TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PERWIRA PENYERAH PERKARA(PAPERA) DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA KEKERASAN OLEH LETNAN KOLONEL ADMINISTRASI ROBERT ADAM SIMANJUNTAK TERHADAP DIDIK HERWANTO.
ABSTRAK
Tuntutan publik baik dari pihak umum, lembaga bantuan hukum dan
lembaga swadaya masyarakat terkait kasus kekerasan Terhadap Jurnalis
yang terjadi di Pekanbaru, Riau yang terjadi pada hari Selasa tanggal 16
Oktober tahun 2012, agar anggota militer pelaku kekerasan diadili di
peradilan umum dan juga mencopot Komandan Pangkalan Udara tempat
terjadinya insiden terkait. Tuntutan ini menjadi polemik karena adanya
kontradiktif dalam susbtansi mengenai kewenangan mengadili anggota militer
yang melakukan tindak pidana umum yang termuat dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Kebebasan dan
kemerdekaan pers juga mempersulit keadaan dari Perwira Penyerah Perkara
(PAPERA) untuk melaksanakan penentuan berdasarkan wewenangnya
dalam penentuan tersebut disamping kesibukan PAPERA yang bersangkutan
dalam melaksanakan tugas sehari-hari dari jabatan-jabatan strategis yang
diembannya. Mengingat Perwira Penyerah Perkara
dalam lingkungan
Tentara Nasional Indonesia merupakan pejabat-pejabat penting dalam badan
Tentara Nasional Indonesia itu sendiri.
Pendekatan yang dilakukan dalam bahasan ini adalah Metode YuridisNormatif, dengan mengemukakan landasan-landasan hukum secara teoritis
dan analitis. Dengan digunakannya metode tersebut, dapat diketahui arahan
penyelesaian perkara yang merupakan bagian dari Perwira Penyerah
Perkara untuk dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya dengan
mempertimbangkan aspek kepentingan hukum dan juga aspek kepentingan
militer.
Kesimpulan terhadap bahasan yang dapat diambil oleh Perwira
Penyerah Perkara sebagai penegak hukum adalah dengan menyerahkan
perkara kepada Pengadilan Militer Tinggi I Medan serta menjatuhkan
hukuman sesuai dengan ketentuan disiplin prajurit seperti yang tertera pada
Undang-Undang Nomor 26 tahun 1997 tentang Disiplin Prajurit.
vi
Tuntutan publik baik dari pihak umum, lembaga bantuan hukum dan
lembaga swadaya masyarakat terkait kasus kekerasan Terhadap Jurnalis
yang terjadi di Pekanbaru, Riau yang terjadi pada hari Selasa tanggal 16
Oktober tahun 2012, agar anggota militer pelaku kekerasan diadili di
peradilan umum dan juga mencopot Komandan Pangkalan Udara tempat
terjadinya insiden terkait. Tuntutan ini menjadi polemik karena adanya
kontradiktif dalam susbtansi mengenai kewenangan mengadili anggota militer
yang melakukan tindak pidana umum yang termuat dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Kebebasan dan
kemerdekaan pers juga mempersulit keadaan dari Perwira Penyerah Perkara
(PAPERA) untuk melaksanakan penentuan berdasarkan wewenangnya
dalam penentuan tersebut disamping kesibukan PAPERA yang bersangkutan
dalam melaksanakan tugas sehari-hari dari jabatan-jabatan strategis yang
diembannya. Mengingat Perwira Penyerah Perkara
dalam lingkungan
Tentara Nasional Indonesia merupakan pejabat-pejabat penting dalam badan
Tentara Nasional Indonesia itu sendiri.
Pendekatan yang dilakukan dalam bahasan ini adalah Metode YuridisNormatif, dengan mengemukakan landasan-landasan hukum secara teoritis
dan analitis. Dengan digunakannya metode tersebut, dapat diketahui arahan
penyelesaian perkara yang merupakan bagian dari Perwira Penyerah
Perkara untuk dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya dengan
mempertimbangkan aspek kepentingan hukum dan juga aspek kepentingan
militer.
Kesimpulan terhadap bahasan yang dapat diambil oleh Perwira
Penyerah Perkara sebagai penegak hukum adalah dengan menyerahkan
perkara kepada Pengadilan Militer Tinggi I Medan serta menjatuhkan
hukuman sesuai dengan ketentuan disiplin prajurit seperti yang tertera pada
Undang-Undang Nomor 26 tahun 1997 tentang Disiplin Prajurit.
vi