteksi ataupun trans-paransi informasi; d. pertukaran, ekstrasi, dan perangkuman informasi lintas lembaga pemerintah.

  Proses pengolahan dokumen elektronik pada prinsipnya memerlukan teknik khusus dengan pengolahan dokumen tercetak. Tahapan yang dilakukan dalam proses pengolahan dokumen elektronik yaitu proses digitalisasi, penyimpanan dan pengaksesan/temu kembali dokumen.

2.2.1. Proses Digitalisasi

  Proses digitalisasi adalah proses penentuan dokumen yang harus dibuat dan yang disimpan. Termasuk didalamnya adalah dokumen yang diterima atau dikirim oleh organisasi. Proses digitalisasi ini meliputi dokumen apa yang di tangkap, termasuk juga siapa yang boleh mengakses dokumen tersebut dan berapa lama dokumen tersebut disimpan. Dokumen elektronik yang tercipta dari awal penciptaan penangkapan dokumen dapat secara langsung diintegrasikan dengan sistem pengelolaan dokumen elektronik, namun untuk dokumen yang merupakan hasil digitalisasi maka ada beberapa cara dalam memindahkan dokumen cetak ke dalam sistem dokumen elektronik.

  Proses digitalisasi dibedakan menjadi 3 kegiatan utama, yaitu: 1.

  Scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital.

  Berkas yang dihasilkan dalam contoh ini adalah berkas PDF. Dalam bagan tersebut tampak bahwa alat yang digunakan untuk memindai dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain yang kapasitasnya lebih kecil dapat digunakan sesuai dengan kemampuan perpustakaan.

  2. Editing, adalah proses mengolah berkas PDF di dalam komputer dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink dan sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal apa saja yang perlu di edit dan dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perpustakaan. Proses OCR (Optical Character Recognition) dikategorikan pula ke dalam proses Editing. OCR adalah sebuah proses yang mengubah gambar menjadi teks. Sebagai contoh, jika kita memindai sebuah halaman abstrak tesis, maka akan dihasilkan sebuah berkas PDF dalam bentuk gambar. Artinya, berkas tersebut tidak dapat diolah dengan program pengolah kata. Untuk mengubahnya menjadi teks, dibutuhkan proses OCR, saat ini tersedia berbagai macam software yang mampu melakukan konversi tersebut dengan ketepatan yang berbeda-beda. Kami menggunakan software OMNIPAGE PRO 14 karena software tersebut mampu melakukan proses OCR dengan tingkat ketepatan mencapai 98%. Proses OCR hanya dilakukan untuk halaman abstrak saja karena 2 (dua) alasan: Pertama, halaman abstrak perlu dikonversi menjadi teks, karena setiap kata di dalam abstrak akan diindeks menjadi kata kunci oleh software temu-kembali. Proses pengindeksan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap dokumen dalam bentuk teks. Alasan kedua, proses OCR tidak dilakukan terhadap seluruh halaman karya akhir karena proses ini memakan waktu dan tenaga yang cukup banyak, sehingga proses digitalisasi ini tidak efisien. Memang benar bahwa ukuran berkas yang dihasilkan dari proses OCR ini akan lebih kecil dari ukuran berkas dalam bentuk gambar, namun, dengan teknologi hardisk yang semakin maju-ukuran hardisk saat ini semakin besar dan harganya semakin murah-maka alasan melakukan proses OCR untuk memperkecil ukuran berkas menjadi tidak relevan lagi di sini.

  3. Uploading, adalah proses pengisian (input) metadata dan meng- berkas dokumen tersebut ke digital library. Berkas yang di-

  upload

  adalah berkas PDF yang berisi full text karya akhir dari

  upload

  mulai halaman judul hingga lampiran, yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut telah dilengkapi dengan daftar isi, watermark, hyperlink, catatan kaki, dan lain-

  password,

  lain. Sedangkan metadatayang diisi meliputi nama pengarang, judul, abstrak, subjek, tahun terbit, dan lain-lain sebagaimana telah dibicarakan di dalam Bab 9 oleh Ibu Irma Aditirto. (Pendit 2007, 244).

  Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses digitalisasi terdiri dari 3 tahap: scanning yaitu dokumen tercetak (buku, jurnal, karya deposit, dan sebagainya) diproses dengan sebuah alat (scanner) untuk menghasilkan dokumen elektronik, editing yaitu proses mengolah berkas digital di dalam komputer dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan uploading yaitu proses input metadata dan meng-upload berkas dokumen tersebut ke Sistem Perpustakaan.

2.2.2. Proses Penyimpanan

  Pada tahap ini dilakukan proses penyimpanan, termasuk di dalamnya adalah pemasukan data (data entry), editing, pembuatan indeks dan klasifikasi berdasarkan subjek dari dokumen. Klasifikasi dapat menggunakan UDC (Universal Dewey Classification) atau DDC (Dewey Decimal Classification).

  Setelah dipindahkan dalam sistem maka cantuman harus di simpan secara benar. Sistem penyimpanan ini harus dapat mengantisipasi perubahan teknologi baik hardware maupun software, peningkatan jumlah dokumen, dan bertahan dalam waktu yang lama. Sistem komputerisasi harus mendukung alat penyimpanan yang sekarang tersedia dan juga yang akan datang, hal ini untuk memberikan kepastian penggunaan serta penyimpanan jangka panjang.

  Kondisi penyimpanan harus dapat memastikan bahwa data terjaga, mudah diakses dan dikelola dengan efektif. Sistem back-up dilakukan untuk menghindari kehilangan atau kegagalan sistem, seperti mengatur jadwal back-up secara rutin, membuat kopi dalam berbagai media, penyebaran kopi ke berbagai tempat, pemeliharaan proses untuk menghindari kerusakan media, data perlu di transfer ke dalam media yang baru.

  Connoly dan Begg dalam Wahono (2006, 4) menyatakan bahwa “ada dua pendekatan dalam proses penyimpanan, yaitu pendekatan basis file (file base ) dan pendekatan basis data (database approach)”.

  approach

  Kedua pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel-1: Perbedaan antara File Base Approach dan Database Approach

  

FileBase Approach Database Approach

  Data duplication Data sharing and no duplication Data dependence Data independence Incompatible file format Compatible file format Simple Complex

  Sumber : Supriyanto dan Ahmad (2008, 45) Pendekatan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan yang dapat dipilih berdasarkan kebutuhan.

2.2.3. Proses Pengaksesan dan Temu Kembali Dokumen

  Temu kembali informasi berkaitan dengan representasi, penyimpanan, dan akses terhadap representasi dokumen. Dokumen yang ditemukan tidak dapat dipastikan apakah relevan dengan kebutuhan informasi pengguna yang dinyatakan dalam query. Pengguna sistem temu kembali informasi sangat bervariasi dengan kebutuhan informasi yang berbeda-beda.

  Seperti yang dikutip oleh Hardi (2006, 22) bahwa “Lancaster mendefinisikan temu kembali informasi sebagai suatu proses pencarian dokumen dengan menggunakan istilah luas untuk mengidentifikasi dokumen yang berhubungan dengan subjek tertentu”. Hal ini berarti bahwa sistem temu kembali informasi merupakan jalan menuju perolehan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

  Hasugian (2006, 2) juga mengemukakan bahwa “pada dasarnya sistem temu kembali informasi adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian memanggil (retrieve) suatu dokumen dari suatu simpanan (file), sebagai jawaban atas permintaan informasi”.

  Selain pendapat di atas, Rachmansyah (2008) mengemukakan bahwa temu kembali informasi (information retrieval) adalah: Ilmu pencarian informasi pada dokumen, pencarian untuk dokumen itu sendiri, pencarian untuk metadata yang menjelaskan dokumen, atau mencari di dalam database, baik relasi database yang stand-alone atau hypertext database yang terdapat pada network seperti internet atau World Wide Web atau intranet, untuk teks, suara, gambar atau data.

  Dari pendapat-pendapat di atas dapat diketahui bahwa proses temu kembali dokumen adalah proses pencarian dokumen dengan menggunakan istilah- istilah pencarian untuk mendefinisikan dokumen sesuai dengan subjek yang diinginkan.

  Dalam sistem temu kembali dokumen ada dua pendekatan penelusuran yang lazim digunakan yaitu “bahasa ilmiah (natural language) dan kosa kata terkontrol yang sering juga disebut controlled vocabulary”. (Hasugian 2006, 7). Kedua pendekatan ini sejak semula telah digunakan secara luas dalam sistem temu kembali informasi. Banyak database yang telah dibangun untuk digunakan sebagai sarana penelusuran dalam rangka pembuktian efektifitas dan efisiensi dari kedua pendekatan tersebut.

  Sistem temu kembali informasi didesain untuk menemukan dokumen atau informasi yang diperlukan oleh pengguna. Salton dalam Saptari (2006, 4) mengemukakan fungsi utama sistem temu kembali informasi sebagai berikut: 1.

  Mengidentifikasi sumber informasi yang relevan dengan minat masyarakat pengguna yang ditargetkan.

  2. Menganalisis isi sumber informasi (dokumen) 3.

  Merepresentasikan isi sumber informasi dengan cara tertentu yang memungkinkan untuk dipertemukan dengan pertanyaan pengguna.

  4. Merepresentasikan pertanyaan (query) pengguna dengan cara tertentu yang memungkinkan untuk dipertemukan sumber informasi yang terdapat dalam basis data.

  5. Mempertemukan pernyataan pencarian dengan data yang tersimpan dalam basis data.

  6. Menemu-kembalikan informasi yang relevan.

  7. Menyempurnakan unjuk kerja sistem berdasarkan umpan balik yang diberikan oleh pengguna.

  Sistem Pengolahan Dokumen Elektronik memudahkan dalam penyimpanan, pencarian, dan pendistribusian dokumen. Selain dapat menghemat tempat penyimpanan dokumen, dalam pencarian dokumen akan jauh lebih akurat dan lebih cepat sehingga memudahkan pengguna dalam mencari dokumen sehingga dapat meningkatkan pelayanan lebih efektif dan efisien.

2.3 Sistem Automasi Perpustakaan

2.3.1 Pengertian Sistem Automasi Perpustakaan

  Penggunaan teknologi informasi khususnya komputer di perpustakaan bukanlah merupakan suatu fenomena baru jika dilihat dari segi manajemen (teknik pengelolaan). Dengan semakin kompleksnya koleksi perpustakaan, saat ini muncul kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi untuk otomatisasi di perpustakaan. Sistem yang dikembangkan kemudian terkenal

  business process dengan sebutan sistem automasi perpustakaan (library automation system).

  Automasi perpustakaan adalah sebuah proses pengelolaan perpustakaan dengan menggunakan bantuan teknologi informasi (TI). (Nur, 2007). Dengan bantuan teknologi informasi maka beberapa pekerjaan manual dapat dipercepat dan diefisienkan. Selain itu proses pengolahan data koleksi menjadi lebih akurat dan cepat untuk ditelusur kembali. Menurut Siregar (2004, 24) automasi perpustakaan adalah “suatu perpustakaan yang menggunakan sistem terautomasi untuk penggunaan sebahagian atau seluruh kegiatan rutinnya”.

  Sedangkan menurut Duval dan Main dalam Hasugian (2009, 1) menjelaskan bahwa automasi perpustakaan adalah “pemanfaatan komputer dan teknologi lain untuk pengadaan, serial kontrol, pangkalan data/manajemen katalog, sirkulasi, katalog online, laporan statistik dan penyebaran informasi”.

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa sistem automasi perpustakaan adalah sebuah proses pengelolaan perpustakaan meliputi pengadaan, serial kontrol, pangkalan data/manajemen katalog, katalog online, laporan statistik dan penyebaran informasi dengan menggunakan bantuan mesin (komputer).

  Pemanfaatan perangkat komputer pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan (Library House Keeping) bukanlah merupakan hal yang baru.

  Menurut Tedd seperti yang dikutip Hasugian (2009, 1) mengemukakan bahwa pada permulaan dasawarsa 1960-an, beberapa perpustakaan di Amerika Serikat dan Inggris telah menggunakan komputer untuk melaksanakan kegiatan perpustakaan, terutama kegiatan sirkulasi. Penggunaannya semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi.

  Untuk mengetahui pemanfaatan komputer di bidang perpustakaan dapat dilihat dari fase perkembangan automasi perpustakaan. Menurut Marquart seperti yang dikutip oleh Siregar (1997, 11) membagi perkembangan fungsi automasi perpustakaan kedalam 2 (dua) fase. fase pertama yaitu sistem sirkulasi, pengatalogan dan pengadaan digunakanlah komputer untuk pengawasan sirkulasi (circulation control) yang telah menggantikan kegiatan manual mem file kartu-kartu buku yang terlambat dikembalikan. Sedangkan pada fase kedua yaitu memperluas daya dan cakupan temu kembali informasi.Pada perpustakaan yang sudah memakai sistem automasi telah dihasilkan sejumlah produk yang dapat menelusur informasi melalui teknik penelusuran yang lebih canggih. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa automasi perpustakaan bukanlah hal yang baru lagi dikalangan dunia perpustakaan. Konsep dan implementasinya sudah dilakukan sejak lama, namun di indonesia baru populer baru-baru ini setelah perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia mulai berkembang pesat.

2.3.2 Alasan dan Tujuan Sistem Automasi Perpustakaan

  Setiap perpustakaan mempunyai alasan-alasan tertentu untuk mengembangkan sistem kerumahtanggaannya dari sistem manual menjadi suatu sistem berbasis komputer.

  Alasan-alasan umum tersebut menurut Siregar (1997) antara lain: 1.

   Penggabungan Perpustakaan

  Penggabungan beberapa perpustakaan yang tadinya berpisah baik secara fisik maupun administratif

  2. Fasilitas Kerjasama

  Tersedianya katalog dalam bentuk yang terbacakan komputer merupakan suatu prasyarat pendukung untuk mengembangkan jaringan kerjasama antara perpustakaan yang efisien.

  3. Pelayanan Baru

  Suatu sistem perpustakaan berbasis komputer menawarkan sejumlah pelayanan yang ekstra dengan sedikit usaha ekstra.

  4. Peningkatan Moral Staf dan Kepuasan Kerja

  Satu alasan dalam pengembangan sistem berbasis komputer adalah bahwa pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya klerikal, rutinitas dan berulang-ulang dapat dilakukan dengan lebih akurat, lebih cepat dan dengan pengawasan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem manual.

  5. Peningkatan Informasi Manajemen

  Sistem perpustakaan berbasis komputer dapat dengan mudah menghasilkan berbagai jenis statistik.

  Sedangkan menurut Arif (2003) beberapa alasan yang digunakan untuk mengaplikasikan komputer (automasi) di perpustakaan yaitu:

  1. Mengefisiensikan dan mempermudah pekerjaan dalam perpustakaan 2.

  Memberikan layanan yang lebih baik kepada pengguna perpustakaan 3. Meningkatkan citra perpustakaan 4. Pengembangan infrastruktur nasional, regional dan global.

  Salmon seperti yang dikutip Hasugian (2003, 4) menyatakan alasan yang valid untuk mengembangkan sistem kerumahtanggaannya menjadi sistem berbasis komputer adalah “untuk melakukan sesuatu yang lebih baik, lebih cepat, atau lebih murah dibandingkan dengan sistem manual atau untuk memberikan suatu pelayanan yang baru”.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alasan untuk sistem automasi perpustakaan adalah untuk mempermudah pekerjaan, mengembangkan jaringan kerjasama antar perpustakaan dan memberikan layanan yang lebih baik dan lebih cepat kepada pengguna.

  Beberapa tujuan dan manfaat dari adanya sistem automasi perpustakaan menurut Lasa (2009, 223) adalah:

  1. Meringankan beban pekerjaan, khususnya yang rutin dan berulang-ulang 2.

  Menghemat waktu dan tenaga sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam bekerja

  3. Memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dilakukan secara manual 4.

  Memberikan hasil pekerjaan yang konsisten dan akurat 5. Memberikan kualitas layanan kepada pengguna 6. Meningkatkan pencitraan yang positif terhadap perpustakaan 7. Meningkatkan daya saing 8. Meningkatkan kerja sama antar perpustakaan

  Kusumaningrum yang dikutip oleh Ardoni (2005, 33) menyatakan tujuan dari sistem automasi perpustakaan adalah “untuk mengatasi pekerjaan yang menumpuk, meningkatkan efisiensi, memberikan pelayanan baru serta mengadakan kerjasama dan sentralisasi”.

  Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan sistem automasi perpustakaan adalah memungkinkan ketersediaan informasi baik kualitas dan kuantitas yang memadai, cepat, akurat dan memudahkan sistem pelayanan.

2.3.3 Unsur-Unsur Sistem Automasi Perpustakaan

  Dalam sebuah sistem automasi perpustakaan terdapat beberapa unsur atau syarat yang saling mendukung dan terkait satu dengan lainnya. Menurut Arif (2003) unsur-unsur tersebut adalah: pengguna (users), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), jaringan (network), dan data.

  1) Pengguna (Users)

  Pengguna merupakan unsur utama dalam sebuah sistem automasi perpustakan. Dalam pembangunan sistem perpustakaan hendaknya selalu dikembangkan melalui konsultasi dengan pengguna-penggunanya yang meliputi pustakawan, staf yang nantinya sebagai operator atau teknisi serta para anggota perpustakaan. 2)

  Perangkat Keras (Hardware) Dalam memilih perangkat keras yang pertama adalah menentukan staf yang bertanggung jawab atas pemilihan dan evaluasi hardware sebelum transaksi pembelian. Adanya staf yang bertanggung jawab adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap pihak lain dan menghindari dampak buruk yang mungkin timbul. Hal lain adalah adanya dukungan teknis serta garansi produk dari vendor penyedia komputer.

  3) Perangkat Lunak (Software)

  Perangkat lunak diartikan sebagai metode atau prosedur untuk mengoperasikan komputer agar sesuai dengan permintaan pemakai. Kecenderungan dari perangkat lunak sekarang mampu diaplikasikan dalam berbagai sistem operasi, mampu menjalankan lebih dari satu program dalam waktu bersamaan (multi-tasking), kemampuan mengelola data yang lebih handal, dapat dioperasikan secara bersama-sama (multi-user). 4)

  Jaringan (Network) Jaringan komputer telah menjadi bagian dari automasi perpustakaan karena perkembangan yang terjadi di dalam teknologi informasi sendiri serta adanya kebutuhan akan pemanfaatan sumber daya bersama melalui teknologi. Komponen perangkat keras jaringan antara lain: komputer sebagai server dan klien, Network Interface Card (LAN Card terminal kabel (Hub)), jaringan telepon atau radio,modem.

  Hal yang harus diperhatikan dalam membangun jaringan komputer adalah: a.

  Jumlah komputer serta lingkup dari jaringan (LAN, WAN) b. Lokasi dari hardware: komputer, kabel, panel distribusi, dan sejenisnya c.

  Protokol komunikasi yang digunakan d. Menentukan staf yang bertanggung jawab dalam pembangunan jaringan

  5) Data

  Data merupakan bahan baku informasi, dapat didefinisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas, fakta, tindakan, benda, dan sebagainya. Data terbentuk dari karakter, dapat berupa alfabet, angka, maupun simbol khusus seperti *, $dan /. Data disusun mulai dari dan database. Sistem informasi menerima

  bits, bytes, fields, records, file

  masukan data dan instruksi, mengolah data tersebut sesuai instruksi, dan mengeluarkan hasilnya. Fungsi pengolahan informasi sering membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan diolah dalam periode waktu sebelumnya, karena itu ditambahkan sebuah penyimpanan data file (data file storage) ke dalam model sistem informasi; dengan begitu, kegiatan pengolahan tersedia baik bagi data baru maupun data yang telah dikumpulkan dan disimpan sebelumnya.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengguna (users), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), jaringan (network), dan data merupakan unsur-unsur yang saling mendukung dan terkait satu dengan lainnya agar dapat terbentuknya sistem automasi perpustakaan.

2.3.4 Metode Sistem Automasi Perpustakaan

  Untuk mencapai tujuan sistem automasi perpustakaan tersebut perpustakaan biasanya menggunakan beberapa metode atau cara. Menurut Corbin yang dikutip oleh Hasugian (2009, 173) membagi metode sistem automasi perpustakaan atas 4 (empat) yaitu :

  1. Membeli Sistem Turnkey Sistem Turnkey adalah sistem komputer yang telah dirancang, diprogram, diuji, dan kemudian dijual oleh perusahaan kepada perpustakaan dalam siap dipasang dan dioperasikan.

  2. Mengembangkan Sistem Melalui Jaringan (Network System) Perpustakaan juga dapat mengembangkan sistem dengan cara mengadaptasikan sistem melalui kerjasama jaringan.

  3. Mengadaptasikan Sistem dari Perpustakaan Lain Cara lain yang dapat digunakan perpustakaan dalam mengembangkan automasi perpustakaan adalah menduplikasi atau mengadaptasi sistem dari perpustakaan lain.

  4. Mengembangkan Sistem Lokal Perpustakaan dapat juga mengembangkan sistem lokal atau in-house .

  development system

  Setiap metode sistem automasi perpustakaan memiliki beberapa keuntungan dan kelemahan. Jadi, metode apapun yang akan digunakan maka pihak perpustakaan haruslah mempertimbangkannya terlebih dahulu dan harus disesuaikan dengan kondisi perpustakaannya.

  

2.4 Penerapan Sistem Automasi Perpustakaan Dalam Pengolahan

Dokumen Elektronik

  Pada Perpustakaan STMIK TIME, pengolahan dokumen elektronik skripsi tidak terlepas dari Sistem Automasi Perpustakaan yang digunakan.

2.4.1 Pengadaan

  Pengadaan atau akuisisi koleksi bahan pustaka merupakan proses awal dalam mengisi perpustakaan dengan sumber-sumber informasi bagi perpustakaan yang baru dibentuk atau didirikan, kegiatan ini meliputi pekerjaan penentuan kriteria pembentukan koleksi awal. Untuk perpustakaan yang sudah berjalan, kegiatan pengadaan untuk menambah dan melengkapi koleksi yang sudah ada.

  Menurut Siregar (2008) pengadaan (acquisition) adalah: Semua kegiatan yang berkaitan dengan pemerolehan bahan pustaka yang dilakukan baik melalui pembelian, pertukaran, maupun berupa hadiah. Dalam kegiatan ini juga termasuk kegiatan pengecekan bibliografis (bibliographical checking) yang dilakukan sebelum pemesanan dan penerimaan bahan pustaka, pemerosesan faktur, dan pemeliharaan arsip yang berhubungan dengan pengadaan. Sub-sistem pengadaan terautomasi biasanya memelihara tiga buah file yaitu file bahan pustaka, pemasok, dan pemesan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengadaan merupakan proses awal dalam pengolahan bahan pustaka. Jika dikaitkan dengan pengolahan dokumen elektronik, maka proses pengadaan yang dimaksud adalah pemilihan dan penyeleksian file elektronik skripsi yang diserahkan oleh mahasiswa ke perpustakaan.

  2.4.2 Pengatalogan

  Kegiatan pengatalogan merupakan rangkaian pekerjaan untuk mempersiapkan bahan perpustakaan agar mudah diperoleh dan diketahui informasi yang terdapat di dalamnya berdasarkan judul, pengarang, subjek, penerbit, tahun terbit, dan nomor DDC (Dewey Decimal Classification).

  Menurut Siregar (2008) pengatalogan (cataloguing) adalah: Semua kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan cantuman (records) bibliografis untuk pembuatan katalog yang digunakan sebagai sarana untuk mengakses koleksi perpustakaan. Sub-sistem pengatalogan biasanya memelihara satu buah file untuk seluruh jenis bahan pustaka. Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa kegiatan pengatalogan merupakan rangkaian pekerjaan untuk membuat katalog perpustakaan agar dapat mudah untuk ditemukembalikan. Katalog adalah keterangan singkat atau wakil dari suatu dokumen. Katalog perpustakaan elektronik adalah jantung dari sebuah sistem perpustakaan yang terautomasi. Sub sistem lain seperti OPAC dan sirkulasi berinteraksi dengannya dalam menyediakan layanan automasi. Sebuah sistem katalog yang dirancang dengan baik merupakan faktor kunci keberhasilan penerapan sistem automasi perpustakaan.

  2.4.3 Online Public Access Catalogue (OPAC)

  Menurut Siregar (2008) katalog talian atau OPAC adalah: penyediaan fasilitas akses koleksi perpustakaan melalui terminal komputer untuk digunakan oleh pengguna perpustakaan. Pengguna menelusur koleksi perpustakaan melalui suatu antarmuka (interface). Hingga saat ini antarmuka OPAC kebanyakan berbasis huruf dan menggunakan perintah singkat (biasanya satu huruf) untuk mengakses cantuman katalog. Dalam sistem terintegrasi (integrated library system), pengguna OPAC dapat pula memeriksa status bahan pustaka, dan melakukan reservasi untuk memberitahu petugas sirkulasi sewaktu bahan yang dipesan dikembalikan. Dewasa ini, melalui antarmuka OPAC, pengguna juga dapat mengakses informasi lain termasuk database bibliografis tentang artikel dan dokumen teks penuh.

  Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa OPAC dapat membantu pengguna untuk menemukan koleksi yang diinginkan dengan cepat dan tepat melalui suatu antarmuka (interface), dan juga dapat melihat status bahan pustaka sedang dipinjam atau tersedia.

2.4.4 Metadata

  Kerjasama antar perpustakaan secara elektronik telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan didasari adanya kebutuhan untuk menggunakan sumber daya bersama. Penggabungan data katalog koleksi adalah suatu hal yang sudah biasa terjadi dalam perpustakaan, kerjasama dapat dilakukan jika masing-masing perpustakaan itu memiliki kesamaan dalam format penulisan data katalog. Persoalan yang sering dihadapi dalam kerja sama tukar-menukar atau penggabungan data adalah banyaknya data yang ditulis dengan tidak memperhatikan standar yang ada.

  Perpustakaan sudah lama menciptakan metadata dalam bentuk pengkatalogan koleksi. Menurut Arif (2003) metadata adalah “sebagai bentuk pengindentifikasian, penjelasan suatu data, atau diartikan sebagai struktur dari sebuah data”. Sedangkan ALA berbunyi sebagai berikut: “Metadata are

  

structured, encoded data that describe characteristics of information bearing

entitites to aid in the identification, discovery, assessment and management of the

  .”

  described entities

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metadata adalah data terstruktur untuk data/informasi. Data dikodekan yang menggambarkan karakteristik informasi untuk membantu dalam identifikasi, penemuan, penilaian dan pengelolaan informasi.

  Metadata yang biasa digunakan di perpustakaan yaitu: 1. MARC & INDOMARC

  (MARC) merupakan salah satu hasil dan

  Machine Readable Cataloging juga sekaligus salah satu syarat penulisan catalog koleksi perpustakaan.

  Standar metadata catalog perpustakaan ini dikembangkan pertama kali oleh Library of Congress (LC), format LC MARC ternyata sangat besar manfaatnya bagi penyebaran data katalogisasi bahan pustaka ke berbagai perpustakaan di Amerika Serikat. Keberhasilan ini membuat Negara lain turut mengembangkan format MARC sejenis bagi kepentingan nasionalnya masing-masing. Format INDOMARC merupakan implementasi dari International Standard Organization (ISO) Format 2719 untuk Indonesia, sebuah format untuk tukar menukar informasi bibliografi melalui format digital atau media yang terbacakan mesin (machine readable) lainnya. Informasi bibliografi biasanya mencakup pengarang, judul, subjek, catatan, data penerbitan dan deskripsi fisik. Indomarc menguraikan format cantuman bibliografi yang sangat lengkap terdiri dari 700 elemen pengetahuan, seperti monograf (BK), manuskrip (AM), dan terbitan berseri (SE) termasuk; buku pamflet, lembar tercetak, atlas, skripsi, tesis, dan disertasi (baik diterbitkan ataupun tidak), dan jurnal buku langka.

2. Dublin Core

  Dublin Core merupakan salah satu skema metadata yang digunakan untuk

  web resource description and discovery . Gagasan membuat standar baru

  agaknya dipengaruhi oleh rasa kurang puas dengan standar MARC yang dianggap terlalu banyak unsurnya dan beberapa istilah yang hanya dimengerti oleh pustakawan serta kurang bias digunakan untuk sumber informasi dalam world wide web. Element Dublin Core dan MARC intinya bias saling dikonversi. Metadata Dublin Core memiliki beberapa kekhususan sebagai berikut: a.

  Memiliki deskripsi yang sangat sederhana b. Semantic atau arti kata yang mudah dikenali secara umum c. Expandable memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut Dublin Core terdiri dari 15 unsur yaitu : 1.

  Title : judul dari sumber informasi 2. Creator : pencipta sumber informasi 3. Subject : pokok bahasan sumber informasi, biasanya dinyatakan dalam bentuk kata kunci atau nomor klasifikasi

  4. Description : keterangan suatu isi dari sumber informasi, misalnya berupa abstrak, daftar isi atau uraian

  5. Publisher : orang atau badan yang mempublikasikan sumber informasi 6.

  Contributor : orang atau badan yang ikut menciptakan sumber informasi

  7. Date : tanggal penciptaan sumber informasi 8.

  Type : jenis sumber informasi, nover, laporan, peta dan sebagainya 9. Format : bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran, durasi, sumber informasi

  10. Identifier : nomor atau serangkaian angka dan huruf yang mengidentifikasian sumber informasi. Contoh URL, alamat situs

  11. Source : rujukan ke sumber asal suatu sumber informasi 12.

  Language : bahasa yang intelektual yang digunakan sumber informasi 13. Relation : hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber informasi lainnya.

  14. Coverage : cakupan isi ditinjau dari segi geografis atau periode waktu 15.

  Rights : pemilik hak cipta sumber informasi (Arif, 2003) Untuk mencakup unsur-unsur katalog, MARC menggunakan tenggara berupa nomor yang terdiri dari dua jenis, yaitu dapat diulang dan tidak dapat di ulang penulisannya. Berikut adalah perbandingan antara tengara MARC dengan unsur Dublin Core.

  

Tabel-2. Perbandingan Metadata MARC dan DC

Tengara MARC Unsur DC Keterangan

  100, 110, 111, 710, 711, 720 Contributor Pada MARC disebut sebagai penanggung jawab perorangan, korporasi, konferensi.

  651, 662, 751, 752 Coverage Nama geografis, nama tempat hirarki dimasukan dalam cakupan pada unsur DC. Creator Ketika terjadi pengubahan dari MARC ke DC, unsur Creator tidak digunakan. 008/07-10, 260$c$g Date 500-599, kecuali 506, 530, 540, 546 Description Kecuali catatan pembatasan akses, keterangan fisik, catatan bahasa

  340, 856$q Format Media fisik dan lokasi digital 020$a, 022$a, 024$a, 856$u Identifier Catatan identifier berupa

  ISBN, URL/URI dan identifier lain. 008/35-37, 041$a$b$d$e$f$g$h$j, 546 Language 260$a$b Publisher Tempat dan nama penerbit. 530, 760-787$o$t Relation Hubungan dengan bentuk lain. 506, 540 Rights 534$t, 786$o$t Source 050, 060, 080, 082, 600, 610, 611, 630, 650, 653

  Subject 45, 246 Title Setiap tengara diulang pada dc:title. Beberapa aplikasi mungkin akan memasukan 210, 222, 240, 242, 243, dan 247 kedalam dc:title. Leader06, Leader07, 655

  Type

  (Prasetya, 2010) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metadata yang biasa digunakan di perpustakaan adalah MARC dan Dublin Core. Perbedaannya adalah

  Dublin Core memiliki 15 unsur yang jauh lebih sedikit dari tengara MARC yang terdiri dari 700 elemen pengetahuan dan istilah-istilah pada Format MARC hanya dapat dipahami oleh profesional informasi, sedangkan istilah-istilah pada Dublin Core lebih mudah dipahami walaupun bagi orang awam. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam tujuan penciptaan MARC ataupun DC.

  Perangkat lunak aplikasi Senayan Library Management System (SLiMS

  5.0 Meranti) yang digunakan oleh Perpustakaan STMIK TIME memiliki fitur MARC Import. Nugraha (2010) dalam Buku Dokumentasi SLiMS menjelaskan bahwa “saat ini SLiMS 5.0 Meranti memiliki fitur MARC Import yang digunakan untuk mengimport data MARC baik itu berekstensi .mrc ataupun .xml.”

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perangkat lunak aplikasi Senayan Library Management System (SLiMS 5.0 Meranti) sebagai salah satu contoh sistem perpustakaan automasi masih menggunakan skema metadata Format MARC sedangkan skema Dublin Core digunakan untuk sistem perpustakaan digital.

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Pendanaan Leasing Dengan Kredit Bank Dalam Pengadaan Mesin Photo Copy

0 0 25

Analisis Perbandingan Pendanaan Leasing Dengan Kredit Bank Dalam Pengadaan Mesin Photo Copy

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia - Penetapan Kadar Bromazepam dalam Tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet

0 1 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air - Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Ammonia Nitrogen Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Kadar Besi (Fe) Pada Air Sumur di Padang Bulan Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 2 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung 2.1.1 Sejarah Tanaman Jagung - Perbandingan Bilangan Peroksida Pada Minyak Jagung dan Minyak Curah dengan Metode Iodometri

0 0 19

a. Air Sungai Bagian Hulu Hamparan Perak - Efektivitas Koagulan Pac(Poly Aluminium Chloride) Dan Tawas (Alum)Terhadap Logam Besi (Fe) Pada Air Baku Pdam Tirtanadi Hamparan Perak

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air - Efektivitas Koagulan Pac(Poly Aluminium Chloride) Dan Tawas (Alum)Terhadap Logam Besi (Fe) Pada Air Baku Pdam Tirtanadi Hamparan Perak

0 0 12

EFEKTIVITAS KOAGULAN PAC(POLY ALUMINIUM CHLORIDE) DAN TAWAS (ALUM)TERHADAP LOGAM BESI (Fe) PADA AIR BAKU PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK TUGAS AKHIR - Efektivitas Koagulan Pac(Poly Aluminium Chloride) Dan Tawas (Alum)Terhadap Logam Besi (Fe) Pada Air Baku P

0 0 11

Analisis Pengolahan Skripsi Elektronik (E-Skripsi) Sebagai Salah Satu Bentuk Dokumen Elektronik Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Aplikasi Senayan Pada Perpustakaan STMIK TIME

0 0 22