Melirik Pers "Kiwari".

Pikiran Rakyat
o Senin
4

123
17

18

OJan

o Se/asa

19
8Peb

5
20

6
21


o Mar OApr

.

o Kamis 0

Rabu

7
22
OMei

8
23

9

OJun


24

~

25

Jumat

11

o Sabtu o Minggu
12

26

13
27

0 Ju/ 0 Ags OSep


14
28

OOkt

15
29
ONov

16
30

31

ODes

Melirik' Pers "Kiwarf"
ryatmoko menjelaskan, fenomena tersebut sebagai logika
waktu pendek media yang cenderung superfisial (hanya di
benar. Toh, tak dapat disangkal

permukaan dan tidak berbobot) agar tidak ditinggalkan
prayojana industri media kini
khalayaknya. Akibatnya, kemenghadirkan ragapt media
massa yang kian centang-perekhasan yang seharusnya membentuk citra suatu media malah
nang. Perhatikan saja kecenderungan logika pasar (baik bermenjerumuskannya ke dalam
motif ekonomis maupun polikeseragaman
(mimetisme).
tis) dalam industri media, prakUniknya, hal yang spektakuler
atau sensasional bukan pertatik di lapangan mengenai "amma-tama datang dari keinginan
plop", dan duplikasi laporan
jumalistik (kloning), serta UU
jumalis, tetapijustru dari rasa
No. 40 Tahun 1999 tentang
senang untuk ditipu dari pePers yang bermukabalah demirsa atau pembaca. Rasa ingin tahu yang berlebihan (sengan UU No. 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informamacam voyeurism), menjebak
si Publik (KIP) dan UU No. 11 masyarakat itu sendiri ke daTahun 2008 tentang Informasi
lam jerat informasi yang medan Transaksi Elektronik (ITE).
nyesatkan dan membodohkan.
Tantangan sistemis roh logika
Logika pasar

pasar merupakan bentuk kekeSetiap jumalis mempertangrasan psike yang dialami jumalis. Maka, jumalis perlu megungjawabkan kegiatan jumalistiknya kepada masyarakat.
ngembangkan kesadaran reflektif untuk memaknai rangkai
Nahasnya, idealisme tersebut
sering menjadi ilusi ketika bel'pengalamannya.
Pemaknaan
hadapan dengan persaingan an- . tentang panggilannya sebagai
tarindustri media kiwari. Tingjumalis, konsep sukses yang dimilikinya, dan nilai yang dianut
kat persaingan yang tinggi meakan menjadikan jumalisme sengesahkan logika pasar. Jika
media ingin bertal1an hidup, pebagai jalan hidup untuk membawa kebaikan bagi manusia
ngemasan informasi secara ceatau menuntun ke arab penistapat, sensasional, dan menarikan martabat manusia. Mungkin
yang telah mengalami penyuntingan-merupakan faktor pendi sinilab gagasan Dietrich Bonhoeffer tentang pengorbanan
ting di tengah melimbumya lautan informasi. Coba saja simak
akal budi (sacrificium intellecstasiun-stasiun
televisi yang
tus) diragakan agar jumalisme,
menampilkan berita dengan
yang sejati tidak menjadi gagasan utopis ketika dihadapkan decuplikan laporan yang dramatis,
langsung dari tempat kejadian,
ngan logika pasar.
Kesadaran reflektif tersebut

dan dikemas dengan format
yang kenes untUk memikat pejuga perlu merasuki produk humirsa.
.
kum dan instansinya, lembagaFilsuf asal Yogyakarta Halembaga kekuasaan, perhim-

OlehYULIUSTANDYANTO
ALAM tiga tahun terakhir, kualitas media
massa kian memusingkan alih-alih memprihatinkan. Menurut data Dewan Pers
(Desember 2007), hanya tiga
puluh persen-dari sekitar 889
media cetak-yang masuk dalam kategori sehat. Uniknya, sebagianbesar jumalis (sekitar
sembilan puluh persen) yang
berada dalam media cetak kategori sehat tersebut bukan berlatar belakang pendidikanjumalistik, melainkan dari program
studi lainnya.
Pemyataan senada juga dilontarkan pada Kongres I Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu
Komunikasi (Apsikoni), Juni
2008. Ketua Umum Serikat Penerbit Surat Kabar. Ridlo Eisy
menyatakan, keterampilan dan
kompetensi lulusan ilmu komunikasi belum siap pakai. Gejala ini tampak dari sedikitnya
lulusan bidang ilmu tersebut

yang terserap pada kompetensinya yaitu, industri media dan
penyiaran. Padahal, masyarakat membutuhkan para aktor
komunikasi Gumalis, penyunting, pengelola rumah produksi) andal, untuk membenahi
kualitas informasi dan menghadirkan diskursus, yang cerdas
dan sehat dalam ruang publik.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya semua pihak merefleksikan kembali etos aktor komunikasi, sarana pendukungnya,
dan tujuan yang hendak diembannya yakni, hak publik untuk
mendapatkan
informasi yang
---~

D

punan masyarakat
(komisi
pengawas, elemen masyarakat),
serta institusi pendidikan untuk mendukung keIja jumalistik dan menghindarf penyelewengan atau manipulasi informasi. Seringkali Mtegangan
teIjadi, karena aturan tersebut
mengebiri gerak pers, penggunaan informasi, dan kebebasan
berekspresi dalam ruang publik. Namun, di sisi yang lain kebebasan yang ada mengorbankan ruang privat $seorang,

asas praduga tak bersalah, dan
melecehkan daya naJ,armasyarakat karena doro~gan logika
pasar.
Perhatikan saja peristiwa
yang masih segar dalam ingatan,ketika wartawan infotainment menggugat aktris Luna
Maya dengan delik aduan yang
Pasal27 ayat 3 UU No. 11tahun
2008 tentang ITE. Maka, senyampangnya lembaga-Iembaga kekuasaan henda\< meratifikasi suatu aturan teI)tang informasi, mereka perlu melibatkan
para aktor komunikasi dan perhimpunan masyarakat untuk
duduk bersama.
Di bidang pendidikan, institusi pendidikan jumalistik perlu membenahi pengetahuan
dan keterampilan para calon
jumalis, yang cenderung mengutamakan kemampuan umum
(generalis). Kemampuan khusus (spesialis) menjadi penting,
karena karakteristik media dan
perkembangan teknologi informasi yang terfragmentasi melaju cepat, seiring dengan peradaban yang tergila-gila informasi. Kondisi ini mengharuskan institusi mengasah kesadaran reflektif para calon jurnalis,d~am menghayati panggilan profesinya dan tujuan
akhir dari jumalisme.
Memang, sebagian besar
pers dan ruang publik kita masih memusingkan dan bawel
dengan segala ingar-bingamya.

Namun, peIjuangaI1juntuk menegakkan nilai-nilai demokrasi,
hak untuk berekspresi dengan
cerdas dan santun, serta hak
publik akan informasi yang benar masih leluasa dikumandan~kan. Maka, syabaslah!***
Penulis, mahasiSwa Jurusan Jumalistik Fikom Unpad.

Kliping Humas Unpad 2010