Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI)
Hendarman
email: hendarman@kemdiknas.go.id, Balitbang Kemdiknas
Abstrak: Penyelenggaraan satuan pendidikan menuju bertaraf internasional telah dimulai sejak tahun
2006, yaitu melalui pendirian dan penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Berbagai gugatan, pandangan dan kritik yang bersifat pro-kontra dari berbagai lapisan masyarakat
terhadap penyelenggaraan RSBI muncul sejalan dengan implementasinya. Hal yang signifikan yaitu
usulan untuk memberhentikan penyelenggaraan RSBI dan sistem pendanaan yang memberatkan orang
tua peserta didik. Tulisan ini merupakan kajian secara yuridis terhadap keberadaan RSBI serta pendanaan
yang seyogianya diberlakukan dalam penyelenggaraannya. Kajian secara yuridis menunjukkan bahwa
menghentikan penyelenggaraan RSBI tidak dimungkinkan sepanjang peraturan perundang-undangan
yang berlaku belum diubah. Terkait pendanaan terhadap RSBI, memang terjadi perbedaan tafsir dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga terjadi pungutan-pungutan yang membebankan
orang tua peserta didik. Implikasi dari hal-hal tersebut bahwa keberlanjutan RSBI harus diikuti dengan
adanya evaluasi dengan menggunakan indikator-indikator kunci yang dapat memutuskan kemungkinan
promosi RSBI menjadi SBI atau penurunan status menjadi sekolah regular; dan penetapan sistem
keuangan di tingkat satuan pendidikan RSBI secara transparan dan akuntabel yang dapat menjelaskan
berapa yang diterima dan dipergunakan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk
orang tua peserta didik.
Kata kunci: RSBI, pendanaan, dan standar internasional
Abstract: The execution of a unit having international standards of education has been commenced
since 2006 through the establishment of the so-called “rintisan sekolah bertaraf internasional” (RSBI).
Pros and cons were addressed for the implementation of RSBI. The significant one is to terminate this
initiative due to the burden funding implications that parents are to take care. This paper analyses the
existence of RSBI and funding mechanism which are supposed to be in place from the view of legal
aspect. The analysis shows that the appeal to terminate RSBI will not be possible unless there is an
amendment to the existing laws and regulations. In terms of budget allocation for RSBI, the analysis
shows that misinterpretations towards the regulation bring about the big-fees taken from parents. It is
recommended that RSBI is to be continued but with such an evaluation using a number of key-indicators
to decide for the promotion and the depromotion of RSBI to be SBI (international standard schools) or
back to regular schools; and to set up a transparent and accountable finance system in the school which
could indicate in detail the receiving and spending of money received from central office, local authority
and society including students’ parents.
Key words: RSBI, finance,and international standar
Pendahuluan
tua terutama karena sebagian sekolah publik yang
Orang tua di berbagai daerah dipusingkan dengan
berkualitas sudah berubah status menjadi RSBI.
semakin sulitnya mencari sekolah berkualitas dan
Sekolah berstatus RSBI tersebut cenderung bebas
semakin mahalnya biaya sekolah (Harian Kompas, 6
memungut biaya masuk dari orang tua peserta
Juli 2011). Meskipun sudah ada dana yang dikucurkan
didik, namun belum ada mekanisme pelaporan
Pemerintah untuk setiap satuan pendidikan,
penggunaan yang transparan terhadap dana yang
kenyataannya hal tersebut tidak mengurangi
diperoleh. RSBI tetap saja melakukan pungutan
pungutan yang dilakukan sekolah terhadap orang
yang cenderung besar walaupun sudah mendapat
tua siswa. Kesulitan utama peserta didik dan orang
berbagai sumber dana, di antaranya dari Pemerintah
dan pemerintah daerah. Di lain pihak, orang tua
373
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
maupun pihak terkait mengalami kesulitan untuk
menyelenggarakan program pendidikan yang
memperoleh klarifikasi mengenai peruntukan dari
diarahkan mencapai Standar Bertaraf Interna-
dana tersebut.
sional (SBI). Penyelenggaraan program pendidikan
Terungkap pula bahwa di beberapa kota seperti
ini dimulai pada tahun 2006 melalui pendirian
Cirebon, Bandung dan Jakarta dimana biaya negeri
sejumlah rintisan sekolah bertaraf internasional
masuk SMP negeri bersatus RSBI minimal Rp 6
(RSBI).
juta. Adapun untuk SMA negeri berstatus RSBI,
yang telah mencapai standar nasional atau SSN
biaya masuk dapat di atas Rp 15 juta (Harian
(Sekolah Standar Nasional). Standar Nasional
Kompas, 6 Juli 2011). Pungutan di kota Cirebon
dimaksud adalah menurut Peraturan Pemerintah
tersebut misalnya terjadi di SMP Negeri 1 Cirebon
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
yang berstatus RSBI, dimana orang tua dipungut
Standar Nasional Pendidikan yang memiliki lingkup
sumbangan Rp 6 juta dan uang SPP Rp 485.000 per
yaitu: a) standar isi, b) standar proses, c) standar
bulan. Tanggapan dari panitia penerimaan di sekolah
kompetensi luusan, d) standar pendidik dan tenaga
tersebut adalah bahwa sumbangan berdasarkan
kependidikan, e) standar sarana dan prasarana, f)
kesepakatan orang tua dan komite sekolah, yang
standar pengelolaan, g) standar pembiayaan, dan
mana dana tersebut digunakan untuk kepentingan
h) standar penilaian pendidikan.
RSBI sendiri adalah sekolah-sekolah
peserta didik seperti pembangunan laboratorium,
Secara prinsip, sekolah-sekolah di Indonesia
dan berbagai fasilitas kelas (Harian Kompas, 8 Juli
dapat dikategorisasikan dengan merujuk pada SPM
2011). Namun, di sisi lain bahwa sekolah-sekolah
(Standar Pelayanan Minimal) dan Sekolah Standar
di Surabaya, Jawa Timur termasuk yang berstatus
Nasional (SSN). Pada kenyataannya, persentase
RSBI, bebas biaya masuk sekolah. Wali murid hanya
terbesar adalah sekolah-sekolah yang belum dan
dibebani uang seragam yang bervariasi Rp500.000
bahkan baru mencapai status SPM. Misalnya, untuk
– Rp650.000 per siswa.
satuan pendidikan Sekolah Dasar, jumlah sekolah
Kritikan lain terkait RSBI adalah mekanisme
belum mencapai status SPM mencapai hampir
penerimaan peserta didik baru PPDB). Ditengarai
setengah dari total SD yaitu 44.84%; yang sudah
bahwa rekrutmen peserta didik baru masih kurang
berkategori SPM adalah 51.71%. sedangkan yang
transparan terutama dalam proses seleksi dan
mencapai SSN (Sekolah Standar Nasional) baru
kriteria yang digunakan. Kriteria seleksi tidak jelas
3.29%. Jumlah SD RSBI adalah sebanyak 239
terkait dengan beberapa indikasi di antaranya
sekolah dari total SD sebanyak 146.904 sekolah,
kemampuan orang tua dalam membayar cenderung
atau baru mencapai 0.16%. Tabel 1 menunjukkan
lebih dijadikan pertimbangan utama dibandingkan
kategori dan jumlah dari sekolah-sekolah yang
capaian akademik siswa. Semen-tara itu latar
berada di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
belakang ekonomi orangtua peserta didik belum
Secara keseluruhan, status sekolah di Indonesia
dijadikan kriteria utama walaupun peserta didik
sebenarnya baru mencapai SPM atau di bawah
yang bersangkutan memiliki potensi secara
status tersebut dimana persentasenya mencapai
akademik. Menurut Jumono dari Aliansi Orang
89.20% dari jumlah total sekolah sebesar 201.557
tua Peduli Pendidikan, dengan besarnya pungutan
sekolah.
masuk RSBI tersebut maka anak-anak cerdas dari
Sampai akhir tahun 2010, jumlah RSBI yang
keluarga miskin tidak mungkin bisa masuk sekolah
ada di seluruh Indonesia yaitu 0.65% dari total
RSBI. Dikemukakannya lebih lanjut, bahwa terkesan
jumlah satuan pendidikan dari pendidikan dasar
omong kosong dengan situasi pungutan yang ada
hingga pendidikan menengah. Rekapitulasi data
bahwa RSBI menyediakan kuota 20 persen untuk
sekolah dengan statusnya dapat dilihat pada Tabel 1.
siswa miskin (Harian Kompas, 6 Juli 2011). Di sisi
Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa jumlah
lain, sebagaimana muncul di berbagai media, RSBI
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
menyebabkan daya tampung sekolah menurun
cenderung masih dalam persentase kecil yaitu
karena jumlah siswa per kelas dibatasi, maksimal 30
0.65%. Tabel dimaksud sekaligus menegaskan
orang. Padahal sekolah regular dapat menampung
bahwa hingga saat ini belum ada satupun sekolah
40 peserta didik per kelas.
di Indonesia yang dikategorikan sebagai Sekolah
Pemerintah telah mengembangkan dan
374
Bertaraf Internasional (SBI).
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Tabel 1. Rekapitulasi Data Sekolah berdasarkan Kategori Sekolah
Sumber: Penjelasan Mendiknas pada Raker Kemdiknas dengan DPR tanggal 21 Maret 2011
Dari berbagai kondisi obyektif yang ada
tersebut, muncul usulan dari masyarakat agar RSBI
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan.
atau yang sejenis segera dihentikan. Alasan utama
Beberapa rujukan legal yang dapat memper-
pengusulan utama penghentian penye-lenggaraan
kuat aspek legalitas status atau keberadaan
RSBI yaitu: 1) tidak menjamin prinsip keadilan
dari penyelenggaraan rintisan sekolah bertaraf
terhadap peserta didik yang orang tuanya tidak
internasional, sebagai berikut: 1) Pasal 50 ayat
mampu secara ekonomi; dan 2) besarnya pungutan
(3) UUSPN yang menyatakan bahwa “Pemerintah
yang dibebankan kepada orang tua.
dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan
Tulisan ini pada hakikatnya merupakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
kajian untuk menanggapi isu-isu yang menyang-
pada semua jenjang pendidikan untuk
kut keberadaan dan pendanaan dari rintisan
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
sekolah bertaraf internasional (RSBI). Kajian ini
bertaraf internasional” (Departemen Pendidikan
akan mencermati dengan mempertimbangkan
Nasional, Republik Indonesia, 2006a). Apabila
berbagai aspek untuk menjawab pertanyaan pokok
diperhatikan penjelasan dari UUSPN maka untuk
berikut, yaitu: 1) apakah rintisan sekolah bertaraf
pasal tersebut dikatakan “cukup jelas”; 2) Pasal
internasional memiliki dasar hukum yang jelas untuk
143 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
dapat berjalan dan diimplementasikan?; dan 2)
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
apakah pendanaan yang terjadi pada imple-mentasi
Pendidikan menyatakan “Satuan pendidikan bertaraf
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
internasional merupakan satu pendidikan yang
selama ini didukung oleh peraturan perundang-
telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan
undangan yang jelas?
diperkaya dengan standar pendidikan di negara
maju (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010);
Kajian Literatur
3) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
Keberadaan RSBI ditinjau dari Landasan
mempertegas khususnya pada BAB VIII “Satuan
Yuridis
Pendidikan Bertaraf Internasional” dimulai dari
Penyelenggaraan rintisan sekolah bertaraf
pasal 143 sampai dengan pasal 154. Terkait
internasional (RSBI) sesungguhnya merujuk kepada
dengan satuan pendidikan dasar, pasal 144 ayat
amanah berbagai peraturan perundang-undangan
(1) menyatakan “Pemerintah kabupaten/kota
yang berlaku. Peraturan perundang-undangan
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD
tersebut meliputi antara lain Undang-Undang
bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf
Nasional (UUSPN), Peraturan Pemerintah Nomor 19
internasional yang diselenggarakan masyarakat.
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa “dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah kabupaten/
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan
yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
bertaraf internasional. Ayat (6) dalam pasal yang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,
sama menyatakan “Pemerintah kabupaten/kota
375
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
membantu dan memfasilitasi penyelenggaraan
mengubah peraturan perundang-undangan yang
SD bertaraf internasional atau rintisan bertaraf
mengaturnya.
internasional yang diselenggarakan oleh masyarakat
Penghentian RSBI mungkin saja dapat dilakukan
sebagai-mana dimaksud pada ayat (1)”. Peran
dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaannya.
pemerintah provinsi dijelaskan dalam pasal 145
Misalnya, dimungkinkan bahwa SD RSBI yang ada
ayat (1) yaitu “Pemerintah provinsi memfasilitasi
untuk dihentikan atau diubah menjadi sekolah
dan membantu penyelenggaraan SD bertaraf
regular apabila setelah 7 (tujuh) tahun tidak dapat
internasional di kabupaten/kota di wilayahnya”;
meningkatkan kinerja yang layak sebagai Sekolah
Terkait SMP, SMA, dan SMK maka pasal 146
Bertaraf Internasional (SBI) atau bahkan kemudian
ayat (1), 4) menyatakan “Pemerintah provinsi
tidak juga layak sebagai RSBI. Permasalahannya
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1
adalah bahwa sampai ini belum ada satu indikator
(satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional
pun yang telah disusun untuk menentukan layak
dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling
tidaknya suatu sekolah dengan status RSBI untuk
sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu)
dipromosikan sebagai SBI (Sekolah Bertaraf
SMK bertaraf interna-sional yang diselenggarakan
Internasional) atau kemudian kehilangan statusnya
masyarakat di setiap kabupaten/kota di wilayahnya.
dan kembali sebagai sekolah regular atau Sekolah
Pasal yang sama ayat (2) menyatakan bahwa
Standar Nasional (SSN).
“dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud
Yang sesungguhnya perlu ditinjau lebih lanjut
pada ayat (1) belum dapat dipenuhi, pemerintah
adalah proses bagaimana suatu satuan pen-
provinsi menyel-enggarakan paling sedikit 1
didikan memperoleh persetujuan dan ketetapan
(satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK
secara hukum menjadi rintisan sekolah bertaraf
yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
internasional (RSBI). Berbagai kritikan dan
bertaraf internasional. Sedangkan ayat (3) pasal ini
kecaman dari masyarakat terhadap kelayakan RSBI
menyatakan “Penyelenggaraan rintisan pendidikan
dapat diduga berasal dari proses pengu-sulannya.
bertaraf internasional sebagaimana dimaksud
Secara sederhana dapat dijelaskan yaitu dengan
pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara parsial
mengaitkan kepada Pasal 143 Peraturan Pemerintah
menurut rombongan belajar atau mata pelajaran.
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Peran kabupaten/kota dicantumkan dalam ayat (6)
Penyelenggaraan Pendidikan yang menyatakan
yaitu “Pemerintah kabupaten/kota dapat membantu
“Satuan pendidikan bertaraf internasional
penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK bertaraf
merupakan satu pendidikan yang telah memenuhi
internasional atau yang dikembangkan menjadi
Standar Nasional Pen-didikan dan diperkaya dengan
satuan pendidikan bertaraf internasional”; dan 5)
standar pendidikan di negara maju (Kementerian
Pengembangan untuk menjadi standar bertaraf
Pendidikan Nasional, 2010). Apakah betul seluruh
internasional dari masing-masing satuan pendidikan
RSBI yang ada sudah memenuhi standar nasional
tersebut juga telah diatur tersendiri. Untuk SD,
pendidikan (SNP)?
diatur dalam Pasal 144 ayat (5) PP No 17 tahun
Misalnya, untuk standar proses dimana
2010 yaitu “pengembangan SD menjadi satuan
standar telah ditetapkan dalam Pasal 19 ayat (1)
pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan
pada PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
paling lama 7 (tujuh) tahun”. Sedangkan untuk SMP,
Nasional Pendidikan, yaitu “… diselenggarakan
SMA, dan SMK diatur dalam Pasal 146 ayat (5) yaitu
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
“pengembangan SMP, SMA, dan SMK menjadi satuan
menantang, memotivasi peserta didik untuk ber-
pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan
partisipasi aktif, serta memberikan ruang lingkup
paling lama 6 (enam) tahun.
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
Dari kajian berbagai peraturan perundang-
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
undangan yang berlaku, keberadaan rintisan sekolah
psikologis peserta didik” (Departemen Pendidikan
bertaraf internasional (RSBI) sah secara hukum.
Nasional, Republik Indonesia, 2006b). Apakah
Pengubahan ataupun penghapusan terhadap
proses pembelajaran seluruh RSBI yang sudah
kebijakan atau implementasi RSBI sebagaimana
ada sekarang minimal sudah mengikuti standar
yang seringkali dilontarkan harus dilakukan dengan
tersebut? Tafsiran untuk RSBI yaitu seyogianya
376
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
satuan pendidikan berstatus RSBI mempunyai
Yuridis dan Empiris
standar proses atau standar pembelajaran lebih
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008
dari yang tertulis dalam Pasal 19 ayat (1) tersebut.
tentang Pendanaan Pendidikan telah juga mengatur
Dalam konteks pendidik dan tenaga kepen-
pendanaan terkait penyelenggaraan rintisan sekolah
didikan, PP Nomor 19 Tahun 2005 memberikan
bertaraf internasional (Departemen Pendidikan
standar yang jelas. Di antaranya dalam Pasal 29
Nasional, 2008). Pasal-pasal yang mengatur
ayat (2) terkait dengan pendidik pada SD/MI atau
pendanaan pendidikan bertaraf internasional atau
bentuk lain yang sederajat, memiliki: (a) kualifikasi
yang sedang dikembangkan menuju bertaraf
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-
internasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah
IV) atau sarjana (S1); (b) latar belakang pendidikan
atau pemerintah daerah adalah: Pasal 9, Pasal 13,
tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan
Pasal 20, dan Pasal 24. Pada hakekatnya peran
lain, atau psikologi; dan (c) sertifikat profesi guru
Pemerintah terhadap tanggung jawab pendanan
untuk SD/MI. sedangkan pendidik pada SMP/MTs
dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Standar
serta SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat
Nasional Pendidikan.
memiliki: (a) kualifikasi akademik pendidikan
Beberapa kajian terkait pendanaan pen-
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
didikan termasuk yang terkait dengan RSBI yaitu:
(b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program
1) Tanggungjawab pendidikan diatur dalam Pasal
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang
2 ayat (1) dan ayat (2). Ayat (1) menyatakan
diajarkan; dan (c) sertifikat profesi guru untuk SMP/
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
MTs {Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4)}. Pertanyaan
bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
mendasar yang harus dikaji lebih cermat adalah
dan masyarakat”. Sesuai dengan ayat (2) pasal
apakah satuan pendidikan berstatus RSBI sebelum
yang sama, masyarakat meliputi (a) penyeleng-gara
ditetapkan secara hukum sebagai RSBI sudah
atau satuan pendidika yang didirikan masya-rakat,
memenuhi pendidik dan tenaga kependidikan sesuai
(b) peserta didik, orang tua atau wali peserta didik,
dengan kriteria dimaksud?
dan (3) pihak lain selain yang dimaksud dalam
Apabila RSBI yang ada ternyata pada saat
huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian
pemrosesan awal belum memenuhi standar
dan peranan dalam bidang pendidikan; 2) Biaya
nasional pendidikan maka hal inilah yang secara
pendidikan meliputi biaya satuan pendidikan,
potensial menimbulkan berbagai penyimpangan
biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan
terhadap operasionalisasi RSBI. Selanjutnya,
pendidikan, dan biaya pribadi peserta didik, diatur
apabila memang terjadi penyimpangan dalam
dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 48 tahun 2008.
proses pengusulan tersebut, perlu dicermati
Sedangkan biaya satuan pendidikan terdiri atas
faktor-faktor yang menyebabkan. Misalnya,
(a) biaya investasi yang terdiri atas biaya investasi
apakah keluarnya keputusan penetapan satuan
lahan pendidikan, dan biaya investasi selain lahan
pendidikan di kabupaten/kota karena semata-
pendidikan; (b) biaya operasi yang terdiri atas biaya
mata mengakomodasikan keinginan atau aspirasi
personalia dan biaya nonpersonalia; (c) bantuan
daerah yang cenderung menuntut kemungkinan
biaya pendidikan, dan (d) beasiswa; 3) Adapun
tersebut karena penafisran klausul yang ada
sumber pendanaan tambahan yang diperlukan
yaitu “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
atau program pendidikan yang diselenggarakan
pendidikan pada semua jenjang pen-didikan untuk
Pemerintah menjadi bertaraf internasional dan/
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
atau berbasis keunggulan lokal baik untuk biaya
bertaraf internasional”? Apabila memang itu yang
investasi lahan {Pasal 9 ayat (1)}, biaya investasi
terjadi, dapat dipahami bahwa RSBI yang ada
selain lahan {Pasal 13 ayat (1)}, biaya personalia
belum memunculkan mutu capaian pembelajaran
{Pasal 20 ayat (1)}, biaya nonpersonalia {Pasal 24
yang baik, di samping juga munculnya berbagai
ayat (1} dapat berasal dari: Pemerintah, pemerintah
pungutan.
daerah, masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak
mengikat; dan/atau sumber lain yang sah; 4) Adapun
Pendanaan RSBI ditinjau dari Landasan
sumber pendanaan tambahan yang diperlukan
377
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan
berdiri tahap II mendapatkan Rp 500 juta. Pada
atau program pendidikan yang diselenggarakan
tahun 2009, besarnya hibah yang diberikan di
pemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi
SMK-RSBI bervariasi berdasarkan jumlah siswa di
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan
masing-masing sekolah.
lokal baik untuk biaya investasi lahan {Pasal 9 ayat
Data tentang kontribusi masing-masing
(2)}, biaya investasi selain lahan {Pasal 13 ayat
pemerintah daerah kabupaten/kota tampaknya
(2)}, biaya personalia {Pasal 20 ayat (2)}, biaya
belum tersedia secara lengkap hingga saat ini. Di
nonpersonalia {Pasal 24 ayat (2} dapat berasal
samping itu data dimaksud cenderung tidak mudah
dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
untuk diperoleh dari pemerintah daerah maupun dari
bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
masing-masing satuan pendidikan yang berstatus
sumber lain yang sah; 5) Anggaran biaya investasi
RSBI. Data tersebut sesungguh-nya sangat
lahan satuan pendidikan {Pasal 9 ayat (3)}, biaya
diperlukan khususnya dalam menentukan rumusan
investasi selain lahan {Pasal 13 ayat (3)}, biaya
berapa yang seyogianya dimintakan dari masyarakat
personalia {Pasal 20 ayat (3)}, biaya nonpersonalia
yaitu pihak orang tua untuk operasionalisasi RSBI
{Pasal 24 ayat (3)} untuk satuan pendidikan yang
di masing-masing satuan pendidikan. Beberapa
dikembangkan menjadi bertaraf internasional dan/
pengamatan dan hasil wawancara dengan berbagai
atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan
pihak di satuan pendidikan, terungkap bahwa
bagian integral dari anggaran tahunan satuan
tidak sedikit pemerintah daerah yang tidak
pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja
mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk
tahunan yang merupakan pelak-sanaan dari rencana
keperluan satuan pendidikan yang berstatus RSBI
strategis satuan pendidikan.
di wilayahnya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
Diduga bahwa akhirnya hal inilah yang menjadi
48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan,
salah satu alasan bagi satuan pendidikan yang
sumber-sumber pendanaan pendidikan untuk
berstatus RSBI untuk melakukan pungutan terhadap
RSBI, seyogianya berasal dari Pemerintah (APBN),
orang tua peserta didik. Di sisi lain, kemungkinan
pemerintah daerah (APBD) dan masyarakat. Dalam
satuan pendidikan untuk berani melakukan pungutan
konteks ini, Pemerintah melalui Kemen-terian
karena aspek legal yang tercantum dalam Peraturan
Pendidikan Nasional telah menunjukkan komitmen
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun
sesuai dengan aturan tersebut. Komitmen tersebut
2009 tentang “Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf
diwujudkan dalam bentuk pemberian hibah (block-
Internasional dalam Jenjang Pendidikan Dasar dan
grant) kepada satuan sekolah yang berstatus RSBI.
Menengah” (Kementerian Pendidikan Nasional,
Besarnya hibah yang diberikan untuk SD-RSBI
2009). Pasal 16 dari Pemendiknas ini mengatur
bervariasi antara Rp 100 juta hingga Rp 500 juta
tentang persyaratan penerimaan siswa baru pada
per-sekolah bergantung pada tahun pembukaan
sekolah. Salah satu dari persyaratan adalah pasal 16
program RSBI dan tahapan yang berlaku untuk SD
ayat (1) a.5, b.6, dan c.8 yang berbunyi: “Kesediaan
bersangkutan. Hibah untuk SMP-RSBI besar-nya
membayar pungutan untuk menutupi kekurangan
sama untuk semua sekolah, yaitu Rp. 400 juta pada
biaya diatas standar pembiayaan pendidikan kecuali
tahun 2007, dan Rp. 300 juta per sekolah untuk
bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu
tahun 2008-2010. Untuk SMA-RSBI, besarnya hibah
secara ekonomi.” Pernyataan “kesediaan membayar
adalah Rp 300 juta per sekolah untuk tahun 2006-
pungutan ….” tersebut yang diduga dijadikan acuan
2008; dan mulai tahun 2009, besarnya bervariasi
dari satuan pendidikan terhadap berbagai pungutan
berdasarkan kinerja yaitu antara Rp 100 juta hingga
yang dilakukan.
Rp 500 juta. Adapun besarnya hibah untuk SMK-
Menarik untuk menermati temuan studi yang
RSBI sebesar Rp 450 juta per sekolah pada tahun
dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan
2007, sebesar Rp 250 juta pada tahun 2008, dan
Inovasi Pendidikan yang memperkuat kebenaran
sebesar Rp 100 juta pada tahun 2010. Khusus
adanya pungutan tersebut dalam bentuk sumbangan
untuk SMK-RSBI, pemberian hibah pada tahun 2006
pembangunan (Pusat Penelitian Kebijakan dan
dibagi dua tahap: 1) SMK RSBI yg berdiri tahap I
Inovasi Pendidikan, 2010). Studi tersebut dilakukan
mendapat-kan Rp 200 juta dan 2) SMK-RSBI yang
di 130 sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA,
378
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
dan SMK. Pada satuan pendidikan Sekolah Dasar,
standar nasional pendidikan termasuk standar
sumbangan pembangunan berkisar antara Rp
sarana dan prasarana, ataukah penunjukan satuan
100 ribu hingga maksimum Rp 7,7 juta dengan
pendidikan tersebut cenderung “dipaksakan”
rata-rata Rp. 1,5 juta. Untuk SMP, sumbangan
dalam rangka memung-kinkan masing-masing
pembangunan berkisar antara Rp.250 ribu hingga
kabupaten/kota memiliki satuan pendidikan yang
maksimum Rp 15 juta dengan rata-rata Rp 2,23
akan dikembangkan menjadi bertaraf internasional.
juta. Sedangkan sumbangan pembangunan di SMA
Dengan kata lain, patut dipertanyakan dan dievaluasi
berkisar antara Rp 135 ribu hingga maksimum Rp
kembali proses pengajuan dan pengusulan suatu
10 juta dengan rata-rata Rp 2,7 juta. Sementara
satuan pendidikan untuk menjadi RSBI.
di SMK, sumbangan pembangunan berkisar antara
Rp. 125 ribu hingga maksimum Rp 3,8 juta dengan
Metodologi
rata-rata Rp 1,28 juta.
D a l a m m e l a k u k a n k a j i a n t e r h a d a p ke d u a
Yang menjadi permasalahan dalam konteks
pertanyaan pokok sebagaimana dimaksud di bagian
pungutan selama ini adalah bahwa orang tua peserta
pendahuluan, sumber-sumber data yang digunakan
didik maupun pihak masyarakat pada umumnya
terdiri atas peraturan perundang-undangan yang
tidak dapat mengakses peruntukan dan penggunaan
berlaku khususnya yang terkait dengan rintisan
dari pungutan dimaksud. Padahal pasal 52 PP Nomor
sekolah bertaraf internasional (RSBI), fakta empiris
48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
yang ada termasuk dari berbagai pernyataan atau
mensyaratkan ketentuan-ketentuan yang wajib
ulasan yang diungkap-kan dalam media tertulis
dipenuhi terhadap pungutan oleh satuan pendidikan.
termasuk surat kabar, dan hasil-hasil penelitian
Ketentuan dimaksud di antaranya bahwa a)
yang terkait. Peraturan perundang-undangan yang
pungutan didasarkan pada perencanaan investasi
dimaksud termasuk Undang-Undang Nomor 20
dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta
(UUSPN), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
anggaran tahunan yang mengacu pada Standar
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Nasional Pendidikan, b) perencanaan investasi
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
dan/atau operasi tersebut diumumkan secara
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
transparan kepada pemangku kepentingan satuan
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
pendidik-an, c) dana yang diperoleh disimpan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan
dalam rekening atas nama satuan pendidikan, d)
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan
satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
dari penyelenggara satuan pendidikan, dan e) tidak
Pendanaan Pendidikan.
dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk
Analisis yang dilakukan adalah meta-analysis
penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar
terhadap sumber data dan informasi sebagaimana
peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari
dimaksudkan sebelumnya. Dalam melakukan
satuan pendidikan.
analisis, setiap isu yang menjadi fokus akan dirujuk
Terkait penggunaan pungutan tersebut,
kepada apa yang tercantum dalam peraturan
temuan dari Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi
perundang-undangan. Selanjutnya dilakukan
Pendidikan menunjukkan bahwa: a) sebagian besar
proses menafsirkan ketentuan dimaksud yang
penggunaan dana dimanfaatkan untuk sarana dan
dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada. Fakta
prasarana (SD=45%; SMP=38%; SMA=47%; dan
dimaksud merupakan pernyataan atau penjelasan
SMK=54%); b) alokasi untuk PBM berkisar antara
dari berbagai pemangku kepentingan baik dari pihak
9%-18%; dan c) kegiatan siswa lainnya berkisar
yang mendukung maupun yang tidak menyetujui
antara 4%-10% (Pusat Penelitian Kebijakan dan
keberadaan dan pendanaan RSBI.
Inovasi Pendidikan, 2010). Memperhatikan temuan
Asumsi yang digunakan dalam kajian ini
tersebut, sekali lagi patut dipertanyakan kondisi
adalah bahwa data dan informasi yang tertulis
awal dari satuan-satuan pendidikan yang berstatus
dalam media tertulis merupakan informasi yang
RSBI yaitu apakah memang sudah memenuhi
dapat dipertanggungjawabkan dengan memper-
379
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
timbangkan aspek legalitas dari keberadaan
aturan yang mengatur besaran sumbangan atau
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
pungutan dari orang tua peserta didik; dan c) tidak
Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Analisa atau
atau belum adanya sistem pengawasan dari berbagai
kajian yang dilakukan akan merujuk kepada: (1)
pihak terhadap pungutan yang menyebabkan
keberadaan RSBI ditinjau dari landasan yuridis, dan
tidak bersifat transparan dan akuntabel dalam hal
(2) pendanaan RSBI ditinjau dari landasan yuridis
peruntukannya.
dan empiris.
Saran
Simpulan dan Saran
Atas dasar simpulan, disarankan agar: 1) Keberadaan
Simpulan
satuan pendidikan berstatus RSBI seyogianya
Mengacu pada uraian dan pembasasan di atas,
segera dievaluasi dengan mengguna-kan indikator-
dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
indikator yang relevan. Hasil evaluasi dimaksud akan
penyelenggaraan rintisan sekolah bertaraf
menentukan status satuan pendidikan dimaksud
internasional yang sudah ada selama ini, masih
yaitu kemungkinan untuk dapat dipromosikan
dapat tetap dilanjutkan mengingat berbagai
sebagai Sekolah Bertaraf Internasional, atau tetap
peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional,
secara jelas memperkuat keberadaan satuan-
atau bahkan diturunkan status sebagai sekolah
satuan pendidikan berstatus RSBI tersebut. Kedua,
regular. Indikator-indikator tersebut di antaranya
status sejumlah satuan pendidikan berstatus
dapat diukur dari a) jumlah peserta didik dari satuan
RSBI yang menimbulkan berbagai penyimpangan
pendidikan yang lebih rendah (SD) dapat masuk
dalam penyelenggaraannya, diduga disebabkan
ke satuana pendidikan yang lebih tinggi (SMP, atau
dari proses penunjukan dan penetapannya secara
dari SMP ke SMA/SMK) yang berstatus RSBI; atau
hukum bermula yang tidak merujuk pada ketentuan-
b) lulusan SMA RSBI yang dapat diterima pada
ketentuan yang berlaku. Diduga bahwa sejumlah
perguruan-perguruan tinggi baik di dalam maupun
RSBI yang ada sesungguhnya belum memenuhi
di luar negeri yang berperingkat internasional; 2)
standar nasional pendidikan akibat aspirasi
Proses penetapan terhadap keputusan menetapkan
kabupaten/kota yang menginginkan daerahnya
RSBI yang sudah ada perlu ditinjau kembali
memiliki satuan pendidikan dengan menunjuk
kebenarannya dalam arti apakah proses tedahulu
peraturan perundang-undangan yang menyatakan
sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan
bahwa “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu
Dengan demikian, apabila dari data yang ada
satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
ditemukan bahwa pada saat pengusulan terdahulu
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan
status satuan pendidikan tersebut belum memenuhi
yang bertaraf internasional”. Ketiga, pendanaan
standar nasional pendidikan atau kategori SSN
RSBI merupakan tanggung jawab bersama
(Sekolah Standar Nasional), perlu dilakukan
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
pencabutan status RSBI dari satuan pendidikan
Namun demikian, setelah terbentuk-nya RSBI
dimaksud; 3) Legalitas pungutan dan besarnya perlu
secara hukum, terdapat pihak-pihak yang tidak
dikaji kembali dengan mempertimbangkan berbagai
menunjukkan komitmen untuk turut berkontribusi
peraturan perundang-undangan serta kebijakan
dalam penyelenggaraan RSBI yaitu khususnya pihak
yang telah diambil oleh Pemerintah selama ini.
pemerintah daerah. Hal tersebut ditunjukkan oleh
Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan
fakta bahwa belum semua daerah mengalokasikan
atau kesediaan membayar tidak dijadikan sebagai
anggaran untuk RSBI yang berada di wilayahnya
persyaratan sebagai telah ditemukan pada Peraturan
dalam APBD mereka. Keempat, pungutan yang
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 tahun 2009
dibebankan terhadap orang tua peserta didik dengan
yaitu kesediaan membayar tersebut dijadikan
besar yang bervariasi disebabkan oleh berbagai
sebagai salah satu kriteria penerimaan peserta
faktor, di antaranya karena: a) pemerintah daerah
didik baru. Adanya pencatuman kriteria tersebut
tidak atau belum mengalokasikan anggaran khusus
dalam peraturan dimaksud diduga menyebabkan
bagi RSBI dalam APBD; b) belum atau tidak ada
satuan-satuan pendidikan mengambil kebijakan
380
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
untuk melakukan pemungutan terhadap peserta
Pendidikan Nasional.
didik. Dengan demikian, satuan-satuan pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional, Republik
berstatus RSBI harus memiliki sistem pelaporan
Indonesia. 2006a. Undang-Undang
secara transparan tentang penerimaan dan
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
penggunaan pendanaan pendidikan yang bersumber
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
dari pihak Pemerintah, pemerintah daerah dan
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
masyarakat, yang dapat diakses oleh orangtua
Departemen Pendidikan Nasional, Republik
siswa dalam rangka menjamin transparansi dan
Indonesia. 2006b. Peraturan Pemerintah
akuntabilitas pengelolaan anggaran RSBI di tingkat
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
satuan pendidikan; dan 4) Pertimbangan agar satuan
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar yang
diselenggarakan pemerintah tidak memungut biaya
Harian Kompas. 2011. “Sekolah Semakin Sulit
dari peserta didik. Sebagai implikasi, Pemerintah
dan Mahal: RSBI Hanya Dinikmati Siswa
bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi dan
Kaya”. Kompas, 6 Juli 2011, halaman 1.
Pemerintah Kabupaten/Kota menanggung biaya
Harian Kompas. 2011. “Pungutan Dikeluhkan:
penyelenggaraan pada jenjang pendidikan dasar
Dibentuk Tim Investigasi di Sulawesi
yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sementara
Selatan”. Kompas, 8 Juli 2011, halaman 12
itu, pada jenjang pendidikan menengah masih
kolom 2-4.
dimungkinkan untuk memungut biaya pendidikan
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011.
untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar
Penjelasan Mendiknas pada Raker
pembiayaan, yang didasarkan pada RPS/RKS dan
Kemdiknas dengan DPR tanggal 21 Maret
RKAS dan dengan mempertimbangkan kemampuan
2011. Jakarta: Sekretariat Jenderal
ekonomi orang tua siswa.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010.
Pustaka Acuan
Peraturan Pemerintah Republik
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan
Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pemerintah Republik Indonesia Nomor
Pengelolaan dan Penyelenggaraan
48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan. Jakarta: Kementerian
Pendidikan, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
Kementerian Dalam Negeri. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota,Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.
Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
2010. Evaluasi terhadap Penyelenggaraan RSBI di SD, SMP, SMA, dan SMK (laporan dalam
proses). Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan.
381
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
382
Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI)
Hendarman
email: hendarman@kemdiknas.go.id, Balitbang Kemdiknas
Abstrak: Penyelenggaraan satuan pendidikan menuju bertaraf internasional telah dimulai sejak tahun
2006, yaitu melalui pendirian dan penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Berbagai gugatan, pandangan dan kritik yang bersifat pro-kontra dari berbagai lapisan masyarakat
terhadap penyelenggaraan RSBI muncul sejalan dengan implementasinya. Hal yang signifikan yaitu
usulan untuk memberhentikan penyelenggaraan RSBI dan sistem pendanaan yang memberatkan orang
tua peserta didik. Tulisan ini merupakan kajian secara yuridis terhadap keberadaan RSBI serta pendanaan
yang seyogianya diberlakukan dalam penyelenggaraannya. Kajian secara yuridis menunjukkan bahwa
menghentikan penyelenggaraan RSBI tidak dimungkinkan sepanjang peraturan perundang-undangan
yang berlaku belum diubah. Terkait pendanaan terhadap RSBI, memang terjadi perbedaan tafsir dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga terjadi pungutan-pungutan yang membebankan
orang tua peserta didik. Implikasi dari hal-hal tersebut bahwa keberlanjutan RSBI harus diikuti dengan
adanya evaluasi dengan menggunakan indikator-indikator kunci yang dapat memutuskan kemungkinan
promosi RSBI menjadi SBI atau penurunan status menjadi sekolah regular; dan penetapan sistem
keuangan di tingkat satuan pendidikan RSBI secara transparan dan akuntabel yang dapat menjelaskan
berapa yang diterima dan dipergunakan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk
orang tua peserta didik.
Kata kunci: RSBI, pendanaan, dan standar internasional
Abstract: The execution of a unit having international standards of education has been commenced
since 2006 through the establishment of the so-called “rintisan sekolah bertaraf internasional” (RSBI).
Pros and cons were addressed for the implementation of RSBI. The significant one is to terminate this
initiative due to the burden funding implications that parents are to take care. This paper analyses the
existence of RSBI and funding mechanism which are supposed to be in place from the view of legal
aspect. The analysis shows that the appeal to terminate RSBI will not be possible unless there is an
amendment to the existing laws and regulations. In terms of budget allocation for RSBI, the analysis
shows that misinterpretations towards the regulation bring about the big-fees taken from parents. It is
recommended that RSBI is to be continued but with such an evaluation using a number of key-indicators
to decide for the promotion and the depromotion of RSBI to be SBI (international standard schools) or
back to regular schools; and to set up a transparent and accountable finance system in the school which
could indicate in detail the receiving and spending of money received from central office, local authority
and society including students’ parents.
Key words: RSBI, finance,and international standar
Pendahuluan
tua terutama karena sebagian sekolah publik yang
Orang tua di berbagai daerah dipusingkan dengan
berkualitas sudah berubah status menjadi RSBI.
semakin sulitnya mencari sekolah berkualitas dan
Sekolah berstatus RSBI tersebut cenderung bebas
semakin mahalnya biaya sekolah (Harian Kompas, 6
memungut biaya masuk dari orang tua peserta
Juli 2011). Meskipun sudah ada dana yang dikucurkan
didik, namun belum ada mekanisme pelaporan
Pemerintah untuk setiap satuan pendidikan,
penggunaan yang transparan terhadap dana yang
kenyataannya hal tersebut tidak mengurangi
diperoleh. RSBI tetap saja melakukan pungutan
pungutan yang dilakukan sekolah terhadap orang
yang cenderung besar walaupun sudah mendapat
tua siswa. Kesulitan utama peserta didik dan orang
berbagai sumber dana, di antaranya dari Pemerintah
dan pemerintah daerah. Di lain pihak, orang tua
373
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
maupun pihak terkait mengalami kesulitan untuk
menyelenggarakan program pendidikan yang
memperoleh klarifikasi mengenai peruntukan dari
diarahkan mencapai Standar Bertaraf Interna-
dana tersebut.
sional (SBI). Penyelenggaraan program pendidikan
Terungkap pula bahwa di beberapa kota seperti
ini dimulai pada tahun 2006 melalui pendirian
Cirebon, Bandung dan Jakarta dimana biaya negeri
sejumlah rintisan sekolah bertaraf internasional
masuk SMP negeri bersatus RSBI minimal Rp 6
(RSBI).
juta. Adapun untuk SMA negeri berstatus RSBI,
yang telah mencapai standar nasional atau SSN
biaya masuk dapat di atas Rp 15 juta (Harian
(Sekolah Standar Nasional). Standar Nasional
Kompas, 6 Juli 2011). Pungutan di kota Cirebon
dimaksud adalah menurut Peraturan Pemerintah
tersebut misalnya terjadi di SMP Negeri 1 Cirebon
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
yang berstatus RSBI, dimana orang tua dipungut
Standar Nasional Pendidikan yang memiliki lingkup
sumbangan Rp 6 juta dan uang SPP Rp 485.000 per
yaitu: a) standar isi, b) standar proses, c) standar
bulan. Tanggapan dari panitia penerimaan di sekolah
kompetensi luusan, d) standar pendidik dan tenaga
tersebut adalah bahwa sumbangan berdasarkan
kependidikan, e) standar sarana dan prasarana, f)
kesepakatan orang tua dan komite sekolah, yang
standar pengelolaan, g) standar pembiayaan, dan
mana dana tersebut digunakan untuk kepentingan
h) standar penilaian pendidikan.
RSBI sendiri adalah sekolah-sekolah
peserta didik seperti pembangunan laboratorium,
Secara prinsip, sekolah-sekolah di Indonesia
dan berbagai fasilitas kelas (Harian Kompas, 8 Juli
dapat dikategorisasikan dengan merujuk pada SPM
2011). Namun, di sisi lain bahwa sekolah-sekolah
(Standar Pelayanan Minimal) dan Sekolah Standar
di Surabaya, Jawa Timur termasuk yang berstatus
Nasional (SSN). Pada kenyataannya, persentase
RSBI, bebas biaya masuk sekolah. Wali murid hanya
terbesar adalah sekolah-sekolah yang belum dan
dibebani uang seragam yang bervariasi Rp500.000
bahkan baru mencapai status SPM. Misalnya, untuk
– Rp650.000 per siswa.
satuan pendidikan Sekolah Dasar, jumlah sekolah
Kritikan lain terkait RSBI adalah mekanisme
belum mencapai status SPM mencapai hampir
penerimaan peserta didik baru PPDB). Ditengarai
setengah dari total SD yaitu 44.84%; yang sudah
bahwa rekrutmen peserta didik baru masih kurang
berkategori SPM adalah 51.71%. sedangkan yang
transparan terutama dalam proses seleksi dan
mencapai SSN (Sekolah Standar Nasional) baru
kriteria yang digunakan. Kriteria seleksi tidak jelas
3.29%. Jumlah SD RSBI adalah sebanyak 239
terkait dengan beberapa indikasi di antaranya
sekolah dari total SD sebanyak 146.904 sekolah,
kemampuan orang tua dalam membayar cenderung
atau baru mencapai 0.16%. Tabel 1 menunjukkan
lebih dijadikan pertimbangan utama dibandingkan
kategori dan jumlah dari sekolah-sekolah yang
capaian akademik siswa. Semen-tara itu latar
berada di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
belakang ekonomi orangtua peserta didik belum
Secara keseluruhan, status sekolah di Indonesia
dijadikan kriteria utama walaupun peserta didik
sebenarnya baru mencapai SPM atau di bawah
yang bersangkutan memiliki potensi secara
status tersebut dimana persentasenya mencapai
akademik. Menurut Jumono dari Aliansi Orang
89.20% dari jumlah total sekolah sebesar 201.557
tua Peduli Pendidikan, dengan besarnya pungutan
sekolah.
masuk RSBI tersebut maka anak-anak cerdas dari
Sampai akhir tahun 2010, jumlah RSBI yang
keluarga miskin tidak mungkin bisa masuk sekolah
ada di seluruh Indonesia yaitu 0.65% dari total
RSBI. Dikemukakannya lebih lanjut, bahwa terkesan
jumlah satuan pendidikan dari pendidikan dasar
omong kosong dengan situasi pungutan yang ada
hingga pendidikan menengah. Rekapitulasi data
bahwa RSBI menyediakan kuota 20 persen untuk
sekolah dengan statusnya dapat dilihat pada Tabel 1.
siswa miskin (Harian Kompas, 6 Juli 2011). Di sisi
Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa jumlah
lain, sebagaimana muncul di berbagai media, RSBI
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
menyebabkan daya tampung sekolah menurun
cenderung masih dalam persentase kecil yaitu
karena jumlah siswa per kelas dibatasi, maksimal 30
0.65%. Tabel dimaksud sekaligus menegaskan
orang. Padahal sekolah regular dapat menampung
bahwa hingga saat ini belum ada satupun sekolah
40 peserta didik per kelas.
di Indonesia yang dikategorikan sebagai Sekolah
Pemerintah telah mengembangkan dan
374
Bertaraf Internasional (SBI).
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Tabel 1. Rekapitulasi Data Sekolah berdasarkan Kategori Sekolah
Sumber: Penjelasan Mendiknas pada Raker Kemdiknas dengan DPR tanggal 21 Maret 2011
Dari berbagai kondisi obyektif yang ada
tersebut, muncul usulan dari masyarakat agar RSBI
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan.
atau yang sejenis segera dihentikan. Alasan utama
Beberapa rujukan legal yang dapat memper-
pengusulan utama penghentian penye-lenggaraan
kuat aspek legalitas status atau keberadaan
RSBI yaitu: 1) tidak menjamin prinsip keadilan
dari penyelenggaraan rintisan sekolah bertaraf
terhadap peserta didik yang orang tuanya tidak
internasional, sebagai berikut: 1) Pasal 50 ayat
mampu secara ekonomi; dan 2) besarnya pungutan
(3) UUSPN yang menyatakan bahwa “Pemerintah
yang dibebankan kepada orang tua.
dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan
Tulisan ini pada hakikatnya merupakan
sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
kajian untuk menanggapi isu-isu yang menyang-
pada semua jenjang pendidikan untuk
kut keberadaan dan pendanaan dari rintisan
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
sekolah bertaraf internasional (RSBI). Kajian ini
bertaraf internasional” (Departemen Pendidikan
akan mencermati dengan mempertimbangkan
Nasional, Republik Indonesia, 2006a). Apabila
berbagai aspek untuk menjawab pertanyaan pokok
diperhatikan penjelasan dari UUSPN maka untuk
berikut, yaitu: 1) apakah rintisan sekolah bertaraf
pasal tersebut dikatakan “cukup jelas”; 2) Pasal
internasional memiliki dasar hukum yang jelas untuk
143 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
dapat berjalan dan diimplementasikan?; dan 2)
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
apakah pendanaan yang terjadi pada imple-mentasi
Pendidikan menyatakan “Satuan pendidikan bertaraf
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
internasional merupakan satu pendidikan yang
selama ini didukung oleh peraturan perundang-
telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan
undangan yang jelas?
diperkaya dengan standar pendidikan di negara
maju (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010);
Kajian Literatur
3) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
Keberadaan RSBI ditinjau dari Landasan
mempertegas khususnya pada BAB VIII “Satuan
Yuridis
Pendidikan Bertaraf Internasional” dimulai dari
Penyelenggaraan rintisan sekolah bertaraf
pasal 143 sampai dengan pasal 154. Terkait
internasional (RSBI) sesungguhnya merujuk kepada
dengan satuan pendidikan dasar, pasal 144 ayat
amanah berbagai peraturan perundang-undangan
(1) menyatakan “Pemerintah kabupaten/kota
yang berlaku. Peraturan perundang-undangan
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD
tersebut meliputi antara lain Undang-Undang
bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf
Nasional (UUSPN), Peraturan Pemerintah Nomor 19
internasional yang diselenggarakan masyarakat.
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Selanjutnya ayat (2) menyatakan bahwa “dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah kabupaten/
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan
yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
bertaraf internasional. Ayat (6) dalam pasal yang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,
sama menyatakan “Pemerintah kabupaten/kota
375
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
membantu dan memfasilitasi penyelenggaraan
mengubah peraturan perundang-undangan yang
SD bertaraf internasional atau rintisan bertaraf
mengaturnya.
internasional yang diselenggarakan oleh masyarakat
Penghentian RSBI mungkin saja dapat dilakukan
sebagai-mana dimaksud pada ayat (1)”. Peran
dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaannya.
pemerintah provinsi dijelaskan dalam pasal 145
Misalnya, dimungkinkan bahwa SD RSBI yang ada
ayat (1) yaitu “Pemerintah provinsi memfasilitasi
untuk dihentikan atau diubah menjadi sekolah
dan membantu penyelenggaraan SD bertaraf
regular apabila setelah 7 (tujuh) tahun tidak dapat
internasional di kabupaten/kota di wilayahnya”;
meningkatkan kinerja yang layak sebagai Sekolah
Terkait SMP, SMA, dan SMK maka pasal 146
Bertaraf Internasional (SBI) atau bahkan kemudian
ayat (1), 4) menyatakan “Pemerintah provinsi
tidak juga layak sebagai RSBI. Permasalahannya
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1
adalah bahwa sampai ini belum ada satu indikator
(satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional
pun yang telah disusun untuk menentukan layak
dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling
tidaknya suatu sekolah dengan status RSBI untuk
sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu)
dipromosikan sebagai SBI (Sekolah Bertaraf
SMK bertaraf interna-sional yang diselenggarakan
Internasional) atau kemudian kehilangan statusnya
masyarakat di setiap kabupaten/kota di wilayahnya.
dan kembali sebagai sekolah regular atau Sekolah
Pasal yang sama ayat (2) menyatakan bahwa
Standar Nasional (SSN).
“dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud
Yang sesungguhnya perlu ditinjau lebih lanjut
pada ayat (1) belum dapat dipenuhi, pemerintah
adalah proses bagaimana suatu satuan pen-
provinsi menyel-enggarakan paling sedikit 1
didikan memperoleh persetujuan dan ketetapan
(satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK
secara hukum menjadi rintisan sekolah bertaraf
yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
internasional (RSBI). Berbagai kritikan dan
bertaraf internasional. Sedangkan ayat (3) pasal ini
kecaman dari masyarakat terhadap kelayakan RSBI
menyatakan “Penyelenggaraan rintisan pendidikan
dapat diduga berasal dari proses pengu-sulannya.
bertaraf internasional sebagaimana dimaksud
Secara sederhana dapat dijelaskan yaitu dengan
pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara parsial
mengaitkan kepada Pasal 143 Peraturan Pemerintah
menurut rombongan belajar atau mata pelajaran.
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Peran kabupaten/kota dicantumkan dalam ayat (6)
Penyelenggaraan Pendidikan yang menyatakan
yaitu “Pemerintah kabupaten/kota dapat membantu
“Satuan pendidikan bertaraf internasional
penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK bertaraf
merupakan satu pendidikan yang telah memenuhi
internasional atau yang dikembangkan menjadi
Standar Nasional Pen-didikan dan diperkaya dengan
satuan pendidikan bertaraf internasional”; dan 5)
standar pendidikan di negara maju (Kementerian
Pengembangan untuk menjadi standar bertaraf
Pendidikan Nasional, 2010). Apakah betul seluruh
internasional dari masing-masing satuan pendidikan
RSBI yang ada sudah memenuhi standar nasional
tersebut juga telah diatur tersendiri. Untuk SD,
pendidikan (SNP)?
diatur dalam Pasal 144 ayat (5) PP No 17 tahun
Misalnya, untuk standar proses dimana
2010 yaitu “pengembangan SD menjadi satuan
standar telah ditetapkan dalam Pasal 19 ayat (1)
pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan
pada PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
paling lama 7 (tujuh) tahun”. Sedangkan untuk SMP,
Nasional Pendidikan, yaitu “… diselenggarakan
SMA, dan SMK diatur dalam Pasal 146 ayat (5) yaitu
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
“pengembangan SMP, SMA, dan SMK menjadi satuan
menantang, memotivasi peserta didik untuk ber-
pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan
partisipasi aktif, serta memberikan ruang lingkup
paling lama 6 (enam) tahun.
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
Dari kajian berbagai peraturan perundang-
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
undangan yang berlaku, keberadaan rintisan sekolah
psikologis peserta didik” (Departemen Pendidikan
bertaraf internasional (RSBI) sah secara hukum.
Nasional, Republik Indonesia, 2006b). Apakah
Pengubahan ataupun penghapusan terhadap
proses pembelajaran seluruh RSBI yang sudah
kebijakan atau implementasi RSBI sebagaimana
ada sekarang minimal sudah mengikuti standar
yang seringkali dilontarkan harus dilakukan dengan
tersebut? Tafsiran untuk RSBI yaitu seyogianya
376
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
satuan pendidikan berstatus RSBI mempunyai
Yuridis dan Empiris
standar proses atau standar pembelajaran lebih
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008
dari yang tertulis dalam Pasal 19 ayat (1) tersebut.
tentang Pendanaan Pendidikan telah juga mengatur
Dalam konteks pendidik dan tenaga kepen-
pendanaan terkait penyelenggaraan rintisan sekolah
didikan, PP Nomor 19 Tahun 2005 memberikan
bertaraf internasional (Departemen Pendidikan
standar yang jelas. Di antaranya dalam Pasal 29
Nasional, 2008). Pasal-pasal yang mengatur
ayat (2) terkait dengan pendidik pada SD/MI atau
pendanaan pendidikan bertaraf internasional atau
bentuk lain yang sederajat, memiliki: (a) kualifikasi
yang sedang dikembangkan menuju bertaraf
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-
internasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah
IV) atau sarjana (S1); (b) latar belakang pendidikan
atau pemerintah daerah adalah: Pasal 9, Pasal 13,
tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan
Pasal 20, dan Pasal 24. Pada hakekatnya peran
lain, atau psikologi; dan (c) sertifikat profesi guru
Pemerintah terhadap tanggung jawab pendanan
untuk SD/MI. sedangkan pendidik pada SMP/MTs
dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Standar
serta SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat
Nasional Pendidikan.
memiliki: (a) kualifikasi akademik pendidikan
Beberapa kajian terkait pendanaan pen-
minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
didikan termasuk yang terkait dengan RSBI yaitu:
(b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program
1) Tanggungjawab pendidikan diatur dalam Pasal
pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang
2 ayat (1) dan ayat (2). Ayat (1) menyatakan
diajarkan; dan (c) sertifikat profesi guru untuk SMP/
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
MTs {Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4)}. Pertanyaan
bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
mendasar yang harus dikaji lebih cermat adalah
dan masyarakat”. Sesuai dengan ayat (2) pasal
apakah satuan pendidikan berstatus RSBI sebelum
yang sama, masyarakat meliputi (a) penyeleng-gara
ditetapkan secara hukum sebagai RSBI sudah
atau satuan pendidika yang didirikan masya-rakat,
memenuhi pendidik dan tenaga kependidikan sesuai
(b) peserta didik, orang tua atau wali peserta didik,
dengan kriteria dimaksud?
dan (3) pihak lain selain yang dimaksud dalam
Apabila RSBI yang ada ternyata pada saat
huruf a dan huruf b yang mempunyai perhatian
pemrosesan awal belum memenuhi standar
dan peranan dalam bidang pendidikan; 2) Biaya
nasional pendidikan maka hal inilah yang secara
pendidikan meliputi biaya satuan pendidikan,
potensial menimbulkan berbagai penyimpangan
biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan
terhadap operasionalisasi RSBI. Selanjutnya,
pendidikan, dan biaya pribadi peserta didik, diatur
apabila memang terjadi penyimpangan dalam
dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 48 tahun 2008.
proses pengusulan tersebut, perlu dicermati
Sedangkan biaya satuan pendidikan terdiri atas
faktor-faktor yang menyebabkan. Misalnya,
(a) biaya investasi yang terdiri atas biaya investasi
apakah keluarnya keputusan penetapan satuan
lahan pendidikan, dan biaya investasi selain lahan
pendidikan di kabupaten/kota karena semata-
pendidikan; (b) biaya operasi yang terdiri atas biaya
mata mengakomodasikan keinginan atau aspirasi
personalia dan biaya nonpersonalia; (c) bantuan
daerah yang cenderung menuntut kemungkinan
biaya pendidikan, dan (d) beasiswa; 3) Adapun
tersebut karena penafisran klausul yang ada
sumber pendanaan tambahan yang diperlukan
yaitu “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
atau program pendidikan yang diselenggarakan
pendidikan pada semua jenjang pen-didikan untuk
Pemerintah menjadi bertaraf internasional dan/
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
atau berbasis keunggulan lokal baik untuk biaya
bertaraf internasional”? Apabila memang itu yang
investasi lahan {Pasal 9 ayat (1)}, biaya investasi
terjadi, dapat dipahami bahwa RSBI yang ada
selain lahan {Pasal 13 ayat (1)}, biaya personalia
belum memunculkan mutu capaian pembelajaran
{Pasal 20 ayat (1)}, biaya nonpersonalia {Pasal 24
yang baik, di samping juga munculnya berbagai
ayat (1} dapat berasal dari: Pemerintah, pemerintah
pungutan.
daerah, masyarakat, bantuan pihak asing yang tidak
mengikat; dan/atau sumber lain yang sah; 4) Adapun
Pendanaan RSBI ditinjau dari Landasan
sumber pendanaan tambahan yang diperlukan
377
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan
berdiri tahap II mendapatkan Rp 500 juta. Pada
atau program pendidikan yang diselenggarakan
tahun 2009, besarnya hibah yang diberikan di
pemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi
SMK-RSBI bervariasi berdasarkan jumlah siswa di
bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan
masing-masing sekolah.
lokal baik untuk biaya investasi lahan {Pasal 9 ayat
Data tentang kontribusi masing-masing
(2)}, biaya investasi selain lahan {Pasal 13 ayat
pemerintah daerah kabupaten/kota tampaknya
(2)}, biaya personalia {Pasal 20 ayat (2)}, biaya
belum tersedia secara lengkap hingga saat ini. Di
nonpersonalia {Pasal 24 ayat (2} dapat berasal
samping itu data dimaksud cenderung tidak mudah
dari Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
untuk diperoleh dari pemerintah daerah maupun dari
bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
masing-masing satuan pendidikan yang berstatus
sumber lain yang sah; 5) Anggaran biaya investasi
RSBI. Data tersebut sesungguh-nya sangat
lahan satuan pendidikan {Pasal 9 ayat (3)}, biaya
diperlukan khususnya dalam menentukan rumusan
investasi selain lahan {Pasal 13 ayat (3)}, biaya
berapa yang seyogianya dimintakan dari masyarakat
personalia {Pasal 20 ayat (3)}, biaya nonpersonalia
yaitu pihak orang tua untuk operasionalisasi RSBI
{Pasal 24 ayat (3)} untuk satuan pendidikan yang
di masing-masing satuan pendidikan. Beberapa
dikembangkan menjadi bertaraf internasional dan/
pengamatan dan hasil wawancara dengan berbagai
atau berbasis keunggulan lokal harus merupakan
pihak di satuan pendidikan, terungkap bahwa
bagian integral dari anggaran tahunan satuan
tidak sedikit pemerintah daerah yang tidak
pendidikan yang diturunkan dari rencana kerja
mengalokasikan anggaran dalam APBD untuk
tahunan yang merupakan pelak-sanaan dari rencana
keperluan satuan pendidikan yang berstatus RSBI
strategis satuan pendidikan.
di wilayahnya.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor
Diduga bahwa akhirnya hal inilah yang menjadi
48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan,
salah satu alasan bagi satuan pendidikan yang
sumber-sumber pendanaan pendidikan untuk
berstatus RSBI untuk melakukan pungutan terhadap
RSBI, seyogianya berasal dari Pemerintah (APBN),
orang tua peserta didik. Di sisi lain, kemungkinan
pemerintah daerah (APBD) dan masyarakat. Dalam
satuan pendidikan untuk berani melakukan pungutan
konteks ini, Pemerintah melalui Kemen-terian
karena aspek legal yang tercantum dalam Peraturan
Pendidikan Nasional telah menunjukkan komitmen
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun
sesuai dengan aturan tersebut. Komitmen tersebut
2009 tentang “Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf
diwujudkan dalam bentuk pemberian hibah (block-
Internasional dalam Jenjang Pendidikan Dasar dan
grant) kepada satuan sekolah yang berstatus RSBI.
Menengah” (Kementerian Pendidikan Nasional,
Besarnya hibah yang diberikan untuk SD-RSBI
2009). Pasal 16 dari Pemendiknas ini mengatur
bervariasi antara Rp 100 juta hingga Rp 500 juta
tentang persyaratan penerimaan siswa baru pada
per-sekolah bergantung pada tahun pembukaan
sekolah. Salah satu dari persyaratan adalah pasal 16
program RSBI dan tahapan yang berlaku untuk SD
ayat (1) a.5, b.6, dan c.8 yang berbunyi: “Kesediaan
bersangkutan. Hibah untuk SMP-RSBI besar-nya
membayar pungutan untuk menutupi kekurangan
sama untuk semua sekolah, yaitu Rp. 400 juta pada
biaya diatas standar pembiayaan pendidikan kecuali
tahun 2007, dan Rp. 300 juta per sekolah untuk
bagi peserta didik dari orang tua yang tidak mampu
tahun 2008-2010. Untuk SMA-RSBI, besarnya hibah
secara ekonomi.” Pernyataan “kesediaan membayar
adalah Rp 300 juta per sekolah untuk tahun 2006-
pungutan ….” tersebut yang diduga dijadikan acuan
2008; dan mulai tahun 2009, besarnya bervariasi
dari satuan pendidikan terhadap berbagai pungutan
berdasarkan kinerja yaitu antara Rp 100 juta hingga
yang dilakukan.
Rp 500 juta. Adapun besarnya hibah untuk SMK-
Menarik untuk menermati temuan studi yang
RSBI sebesar Rp 450 juta per sekolah pada tahun
dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan
2007, sebesar Rp 250 juta pada tahun 2008, dan
Inovasi Pendidikan yang memperkuat kebenaran
sebesar Rp 100 juta pada tahun 2010. Khusus
adanya pungutan tersebut dalam bentuk sumbangan
untuk SMK-RSBI, pemberian hibah pada tahun 2006
pembangunan (Pusat Penelitian Kebijakan dan
dibagi dua tahap: 1) SMK RSBI yg berdiri tahap I
Inovasi Pendidikan, 2010). Studi tersebut dilakukan
mendapat-kan Rp 200 juta dan 2) SMK-RSBI yang
di 130 sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA,
378
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
dan SMK. Pada satuan pendidikan Sekolah Dasar,
standar nasional pendidikan termasuk standar
sumbangan pembangunan berkisar antara Rp
sarana dan prasarana, ataukah penunjukan satuan
100 ribu hingga maksimum Rp 7,7 juta dengan
pendidikan tersebut cenderung “dipaksakan”
rata-rata Rp. 1,5 juta. Untuk SMP, sumbangan
dalam rangka memung-kinkan masing-masing
pembangunan berkisar antara Rp.250 ribu hingga
kabupaten/kota memiliki satuan pendidikan yang
maksimum Rp 15 juta dengan rata-rata Rp 2,23
akan dikembangkan menjadi bertaraf internasional.
juta. Sedangkan sumbangan pembangunan di SMA
Dengan kata lain, patut dipertanyakan dan dievaluasi
berkisar antara Rp 135 ribu hingga maksimum Rp
kembali proses pengajuan dan pengusulan suatu
10 juta dengan rata-rata Rp 2,7 juta. Sementara
satuan pendidikan untuk menjadi RSBI.
di SMK, sumbangan pembangunan berkisar antara
Rp. 125 ribu hingga maksimum Rp 3,8 juta dengan
Metodologi
rata-rata Rp 1,28 juta.
D a l a m m e l a k u k a n k a j i a n t e r h a d a p ke d u a
Yang menjadi permasalahan dalam konteks
pertanyaan pokok sebagaimana dimaksud di bagian
pungutan selama ini adalah bahwa orang tua peserta
pendahuluan, sumber-sumber data yang digunakan
didik maupun pihak masyarakat pada umumnya
terdiri atas peraturan perundang-undangan yang
tidak dapat mengakses peruntukan dan penggunaan
berlaku khususnya yang terkait dengan rintisan
dari pungutan dimaksud. Padahal pasal 52 PP Nomor
sekolah bertaraf internasional (RSBI), fakta empiris
48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
yang ada termasuk dari berbagai pernyataan atau
mensyaratkan ketentuan-ketentuan yang wajib
ulasan yang diungkap-kan dalam media tertulis
dipenuhi terhadap pungutan oleh satuan pendidikan.
termasuk surat kabar, dan hasil-hasil penelitian
Ketentuan dimaksud di antaranya bahwa a)
yang terkait. Peraturan perundang-undangan yang
pungutan didasarkan pada perencanaan investasi
dimaksud termasuk Undang-Undang Nomor 20
dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta
(UUSPN), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
anggaran tahunan yang mengacu pada Standar
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Nasional Pendidikan, b) perencanaan investasi
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
dan/atau operasi tersebut diumumkan secara
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
transparan kepada pemangku kepentingan satuan
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
pendidik-an, c) dana yang diperoleh disimpan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan
dalam rekening atas nama satuan pendidikan, d)
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan
satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
dari penyelenggara satuan pendidikan, dan e) tidak
Pendanaan Pendidikan.
dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk
Analisis yang dilakukan adalah meta-analysis
penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar
terhadap sumber data dan informasi sebagaimana
peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari
dimaksudkan sebelumnya. Dalam melakukan
satuan pendidikan.
analisis, setiap isu yang menjadi fokus akan dirujuk
Terkait penggunaan pungutan tersebut,
kepada apa yang tercantum dalam peraturan
temuan dari Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi
perundang-undangan. Selanjutnya dilakukan
Pendidikan menunjukkan bahwa: a) sebagian besar
proses menafsirkan ketentuan dimaksud yang
penggunaan dana dimanfaatkan untuk sarana dan
dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada. Fakta
prasarana (SD=45%; SMP=38%; SMA=47%; dan
dimaksud merupakan pernyataan atau penjelasan
SMK=54%); b) alokasi untuk PBM berkisar antara
dari berbagai pemangku kepentingan baik dari pihak
9%-18%; dan c) kegiatan siswa lainnya berkisar
yang mendukung maupun yang tidak menyetujui
antara 4%-10% (Pusat Penelitian Kebijakan dan
keberadaan dan pendanaan RSBI.
Inovasi Pendidikan, 2010). Memperhatikan temuan
Asumsi yang digunakan dalam kajian ini
tersebut, sekali lagi patut dipertanyakan kondisi
adalah bahwa data dan informasi yang tertulis
awal dari satuan-satuan pendidikan yang berstatus
dalam media tertulis merupakan informasi yang
RSBI yaitu apakah memang sudah memenuhi
dapat dipertanggungjawabkan dengan memper-
379
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
timbangkan aspek legalitas dari keberadaan
aturan yang mengatur besaran sumbangan atau
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
pungutan dari orang tua peserta didik; dan c) tidak
Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Analisa atau
atau belum adanya sistem pengawasan dari berbagai
kajian yang dilakukan akan merujuk kepada: (1)
pihak terhadap pungutan yang menyebabkan
keberadaan RSBI ditinjau dari landasan yuridis, dan
tidak bersifat transparan dan akuntabel dalam hal
(2) pendanaan RSBI ditinjau dari landasan yuridis
peruntukannya.
dan empiris.
Saran
Simpulan dan Saran
Atas dasar simpulan, disarankan agar: 1) Keberadaan
Simpulan
satuan pendidikan berstatus RSBI seyogianya
Mengacu pada uraian dan pembasasan di atas,
segera dievaluasi dengan mengguna-kan indikator-
dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
indikator yang relevan. Hasil evaluasi dimaksud akan
penyelenggaraan rintisan sekolah bertaraf
menentukan status satuan pendidikan dimaksud
internasional yang sudah ada selama ini, masih
yaitu kemungkinan untuk dapat dipromosikan
dapat tetap dilanjutkan mengingat berbagai
sebagai Sekolah Bertaraf Internasional, atau tetap
peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional,
secara jelas memperkuat keberadaan satuan-
atau bahkan diturunkan status sebagai sekolah
satuan pendidikan berstatus RSBI tersebut. Kedua,
regular. Indikator-indikator tersebut di antaranya
status sejumlah satuan pendidikan berstatus
dapat diukur dari a) jumlah peserta didik dari satuan
RSBI yang menimbulkan berbagai penyimpangan
pendidikan yang lebih rendah (SD) dapat masuk
dalam penyelenggaraannya, diduga disebabkan
ke satuana pendidikan yang lebih tinggi (SMP, atau
dari proses penunjukan dan penetapannya secara
dari SMP ke SMA/SMK) yang berstatus RSBI; atau
hukum bermula yang tidak merujuk pada ketentuan-
b) lulusan SMA RSBI yang dapat diterima pada
ketentuan yang berlaku. Diduga bahwa sejumlah
perguruan-perguruan tinggi baik di dalam maupun
RSBI yang ada sesungguhnya belum memenuhi
di luar negeri yang berperingkat internasional; 2)
standar nasional pendidikan akibat aspirasi
Proses penetapan terhadap keputusan menetapkan
kabupaten/kota yang menginginkan daerahnya
RSBI yang sudah ada perlu ditinjau kembali
memiliki satuan pendidikan dengan menunjuk
kebenarannya dalam arti apakah proses tedahulu
peraturan perundang-undangan yang menyatakan
sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan
bahwa “Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu
Dengan demikian, apabila dari data yang ada
satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan
ditemukan bahwa pada saat pengusulan terdahulu
untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan
status satuan pendidikan tersebut belum memenuhi
yang bertaraf internasional”. Ketiga, pendanaan
standar nasional pendidikan atau kategori SSN
RSBI merupakan tanggung jawab bersama
(Sekolah Standar Nasional), perlu dilakukan
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
pencabutan status RSBI dari satuan pendidikan
Namun demikian, setelah terbentuk-nya RSBI
dimaksud; 3) Legalitas pungutan dan besarnya perlu
secara hukum, terdapat pihak-pihak yang tidak
dikaji kembali dengan mempertimbangkan berbagai
menunjukkan komitmen untuk turut berkontribusi
peraturan perundang-undangan serta kebijakan
dalam penyelenggaraan RSBI yaitu khususnya pihak
yang telah diambil oleh Pemerintah selama ini.
pemerintah daerah. Hal tersebut ditunjukkan oleh
Sehubungan dengan hal tersebut, kemampuan
fakta bahwa belum semua daerah mengalokasikan
atau kesediaan membayar tidak dijadikan sebagai
anggaran untuk RSBI yang berada di wilayahnya
persyaratan sebagai telah ditemukan pada Peraturan
dalam APBD mereka. Keempat, pungutan yang
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 tahun 2009
dibebankan terhadap orang tua peserta didik dengan
yaitu kesediaan membayar tersebut dijadikan
besar yang bervariasi disebabkan oleh berbagai
sebagai salah satu kriteria penerimaan peserta
faktor, di antaranya karena: a) pemerintah daerah
didik baru. Adanya pencatuman kriteria tersebut
tidak atau belum mengalokasikan anggaran khusus
dalam peraturan dimaksud diduga menyebabkan
bagi RSBI dalam APBD; b) belum atau tidak ada
satuan-satuan pendidikan mengambil kebijakan
380
Hendarman, Kajian Terhadap Keberadaan dan Pendanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
untuk melakukan pemungutan terhadap peserta
Pendidikan Nasional.
didik. Dengan demikian, satuan-satuan pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional, Republik
berstatus RSBI harus memiliki sistem pelaporan
Indonesia. 2006a. Undang-Undang
secara transparan tentang penerimaan dan
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
penggunaan pendanaan pendidikan yang bersumber
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
dari pihak Pemerintah, pemerintah daerah dan
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
masyarakat, yang dapat diakses oleh orangtua
Departemen Pendidikan Nasional, Republik
siswa dalam rangka menjamin transparansi dan
Indonesia. 2006b. Peraturan Pemerintah
akuntabilitas pengelolaan anggaran RSBI di tingkat
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
satuan pendidikan; dan 4) Pertimbangan agar satuan
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar yang
diselenggarakan pemerintah tidak memungut biaya
Harian Kompas. 2011. “Sekolah Semakin Sulit
dari peserta didik. Sebagai implikasi, Pemerintah
dan Mahal: RSBI Hanya Dinikmati Siswa
bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi dan
Kaya”. Kompas, 6 Juli 2011, halaman 1.
Pemerintah Kabupaten/Kota menanggung biaya
Harian Kompas. 2011. “Pungutan Dikeluhkan:
penyelenggaraan pada jenjang pendidikan dasar
Dibentuk Tim Investigasi di Sulawesi
yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sementara
Selatan”. Kompas, 8 Juli 2011, halaman 12
itu, pada jenjang pendidikan menengah masih
kolom 2-4.
dimungkinkan untuk memungut biaya pendidikan
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011.
untuk menutupi kekurangan biaya di atas standar
Penjelasan Mendiknas pada Raker
pembiayaan, yang didasarkan pada RPS/RKS dan
Kemdiknas dengan DPR tanggal 21 Maret
RKAS dan dengan mempertimbangkan kemampuan
2011. Jakarta: Sekretariat Jenderal
ekonomi orang tua siswa.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010.
Pustaka Acuan
Peraturan Pemerintah Republik
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan
Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pemerintah Republik Indonesia Nomor
Pengelolaan dan Penyelenggaraan
48 Tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan. Jakarta: Kementerian
Pendidikan, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2009. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
Kementerian Dalam Negeri. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota,Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.
Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
2010. Evaluasi terhadap Penyelenggaraan RSBI di SD, SMP, SMA, dan SMK (laporan dalam
proses). Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan.
381
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 4, Juli 2011
382