MELIRIK PERAN BADAN PROMOSI PARIWISATA D

MELIRIK PEMBENTUKAN BADAN
PROMOSI PARIWISATA DAERAH1
oleh Erdi, Doktor Kebijakan Pariwisata
bekerja di Universitas Tanjungpura

Hampir seluruh daerah di negeri ini, mulai dari provinsi hingga
kabupaten dan kota telah memiliki Dinas atau Badan yang mengelola urusan
kepariwisataan. Bidang ini telah didesentralisasikan sehingga menjadi murni
urusan daerah. Nomenklatur badan pada jenjang nasional, secara lengkap
bernama Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) yang menjadi mitra kerja
dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pembentukan BPPI ini
mengacu pada Keppres No. 22 Tahun 2011 tentang Badan Promosi Pariwisata
Indonesia, dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (3) UU No. 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Ketika di daerah, maka Dinas atau Badan
Pariwisata Daerah adalah organic institution yang ikut menangani persoalan
kepariwisataan di daerah.

Tugas pokok dan fungsi BPPI antara lain adalah (1) meningkatkan citra
kepariwisataan Indonesia, (2) meningkatkan kunjungan wisatawan
mancanegara dan penerimaan devisa, (3) meningkatkan kunjungan
wisatawan nusantara dan pembelanjaan, serta (4) melakukan riset dalam

rangka pengembangan usaha dan bisnis kepariwisataan. Sedangkan, fungsi
BPPI adalah menjadi koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia
usaha di pusat dan daerah serta menjadi mitra kerja Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.

Sebagian berpendapat bahwa keberadaan BPPI di daerah tidak
diperlukan lagi karena tugas dan peran seperti tersebut di atas telah melekat
dengan fungsi dan peran Dinas atau Badan Pariwisata Daerah. Namun,
realitasnya, beberapa daerah yang industri pariwisatanya telah maju seperti
Bali, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Kepri, NTT, NTB, DKI, DIY dan lain1

Dengan judul yang sama, artikel ini telah dimuat pada harian Pontianak Post
kolom OPINI terbitan Senin, 28 Juli 2015. Edisi terbitan korannya, juga
disertakan di file ini.

Page | 1

lain telah membentuk BPPI Daerah dengan nomenklatur lembaga menjadi
BPPID. Bagaimana dengan Kalbar?


Tampaknya, belum ada badan dengan nomenklatur seperti di atas dan
Kalbar selalu maju dari belakang! Saya termasuk orang yang tidak sependapat
dengan second opinion ini. Dan, oleh karena itu, pembentukan BPPID di
Kalbar telah menjadi kebutuhan mutlak untuk pengembangan sector
pariwisata. Dan, keberadaan BPPID menjadi wakil dari unsur profesi jejaring
industry pariwisata dan masyarakat pariwisata daerah!

Fakta Pariwisata Kalbar hingga 2015 dan Prediksi 2020. Sebagai doktor
kebijakan pariwisata yang tinggal di Kalbar, penulis sedih karena Kalbar yang
saya banggakan ini, meski memiliki tiga pintu masuk bagi wisatawan manca
Negara, ternyata tidak masuk sebagai destinasi unggulan wisata nasional
(lihat Erdi, 2012). Kalau pun masuk ke dalam tourist map, orang Pontianak
berkata itu nak nyuke-nyukekan hati kite jak .

Ketiga pintu masuk bagi wisatawan manca itu adalah Bandara Udara
Supadio Pontianak, Land Border Entikong yang dalam tahun 2016 akan
bertambah 3 titik (Sajingan, Jagoi Babang dan Badau) sehingga menjadi 4
pintu masuk; dan Pelabuhan Dwikora Pontianak. Kesedihan penulis harus
ditambah lagi dengan fakta bahwa alokasi waktu dari wisatawan manca
ternyata tidak tercapai; dari 4 5 hari yang direncanankan, mereka kembali

sebelum atau sampai dengan hari ke-4; sehingga rencana pengeluaran turis
manca menjadi berkurang dan Kalbar belum dapat menguras isi dompet
wisatawan manca. Padahal, di saat sebelum tiba atau sering dikenal dengan
Learning before Landing atau Land before Time, pengeluaran untuk aktivitas
kepariwisataan selama di destinasi itu telah dianggarkan sebesar rata-rata
US$ 1.142,24 (Rp 15 jutaan per turis manca). Rencana pengeluaran itu ditarik
kembali ke bang saku mereka (Erdi, 2012).
Data tentang kunjungan turis manca ke Kalbar berdasarkan catatan
BPS Kalbar sepanjang Januari 2015 adalah 1.793 orang atau mengalami
penurunan sebesar 57,83 persen dibanding Desember 2014. Rilis berikutnya,
kunjungan di bulan Februari 2015 mencapai 2.567 orang yang dimaknai
meningkat sebesar 43,17 persen dibanding Januari 2015. Peningkatan
kunjungan di Februari 2015 dikarenakan terdapat even besar di Kalbar, yakni
titik kulminasi dan Cap Go Meh. Pertambahan sebesar 774 wisman dengan
Page | 2

dua even besar itu saya nilai belum signifikan dengan harapan kita. Dengan
dasar data di atas, jumlah kunjungan wisatawan manca ke Kalbar yang telah
memiliki tiga pintu masuk tersebut rata-rata hanya 24 orang per pintu masuk
per hari. Namun, salah satu pintu masuknya, yakni Pelabuhan Dwikora

Pontianak tercatat no arrival . Tentu angka kunjungan turis manca per bulan
ke Kalbar ini masih sangat kecil bila hendak dibanding Bali (300 ribuan), DKI
(190 ribuan), Sumut (29,3 ribuan), DIY (19,6 ribu), Kepri (171,9 ribuan), Jabar
(20,7 ribuan), Jatim (19 ribuan), Sumbar (6,6 ribuan) seperti tersaji di Laporan
Bulanan
Kementerian
Pariwisata
dan
Ekonomi
Kreatif
(http://www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=110&id=2545).
Oleh karena itu, saya setuju pendapat Sekda Kalbar, Dr. M. Zeet
Assovie, MTM saat membuka rakor bidang pariwisata di Bengkayang pada
12/3/2015 lalu; yang menurut catatan saya, dari buku yang ditulisnya
(Pariwisata Hari Ini, terbit tahun 2005), beliau saya nilai sebagai salah seorang
pendobrak industri pariwisata Kalbar; bahwa diperlukan langkah stratagis
untuk mengangkat berbagai destinasi unggul yang dimiliki Kalbar. Salah
satunya dapat dilakukan dengan pembentukan BPPID Kalbar. Badan ini dapat
diperankan untuk mengimplementasikan teori Return for Nature seperti
uraian berikutnya.

Kalau upaya itu hanya dilakukan melalui Dinas yang telah ada, maka
pengembangan destinasi wisata Kalbar tetap berjalan di tempat (walk on
place) hingga tahun 2020! Praktis, Kalbar belum dapat panen dari keunggulan
kompetitif dan potensi sector pariwisata yang telah dimilik oleh 1986 desa
dengan beraneka ragam seni, budaya dan adat istiadatnya. Saya ingin katakan
bahwa pertambahan sebanyak 774 wisatawan manca dari dua even besar di
tahun 2015 yang lalu seperti uraian saya di atas adalah masih lebih besar
dengan jumlah mahasiswa yang saya ajar di setiap semester!

Implementasikan Return for Nature Theory. Meskipun bunyinya tidak
disebutkan demikian, tetapi dari silogisme bahwa pendapatan dari industri
pariwisata harus dikembalikan untuk pengembangan industry pariwisata di
masa berikutnya dapat ditemukan adanya. Belajar dari bidang lain, seperti
industry pelabuhan di Singapura yang mengembalikan sebesar 20% dari
pendapatan port mereka untuk perawatan dan pengembangan pelabuhan
(Cullinane, Yap dan Lam, 2007). Hal yang sama, dapat ditemui dari pemikiran
Page | 3

Kerr (2008); UNWTO (2011), Edgell dkk (2008), Mak (2008), Veal (2002) dan
Pearce dkk (2009) yang menyarankan agar sebagian pendapatan dari dunia

pariwisata semestinya dikembalikan dan digunakan untuk pengembangnan
pariwisata. Itulah yang dimaksud dengan Return for Nature Theory, sebagai
bentuk penyempurnaan gradual dari Back to Nature Theory.

Dalam kontek ini, saya coba analogikan dengan model demokratis
dalam pengelolaan tata kelola pemerintahan (democratic good governance)
seperti dimaksud oleh Grindle (2007) dan Laughin dan Andring (2007).
Apapun bentuknya, pasti terdapat tiga actor penting sebagai pelaku sebuah
kebijakan, termasuk dalam industri pariwisata. Dalam kontek ini, (1) Dinas
Pariwisata untuk mewakili unsur pemerintah; (2) Organisasi untuk
menghimpun para pihak sebagai pengelola destinasi dan seluruh jejaring
industi pariwisata yang berperan dominan sebagai pelaku utama dalam bisnis
dan pengelolaan objek daya Tarik wisata (ODTW); (2) unsur masyarakat
sebagai actor pendukung industri di destinasi. Paling tidak BPPID itu mewakili
unsur kedua dan ketiga sehingga setiap actor dapat terwakili bagi
pengembangan insutri pariwisata daerah. Oleh karena itu, melalui artikel ini
saya merasa yakin bahwa pembiayaan untuk program dan kegiatan BPPID di
Kalbar tidak akan mengganggu APBD Provinsi seperti juga keberadaan BPPID
di Provinsi lain; karena pembiayaan BPPID itu dapat dialokasikan dari dana
organisasi profesi di bidang kepariwisataan yang telah eksis di daerah ini.

Peran pemerintah Provinsi Kalbar adalah memfasilitasi pembentukan BPPID
melalui Surat Keputusan Gubernur Kalbar agar mereka dapat bekerja sebagai
partner ideal bagi Dinas Pariwisata Daerah.

Demikian artikel ini, semoga dapat menggugah para pihak untuk
segera membentuk BPPID Kalbar dalam rangka memajukan industry
pariwisata di Bumi Khatulistiwa ini. Amin!

Page | 4

Referensi

Assovie, M. Zeet Hamdy. 2005. Pariwisata Hari Ini. Mayarakat Pariwisata
Indonesia Kalimantan Barat. Pontianak.

Cullinane, Kevin; Wei Yim Yap dan Jasmine S. L. Lam. 2007. The Port of
Singapore and Its Government Structure dalam Marry R. Brooks dan
Kebin Cullinane (Edt). Devolution, Port Governance and Port
Performance. Research in Transportation Economics, Volume 17.
Elsevier. Amsterdam.


Edgell, David L, Sr; Maria Del Mastro Allen; Ginger Smith and Jason R.
Swanson. 2008. Tourism Policy and Planning: Yesterday, Today and
Tomorrow. Butterworth-Heinemann (BH), Elsevier. The Netherlands.

Erdi. 2012. Implementasi Kebijakan Sektor Pariwisata Di Kota Singkawang.
Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang.

Grindle, Merilee S. 2007. Going Local: Decentralization, Democratization and
the Promise of Good Governance. Princeton University Press.
Oxford.

Kerr, William Revill. 2003. Tourism Public Policy and the Strategic
Management of Failure. Pergamon, Amsterdam.

Laughin, Fredict L. dan Robert C. Andringa. 2007. Good Governance for
Nonprofit: Developing Principles and Policies for An Effective Board.
AMACOM. New York.

Mak. James. 2008. Developing A Dream Destination: Torism and Torism Policy

Planning in Hawai i. University of Hawai i Press. Honolulu.

Pearce, Philip L.; Laurie Murphy dan Eric Brymer. 2009. Evolution of The
Backpacker Market and the Potential For Australian Tourism.
Sustainable Tourism Press. CRC. Washington D.C.

UNWTO. 2011. Policy and Practice fo Global Tourism. UNWTO, Madrid.

Veal, A. J. 2002. Leisure and Tourism Policy and Planning. Second Edition. CABI
Publication. Cambridge.

Page | 5

Page | 6

Page | 7

Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA UPT RUMAH SAKIT PARU JEMBER SEBELUM DAN SESUDAH BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

24 263 20

ANALISIS KOMUNIKASI, KOMPENSASI FINANSIAL DAN NON FINANSIAL TERHADAP KEPUASAN KERJA DENGAN DUKUNGAN SOSIAL SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA BADAN PUSAT STATISTIK JEMBER

0 48 17

PERAN FUNGSI SOSIAL TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WERDHA PANGESTI LAWANG

3 77 21

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI KOLABORATIF PEMBERIAN TERAPI INSULIN SEBAGAI TINDAKAN DALAM PENURUNAN KADAR GULA DALAM DARAH PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMI DI RUANG AIRLANGGA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN TAHUN 2012

1 55 23

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

PERAN PT. FREEPORT INDONESIA SEBAGAI FOREIGN DIRECT INVESTMENT (FDI) DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA

12 85 1

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

THE EFFECTIVENESS OF THE LEADERSHIP'S ROLE AND FUNCTION OF MUHAMMADIYAH ELEMENTARY SCHOOL PRINCIPAL OF METRO EFEKTIVITAS PERAN DAN FUNGSI KEPALA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH METRO

3 69 100