TINJAUAN YURIDIS TENTANG PROSES BERPERKARA PERDATA SECARA PRODEO DALAM PRAKTIK DI PENGADILAN NEGERI KELAS I A BANDUNG DAN PENGADILAN AGAMA BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN HUKUM ACARA PERDATA POSITIF.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PROSES BERPERKARA PERDATA SECARA
PRODEO DALAM PRAKTIK DI PENGADILAN NEGERI KELAS I A BANDUNG
DAN PENGADILAN AGAMA BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN HUKUM
ACARA PERDATA POSITIF
Dikri Amarullah
110110070318

ABSTRAK
Dalam berperkara perdata di pengadilan, penggugat/pemohon harus membayar
biaya perkara. Dalam kenyataannya, tidak semua orang yang berperkara perdata itu
mampu untuk membayar biaya perkara. Bagi penggugat/pemohon yang tidak
mampu membayar biaya perkara, dapat mengajukan untuk berperkara perdata
tanpa bea atau prodeo.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai dasar pertimbangan hakim
dalam mengabulkan dan/atau menolak berperkara perdata secara prodeo dan untuk
memperoleh gambaran mengenai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
berperkara perdata secara prodeo pada praktiknya di Pengadilan Negeri Kelas I A
Bandung dan Pengadilan Agama Bandung dihubungkan dengan Hukum Acara
Perdata Positif. Penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif yang berdasarkan penelitian kepustakaan dan lapangan, kemudian metode
analisis data menggunakan metode yuridis kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam
mengabulkan dan/atau menolak berperkara perdata secara prodeo di Pengadilan
Negeri Kelas I A Bandung dan Pegadilan Agama Bandung adalah berdasarkan
pemeriksaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada penggugat
mengenai ketidakmampuannya, berdasarkan pemeriksaan dari tanggapan tergugat
kepada penggugat, dan berdasarkan pemeriksaan Surat Keterangan Tidak Mampu
yang dilampirkan penggugat. Hambatan dalam pelaksanaan berperkara perdata
secara prodeo di Pengadilan Negeri Kelas I A Bandung dan Pengadilan Agama
Bandung adalah mengenai anggaran dari pemerintah untuk perkara prodeo
sehingga menyebabkan proses berperkara perdata secara prodeo berjalan tidak
efektif dan optimal. Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

iv