Identifikasi Indikator Green Constructio gedung takah

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION PADA PROYEK
KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI INDONESIA
Oleh:
Wulfram I. Ervianto1, Biemo W. Soemardi2, Muhamad Abduh3 dan
Suryamanto4
1

Kandidat Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut
Teknologi Bandung, email: ervianto@mail.uajy.ac.id
2
Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email:
b_soemardi@si.itb.ac.id
3
Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email:
abduh@si.itb.ac.id
4
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Institut Teknologi
Bandung, email: titus@ar.itb.ac.id
ABSTRAK

Fenomena pemanasan global yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca di Bumi
diyakini oleh para peneliti disebabkan salah satunya adalah pembangunan. Sebuah
gagasan yang dianggap berpotensi dapat mengurangi pemanasan global adalah
dengan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini mengandung
tiga pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang yaitu pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Salah satu
terjemahan konsep pembangunan berkelanjutan di tingkat praktis dikenal dengan
green construction dimana implementasinya mulai mendapat perhatian dari berbagai
pihak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan indikator green construction
khususnya untuk bangunan gedung. Untuk mendapatkan data digunakan instrumen
kuisioner dan sebagai respondennya adalah kepala proyek, bagian riset dan
pengembangan pada perusahaan kontraktor dalam kualifikasi besar dan menengah
yang berdomisili di kota besar sebagai representasi nasional Indonesia. Hasil yang
diperoleh adalah: (a) jumlah indikator green construction yang dihasilkan adalah 142
indikator yang terdiri dari 77 indikator Prioritas I dan 65 indikator Prioritas II; (b)
indikator green construction Prioritas I terdiri dari 16% kategori perilaku, 34,67%,
kategori minimum waste, dan 49,33% kategori maksimum value; (c) indikator green
construction Prioritas II terdiri dari 27,69% kategori Perilaku, 12,31% kategori
Minimum Waste, dan 60% kategori Maksimum Value.
Kata Kunci: Indikator; Green Construction; Bangunan Gedung; Indonesia


1

PENDAHULUAN
Fenomena global warming yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca menjadi topik
yang banyak dibahas dalam berbagai forum ilmiah. Salah satu indikator bahwa bumi
tengah mengalami perubahan adalah tingginya konsentrasi karbondioksida (CO2) di
udara yang bersifat menghalangi pelepasan panas dari bumi. Kwanda (2003)
mengemukakan, konsumsi energi yang besar dengan pertumbuhan 2% per tahun
sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global CO2 dan gas rumah kaca lainnya
naik menjadi dua kali lipat dari tahun 1965-1998 yang berdampak pada perubahan
iklim dunia. Hal senada juga diungkapkan oleh Salim (2010) yang menyatakan, bila
cara-cara pembangunan tetap dilakukan seperti biasanya tanpa perubahan, maka pada
tahun 2050 diperkirakan konsentrasi CO2 akan mencapai 500 part per million (ppm)
atau menjadi dua kali lipat konsentrasinya bila dibandingkan sebelum revolusi
industri. Secara global, Indonesia berada di urutan ke lima dalam menghasilkan emisi
gas rumah kaca atau sekitar 4,63% (World Resources Institute, 2005).
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-13 tentang Perubahan Iklim Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007,
Indonesia sepakat untuk menurunkan konsentrasi CO2 di udara sebesar 26% sampai

dengan 41% di akhir tahun 2020 dan disepakati tentang “peta jalur hijau” dengan pola
pembangunan abad ke-21 yang berkadar rendah karbon. Indonesia seharusnya tidak
terfokus hanya untuk menurunkan konsentrasi CO2 saja, namun tetap melanjutkan
aktivitas industri termasuk industri konstruksinya dengan cara-cara yang
memperhatikan lingkungan guna menyediakan ruang untuk hidup layak bagi generasi
mendatang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang
membangun, telah memiliki cetak biru bagi sektor konstruksi sebagai grand design
dan grand strategy yang disebut dengan Konstruksi Indonesia 2030. Salah satu
agenda yang diusulkan adalah melakukan promosi sustainable construction untuk
penghematan bahan dan pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan
pemeliharaan bangunan pasca konstruksi (LPJKN, 2007). Kedua hal tersebut diatas
terkait erat dengan daya dukung lingkungan. Khanna (1999), mengelompokan daya
dukung lingkungan hidup menjadi dua komponen, yaitu: (1) kapasitas penyediaan
(supportive capacity) dan (2) kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).
Conseil International du Batiment, (1994) menyatakan bahwa tujuan sustainable
construction adalah menciptakan bangunan berdasarkan disain yang memperhatikan
ekologi, menggunakan sumberdaya alam secara efisien dan ramah lingkungan selama
operasional bangunan. Du Plessis (2002) menyatakan bahwa bagian dari sustainable
construction adalah green construction yang merupakan proses holistik yang
bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga keseimbangan antara lingkungan alami

dan buatan. USEPA (2010) mendefinisikan green construction merupakan praktik
membangun dengan menerapkan proses yang memperhatikan lingkungan dan
efisiensi sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan dari tapak untuk perencanaan,
konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan dekonstruksi.

2

Pada lingkup praktis, upaya penerapan green construction sudah dilakukan, antara
lain oleh kontraktor nasional P.T. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. Instrumen
yang digunakan untuk menilai green construction disebut dengan Green Contractor
Assessment Sheet yang mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) tepat guna lahan, (b)
efisiensi dan konservasi energi, (c) konservasi air, (d) manajemen lingkungan proyek
konstruksi, (e) sumber dan siklus material, (f) kesehatan dan kenyamanan di dalam
lokasi proyek konstruksi. Sedangkan di tingkat nasional, perangkat penilaian
bangunan hijau di Indonesia untuk gedung baru dikembangkan oleh Green Building
Council Indonesia (GBCI) yang disebut dengan Sistem Rating GREENSHIP Versi
1.0. Bila dikaji lebih lanjut, proporsi penilaian yang didasarkan item penilaian (66
item) lebih dominan terjadi pada tahap perencanaan (62,2%) dan tahap pengoperasian
(33,3%) bila dibandingkan dengan tahap pembangunan (4,5%). Oleh karenanya, pada
tahap pembangunan masih dimungkinkan untuk dilakukan pengembangan instrumen

penilaian.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan kesepakatan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-13 tentang
Perubahan Iklim Perhimpunan Bangsa Bangsa yang diselenggarakan di Bali pada
bulan Desember 2007 tentang “peta jalur hijau” dengan pola pembangunan abad ke21 yang berkadar rendah karbon. Merujuk pada agenda dalam Konstruksi Indonesia
untuk melakukan promosi sustainable construction melalui penghematan bahan dan
pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca
konstruksi. Minimnya persentase item penilaian pada tahap konstruksi jika
dibandingkan dengan tahap perencanaan dan operasional bangunan dalam Sistem
Rating GREENSHIP versi 1,0 Untuk Gedung Baru.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi indikator green construction
dalam proses konstruksi pada bangunan gedung di Indonesia.
KAJIAN LITERATUR
USEPA (2010) mendefinisikan green construction merupakan praktik membangun
dengan menerapkan proses yang memperhatikan lingkungan dan efisiensi sumber
daya sepanjang siklus hidup bangunan dari tapak untuk perencanaan, konstruksi,
operasi, pemeliharaan, renovasi, dan dekonstruksi. Green construction menurut
Glavinich (2008) adalah perencanaan dan pengelolaan proyek konstruksi agar supaya
pengaruh proses konstruksi terhadap lingkungan seminimal mungkin. Kontraktor

harus berperan proaktif peduli terhadap lingkungan, selalu meningkatkan efisiensi
dalam proses konstruksi, konservasi energi, efisiensi pemanfaatan air, dan
sumberdaya lainnya selama masa konstruksi serta minimasi dan mengelola limbah
konstruksi secara baik. Glavinich (2008) menyatakan bahwa konsep green
construction mencakup hal-hal sebagai berikut: perencanaan dan penjadwalan proyek
3

konstruksi, konservasi material, tepat guna lahan, manajemen limbah konstruksi,
penyimpanan dan perlindungan material, kesehatan lingkungan kerja, menciptakan
lingkungan kerja yang ramah lingkungan, pemilihan dan operasional peralatan
konstruksi, dokumentasi.
Kibert (2008) menyatakan bahwa konsep green construction mencakup hal-hal
sebagai berikut: rencana perlindungan lokasi pekerjaan, program kesehatan dan
keselamatan kerja, pengelolaan limbah pembangunan atau bongkaran, pelatihan bagi
subkontraktor, reduksi jejak ekologis proses konstruksi, penanganan dan instalasi
material, kualitas udara. Selanjutnya yang dimaksud dengan definisi green
construction adalah:
“Suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan
dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan
antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi

sekarang dan mendatang”
Pada lingkup lokal, upaya penerapan green construction sudah dilakukan, antara lain
oleh kontraktor nasional P.T. Pembangunan Perumahan (PP). Instrumen yang
digunakan untuk menilai green construction disebut dengan Green Contractor
Assessment Sheet yang mencakup hal-hal sebagai berikut: (a) tepat guna lahan, (b)
efisiensi dan konservasi energi, (c) konservasi air, (d) manajemen lingkungan proyek
konstruksi, (e) sumber dan siklus material, (f) kesehatan dan kenyamanan di dalam
lokasi proyek konstruksi. Untuk lingkup nasional, perangkat penilaian bangunan
hijau di Indonesia untuk gedung baru digunakan Sistem Rating GREENSHIP Versi
1.0. Bila dikaji lebih lanjut, proporsi penilaian yang didasarkan item penilaian (66
item) lebih dominan terjadi pada tahap perencanaan (62,2%) dan tahap pengoperasian
(33,3%) bila dibandingkan dengan tahap pembangunan (4,5%). Oleh karenanya, pada
tahap pembangunan masih dimungkinkan untuk dilakukan pengembangan instrumen
penilaian.
Berdasarkan pustaka tersebut diatas maka faktor green construction dapat
disintesakan menjadi 16 faktor, yaitu: (1) Perencanaan dan penjadwalan proyek
konstruksi; (2) Sumber dan siklus material; (3) Rencana perlindungan lokasi
pekerjaan; (4) Manajemen limbah konstruksi; (5) Penyimpanan dan perlindungan
material; (6) Kesehatan lingkungan kerja tahap konstruksi; (7) Program kesehatan
dan keselamatan kerja; (8) Pemilihan dan operasional peralatan konstruksi; (9)

Dokumentasi; (10) Pelatihan bagi subkontraktor; (11) Pengurangan jejak ekologis
tahap konstruksi; (12) Kualitas udara tahap konstruksi; (13) Konservasi air; (14)
Tepat guna lahan; (15) Efisiensi dan konservasi energi; (16) Manajemen lingkungan
proyek konstruksi.
Berdasarkan 16 faktor green construction tersebut diatas selanjutnya dikembangkan
indikator green construction dari setiap faktor. Jumlah indikator green construction
secara keseluruhan adalah 144 indikator (gambar 1).
4

Jumlah Indikator Green Construction
22
17
10
5

12

15

12


10

8
5

3

5

4

6

6

4

Gambar 1. Sintesa Indikator Green Construction
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian untuk mendapatkan indikator green construction melalui
beberapa tahap. Tahap awal dilakukan untuk mendapatkan indikator green
construction yang dinyatakan penting oleh responden, dilanjutkan dengan indikator
green construction yang dinyatakan operasional. Dari kedua data tersebut akan
diperoleh indikator green construction yang penting dan operasional (gambar 2.).
Untuk mendapatkan indikator green construction tersebut diatas digunakan metoda
reskoring. Tujuan menggunakan metode reskoring adalah merubah skor total
menjadi skor awal.

Gambar 2. Metodologi Penelitian

5

DATA DAN ANALISIS DATA
Untuk memperoleh data dilakukan survey ke beberapa kota di Indonesia yang
mempunyai nilai konstruksi (nilai pekerjaan yang telah diselesaikan oleh pihak
pemborong menurut realisasi proyek yang telah diselesaikan dalam jangka waktu
tertentu, berdasarkan nilai kontrak antara pemilik dengan kontraktor) yang relatif
tinggi, yaitu di Pulau Jawa dan Sumatera. Namun demikian, dalam penelitian ini
menambahkan responden yang ada di Pulau Bali dengan pertimbangan adanya

kecenderungan peningkatan proyek yang menerapkan konsep green.
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala proyek dan bagian
riset/pengembangan dalam perusahaan kontraktor yang termasuk dalam kualifikasi
menengah dan besar (grade 5, 6 dan 7), dengan pertimbangan: (1) kemampuan
manajemen perusahaan, (2) kesiapan teknologi dalam menerapkan green
construction, (3) tanggap terhadap hal-hal baru (green construction). Jumlah
kontributor responden adalah 71 responden yang berasal dari 11 kota di Indonesia.
Data di Pulau Jawa terwakili oleh Surabaya, Semarang, Magelang, Yogyakarta,
Bandung, Jakarta. Keterwakilan data di Pulau Sumatera ditunjukan oleh responden
yang berdomisili di Medan, Pekanbaru, Riau. Untuk Pulau Bali diwakili oleh
responden yang berdomisili di Denpasar, sedangkan satu responden berasal dari
Tarakan Kalimantan (gambar 3.). Informasi lain tentang responden dapat dilihat pada
gambar 3 sampai dengan gambar 8.

Komposisi Responden Berdasarkan
Domisili Perusahaan (dalam %)
Tarakan
Denpasar
Surabaya
Semarang
Magelang
Yogyakarta
Bandung
Jakarta
Pekan Baru
Riau
Medan

1.41
9.86
18.31
9.86
2.82
5.63
4.23
29.58
1.41
2.82
14.08
-

10

20

30

40

Gambar 3. Domisili Responden

6

Kualifikasi Kontraktor
(dalam %)

Besar-Grade 7

Kepemilikan Perusahaan
BUMN

62.12

Besar-Grade 6

5

13.64

Menengah-…

Swasta

24.24

Gambar 4. Kualifikasi Kontraktor

41

Gambar 5. Kepemilikan Perusahaan

Jabatan Responden
(dalam %)
Riset dan Pengembangan
Engineer
Kepala Proyek

11.27
4.23
84.51
-

20

40

60

80

100

Gambar 6. Jabatan Responden
Pengalaman Kerja Responden
(dalam %)
> 20 tahun

14.08

15 - < 20 tahun

21.13

10 - < 15 tahun
5 - < 10 tahun

18.31
25.35

0 - < 5 tahun

21.13

Gambar 7. Pengalaman Kerja Responden
Pengalaman Melaksanakan Proyek Green
(dalam %)
Tidak Pernah

49.30

Pernah

50.70
49

49

50

50

51

51

Gambar 8. Pegalaman Melaksanakan Proyek Green

7

Pengelompokan Indikator Green Construction Berdasarkan Prioritas
Untuk menetapkan indikator green construction yang akan digunakan dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu: kelompok prioritas I dan kelompok prioritas II.
1. Kelompok Prioritas I, indikator yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Jika indikator tersebut Penting dan Operasional.
Jika indikator tersebut Penting dan Sangat Operasional.
Jika indikator tersebut Sangat Penting dan Operasional.
Jika indikator tersebut Sangat Penting dan Sangat Operasional.
2. Kelompok Prioritas II, indikator yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Jika indikator tersebut Sangat Penting dan Cukup Operasional.
Jika indikator tersebut Penting dan Cukup Operasional.
Jika indikator tersebut Cukup Penting dan Cukup Operasional.
Jika indikator tersebut Cukup Penting dan Operasional.
Jika indikator tersebut Cukup Penting dan Sangat Operasional.
Hasil analisis data adalah berupa indikator green construction dalam setiap faktor
green construction, secara rinci dapat dilihat pada gambar 9.
Pengelompokan Indikator Green Construction dalam Perilaku, Minimum Waste
dan Maksimum Value.
Indikator green construction yang telah dikelompokan berdasarkan prioritas I dan
prioritas II dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: (a) Kategori pertama adalah
indikator yang termasuk dalam perilaku (behaviour); (b) Kategori kedua adalah
indikator yang termasuk dalam minimum waste; (c) Kategori ketiga adalah indikator
yang termasuk dalam kategori maksimum value.
Perilaku (behaviour), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan
perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan.
Hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka
suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.
Minimum Waste, adalah sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya limbah sehingga beban di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat
berkurang. Selain itu, mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana
sehingga mempermudah untuk proses daur ulang.
Maksimum Value, Maksimum value adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk
mencapai nilai tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian “nilai”

8

adalah hal-hal yg penting atau berguna bagi kemanusiaan. Pada saat ini isu
pentingnya adalah keberlanjutan kehidupan manusia yang memuat isu lingkungan
(energi, air, udara, tanah, kesehatan dan keselamatan).

Jumlah Indikator Green Construction
5

Manajemen Lingkungan Proyek

10
11

Konservasi Energi

9
2
2

Tepat Guna Lahan

7

Konservasi Air

3
5

Kualitas Udara Tahap Konstruksi

1

Pengurangan Jejak Ekologis Tahap Konstruksi

1

Pelatihan Bagi Subkontraktor

1

5
3
3

Dokumentasi

5
3

Pemilihan dan Operasional Peralatan Konstruksi

2
1

Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2
5

Kesehatan Lingkungan Kerja Tahap Konstruksi

12
3

Penyimpanan dan Perlindungan Material

2
5

Manajemen Limbah Konstruksi

7
3

Perencanaan dan Perlindungan Lokasi Pekerjaan

9
4

Sumber dan Siklus Material
Perencanaan dan Penjadwalan Proyek
Konstruksi
Prioritas II

6
0
5
Prioritas I

Gambar 9. Indikator Green Construction
Berdasarkan definisi seperti tersebut diatas, maka indikator green construction dalam
Prioritas I dapat dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu: perilaku, minimum waste,
dan maksimum value dengan persentase berturut-turut 16%, 34,67%, dan 49,33%
(gambar 10). Demikian juga indikator green construction dalam Prioritas II dapat

9

dikelompokan kedalam tiga kategori dengan persentase berturut-turut 27,69%,
12,31%, dan 60% (Gambar 11). Sedangkan secara keseluruhan persentase indikator
green construction jika dikelompokan dalam tiga kategori adalah sebagai berikut
21,43% dalam kategori perilaku, 24,29% dalam kategori minimum waste, dan
54,29% dalam kategori maksimum value (Gambar 12).

Prosentase Indikator Green Construction
Prioritas I
Maksimum value

49.33

Minimum waste
Perilaku

34.67
16.00

Gambar 10. Pengelompokan Indikator Green Construction Prioritas I Dalam
Kategori Perilaku (Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.

Prosentase Indikator Green Construction
Prioritas II
Maksimum value
Minimum waste
Perilaku

60.00
12.31
27.69

Gambar 11. Pengelompokan Indikator Green Construction Prioritas II Dalam
Kategori Perilaku (Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.

Prosentase Indikator Green Construction
Maksimum value
Minimum waste
Perilaku

54.29
24.29
21.43

Gambar 12. Pengelompokan Indikator Green Construction Dalam Kategori Perilaku
(Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.

10

KESIMPULAN
Jumlah indikator green construction yang dihasilkan secara keseluruhan adalah
142 indikator yang terdiri dari 77 indikator Prioritas I dan 65 indikator Prioritas II.
Secara rinci indikator Prioritas I terdiri dari 16% kategori perilaku, 34,67%,
kategori minimum waste, dan 49,33% kategori maksimum value. Sedangkan
dalam Prioritas II terdiri dari 27,69% kategori Perilaku, 12,31% kategori
Minimum Waste, dan 60% kategori Maksimum Value.
Komposisi indikator green construction secara keseluruhan terdiri dari 21,43%
dalam kategori Perilaku, 24,29% dalam kategori Minimum Waste, dan 54,29%
dalam kategori Maksimum Value.
DAFTAR PUSTAKA
Conseil International Du Batiment, 1994.
Du Plessis, Chrisna, Edit., 2002: Agenda 21 for Sustainable Construction in
Developing Countries’ Pretoria: Capture Press.
Glavinich, T. E., 2008, Contractor's Guide to Green Building Construction, John
Wiley.
Green Building Council Indonesia, 2010, GREENSHIP Versi 1.0, Jakarta.
Kibert, C., 2008, Sustainable Construction, John Wiley & Sons, Canada.
Kwanda T., 2003, Pembangunan permukiman yang berkelanjutan untuk mengurangi
polusi udara , Dimensi Teknik Arsitektur, vol. 31, no.1, hh. 20-27.
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional 2007, Konstruksi Indonesia 2030
Untuk Kenyamanan Lingkungan Terbangun, Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi Nasional, Jakarta.
Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., 2008, Green Construction Assessment
Sheet, Jakarta.
Salim, E., 2010, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Gramedia, Jakarta.
United States Environmental Protection Agency (USEPA)., 2010: Definition of
Green Building.[online] (updated 23 Desember 2010). Tersedia di:
http://www.epa.gov/greenbuilding/pubs/about.htm#1.
(Diakses
pada
9
November2010).
World Resources Institute, 2005.

11

Dokumen yang terkait

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Identifikasi tindak kekerasan yang dialami anak jalanan (study analisis terhadap anak jalanan di traffic light SMP 2 Kotatip Jember)

0 11 93

The Analysis ofl fluence Green Advertising ard Green product to Consumer Involvement a{fect to Purchasing Decision Ades Mineml Water ( Case Study: Studeot of Indonesia University)

0 40 155

Identifikasi miskonsepsi siswa dengan menggunakan metode certainty of response index (cri) pada konsep fotosintesis dan respirasi tumbuhan

3 43 8

Identifikasi Bakteri Escherichia coli Pada Es Batu yang Dijual Warung Nasi di Kelurahan Pisangan Tahun 2015

4 32 61

Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Daya Saing Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Wilayah Industri TPT Kabupaten Bandung (Studi Kasus : Kecamatan Dayeuh Kolot, Kecamatan Majalaya, Kecamatan Katapang, Kecamatan Pameungpeuk, d

0 5 6

Aplikasi Identifikasi Penyebab Kematian Pada Penelitian Cirai UPK-FK UNPAD

2 19 183

Identifikasi perkembangan kegiatan rumah makan di Jalan Padalarang - Ciburuy setelah pengoperasian jalan Tol Cipularang (Cikampek, Purwakarta, Padalarang)

0 4 1

Identifikasi Bakteri Escherichia coli O157:H7 dalam Daging Sapi yang Berasal dari Rumah Potong Hewan Lubuk Buaya

1 1 5

Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Pengguna Kateter Urine di ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 01 Agustus-30 November 2014

0 2 6