Analisis finansial dan kelembagaan usaha jamur tiram putih untuk pemanfaatan limbah industri penggergajian

(1)

INDUSTRI PENGGERGAJIAN

KUSTIN BINTANI MEIGANATI

ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

KUSTIN BINTANI MEIGANATI. Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih Untuk Pemanfaatan Limbah Industri Penggergajian. Dibimbing oleh ACHMAD, BRAMASTO NUGROHO dan NURHENI WIJAYANTO.

Budidaya jamur tiram putih merupakan salah satu pemanfaatan limbah industri penggergajian kayu yang dampaknya dapat dirasakan oleh rakyat. Usaha ini dapat memperbaiki tingkat ekonomi rakyat karena berbasis ekonomi rakyat dengan modal kecil dan dapat dikerjakan dengan melibatkan keluarga dan tetangga terdekat. Dalam penelitian ini dianalisis usaha budidaya jamur tiram putih dari aspek finansial dan kelembagaan dengan pendekatan kemitraan pemodalan dan kemitraan pemasaran.

Penelitian dilakukan di Kelompok Wanita Tani (KWT) Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. P4S tersebut merupakan salah satu P4S unggulan yang masih aktif memproduksi jamur tiram putih. Sebagai pembanding yang dapat dijadikan sebagai

cerita sukses (success story) adalah komunitas petani jamur tiram putih Desa

Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung.

Hasil analisis finansial dari dua komunitas ini menunjukkan hasil yang

positif, yaitu Internal Rate Return (IRR) > r, Benefit Cost Ratio (BCR) > 1 dan hasil

analisis sensitivitas juga menunjukkan hasil yang positif. Hasil analisis SWOT untuk

aspek finansial dua komunitas ini menunjukkan kuadran yang berbeda, pada komunitas P4S berada pada kuadran III sedangkan komunitas Kertawangi pada

kuadran I. Kuadran III menunjukkan strategi turn around, yaitu perusahaan

menghadapi peluang yang besar tetapi di lain pihak ia menghadapi

kendala/kelemahan. Kuadran I berarti strategi yang dapat digunakan adalah agresif,

yaitu perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Analisis SWOT aspek kelembagaan menunjukkan hasil yang sama, yaitu pada kuadran I, yang berarti perusahaan memiliki kekuatan dan peluang. Hasil SWOT diatas menunjukkan bahwa komunitas P4S memiliki peluang dan kekuatan di aspek kelembagaan tetapi di aspek finansial memiliki peluang dan kelemahan. Oleh karena itu, strategi yang disusun haruslah mampu menggunakan peluang dan kekuatan kelembagaan untuk menutupi kelemahan finansial dan mampu memenuhi peluangnya. Strategi tersebut diantaranya adalah membentuk forum komunikasi untuk melancarkan kerjasama antar anggota dan tercipta suatu kinerja komunitas yang diharapkan akan mampu meningkatkan produktifitas sebagai kelemahan yang paling tinggi agar mampu menjawab peluang pasar.

Strategi di atas menggambarkan bahwa aspek kelembagaan dapat mempengaruhi aspek finansial. Mekanisme kelembagaan dalam sebuah perusahaan

dapat menentukan performance finansial yang ada di dalam perusahaan tersebut.

Kelembagaan yang kokoh dan semua kebutuhan anggota lembaga tersebut dapat dikomunikasikan dengan lancar dan terkoordinasi akan menjadi kelembagaan yang kondusif untuk dapat memperoleh kondisi finansial yang menguntungkan. Kerja sama antar anggota dalam satu komunitas dapat meningkatkan kapasitas investasi,


(3)

sehingga dapat meningkatkan produktifitas dan income anggotanya. Sedangkan, usaha pertanian yang dibina secara individu tanpa membangun komunikasi antar anggota masyarakat akan menjadi penghambat mekanisme pemecahan masalah yang efektif di tingkat anggota.

ABSTRACT

KUSTIN BINTANI MEIGANATI. The Financial and Institution Analysis of Oyster Mushroom Cultivation, for Utilizing Sawmill Industry Sawdust. Under the direction of ACHMAD, BRAMASTO NUGROHO, and NURHENI WIJAYANTO.

Oyster mushroom cultivation is an alternative for utilizing sawmill industry sawdust. While able to improve people economic by small investment, family and community financial empowering. This research carried out from June 2005 to May 2006 using financial and institution analysis.

The object of the research was Kelompok Wanita Tani (KWT) Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah, District Tamansari, Bogor, one of superior institutions on oyster mushroom cultivation. For bench marking purposes, the study also analyzing financial and institution performance of oyster mushroom cultivation in Kertawangi community, District Lembang, Bandung, who has success story in the cultivation.

The study shows that both P4S and Kertawangi community have a good financial performance, in which resulting Internal Rate of Return (IRR) > bank interest rate (r) and Benefit and Cost Ratio (BCR) > 1. SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threats) analysis for P4S community on financial aspect resulting turn around strategy, mean while for institution aspect resulting growth oriented strategy. On other had for Kertawangi community the strategy for financial and institution aspect are growth oriented strategy. Effective strategy for P4S community is building communication forum to accelerating relationship among the members for increasing production capacity and fullfiling demand market. The study also concludes that institution arrangement financial performance.

Keywords


(4)

ANALISIS FINANSIAL DAN KELEMBAGAAN USAHA

JAMUR TIRAM PUTIH UNTUK PEMANFAATAN LIMBAH

INDUSTRI PENGGERGAJIAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

KUSTIN BINTANI MEIGANATI

ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

Judul Tesis : Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih

Untuk Pemanfaatan Limbah Industri Penggergajian.

Nama : Kustin Bintani Meiganati

NRP : E 051030271

Program Studi : IPK

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Achmad , M.S Ketua

Dr. Bramasto Nugroho, M.S Dr. Nurheni Wijayanto, M.S

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi IPK 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof.Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, M.S


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 11 Mei 1973 dari ayah Kustomo (alm) dan ibu Sutinah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis telah menikah dengan seorang pria kelahiran Bengkulu bernama Ifan Fardian dan dikaruniai 4 orang anak, yaitu Atikah Sayyidatunnisa (8 th), Hafshoh Nadilatushofwah (7 th), ‘Aisyah Nidaulhaq (6 th) dan Abdullah Azzam (4 th).

Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti, Bandung, lulus tahun 1996. Pada tahun 2003 penulis diterima di Program Magister Sains Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana IPB, dengan beasiswa dari Yayasan Winaya Mukti.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti dari tahun 1996 sampai sekarang. Penulis juga bekerja di LSM yang bergerak di bidang pelatihan budidaya jamur tiram putih, dari tahun 1999 sampai sekarang. Selama mengikuti kuliah Magister penulis melakukan pelatihan di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di Bogor, Karawang dan Jambi.


(7)

PRAKATA

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Allah, sujud syukur hanya pantas bagi-Nya, penguasa alam semesta. Karena kasih sayang-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, setelah tiga tahun menuntut ilmu dan satu setengah tahun mengerjakan penelitian ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ketiga pembimbing, yaitu bapak Dr. ACHMAD M.S, selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Dr. BRAMASTO NUGROHO, M.S, serta bapak Dr. NURHENI WIJAYANTO, M.S, selaku anggota komisi pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Cucu Komalasari, dik Nurhadi, bapak Ir. Rahayu Supriyadi, M.Sc , bapak Dedhi Suharto, Ak, Ir. Elis Nina H, M.Sc, bapak Heru Subagyo, SE, MM, Ira Taskirawati, S.Hut, M.S., serta bapak Dr. Hariadi Kartodiharjo, M.S dan bapak Dr. Imam Santoso, M.S yang telah membantu secara moril maupun materiil. Terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada sponsor yang membiayai kuliah penulis yaitu Yayasan Winaya Mukti dan WAMY.

Tesis yang berjudul “Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih Untuk Pemanfaatan Limbah Industri Penggergajian” bukanlah akhir dari pembelajaran, karena dengan tesis ini justru merupakan pintu terbukanya satu ilmu pengetahuan yang baru bagi penulis. Masih banyak kekurangan dari tesis ini yang harus disempurnakan, oleh karena itu penulis membuka tangan terhadap kritik dan saran yang bersifat konstruktif.

Satu harapan penulis, tesis yang disusun ini semoga ada manfaatnya bagi ilmu pengetahuan dan tentunya bagi pihak lain yang membutuhkannya. Terima kasih. Wassalam.

Bogor, Februari 2007 Kustin Bintani Meiganati


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ……… 12

Perumusan Masalah ………. 16

Hipotesis ……….. 18

Tujuan Penelitian ………. 18

TINJAUAN PUSTAKA Jamur Tiram Putih ………. 19

Analisis Finansial ……….. 21

Analisis Kelembagaan ……… 21

Program Pembangunan Masyarakat (Community Development) …….. 25

Analisis SWOT ……….. 28

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi ………. 34

Pengumpulan Data ……… 37

Metode Penelitian ………. 39

Uji Hipotesis ……… 43

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi ………. 45

Analisis Finansial ……….. 49

Analisis Kelembagaan ……….. 59

Analisis SWOT ………. 65

SIMPULAN DAN SARAN ………. 76

DAFTAR PUSTAKA ………. 78


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kelompok Data Bentuk Kemitraan Usaha Tani Jamur Tiram Putih 38

2. Contoh Matriks Urgensi Faktor Internal dan Eksternal ……….. 42

3. Komposisi Penduduk Menurut Usia Th 2005 ……….. 46

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………. 47

5. Unit Usaha di P4S Nusa Indah Tamansari, Bogor, Tahun 2002 ……. 48

6. Biaya Produksi Jamur Tiram Putih ……….…….. 49

7. Penerimaan Pendapatan Petani Jamur Tiram Putih Per Tahun (Juni 2005 – Mei 2006) ……… 53

8. Analisis Finansial Usaha Jamur Tiram Putih ……… 56

9. Kelebihan dan Kekurangan Kelembagaan Kemitraan ………. 63

10. Faktor Internal dan Eksternal Aspek Finansial ……… 67

11. Faktor Internal dan Eksternal Aspek Kelembagaan ……… 67

12. Matriks Urgensi Faktor Internal dan Eksternal Untuk Aspek Finansial di Komunitas P4S ……… 66

13. Matriks Urgensi Faktor Internal dan Eksternal Untuk Aspek Kelembagaan di Komunitas P4S ………. 68

14. Matriks Urgensi Faktor Internal dan Eksternal Untuk Aspek Finansial di Komunitas Kertawangi ……… 69

15. Matriks Urgensi Faktor Internal dan Eksternal Untuk Aspek Kelembagaan di Komunitas Kertawangi ……….……. 70

16. Daftar Total Nilai Bobot (TNB) Aspek Finansial ……… 71

17. Daftar Total Nilai Bobot (TNB) Aspek Kelembagaan .……… 72


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kandungan Selulosa Dalam Dinding Sel ……… 20

2. Peta Kekuatan Organisasi ……… 32

3. Beberapa Fasilitas Produksi Jamur Tiram Putih di Komunitas P4S Nusa Indah, Tamansari ………. 36

4. Fasilitas Produksi Jamur Tiram Putih di Komunitas Kertawangi, Cisarua…. 37 5. Hubungan Kemitraan Tingkat Pertama ………... 39

6. Hubungan Kemitraan Tingkat Kedua .. ……….. 39

7. Diagram lingkaran Komposisi Wilayah Kecamatan Tamansari Tahun 2005.. 45

8. Grafik Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ………... 46

9. Susunan Pengurus Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor ……….. 48

10. Siklus Panen Jamur Segar Tiram Putih ………... 52

11. Diagram Alur Pemasaran Dengan Melalui Pedagang Perantara ………. 64

12. Alur Pemasaran Dengan Terminal Agribisnis ……… 64

13. Peta Kekuatan Organisasi Aspek Finansial ………. 72


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Asumsi Dalam Analisis Finansial ……… 81

2. Rincian Biaya Tahunan ……… 82

3. Analisis Pendapatan ……… 84

4. Analisis Finansial ……… 85

5. Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Produksi 20% ……….. 89

6. Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan 10% ….……….. 93

7. Matriks Urgensi ……… 97


(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bidang pertanian di Indonesia merupakan bidang yang memiliki sisi yang

luas. Disamping merupakan fondasi ekonomi negara bidang ini juga merupakan suatu

sisi sosial yang berdimensi kompleks. Untuk itu pembangunan di bidang pertanian

tidak mungkin ditinggalkan oleh bangsa ini walaupun sudah semodern dan secanggih

apapun teknologi yang dikuasai oleh bangsa ini. Bangsa Indonesia seharusnya belajar

dari krisis ekonomi yang mendera selama lima tahun terakhir ini. Ada dua hal yang

menjadi catatan bagi kita menurut Krisnamurthi (2002), yaitu : 1) pembangunan

ekonomi yang tidak berbasis pada kekuatan sendiri, tetapi berbasis pada hutang dan

impor, ternyata sangat rentan terhadap perubahan faktor eksternal dan dapat

membawa masyarakat, bangsa dan negara ke dalam krisis yang berkepanjangan,

2) pendekatan pembangunan yang serba sentralistik, serba seragam dan hanya

berpusat pada pemerintah ternyata tidak menghasilkan struktur sosial ekonomi

bangsa yang memiliki fondasi kokoh, bahkan cenderung menghasilkan kondisi

perekonomian dengan kinerja yang seolah-olah kuat tetapi sebenarnya sangat rapuh.

Menurut Krisnamurthi (2002) ada beberapa alternatif strategi dalam

pembangunan di Indonesia, yaitu: a) strategi pembangunan berbasis sektor ekonomi,

b) strategi pembangunan ekonomi wilayah, c) strategi pembangunan pengembangan

masyarakat secara partisipatif, d) strategi pembangunan ekonomi lokal.

Kita ambil contoh sektor pertanian, karena negara kita adalah negara agraris,


(13)

negara kita. Menurut Krisnamurthi (2002) dalam pembangunan pertanian ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :

1. Pembangunan pertanian di daerah perlu memperhatikan sumber daya lokal (local

resources), sehingga tidak akan menelantarkan sumber daya yang ada di daerah.

2. Pembangunan pertanian juga harus memperhatikan kondisi khusus daerahnya

(local specific), agar dapat didukung oleh kondisi lingkungan sekitarnya.

3. Pembangunan pertanian membutuhkan perencanaan dan kreatifitas agar dapat

berkembang dengan baik. Kegiatan yang akan dilaksanakan dapat merupakan

kegiatan produksi atau semi produksi, artinya perlu adanya suatu integralitas di

dalam mengembangkannya. Bisa dilakukan sendiri atau dilakukan secara bersama

dengan anggota masyarakat yang lain.

4. Untuk itu pembangunan pertanian dapat juga berupa jaringan kerja (network job)

sehingga kesejahteraan bisa dirasakan oleh anggota masyarakat lebih banyak lagi.

Menurut Hayami (1987) dalam Soeharjo (1989) ada tiga corak agroindustri di

pedesaan yaitu: 1) industri rumah tangga (home processing) yang dilakukan oleh

anggota rumah tangga petani penghasil bahan baku, 2) industri di pekarangan rumah

dengan bahan baku berasal dari pasar dan menggunakan tenaga kerja dari keluarga

terdekat dan 3) industri dengan skala kecil, sedang atau besar yang menggunakan

buruh upahan dan modal yang lebih intensif dibanding industri rumah tangga.

Skala usaha ketiga macam industri pengolahan ini dapat diukur dari volume

bahan baku yang diolah per hari. Manajemen dan teknologi yang digunakan

merentang dari yang tradisional hingga moderen. Demikian juga investasi pasarnya,


(14)

pedesaan, b) tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berasal dari pedesaan, c)

berlokasi di pedesaan untuk mendekati bahan baku sehingga mengurangi biaya

produksi (Hayami, 1987 dalam Soeharjo, 1989).

Perkembangan sekarang memperlihatkan kecenderungan bahwa produktifitas

di bidang pertanian belum berhasil karena kemampuan untuk menyerap tenaga kerja

di bidang ini semakin menurun dari tahun ke tahun. Penurunan tersebut dapat dilihat

pada tahun 2006 tenaga kerja di bidang pertanian sebesar 42,32 juta pada bulan

Februari 2006 menjadi 40,14 juta pada bulan Agustus 2006 (BPS, 2006).

Produktifitas pertanian juga lebih rendah dibandingkan dengan bidang non-pertanian,

hal ini ditunjukkan dengan penurunan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).

Pada tahun 2004 PDB nasional meningkat sebesar 3,54 % dibandingkan PDB tahun

2003, pertumbuhan PDB tersebut paling tinggi adalah sektor pertanian , sektor

perdagangan-hotel-restoran, sektor industri pengolahan, sektor keuangan,

sektor-sektor jasa dan sektor-sektor pengangkutan-komunikasi (BPS, 2006). Sedangkan, PDB

tahun 2005 pertumbuhannya sebesar 5,60 %, dimana pertumbuhan tertinggi pada

sektor pengangkutan-komunikasi sebesar 12,97% diikuti sektor perdagangan, hotel

dan restoran sebesar 8,59 % dan sektor bangunan 7,34% (BPS, 2006). Sedangkan,

sektor pertanian tidak termasuk sektor yang memberikan kontribusi dominan pada

PDB tahun tersebut dan tahun-tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor

agraris belum mampu memberikan kontribusi pembangunan ekonomi di negara ini.

Upaya peningkatan produktifitas di bidang pertanian sangat diperlukan,

apalagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa dan tanahnya yang sangat

subur sehingga memungkinkan adanya peningkatan produktifitas tersebut. Salah satu


(15)

mengembangkan komoditas yang diminati masyarakat dunia, misalnya adalah

komoditas jamur.

Jamur akhir-akhir ini menjadi komoditas yang prospektif karena

pertumbuhan permintaan yang meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan catatan

dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan Indonesia permintaan jamur masih

sangat besar di dunia. Indonesia menjadi pengekspor jamur ke Amerika Serikat lebih

tinggi dibandingkan negara India dan negara Asia lainnya. PT. Dieng Djaya di

Wonosobo pernah mengirim jamur yang dikalengkan ke AS mencapai lebih dari 70

ton per hari. Ini menunjukkan bahwa komoditas jamur masih memiliki peluang yang

cukup besar di pasar dunia (Trubus, 1999). Catatan di lapangan pada penelitian awal

(bulan Maret-Mei 2005), produksi petani jamur di komunitas Kertawangi, Cisarua,

Bandung, per hari sebesar 300 kg dapat diserap di pasar Cisarua dan Lembang.

Sementara, permintaan dari Jakarta sebesar 500 kg perhari dan Cirebon sebesar 200

kg per hari belum dapat dipenuhi oleh mereka.

Di bidang kehutanan jamur menduduki posisi yang penting, yaitu sebagai

dekomposer. Pada teknologi pengolahan kayu, jamur mulai dimanfaatkan,

diantaranya sebagai perombak limbah gergajian baik serbuk maupun sebetan atau

serutan. Dalam teknologi pulping juga dikenal istilah biopulping, yaitu pemutihan

pulp kertas dengan jamur putih sehingga akan terjadi bleaching dengan adanya

degradasi lignin secara alami oleh jamur. Hasilnya tidak banyak selulosa yang rusak

karena jamur ini khusus mendegradasi lignin, dan kekuatan kertas yang dihasilkan

juga lebih baik. Oleh karena itu jamur yang ditanam pada serbuk limbah


(16)

bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif dari limbah serbuk tersebut dan juga

dapat menjadi suatu bidang usaha bagi masyarakat.

Perumusan Masalah

Penelitian awal di lapangan menunjukkan bahwa usaha petani jamur

akhir-akhir ini mengalami banyak kemunduran, bahkan di daerah Cisarua, kelompok tani

Kaliwung Kalimuncar yang dibina oleh Bina Usaha Tani Dinas Pertanian, terhenti

karena naiknya biaya operasional. Di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea,

usaha jamur rakyat atas swadaya masyarakat terhenti karena kurangnya SDM yang

mampu bekerja pada budidaya jamur. Dan masih banyak lagi lainnya usaha tani

jamur yang terhenti karena faktor teknis maupun faktor finansial.

Usaha jamur tiram putih ini mempunyai peluang pasar yang masih terbuka

dan peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam pembangunan ekonomi

negara, sehingga berhentinya usaha tani jamur menjadi kendala dalam pemberdayaan

masyarakat. Oleh karena itu perlu dipikirkan suatu strategi untuk membangkitkan

kembali usaha petani jamur yang mengalami kemunduran.

Penyebab berhentinya usaha tani jamur tiram putih perlu dilihat agar

solusinya dapat efisien. Metode yang dapat digunakan diantaranya dengan analisis

faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya,

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membangkitkan kembali usaha

tani jamur adalah dengan pembangunan komunitas (Community Development).

Dengan pembangunan komunitas ini, bukan saja masyarakat dibangun di sisi teknis

namun juga akan dibangun keragaan kelembagaan sehingga dapat memunculkan


(17)

community development ini merupakan program untuk memitrakan lembaga tertentu

dengan masyarakat di sekitarnya agar terjadi pemerataan kesempatan berusaha dan

kesempatan memperbaiki taraf hidup. Hal ini sangat relevan dengan kebijakan

pemerintah dalam surat Menteri BUMN No. S-366/M-MBU/2002 tanggal 6 Mei

2002 tentang program kemitraan dan bina lingkungan dan SK Menteri BUMN No.

Kep. 236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang program kemitraan BUMN dan

usaha kecil dan program bina lingkungan (Pupuk Kaltim, 2003).

Usaha jamur dapat dijadikanusaha tani dalam Community Development

karena :

1. Daya dukung daerah memungkinkan, yaitu tersedianya bahan baku berupa

limbah penggergajian (serbuk gergaji) dan limbah pertanian (jerami, dedak,

sekam, dll) serta sumber tenaga kerja yang memadai.

2. Budi daya jamur tidak memerlukan teknologi yang rumit dan investasi yang

besar, sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat luas di sekitar hutan.

3. Pasar yang jelas baik lokal, nasional maupun internasional.

4. Kita memiliki banyak pakar yang mampu menjadi pembina dalam program

tersebut.

Permasalahan tersebut di atas dapat digambarkan dalam suatu ‘pertanyaan

penelitian’ (research question):

1. Apakah usaha produksi jamur tiram putih di kelompok petani layak untuk

dilakukan sebagai suatu usaha tani di pedesaan dari aspek finansial?

2. Apakah sistem kelembagaan Community Development mampu menjadi metode


(18)

Hipotesis

1. Usaha produksi jamur tiram putih layak dilihat dari aspek finansialnya.

2. Community Development (Pembangunan Komunitas) efektif untuk digunakan sebagai sistem kelembagaan yang menjadi alternatif keragaan kelembagaan usaha

tani dalam produksi jamur tiram putih di masyarakat.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk merancang strategi

pengembangan usaha tani jamur tiram putih yang dikelola secara bersama-sama

dalam satu komunitas. Sedangkan tujuan antara yang mendukung tujuan utama

adalah:

1. Untuk mengetahui nilai BCR, IRR dan analisis sensitivitas.

2. Untuk mengetahui hubungan kemitraan yang terjadi.

3. Untuk menganalisis faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur Tiram Putih

Menurut penelitian terakhir, sampai saat ini ada sekitar 12.000 spesies jamur

makro dan 2.000 spesies diantaranya mempunyai nilai sebagai bahan makanan dan

obat-obatan. Sekitar 35 spesies sudah dikultivasi secara komersil dan 20 spesies

diantaranya sudah dikultivasi dalam skala industri termasuk Pleurotus sp. (Chang,

1991).

Di Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi,

demikian juga dengan jenis jamur yang dimiliki negeri ini. Menurut Suriawiria

(1986) dari sekian jumlah jamur yang tumbuh di Indonesia ada beberapa jenis yang

dapat dikonsumsi antara lain jamur merang, jamur champignon, jamur morel, jamur

lingzhi, jamur emas, jamur kuping, jamur payung termasuk jamur tiram (Pleurotus

sp.).

Jenis jamur yang banyak dikonsumsi adalah jamur tiram putih atau disebut

juga Oyster mushroom. Jamur tiram putih memiliki beberapa kerabat dalam satu

genus, yaitu :

a). Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) atau disebut juga white oyster, warna

tudungnya putih susu sampai putih kekuningan dan bergaris tengah 3-14 cm.

b). Jamur tiram abu-abu (Pleurotus sp.), warna tudungnya abu-abu kecoklatan

sampai kuning kehitaman, lebarnya 6-14 cm.

c). Jamur tiram coklat (tedokihirate atau abalon), warna tudungnya keputihan atau


(20)

d). Jamur tiram pink (pink oyster atau sakura shimeji), tudungnya berwarna

kemerahan, ukuran tudungnya lebih kecil yaitu 2-8 cm (Suriawiria, 1986).

Alasan orang banyak mengkonsumsi jamur tiram, terutama jamur tiram putih

karena : a) jamur tiram memiliki beberapa asam amino yang merupakan senyawa

protein yang memberikan rasa lezat pada enzim yang ada di alat indera perasa kita, b)

jamur tiram memiliki struktur yang indah, sederhana dan mudah untuk diolah, c)

jamur tiram mudah dibudidayakan dan mudah tumbuh di Indonesia, tanpa mengenal

pergantian musim, d) jamur tiram memiliki harga yang cukup ekonomis (Suriawiria,

1986).

Budidaya jamur tiram putih juga dapat digunakan untuk memanfaatkan

limbah industri penggergajian yang berupa serbuk. Menurut Chang (1991), jamur

tiram putih dapat tumbuh disemua bahan yang mengandung selulosa, termasuk

serbuk kayu mengandung selulosa karena selulosa ada dalam semua bagian dalam

kayu seperti dalam Gambar 1. berikut:


(21)

Analisis Finansial

Kegiatan ekonomi, baik kegiatan produksi atau perdagangan atau kegiatan

lainnya mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan atau manfaat sehingga

dalam setiap kegiatan ekonomi perlu dilihat dari beberapa aspek, diantaranya adalah

aspek finansial.

Aspek finansial membahas masalah cara untuk memperoleh modal dana yang

diperlukan, serta bagaimana kegiatan tersebut mengembalikan dana yang telah

diperolehnya (dalam bentuk kredit) Supena (1999). Menurut Supena (1999) pada

aspek finansial umumnya dibahas hal-hal sebagai berikut: a) kebutuhan dana serta

sumber pembiayaannya, baik untuk modal kerja maupun investasi, mulai dari masa

pembangunan sampai dengan masa produksi, b) rencana pemasukan dana dari

proyeksi penjualannya, c) proyeksi laporan keuangan (neraca dan rugi laba),

d) evaluasi dan analisa atas laporan keuangan.

Kriteria investasi sebagai evaluasi kelayakan finansial ini adalah: BCR

(Benefit and Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return) dan analisis sensitivitas

(Suharto, 2005)

Analisis Kelembagaan

Kelembagaan sebagai aturan main dapat diartikan sebagai himpunan aturan

mengenai tata hubungan antar orang-orang, dimana ditentukan oleh hak-hak mereka,


(22)

kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan

anggota masyarakat tertentu, baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam

usahanya untuk mencapai tujuan tertentu (Mubyarto, 1989 dalam Kurniawan, 2003).

Tiga komponen utama yang mencirikan suatu kelembagaan, yaitu: 1) batas

yurisdiksi, adanya suatu ketentuan tentang siapa dan apa yang berwenang terhadap

pemanfaatan sumber daya yang dipergunakan dalam organisasi tersebut. 2) property

right, adanya kejelasan kepemilikan yang dituangkan dalam hukum, hak dan

kewajiban serta kesepakatan-kesepakatan antara pihak-pihak yang terkait. 3) aturan

representasi, adanya sistem atau prosedur pengambilan keputusan yang berhubungan

dengan pemanfaatan sumber daya yang dibicarakan (Iswandi, 1996).

Pada dasarnya, kelembagaan ini dibentuk agar terjadi efisiensi dalam proses

produksi, efisiensi dalam pengambilan keputusan dan efisiensi dalam pemasaran,

karena dalam suatu kelembagaan sering terjadi inefisiensi yang dikarenakan adanya

biaya transaksi (transaction cost).

Biaya transaksi tersebut meliputi: 1). biaya informasi (information cost), biaya

untuk menentukan mitra dalam transaksi yang sering menimbulkan persoalan

buruknya pilihan (adverse selection), biaya mengumpulkan informasi harga, kualitas

dan jumlah suatu produk, 2). biaya pengawasan (policy cost), meliputi biaya

pemantauan pelaksanaan syarat-syarat kontrak seperti standar kualitas produk dan

cara pembayaran, 3). biaya pengambilan keputusan (decision making cost), yaitu

biaya negosiasi untuk syarat-syarat kontrak dan pembuatan kontrak tersebut (Anwar,

1995).

Menurut Hobbs (1997) dalam Kurniawan (2003), biaya transaksi ada dua jenis


(23)

pengambilan keputusan dan biaya transaksi yang bersifat ex-post yaitu biaya

pengawasan.

Oleh karena itu kelembagaan yang dipandang efisien di pedesaan adalah

kelembagaan yang dilakukan dengan konsep kontraktual (contractual concept),

dimana dengan konsep ini akan meminimalisasi resiko yang ditanggung petani dan

menjadi efisien bagi pihak yang memiliki modal. Hubungan ini akan lebih

kompatibel jika dimitrakan (relationship), sejajar dalam menentukan hak dan

kewajiban sehingga kepemilikan akan dirasakan secara seimbang.

Menurut Mardjana (1993) dalam Elieser (2000), keterhubungan dua pihak antara

dua atau lebih individu atau kelompok yang memiliki keterkaitan untuk melakukan

usaha yang kompatibel dengan upaya meminimasi biaya transaksi disebut teori

principal-agent’, dimana satu orang disebut principal (pemberi mandat) dan yang

lain agent (penerima mandat).

Konsep kontraktual principal sepakat untuk memberikan suatu insentif dengan

bentuk tertentu kepada agent dan agent setuju untuk melakukan suatu kegiatan yang

bukan saja menjadi kepentingan salah satu pihak tetapi menjadi kepentingan diantara

keduanya. Karena permasalahan utama dalam teori principal-agent ini adalah

kepentingan yang berbeda diantara principal dan agent. Kecenderungan untuk

memenuhi kepentingan masing-masing bisa saja terjadi seandainya tidak ada

kesepahaman diantara keduanya, bahkan akan muncul biaya yang dikeluarkan untuk

agent dalam kegiatan tersebut yang disebut biaya agensi (agency cost) (Anwar, 1997

dalam Kurniawan, 2003)).


(24)

appropiate agent), 3) perolehan informasi untuk memplot standar penampilan

(gaining information to set performance), 4) memantau agen (monitoring agent), 5)

bayaran yang mengikat agen (bonding payment by the agent) dan 6) kehilangan sisa

hasil usaha (residual losses). Hal ini sangat dihindari karena bisa menjadikan

kelembagaan yang diinginkan efisien justru menjadi lebih inefisiensi. Oleh karenanya

diawal hubungan prinsipal dan agen perlu adanya kejelasan dalam beberapa aspek,

sehingga perlu adanya kesepakatan tertulis mengenai sistem yang diberlakukan.

Menurut Rodger (1994) dalam Nugroho (2002), hubungan principal-agent akan

efisien apabila tingkat harapan keuntungan (reward) kedua belah pihak seimbang

dengan korbanan masing-masing, serta biaya transaksi (transaction cost) sehubungan

dengan pembuatan kontrak atau kesepakatan (contractual arrangement) dapat

diminalkan. Menurutnya bahwa masalah dalam hubungan principal-agent adalah

pada masalah insentifnya. Seberapa adil insentif yang diterima oleh kedua belah

pihak sehingga ini akan memperlancar interaksi diantara keduanya.

Anwar (1995) berpendapat bahwa masalah biaya agensi dapat dipecahkan

dengan beberapa strategi, diantaranya:

1. Manajemen Kontrak (Contract Management). Pengakuan agen terhadap kerja

principal dan begitu juga sebaliknya terhadap hasil yang diperoleh (outcomes)

terkadang tidak begitu saja diterima, hal ini sering terjadi karena ketidakpastian

hasil dan tampilan (performance). Seringkali ini terjadi karena di satu pihak

menginginkan efektifitas yang berupa hasil (outcomes) dan efisiensi yang berupa

tampilan (performance).

2. Privatisasi (Privatization). Prinsipal harus menyeimbangkan biaya agensi dengan


(25)

tergantung dari biaya produksi tetapi relatif karena kepentingan umum atau

kepentingan khusus. Tergantung juga pada poin optimum dari marjin biaya total

(biaya agensi + biaya produksi) harus sama dengan marjin keuntungannya.

Program Pembangunan Komunitas (Community Development)

Program ‘Community Development’ yaitu suatu konsep kemitraan antara

principal dan agent yang mengedepankan pembangunan komunitas petani (penerima

mandat) dengan potensi yang ada di lokasinya tanpa ada kepentingan yang

berlebihan dari pihak principal (pemberi mandat).

Menurut Conyers (1995) dalam Wahyudin (2005), pembangunan komunitas

(community development) adalah semua usaha swadaya masyarakat yang

digabungkan dengan usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi

masyarakat, mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara, dan memberikan kesempatan yang memungkinkan masyarakat

tersebut membantu secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa. Usaha

tersebut mencakup bidang ekonomi, sosial dan kultural.

Upaya pengembangan masyarakat pada dasarnya merupakan suatu upaya

pemberdayaan komunitas warga. Upaya pengembangan masyarakat tersebut harus

dilakukan dengan pemerataan kekuatan/kemampuan (power sharing) agar

masyarakat memiliki kemampuan yang setara dengan beragam mitra yang

memberikan sebagian wewenangnya kepada masyarakat (stakeholder). Semua

stakeholder dalam proses pengembangan masyarakat harus berupaya untuk


(26)

Pengembangan masyarakat dengan memberdayakan masyarakat harus didekati

dengan pendekatan sosiologis yang berbasis lokal (daerah). Pada tingkat

pengambilan keputusan di daerah akan melibatkan banyak kepentingan, oleh

karenanya perlu dilakukan pendekatan sosiologis yang mengarah pada fungsi dari

pihak-pihak yang berkepentingan. Beragam kepentingan ini merupakan representasi

dari suatu hubungan kelembagaan di daerah.

Community Based Development (CBD) memfokuskan pada pemberdayaan

masyarakat di tingkat komunitas melalui program-program partisipatif di tingkat

kelompok dengan menciptakan integrasi wilayah dan ekonomi. Kemudian program

partisipatif ini ditingkatkan pada tingkat komunitas atau desa dengan menciptakan

jaringan sosial (social networking) (Ife, 1995).

Jaringan sosial akan lebih efektif (tepat pada tujuannya) dengan mengelola

manajemen secara bersama antara pihak-pihak yang berkepentingan. Manajemen

bersama ini meliputi manajemen pemerintah, masyarakat dan lembaga masyarakat,

yaitu:

a) Pemerintah, pemerintah disini merupakan perpanjangan tangan dari kekuasaan

negara terhadap masyarakatnya sendiri. Pemerintah bisa merupakan pemerintah

pusat atau pemerintah daerah. Namun masyarakat sekarang akan lebih dikelola

oleh pemerintah daerah, sehubungan dengan meningkatnya peran pemerintah

daerah di masa otonomi daerah. Hal ini terkadang menjadi suatu manajemen

pemerintah yang tidak setara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Terkadang terjadi penumpukan dua instansi pusat dalam satu instansi di daerah.

Manajemen ini menimbulkan penumpukkan pengambilan keputusan (decision


(27)

demikian pendelegasian sebagian wewenang pemerintah kepada masyarakat

akan membuat masyarakat memiliki banyak pekerjaan. Hal ini perlu adanya

dukungan dari berbagai pihak lembaga untuk bekerja bersama. Menurut Ife

(1995), keberhasilan dan keberlangsungan pembangunan daerah tidak hanya

disebabkan oleh kekuatan internal tetapi lebih dari itu juga dipengaruhi adanya

kekuatan eksternal yang mampu mendukung dan memfasilitasi kekuatan dari

bawah tersebut. Kekuatan eksternal dalam hal ini adalah kebijakan pemerintah

daerah yang mampu mendukung dan memfasilitasi program-program partisipatif

agar program-program tersebut dapat berkembang dan berkelanjutan.

b) Lembaga Masyarakat, lembaga masyarakat di sini bisa berupa Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), lembaga swasta, lembaga profesional. Masing-masing tentu

memiliki kepentingan yang beragam. LSM memiliki tujuan untuk menjalankan

tujuan proyek yang telah ditetapkan. Lembaga swasta bertujuan untuk

mendapatkan keuntungan ekonomi secara maksimal. Sedangkan lembaga

profesional bertujuan untuk dapat menjalankan fungsi profesinya dengan baik.

c) Masyarakat, masyarakat yang dimaksud adalah penduduk yang tinggal di sekitar

Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan menjadi

motor penggerak program-program yang telah direncanakan. SDA dan SDM

yang ada masyarakat merupakan kelompok komunitas yang memiliki kekuatan

dan dapat difungsikan secara maksimal untuk keberhasilan program-program


(28)

Analisis SWOT

Pengertian SWOT

SWOT adalah suatu analisis faktor-faktor yang penting dalam suatu

perusahaan, dimana faktor-faktor tersebut terdiri dari dua kondisi yaitu kondisi

internal yang terdiri dari dua komponen yaitu kekuatan (Strengths) dan kelemahan

(Weaknesses), kondisi eksternal yang terdiri dari peluang (Opportunity) dan ancaman

(Threats). Menurut Rangkuti (2006), SWOT adalah identifikasi berbagai faktor

secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan

pada logika untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang, yang secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan ataupun ancaman. Pengertian masing-masing

elemen faktor adalah:

a). Analisis kekuatan, kekuatan adalah keunggulan spesifik yang secara khusus

dimiliki oleh perusahaan yang dapat meningkatkan nilai kompetitif perusahaan.

Dimana dengan kekuatan yang dimilikinya akan mampu mendukung

keberhasilan perusahaan. Kekuatan bisa berasal dari praproduksi seperti iklim,

tanah dan potensi SDA lainnya. Demikian juga dari produksi yang berupa

teknologi yang dikuasai petani, sarana teknologi yang dimiliki, keahlian petani

dalam mengelola SDA.

b). Analisis kelemahan, kelemahan adalah keterbatasan dan kekurangan perusahaan

dalam mengembangkan usahanya. Dapat berupa kekurangan dari sisi keuangan,


(29)

c). Analisis peluang, peluang adalah situasi yang dapat mendukung perkembangan

perusahaan yang berada di luar kendali perusahaan. Peluang bisa berupa tingkat

pasar, kebijakan pemerintah.

d). Analisis ancaman, ancaman adalah situasi yang tidak mendukung perkembangan

perusahaan yang berada di luar kendali perusahaan. Ancaman bisa berupa

perusahaan lain yang lebih baik kualitas produknya, harga bahan baku yang

berubah-ubah, persaingan dengan barang substitusi.

Penilaian SWOT

Dari kedua faktor di atas, dapat dianalisis lebih tajam melalui penilaian dan

penentuan keberhasilan dengan tahapan :

1. Penentuan urgensi faktor eksternal dan internal.

Menurut Kadiman (2001) dalam Buzalmi (2004) untuk memudahkan penentuan

urgensi faktor eksternal dan internal perlu dilakukan pembobotan pada seluruh

elemen-elemen strategis dari kedua faktor tersebut. Pembobotan diberi nilai total

100% untuk masing-masing faktor. Faktor yang lebih urgen dapat ditentukan

dengan mengaitkan masing-masing elemen pada faktor eksternal dan internal.

Kemudian jumlah keterkaitan tersebut dihitung bobotnya dengan rumus:

Total Nilai Urgensi Tiap Elemen

Bobot = x 100% Total Nilai Urgensi Seluruh Elemen

2. Evaluasi faktor eksternal dan internal

Evaluasi faktor eksternal dan internal dilakukan dengan membuat tabel yang


(30)

a. Bobot Faktor (BF), untuk mengevaluasi faktor eksternal dan internal yang

diambil dari nilai bobot di dalam tabel matriks urgensi faktor eksternal dan

internal.

b. Nilai Dukung (ND), diberikan pada setiap elemen pada faktor eksternal dan

internal dengan interval sebagai berikut:

(1) Nilai 1 = Kecil sekali

(2) Nilai 2 = Kecil

(3) Nilai 3 = Cukup

(4) Nilai 4 = Besar

(5) Nilai 5 = Besar sekali

c. Nilai Bobot Dukungan (NBD), merupakan perkalian Bobot Faktor (BF)

dengan Nilai Dukungan (ND) dibagi 100.

(BF x ND) NBD =

100

d. Nilai Keterkaitan (NK), nilai keterkaitan dari semua elemen faktor eksternal

dan internal diberi bobot 0 sampai 5 dengan kriteria berikut:

(1) Nilai 0 = Tidak ada keterkaitan

(2) Nilai 1 = Keterkaitan kecil sekali

(3) Nilai 2 = Keterkaitan kecil

(4) Nilai 3 = Keterkaitan cukup

(5) Nilai 4 = Keterkaitan besar


(31)

e. Nilai Rata-rata Keterkaitan (NRK), adalah jumlah nilai keterkaitan dibagi

banyaknya elemen faktor eksternal dan internal.

Σ NK

NRK =

Σ Elemen

f. Nilai Bobot Keterkaitan (NBK), adalah hasil kali BF dan NRK dibagi 100.

(BF x ND) NBD =

100

g. Total Nilai Bobot (TNB), penjumlahan dari NBD dan (NBK).

TNB = NBD + NBK

Peta SWOT

Menurut Rangkuti (2006), peta SWOT terdiri dari 4 kuadran yang

menunjukkan profil strategi yang terdiri dari:

1. Kuadran I adalah profil strategi agresif yaitu profil organisasi yang

menguntungkan, dimana perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan

sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.

2. Kuadran II adalah profil strategi diversifikasi yaitu perusahaan meskipun

menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan dari segi

internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi produk


(32)

3. Kuadran III adalah profil strategi turn around yaitu kondisi dimana perusahaan

menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi di lain pihak ia menghadapi

beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah

meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut

peluang pasar yang lebih baik.

4. Kuadran IV adalah profil strategi defensif yaitu perusahaan menghadapi situasi

yang tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman

dan kelemahan internal. Fokus strategi adalah bertahan atau tutup.

Peta SWOT dengan sistem kuadran ini menggunakan dua sumbu dimana

sumbu absis adalah kondisi faktor internal dengan sumbu positif berupa kekuatan dan

sumbu negatif berupa kelemahan. Sumbu kedua adalah sumbu ordinat yaitu kondisi

eksternal dengan sumbu positif berupa peluang dan sumbu negatif berupa ancaman.

Peta tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

III. Strategi Turn-around

II. Strategi Diversifikasi I. Strategi Agresif

Kekuatan Kelemahan

IV. Strategi Defensif

Ancaman Peluang

Gambar 2. Peta Kekuatan Organisasi (Rangkuti, 2005).

Formulasi Strategi SWOT

Formulasi strategi SWOT terdiri dari faktor eksternal yaitu peluang


(33)

dan kelemahan (weaknesses). Semua elemen dari faktor eksternal dan internal dalam

formasi strategi SWOT ini disusun secara berurutan dari total nilai bobot (TNB) yang

tertinggi sampai yang terendah pada setiap elemen dari peluang, ancaman, kekuatan

dan kelemahan dari kedua fakor eksternal dan internal itu. Kemudian dilanjutkan


(34)

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2005 sampai bulan Mei 2006.

Kelompok tani yang menjadi sasaran penelitian adalah binaan Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bogor yaitu: Kelompok Wanita Tani (KWT) Pusat Pelatihan

Pertanian Pedesaan (P4S) Nusa Indah Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor.

P4S adalah Lembaga Pendidikan dan Pelatihan di bidang pertanian dan

pedesaan yang dimiliki dan dikelola langsung oleh petani baik perorangan maupun

kelompok, dimana lembaga ini berkembang karena keberhasilan petani dalam

melaksanakan usaha lainnya (Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2001). Tujuan

umum P4S adalah terselenggaranya program-program pelatihan bagi petani dibidang

pertanian, perindustrian dan usaha pedesaan lainnya secara teratur dan

berkesinambungan. Sedangkan, tujuan khusus P4S adalah:

a. Berkembangnya swadaya petani di dalam meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan wawasan berusaha sesama petani.

b. Meningkatkan keterampilan dan kecakapan petani pemagang serta

keyakinannya terhadap usaha tani sebagai pekerjaan atau sumber mata

pencaharian.

c. Tumbuhnya kreatifitas, sikap kritis, rasa percaya diri dan jiwa kewirausahaan

petani pemagang.

d. Meningkatkan keterampilan, kecakapan dan rasa percaya diri petani


(35)

e. Tumbuh dan berkembangnya hubungan sosial dan interaksi positif antara

sesama petani.

P4S sebaiknya memiliki sarana prasarana minimum sebagai berikut:

1. Tersedianya lahan/obyek usaha tani dan non-pertanian yang dapat dipakai

untuk praktek.

2. Tersedianya tempat menginap bagi peserta, baik di rumah petani pengelola

maupun tempat lain di sekitarnya.

3. Tersedianya ruangan untuk berkumpul dan belajar.

4. Adanya rencana kegiatan belajar tertulis.

Pembinaan kepada P4S, yang dilakukan oleh Badan Pengembangan SDM

Pertanian (BPSDMP), Departemen Pertanian (dalam hal ini Kewirausahaan

Agribisnis), adalah sebagai berikut:

1. Pemberian pelatihan yang sesuai kebutuhan (permintaan) P4S, diantaranya

pelatihan manajemen pengembangan kewirausahaan agribisnis dan

bimbingan lanjutan kepada P4S yang potensial.

2. Mendorong terbentuknya Forum Komunikasi (FK) P4S dan melakukan

kerjasama dengan lembaga tersebut untuk mengembangkan P4S.

Fasilitas yang dimiliki P4S adalah meliputi satu ruangan pelatihan, 2 kamar

penginapan, satu ruangan isolasi, satu ruangan pembuatan baglog, satu ruangan

sterilisasi dan 3 kumbung pemeliharaan. Sebagai gambaran, beberapa fasilitas


(36)

A B C

Gambar 3. Beberapa Fasilitas Produksi Jamur Tiram Putih di Komunitas P4S Nusa Indah, Tamansari. A. Ruangan Pembuatan Baglog. B. Ruangan Isolasi. C. Ruangan Pemeliharaan.

Sebagai pembanding adalah komunitas petani jamur tiram putih di Desa

Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Komunitas petani ini adalah

suatu bentuk komunitas swadaya masyarakat yang telah melakukan kegiatan

produksi jamur tiram putih secara terus menerus (sustainable production). Komunitas

ini dibangun dari tahun 1995, dan tahun 2005 terdapat 5 orang anggota yang berada

di komunitas ini. Produksi yang terjaga keberlangsungannya merupakan salah satu

ciri keberhasilan suatu organisasi usaha (Render, B dan Jay Heizer, 2001), oleh

karena itu komunitas ini menjadi contoh usaha tani yang patut dipelajari (brain

story). Keberhasilan usaha tani komunitas ini akan menjadi pembanding bagi usaha

tani yang dikelola oleh komunitas petani P4S.

Komunitas ini tidak ada intervensi pemerintah setempat secara langsung, tapi

kebijakan pemerintah dalam menentukan iklim ekonomi makro secara tidak langsung

mempengaruhi keberlanjutan produktifitas petani jamur pada komunitas ini. Fasilitas

yang ada di komunitas petani Kertawangi adalah masing-masing anggota memiliki

satu ruangan pembuatan baglog, satu unit sterilisasi, kumbung pemeliharaan dimana


(37)

A B C

Gambar 4. Fasilitas Produksi Jamur Tiram Putih di Komunitas Kertawangi, Cisarua. A. Ruangan Sterilisasi. B. Ruangan Pembuatan Baglog. C. Ruangan Pemeliharaan.

Pengumpulan Data

Data yang menjadi input dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer

dan sekunder. Data primer diperoleh melalui survei langsung ke lapangan melalui

wawancara. Wawancara dilakukan kepada petani, pakar dari instansi terkait dan

akademisi di bidang jamur. Wawancara kepada petani dilakukan untuk memperoleh

informasi: (1) elemen internal (kekuatan dan kelemahan) dan elemen eksternal

(peluang dan ancaman), (2) peranan (urgensi) dan keterkaitan antar elemen, (3)

data-data keuangan berupa pengeluaran dan pendapatan, (4) data-data produksi petani,

(5) sistem lembaga yang terjadi di tingkat petani.

Sedangkan wawancara kepada pakar dilakukan untuk memperoleh informasi:

(1) elemen internal (kekuatan dan kelemahan) dan elemen eksternal (peluang dan

ancaman), (2) peranan (urgensi) dan keterkaitan antar elemen, dan (3) sistem


(38)

Sedangkan data sekunder adalah data yang akan diambil dari instansi terkait

(Dinas Pertanian dan Kehutanan), dan pemerintah daerah yaitu desa dan kecamatan

tempat penelitian dilakukan, untuk memperoleh data: (1) kondisi sosial-ekonomi

wilayah setempat, (2) sistem kelembagaan yang terjadi di tingkat instansi.

Kelompok data yang diambil ada dua kategori yaitu kelompok data kuantitatif

dan data kualitatif. Dimana kelompok data tersebut memuat informasi- informasi

seperti yang ada pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelompok Data Bentuk Kemitraan Usaha Tani Jamur Tiram Putih. Responden

No Komponen Kemitraan Petani-Pemodal

Kemitraan Petani - Pedagang

1. Deskriptif/kualitatif

a. Batasan yurisdiksi

b. Property right

c. Aturan representasi

Petani, Pemodal Petani, Pemodal Petani, Pemodal

Petani, Pedagang Petani, Pedagang Petani, Pedagang 2. Kuantitatif

a.Jumlah pihak yang terkait

b.Data-data keuangan berupa

pengeluaran dan pendapatan petani

Petani, Pemodal Petani

Petani, Pedagang Petani

Dari dua komunitas tersebut diambil masing-masing dua responden yang

dianggap mewakili kedua komunitas yaitu:

1. Komunitas P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya) Nusa Indah

Tamansari Bogor, yang diwakili oleh dua responden.

2. Komunitas Petani Jamur Kertawangi, Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua

Kabupaten Bandung, yang diwakili oleh dua responden yang terpilih karena


(39)

Metode Penelitian Analisis kelembagaan

Analisis kelembagaan adalah analisis yang membahas tentang hubungan

kerjasama antara pelaksana proyek dan pemerintah (atau pihak-pihak lain)

(Pramudya, B dan Nesia Dewi, 1991). Menurut Mardjana, 1993 dalam Elieser, 2004,

keterhubungan dua pihak antara dua atau lebih individu atau kelompok yang

memiliki keterkaitan untuk melakukan usaha yang kompatibel dengan upaya

meminimasi biaya transaksi disebut teori ‘principal-agent’, dimana satu orang

disebut principal (pemberi mandat) dan yang lain agent (penerima mandat).

Struktur kelembagaan yang ada di komunitas petani memunculkan hubungan dua

tingkat. Hubungan tingkat pertama melibatkan pemerintah/pemodal selaku principal

dan petani/ketua kelompok tani yang menjalankan proyek pemerintah selaku agent.

Hubungan tingkat kedua ada dua macam yang pertama adalah hubungan antara ketua

kelompok tani dan anggotanya dimana ketua selaku principal dan anggota selaku

agent, yang kedua adalah hubungan petani/kelompok tani dan pedagang. Bentuk

kelembagaan ini lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

PEMERINTAH/ PEMODAL

KETUA P4S/ KELOMPOK TANI TINGKAT PERTAMA

Gambar 5. Hubungan Kemitraan Tingkat Pertama.

TINGKAT KEDUA KETUA P4S/

KELOMPOK TANI

ANGGOTA P4S

PASAR PEDAGANG PERANTARA


(40)

Analisis ini akan dilihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing

tingkat hubungan, yang digambarkan dengan tiga komponen kelembagaan yaitu:

batasan yurisdiksi, property rights dan aturan representasi.

Analisis finansial

Kriteria yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah Internal Rate of

Return (IRR), Benefit and Cost Ratio (BCR), serta dilakukan analisis sensitivitas.

Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial ini disajikan dalam Lampiran 1.

Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV bernilai

sama dengan nol. Oleh karena itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas

investasi bersih dalam suatu proyek. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:

n Bt - Ct

IRR = NPV 0 =

t = 1 (1 + i)t

Dimana : i % : bunga ketika NPV = 0

Dengan standar kelayakan: IRR > r (tingkat suku bunga bank) berarti

kegiatan usaha tani jamur tiram putih dapat dilanjutkan, IRR < r berarti kegiatan

usaha tani jamur tiram putih tidak dapat dilanjutkan, atau lebih baik berhenti.

Benefit and Cost Ratio (BCR)

Perbandingan benefit (manfaat) dan cost (biaya) pada dasarnya merupakan

perbandingan antara jumlah manfaat kini bersih dan biaya kini. n Bt

t=0 (1 + i)t

B/C = n

Ct

t=1


(41)

Dimana: Bt = Penerimaan kotor pada tahun ke-t.

Ct = Biaya kotor pada tahun ke-t.

n = Umur ekonomis usaha tani jamur tiram putih.

r = Tingkat suku bunga Bank.

Dengan standar kelayakan:

Net B/C >1 Berarti usaha tani jamur tiram putih akan memperoleh keuntungan dan dapat dilanjutkan.

Net B/C <1 Berarti usaha jamur tiram putih tidak dapat dilanjutkan.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensivitas dilakukan apabila:

1. Terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat.

2. Kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis sensitivitas adalah:

1. Adanya cost overrun (biaya yang melebihi biaya pendugaan), misalnya kenaikan

biaya konstruksi.

2. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, misalnya

penurunan harga hasil produksi.

3. Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek.

4. Khusus untuk proyek pertanian, terjadi kesalahan dalam penaksiran hasil

produksi.

Analisis SWOT

Analisis SWOT dilakukan untuk melihat faktor apa saja yang mempengaruhi

keberlanjutan usaha tani jamur tiram putih. Dalam penelitian ini, analisis SWOT

yang dilakukan akan dilihat dari aspek finansial dan keragaan kelembagaan. Aspek


(42)

keragaan kelembagaannya akan diidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan

kelembagaan. Langkah dalam analisis SWOT ini diantaranya :

1. Menilai peluang dan ancaman dari faktor eksternal.

Yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

kelangsungan usaha tani jamur tiram putih dari luar manajemen usaha tersebut atau

yang berada diluar kewenangan dari usaha tani tersebut, kemudian melakukan audit

dengan metode pembobotan faktor dan kemudian dilakukan pemetaan nilai-nilai

pembobotan tersebut.

2. Menilai kekuatan dan kelemahan faktor internal.

Melakukan identifikasi faktor internal sebagai kekuatan dan kelemahan, kemudian

melakukan audit untuk menentukan nilai bobot faktor tersebut.

3. Melakukan penilaian urgensi tiap elemen, dengan rumus:

Total Nilai Urgensi Tiap Elemen

Bobot = x 100%

Total Nilai Urgensi Seluruh Elemen

Kemudian dituangkan dalam matriks urgensi faktor eksternal dan internal dengan

memberikan huruf elemen yang lebih urgen pada elemen yang terkait. Matriks

urgensi tersebut disajikan dalam Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Contoh Matriks Urgensi Faktor Internal dan Eksternal. Faktor yang lebih urgen No. Faktor

Eks/Int a b c d e f Total Bobot

Faktor 1 a b c 2 e f g x a a a a f a x c b b f a c x c c f a b c x d d a b c d x e f f f d e x 4 2 3 2 1 3 4/15x100%


(43)

4. Evaluasi faktor eksternal dan internal, dengan beberapa evaluasi, diantaranya:

(a) Nilai Dukung (ND), dengan interval: 1 = Kecil Sekali, 2 = Kecil, 3 = Cukup, 4

= Besar, 5 = Besar Sekali.

(b) Nilai Bobot Dukungan (NBD), (BF x ND)/100.

(c) Nilai Keterkaitan (NK), dengan interval: 0 = Tidak ada keterkaitan, 1 =

Keterkaitan kecil sekali, 2 = Keterkaitan kecil, 3 = Keterkaitan cukup, 4 =

Keterkaitan besar, 5 = Keterkaitan besar sekali.

(d) Nilai Rata-rata Keterkaitan (NRK), Σ NK/n.

(e) Nilai Bobot Keterkaitan (NBK), (BF x NRK)/100.

(f) Total Nilai Bobot (TNB), NBD + NBK.

5. Memetakan pada peta kekuatan organisasi dengan garis absis sebagai faktor

internal (kekuatan dan kelemahan) dan garis ordinat sebagai faktor eksternal

(peluang dan ancaman).

6. Dari peta tersebut akan muncul strategi pengembangan usaha tani jamur tiram

putih dari masing-masing kelompok tani yang dijadikan tempat penelitian dengan

metode matriks SWOT (Rangkuti, 2006).

Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu hipotesis dari aspek

finansial dan dari aspek kelembagaan.

Aspek finansial

Ho : Usaha jamur tiram putih layak secara finansial dengan penilaian kriteria yang telah ditentukan.


(44)

Ho : Semua ciri kelembagaan positif dan memiliki jumlah point kelebihan yang lebih banyak dibandingkan jumlah point kekurangannya.

H1 : Ada satu ciri kelembagaan yang bersifat negatif dan jumlah point kelebihan lebih sedikit dibandingkan jumlah point kekurangannya.


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Wilayah Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Kelompok Wanita Tani (KWT) P4S (Pusat Pelatihan

Pertanian Pedesaan) Nusa Indah berada di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari,

Kabupaten Bogor. Berada pada ketinggian 700 mdpl, dengan suhu berkisar 25°C -

32°C, curah hujan 500 mm/th.

Aksesibilitas kecamatan ini terhadap ibukota kabupaten sejauh 40 km, dengan

ibu kota Provinsi Jawa Barat sejauh 120 km dan dengan ibukota negara RI sejauh 96

km. Luas wilayah Kecamatan Tamansari ini adalah 30.956,95 ha. Komposisi lahan

wilayah ini terdapat pada diagram lingkaran Gambar 7.

Tanah saw ah Tegalan

Perkebunan negara Perkebunan rakyat Lap OR

Rekreasi Kuburan Saw ah Bengkok Tanah kering bengkok

Gambar 7. Diagram Lingkaran Komposisi Wilayah Kecamatan Tamansari Tahun 2005.

Kecamatan Tamansari berbatasan dengan wilayah lain di sekitarnya, yaitu:

Utara : Kecamatan Ciomas

Timur : Kecamatan Cijeruk

Selatan : Kabupaten Sukabumi


(46)

Kondisi Sosial-Ekonomi

Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari adalah 78.261 jiwa dengan

penduduk laki-laki 39.457 jiwa dan penduduk wanita 38.804 jiwa, dengan 17.999

KK. Pengelompokan penduduk berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Usia Th 2005

No. Kelompok Usia Jumlah Penduduk

(orang) 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

0-4 tahun 5-9 tahun 11-14 tahun 15-19 tahun 20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40 tahun ke atas

6.439 6.841 6.956 6.276 6.654 5.808 5.108 4.752 4.323

Sumber: Demografi Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, 2005.

Dari tabel di atas terlihat bahwa porsi terbesar ada pada usia muda (di bawah

20 tahun), seperti dalam grafik pada Gambar 8.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

0-4 th 5-9 th 11-14 th 15-19 th 20-24 th 25-29 th 30-34 th 35-39 th 40 th up

Kelompok usia

Gambar 8. Grafik Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia.


(47)

Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

(orang) 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Belum sekolah Tidak tamat sekolah Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/ sederajat Tamat SLTA/ sederajat Tamat Akademi/sederajat Tamat PT/sederajat Buta Huruf

442 266 24322 6943 6870 0 0 1973 Sumber: Demografi Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, 2005.

Jumlah penduduk paling banyak ada pada tamatan SD/sederajat, tidak ada

penduduk Kecamatan Tamansari yang tamat akademi atau perguruan tinggi, sampai

tahun 2005 bulan Desember.

Lokasi P4S Tamansari Kabupaten Bogor

Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Wanita Tani (KWT) dengan lembaga

yang menaunginya yaitu Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa

Indah, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. P4S Nusa Indah awalnya adalah

kelompok tani yang berkumpul dan mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) Nusa

Indah. KWT Nusa Indah berdiri pada tahun 1996 kemudian berubah menjadi P4S

Nusa Indah pada tahun 2002, yang diketuai oleh Ibu Cucu Komalasari dengan

anggota berjumlah 20 orang. P4S mempunyai beberapa unit usaha, seperti ada pada

Tabel 5.

P4S adalah lembaga yang dibentuk oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan di

tingkat Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, dimana fungsinya adalah untuk

mengkoordinir petani dalam suatu kelompok dengan kegiatan yang terintegrasi


(48)

P4S unggulan yaitu P4S Nusa Indah Tamansari, P4S Kaliwung Kalimuncar Cisarua,

P4S Melati Rancabungur dan P4S Karya Mekar di Cengal.

Tabel 5. Unit Usaha di P4S Nusa Indah Tamansari, Bogor Tahun 2002.

No Unit Usaha Jumlah Anggota

1 2 3 4 5

Jamur Tiram Putih Tanaman Hias

Poh-pohan (Tanaman Obat) Tanaman Keras Ikan Lele 20 40 80 50 20

Total 210

Dalam tubuh P4S memiliki pengurus yang cukup sederhana namun mencakup

seluruh kegiatan yang ada di dalam P4S. Susunan Pengurus P4S Nusa Indah

Tamansari adalah seperti pada Gambar 9.

Penasehat/UPTD

Ir. Awal Kusumah MSc

Pembina

Camat dan Dinas Terkait

Pengelola Cucu Komalasari Sekretaris Hayya Amalia Andi Bendahara Mustofa Seksi SDM Herie Hermawan Nasarudin Umam Mansur Sutisna Yuyun Seksi Teknologi Ibu Mimin Nurkim M. Yusuf Idam Nanang Seksi Produksi Saepuloh.A Siti Maryam Wulan Herman Seksi Pemasaran Andri M.H Adang Suryadi

Gambar 9. Susunan Pengurus Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.


(49)

Analisis Finansial Biaya

Biaya-biaya yang dibutuhkan dalam usaha tani meliputi biaya awal/ modal

awal, proses produksi dan pemeliharaan. Modal awal merupakan biaya pembangunan

kumbung dan sewa lahan, proses produksi meliputi pembelian bahan-bahan produksi,

upah pekerja dan BBM. Pemeliharaan meliputi gaji pegawai dan listrik, rincian

biaya tahunan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisis finansial dari dua komunitas tersebut menunjukkan nilai positif.

Komponen biaya dari kedua komunitas dengan mencari rata-rata dari dua

respondennya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya Produksi Jamur Tiram Putih.

Lokasi

Biaya Produksi

rata-rata/Baglo

g

Jumlah Produksi

rata-rata/Th (Baglog/T

h)

Persentase Jumlah Produksi

(%)

Biaya Produksi

rata-rata/Th

Persentase Biaya Produksi

(%)

P4S Rp. 402,5 20.750 24 Rp.

8.351.875

30

Kertawang i

Rp. 313,5 64.300 76 Rp.

20.158.050

70

Total 85.050 100 Rp.

28.509.925

100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa biaya produksi per tahun di P4S lebih

tinggi dibandingkan Kertawangi tetapi rata-rata produksi per tahun lebih tinggi

Kertawangi dibandingkan P4S, sehingga biaya produksi per baglog lebih tinggi P4S

daripada Kertawangi. Beberapa informasi yang bisa diambil dari keterangan di atas


(50)

1. Bahwa produktifitas di Komunitas Kertawangi lebih tinggi 52% dibandingkan

komunitas P4S, hal ini karena pada Kertawangi pengelolaannya lebih profesional

dan terintegrasi sehingga proses produksi berjalan secara terus menerus,

sedangkan di P4S pengelolaannya lebih pada proyek dan individual, sehingga

proses produksinya mengalami fluktuasi.

2. Bahwa dengan usaha yang terpadu dalam satu komunitas (dalam hal ini adalah

Kertawangi) dapat menekan biaya produksi sebesar 40%.

Dari data di atas dapat diambil unsur kekuatan, kelemahan dan peluang dari

komunitas Kertawangi dan munculnya kelemahan dan ancaman dari komunitas P4S.

Pertama komunitas Kertawangi:

1. Kekuatan, adalah:

a. Pengelolaan yang profesional, dimana distribusi pekerjaan (job distribution)

diberikan kepada orang tertentu sehingga pertanggungjawabannya jelas, bukan

pembagian pekerjaan yang tidak jelas kepada siapa dan bertanggungjawab kepada

siapa.

b. Biaya produksi yang dapat ditekan dengan pembelian bahan baku secara kolektif.

c. Biaya produksi yang rendah memungkinkan harga jual jamur segar yang rendah

juga, sehingga hal ini akan menjadi kekuatan persaingan harga pasar.

2. Kelemahan:

Biaya produksi rendah yang memungkinkan harga jual yang rendah juga dapat

menjadi kelemahan bagi petani yaitu pendapatan per kilogram yang rendah juga.

Namun hal ini bisa diatasi dengan jumlah produksi yang tinggi.


(51)

a. Biaya produksi yang rendah akan memberi kemampuan kepada petani untuk

semakin meningkatkan kuantitas produksi, sehingga hal ini akan membuka

peluang terpenuhinya kebutuhan pasar.

b. Biaya produksi yang rendah juga memberi peluang bagi petani lain yang berada di

dalam komunitas tersebut untuk mengembangkan usahanya, sedangkan untuk

petani yang berada di luar komunitas tersebut dapat bekerja sama dengan membeli

baglog yang diproduksi oleh komunitas Kertawangi.

Komunitas P4S memiliki biaya produksi lebih tinggi, oleh karenanya muncul

kelemahan, peluang dan ancaman, yaitu:

1. Kelemahan:

a. Biaya yang tinggi akan memungkinkan rendahnya pendapatan bersih (bisa

dilihat pada sub bab analisis pendapatan).

b. Biaya yang tinggi disebabkan oleh mahalnya pembelian bahan baku, karena

dilakukan oleh perorangan dan oleh karena produktifitas yang rendah.

2. Peluang:

a. Biaya yang tinggi membuka peluang untuk peningkatan teknologi dengan

biaya yang lebih murah.

b. Biaya yang tinggi juga membuka peluang untuk menjual jamur segar dengan

harga tinggi, tetapi hal ini akan menimbulkan ancaman lain (dapat dilihat pada

elemen ancaman).

3. Ancaman.

a. Biaya tinggi dapat menyebabkan proses produksi terhenti.


(52)

c. Biaya produksi yang tinggi juga menyebabkan terhambatnya kerjasama dengan

petani dari luar komunitas karena harga jual baglog yang tinggi.

d. Biaya produksi yang tinggi diakibatkan meningkatnya harga BBM yang

merupakan komponen biaya tertinggi. Oleh karena itu kondisi ekonomi makro

juga bisa menjadi ancaman jika tidak kondusif.

Pendapatan

Penerimaan yang dihitung disini meliputi penjualan jamur segar, kecuali pada

ketua P4S memiliki penerimaan dari penjualan baglog dan fee pelatihan jamur

(Lampiran 3).

Panen jamur tiram putih memiliki siklus kurva yang menyerupai sebaran

normal, artinya pada awal masa panen hasilnya kecil semakin lama semakin besar

dan setelah melewati waktu dua bulan jumlah produksi akan menurun kembali, hal

ini bisa dilihat pada Gambar 10.

1 2 3 4

Gambar 10. Siklus Panen Jamur Segar Tiram Putih (Fakultas Pertanian, UNWIM,

Bulan

2002).

Produksi jamur tiram putih sangat tergantung dengan siklus produksi seperti


(53)

pada bulan-bulan kering produksi akan menurun. Penerimaan pendapatan tersebut

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penerimaan Pendapatan Petani Jamur Tiram Putih Per Tahun (Juni 2005 – Mei 2006)

Pendapatan Petani Jamur/Th (Rp.)

No Bulan, tahun

P4S Kertawangi

1 Juni 2005 900.000 2.060.400

2 Juli 2005 1.106.250 5.770.975

3 Agustus 2005 2.124.250 4.133.250

4 Sept 2005 2.635.250 3.997.200

5 Okt 2005 3.593.070 11.114.000

6 Nov 2005 3.916.660 11.867.125

7 Des 2005 4.071.500 11.044.400

8 Jan 2006 3.680.400 10.453.750

9 Febr 2006 1.728.450 7.103.750

10 Maret 2006 728.250 3.089.000

11 April 2006 1.519.500 3.220.200

12 Mei 2006 1.599.125 1.726.250

Total 27.602.705 75.580.300

Total 2 Komunitas 103.183.005

Persentase Pendapatan

(%) 27 73

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Kertawangi memiliki nilai pendapatan

rata-rata per tahun lebih tinggi dibandingkan P4S, selisihnya adalah sebesar (73-27)

= 45% dari nilai pendapatan total kedua komunitas tersebut. Hal ini disebabkan oleh:

1) orientasi usaha tani P4S bukan hanya mendapatkan hasil yang tinggi tetapi

orientasinya lebih kepada pembelajaran, 2) unit usaha yang dikelola oleh P4S bukan

hanya jamur tiram putih, sehingga pengawasan dan koordinasi dari ketua P4S

kurang, 3) berkurangnya anggota P4S di unit usaha jamur tiram putih karena

meningkatnya biaya produksi sehingga banyak anggota yang berhenti, 4) tidak


(54)

Analisis pendapatan tersebut di atas, pada P4S memunculkan faktor-faktor

yang mempengaruhi dan dipengaruhi yang berupa kekuatan, kelemahan dan peluang,

yaitu:

1. Kekuatan:

Pendapatan komunitas P4S sepenuhnya menjadi hak milik petani tanpa ada

pembagian hasil dengan pihak pemodal.

2. Kelemahan:

a. Pendapatan (reward) merupakan salah satu penyebab berjalannya suatu

kerjasama antara principal dan agent, tetapi jika ini tidak diperoleh akan

mengurangi motivasi berusaha.

b. Rendahnya pendapatan karena rendahnya produktifitas, hal ini disebabkan

oleh produksi P4S bersifat fluktuatif, tergantung kebutuhan pelatihan.

c. Orientasi P4S yang hanya mengedepankan pembelajaran sehingga

mengurangi visi untuk berusaha.

d. Lembaga P4S Nusa Indah memiliki 5 unit usaha, sehingga konsentrasi

pengurus P4S tidak fokus pada unit usaha jamur tiram putih.

3. Peluang:

a. P4S adalah lembaga swadaya masyarakat yang dibina oleh pemerintah,

sehingga hal ini menjadi peluang bagi P4S untuk dapat mengakses program

pemerintah dengan lebih baik.

b. Lembaga ini merupakan lembaga pelatihan berbasis pertanian pedesaan,

sedangkan lahan garapan bidang pertanian cukup luas, dengan luas wilayah

didominasi oleh tanah kering bengkok dan sawah (Gambar 7). Tenaga kerja


(55)

buta huruf 1973 jiwa (Tabel 3), sehingga bisa dikatakan tenaga kerja ini

kurang keahlian di bidang teknologi dan pendidikan. Hal ini menjadi peluang

bagi P4S untuk memberdayakan mereka untuk dapat meningkatkan

produktifitas.

Sedangkan, pada komunitas Kertawangi faktor-faktor yang mempengaruhi

dan yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendapatan adalah:

1. Kekuatan:

a. Pendapatan tinggi karena produktifitas tinggi dan biaya produksi rendah.

b. Pendapatan yang tinggi menjadi reward yang baik, sehingga memberikan

motivasi berusaha kepada petani dan melancarkan hubungan dengan pemodal.

2. Peluang:

a. Pengembangan usaha di tempat lain atau pada produk lain yang sejenis.

b. Menampung tenaga kerja lebih banyak lagi.

c. Pasar masih terbuka luas, termasuk pasar internasional.

Analisis Finansial

Kriteria analisis finansial secara komunitas diambil dengan merata-ratakan

nilai kriteria tersebut dari dua responden pada masing-masing komunitas. Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis Finansial Usaha Jamur Tiram Putih.

IRR (%) BCR

No Lokasi

Penelitian Personal Kumulatif Personal Kumulatif

1 P4S 48,33 49,70 2,03 36,39

2 Kertawangi 49,00 51,30 2,45 63,61


(1)

Lanjutan Lampiran 7

No. Elemen

R1

R2

R3

Rataan

Bobot

1.

Internal

Kekuatan

a.

Biaya produksi rendah

1

2

1

1

5,00

b.

Produktifitas tinggi

0

2

3

2

10,00

c.

Pendapatan tinggi

3

2

1

2

10,00

d.

Orientasi bisnis

1

3

4

3

15,00

e.

Hasil analisis finansial positif

4

1

1

2

10,00

Kelemahan

a.

Adanya pengembalian modal usaha

1

2

3

2

10,00

b.

Modal besar.

1

3

2

2

10,00

c.

Resiko besar.

4

1

3

3

15,00

d.

Teknologi tradisional

2

1

1

1

5,00

e.

Akses ke pemerintah.

3

3

1

2

10,00

Jumlah Total

20

100,00

2. Eksternal

Peluang

a.

Permintaan lokal semakin meningkat.

3

2

3

3

17,65

b.

Semakin banyak investor dari luar yang tertarik.

1

2

2

2

11,76

c.

Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung

0

1

1

1

5,88

d.

Komunitas yang mendukung.

2

4

3

3

17,65

e.

Pasar eksport.

4

2

1

2

11,76

Ancaman

a.

Semakin banyak petani yang bergerak di bidang ini.

3

1

2

2

11,76

c. Komunitas Kertawangi, aspek finansial.

b.

Perubahan arah kebijakan pemerintah dalam moneter.

0

1

2

1

5,88

c.

Iklim ekonomi makro.

1

2

1

1

5,88

d.

Saingan produk lain yang sejenis.

2

2

1

2

11,76

Jumlah Total

17

100,00

Keterangan:

R1 = Peneliti

R2 = Akademisi

R3 = Pengusaha


(2)

Lanjutan Lampiran 7

No. Elemen

R1

R2

R3

Rataan

Bobot

1.

Internal

Kekuatan

a.

Beker

d. Komunitas Kertawangi, aspek kelembagaan.

ja sama dalam satu komunitas (

action communal

)

4

2

2

3

18,75

b. Tidak terjadi asimetri informasi investasi.

0

2

1

1

6,25

c.

Manajemen produksi profesional.

2

2

3

2

12,50

d.

Tidak terjadi monopoli perdagangan.

1

1

1

1

6,25

e.

Integralitas orientasi

3

3

3

3

18,75

Kelemahan

a.

Moral hazard

, jika petani ternyata tidak dapat bekerja dengan baik

3

2

1

2

12,50

b.

Kurangnya akses pemerintah

0

2

1

1

6,25

c.

Lemah dalam

bargaining position

dengan pedagang.

1

1

3

2

12,50

d.

Penelitian teknologi.

2

1

1

1

6,25

Jumlah Total

16

100,00

2. Eksternal

Peluang

a. Tata niaga dapat berkembang menjadi

fairness economic

.

2

1

1

1

9,09

b.

Kerjasama dengan pihak lain yang terkait.

3

1

3

2

18,18

c.

Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat mendukung

1

2

1

1

9,09

d.

Program pemerintah yang mendukung petani.

0

1

1

1

9,09

Ancaman

a.

Moral hazard

dalam hal

sharing profit

3

2

2

2

18,18

b.

Terjadi asimetris informasi kondisi pasar.

1

1

1

1

9,09

c.

Terjadi

moral hazard

pedagang tengkulak.

2

1

2

2

18,18

d.

Kebijakan pemerintah yang tidak mendukung petani

0

2

1

1

9,09

Jumlah Total

11

100,00


(3)

Lampiran 8. Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal

a. Aspek Finansial untuk Komunitas P4S.

No. Faktor Eksternal dan Internal BF% ND NBD NRK NBK TNB

I FAKTOR INTERNAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kekuatan

1. Hasil analisis finansial semua menunjukkan nilai positif. 12,50 4 0,50 x 3 4 3 4 4 4 2 1 0 0 2 1 0 0 1 1 3 5 2,11 26,39 28,50

2. Sarana dan prasarana mendukung 12,50 5 0,63 3 x 0 3 4 4 3 1 0 4 5 0 3 0 5 0 2 1 1 2,17 27,08 29,25

3.

4. Iklim dan sumber daya alam 6,25 3 0,19 3 3 0 x 2 2 2 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 1 0,89 5,56 6,44

Jumlah 71,85

Kelemahan

5. Produktifitas rendah 18,75 4 0,75 4 4 0 2 x 5 5 4 0 1 2 2 0 5 2 2 4 3 3 2,67 50,00 52,67

6. Biaya produksi tinggi 12,50 3 0,38 4 4 0 2 5 x 5 4 1 0 2 4 1 0 3 3 0 5 5 2,67 33,33 36,00

7. Pendapatan kecil 12,50 3 0,38 4 3 1 2 5 5 x 3 4 0 1 1 2 0 0 2 4 4 4 2,50 31,25 33,75

8. Investasi bersifat fluktuatif 12,50 2 0,25 2 1 4 0 4 4 3 x 4 0 0 2 3 3 1 2 4 5 5 2,61 32,64 35,25

Jumlah 169,35

II. FAKTOR EKSTERNAL Peluang

10. Jaringan pasar P4S luas. 16,67 4 0,67 0 4 0 0 1 0 0 0 1 x 1 1 4 1 5 2 2 2 2 1,44 24,07 25,52

11. Pengembangan teknologi, kerjasama dengan instansi terkait. 11,11 5 0,56 0 5 0 2 2 2 1 0 1 1 x 1 5 0 4 0 2 4 2 1,78 19,75 21,53

12. Harga jual lebih tinggi. 11,11 3 0,33 2 0 0 0 2 4 1 2 0 1 1 x 0 0 0 2 0 3 4 1,22 13,58 14,80

13. Program pemerintah yang kondusif. 11,11 4 0,44 1 3 1 0 0 1 2 3 3 4 5 0 x 0 5 0 5 5 5 2,39 26,54 28,93

14. Kebutuhan pasar belum terpenuhi. 11,11 3 0,33 0 0 0 0 5 0 0 3 0 1 0 0 0 x 0 2 1 2 0 0,78 8,64 9,42

15. P4S merupakan wadah untuk pengembangan pemberdayaan

masyarakat 5,56 4 0,22 0 5 0 0 2 3 0 1 5 5 4 0 5 0 x 0 1 1 0 1,78 9,88 11,65

Jumlah 111,86

Ancaman

16. Saingan produk lain yang sejenis. 11,11 2 0,22 1 0 0 1 2 3 2 2 0 2 0 2 0 2 0 x 0 0 0 0,94 10,49 11,44

17. Semakin banyak lembaga yang sejenis. 11,11 3 0,33 1 2 1 0 4 0 4 4 3 2 2 0 5 1 1 0 x 1 1 1,78 19,75 21,53

18. Perubahan arah kebijakan pemerintah dalam hal moneter. 5,56 2 0,11 3 1 2 0 3 5 4 5 0 2 4 3 5 2 1 0 1 x 5 2,56 14,20 16,75

19. Iklim ekonomi makro. 5,56 3 0,17 5 1 1 1 3 5 4 5 1 2 2 4 5 0 0 0 1 5 x 2,50 13,89 16,39

Jumlah 66,11

1,06 6,60 7,65 Nilai Keterkaitan

0 1 2 1 0 1 0 0

4 5 0 0

x

0 5 0 0 0 5 0 3 10,07 11,68

1

0 1 1,61

1 1 0 3 4 4

0 0

Ada kecenderungan investasi tidak dapat digulirkan ke anggota yang lain

9.

6,25 1 0,06 1 1

4 0 x 0 Tidak ada tuntutan dari pihak principal untuk mengembalikan


(4)

Lanjutan Lampiran 8

b. Aspek Kelembagaan untuk Komunitas P4S.

No. Faktor Eksternal dan Internal BF% ND NBD NRK NBK TNB

I FAKTOR INTERNAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Kekuatan

1 Mempunyai akses ke petani secara umum 11,54 4 0,46 x 4 5 2 0 1 0 0 2 2 3 3 5 5 2 4 3 3 3 3 2,63 30,37 30,83

2 Mempunyai dukungan dari pemerintah 7,69 4 0,31 4 x 5 4 5 3 2 0 0 1 4 5 4 4 5 5 5 5 5 5 3,74 28,74 29,04

3 Mempunyai akses ke pemerintah 7,69 4 0,31 5 5 x 2 5 5 0 0 0 4 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 3,89 29,95 30,26

4 Keahlian mengajar 7,69 4 0,31 2 4 2 x 0 0 0 3 0 0 5 4 5 4 1 4 1 2 0 0 1,95 14,98 15,28

5 Penelitian teknologi 7,69 3 0,23 0 5 5 0 x 0 0 1 0 0 4 2 2 2 2 3 0 3 0 0 1,53 11,74 11,97

Jumlah 117,38

Kelemahan

6 Terbatasnya hubungan kemitraan pemodalan 11,54 3 0,35 1 3 5 0 0 x 2 3 0 1 2 4 3 3 3 3 3 3 4 2 2,37 27,33 27,68

7 Kecenderungan moral hazard 11,54 3 0,35 0 2 0 0 0 2 x 0 3 4 0 0 1 0 0 0 1 1 1 4 1,00 11,54 11,89

8 Tidak fokus pada usaha jamur 11,54 4 0,46 0 0 0 3 1 3 0 x 0 0 4 4 3 3 2 3 1 0 4 2 1,74 20,04 20,50

9 Kurang koordinasi anggota 7,69 4 0,31 2 0 0 0 0 0 3 0 x 1 0 0 3 3 0 0 0 0 0 2 0,74 5,67 5,97

10 Asimetris informasi karena kemitraan bertingkat 7,69 4 0,31 2 1 4 0 0 1 4 0 1 x 0 1 3 3 0 0 0 3 4 4 1,63 12,55 12,85

11 Orientasi pembelajaran 7,69 5 0,38 3 4 4 5 4 2 0 4 0 0 x 5 5 5 1 4 0 1 2 0 2,58 19,83 20,22

Jumlah 99,11

II FAKTOR EKSTERNAL Peluang

12 Kerjasama program pertanian pedesaan dengan instansi

pemerintah 15,36 4 0,61 3 5 5 4 2 4 0 4 0 1 5 x 3 1 5 5 0 5 5 3 3,16 48,51 49,12

13 Program pembinaan kelompok tani 15,38 4 0,62 5 4 5 5 2 3 1 3 3 3 5 3 x 5 2 4 0 1 3 3 3,16 48,57 49,18

14 Kemitraan kelompok tani 15,38 4 0,62 5 4 4 4 2 3 0 3 3 3 5 1 5 x 2 4 0 1 2 2 2,79 42,90 43,52

15 Promosi melalui media pemerintah 7,69 4 0,31 2 5 5 1 2 3 0 2 0 0 1 5 2 2 x 3 0 4 5 1 2,26 17,40 17,71

16 Kebijakan yang mendukung lembaga P4S 7,69 4 0,31 4 5 5 4 3 3 0 3 0 0 4 5 4 4 3 x 4 4 4 4 3,32 25,50 25,81

Jumlah 185,34

Ancaman

17 Kebijakan pemerintah yang tidak mendukung P4S 15,38 2 0,31 3 5 5 1 0 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 4 x 1 3 3 1,58 24,28 24,59

18 Kecenderungan intervensi pemerintah 7,69 2 0,15 3 5 5 2 3 3 1 0 0 3 1 5 1 1 4 4 1 x 2 4 2,53 19,43 19,58

19 Perubahan program pemerintah 7,69 4 0,31 3 5 5 0 0 4 1 4 0 4 2 5 3 2 5 4 3 2 x 3 2,89 22,26 22,57

20 Asimetris informasi karena perbedaan kepentingan 7,69 4 0,31 3 5 5 0 0 2 4 2 2 4 0 3 3 2 1 4 3 4 3 x 2,63 20,24 20,54

Jumlah 87,29


(5)

Lanjutan Lampiran 8

c. Aspek Finansial untuk Komunitas Kertawangi.

No. Faktor Eksternal dan Internal BF% ND NBD NRK NBK TNB

I FAKTOR INTERNAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Kekuatan

1 Orientasi bisnis 15 5 0,75 x 5 4 5 3 5 5 5 2 2 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4,11 61,67 62,42 2 Produktifitas tinggi 10 5 0,50 5 x 5 5 5 4 1 0 2 4 4 5 4 1 2 1 3 4 4 3,18 31,76 32,26 3 Pendapatan tinggi 10 5 0,50 4 5 x 5 5 0 1 3 0 1 1 2 4 1 2 3 3 2 3 2,41 24,12 24,62 4 Hasil analisis positif 10 5 0,50 5 5 5 x 5 0 4 1 1 1 4 5 5 4 4 4 1 1 3 3,12 31,18 31,68 5 Biaya produksi rendah 5 5 0,25 3 5 5 5 x 0 0 0 0 3 0 3 5 1 4 2 1 2 4 2,35 11,76 12,01

Jumlah 162,99

Kelemahan

6 Resiko besar 15 5 0,75 5 4 0 0 0 x 5 5 0 1 1 3 1 0 1 3 3 3 4 2,00 30,00 30,75 7 Adanya pengembalian modal 10 5 0,50 5 1 1 4 0 5 x 4 0 0 0 1 4 0 1 0 0 1 1 1,35 13,53 14,03 8 Modal besar 10 5 0,50 5 0 3 1 0 5 4 x 0 1 0 2 2 0 2 0 0 0 3 1,35 13,53 14,03 9 Akses ke pemerintah 10 3 0,30 2 2 0 1 0 0 0 0 x 2 2 0 2 4 4 1 0 4 4 1,53 15,29 15,59 10 Teknologi tradisional 5 2 0,10 2 4 1 1 3 1 0 1 2 x 0 2 1 0 0 2 0 1 3 1,29 6,47 6,57

Jumlah 80,97

II FAKTOR EKSTERNAL Peluang

11 Permintaan lokal meningkat 17,7 5 0,88 4 4 1 4 0 1 0 0 2 0 x 1 5 4 2 4 1 0 1 1,76 31,15 32,03 12 Komunitas mendukung 17,7 5 0,88 4 5 2 5 3 3 1 2 0 2 1 x 5 4 0 4 2 0 1 2,35 41,53 42,41 13 Investor semakin tertarik 11,8 5 0,59 5 4 4 5 5 1 4 2 2 1 5 5 x 3 3 4 1 1 3 3,12 36,66 37,25 14 Pasar eksport 11,8 3 0,35 4 1 1 4 1 0 0 0 4 0 4 4 3 x 4 4 2 3 4 2,29 26,98 27,33 15 Kebijakan pemerintah dalam hal moneter 5,88 3 0,18 4 2 2 4 4 1 1 2 4 0 2 0 3 4 x 2 2 5 5 2,53 14,87 15,05

Jumlah 154,07

Ancaman

16 Semakin banyak petani yang bergerak di bidang ini 11,8 3 0,35 4 1 3 4 2 3 0 0 1 2 4 4 4 4 2 x 4 2 4 2,59 30,44 30,79 17 Saingan produk lain yang sejenis 11,8 3 0,35 4 3 3 1 1 3 0 0 0 0 1 2 1 2 2 4 x 0 2 1,47 17,29 17,65 18 Perubahan arah kebijakan pemerintah dalam moneter 5,88 2 0,12 4 4 2 1 2 3 1 0 4 1 0 0 1 3 5 2 0 x 5 2,00 11,76 11,88 19 Iklim ekonomi makro 5,88 3 0,18 5 4 3 3 4 4 1 3 4 3 1 1 3 4 5 4 2 5 x 3,18 18,68 18,85

Jumlah 79,17


(6)

Lanjutan Lampiran 8

d. Aspek Kelembagaan untuk Komunitas Kertawangi.

No. Faktor Eksternal dan Internal BF% ND NBD NRK NBK TNB

I FAKTOR INTERNAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Kekuatan

1 Bekerja sama dalam satu komunitas 18,8 5 0,94 x 5 5 3 4 2 3 0 1 4 5 5 2 2 3 3 0 2,94 55,08 56,02 2 Integralitas orientasi 18,8 5 0,94 5 x 4 3 3 4 3 2 4 3 5 5 2 2 3 4 4 3,50 65,63 66,56 3 Manajemen produksi profesional 12,5 4 0,50 5 4 x 4 3 5 4 1 3 2 4 1 0 3 3 4 0 2,88 35,94 36,44 4 Tidak terjadi asimetris informasi investasi 6,25 3 0,19 3 3 4 x 3 5 0 1 0 4 4 0 0 4 0 2 0 2,06 12,89 13,08 5 Tidak terjadi monopoli perdagangan 6,25 3 0,19 4 3 3 3 x 0 4 0 0 4 5 4 3 0 4 4 0 2,56 16,02 16,20

Jumlah 188,30

Kelemahan

6 Moral hazard, petani tidak dapat bekerja dengan baik 12,5 2 0,25 2 4 5 5 0 x 0 0 3 1 4 4 2 0 0 0 0 1,88 23,44 23,69 7 Lemah dalam bargaining position dengan tengkulak 12,5 2 0,25 3 3 4 0 4 0 x 0 0 3 5 3 3 0 5 5 1 2,44 30,47 30,72 8 Akses pemerintah 6,25 3 0,19 0 2 1 1 0 0 0 x 5 5 2 1 5 0 0 3 3 1,75 10,94 11,13 9 Penelitian teknologi 6,25 4 0,25 1 4 3 0 0 3 0 5 x 5 1 3 4 0 0 0 0 1,81 11,33 11,58

Jumlah 77,11

II FAKTOR EKSTERNAL Peluang

10 Kerjasama dengan pihak lain yang terkait 18,2 3 0,55 4 3 2 4 4 1 3 5 5 x 3 4 5 2 3 1 1 3,13 56,81 57,36 11 Tata niaga dapat berkembang menjadi fairness economic 9,09 4 0,36 5 5 4 4 5 4 5 2 1 3 x 5 3 5 5 5 1 3,88 35,22 35,59 12 Sosial, ekonomi dan budaya masyarakat mendukung 9,09 5 0,45 5 5 1 0 4 4 3 1 3 4 5 x 3 0 1 1 1 2,56 23,29 23,75 13 Program pemerintah yang mendukung petani 9,09 3 0,27 2 2 0 0 3 2 3 5 4 5 3 3 x 0 0 3 3 2,38 21,59 21,86

Jumlah 138,55

Ancaman

14 Moral hazard dalam sharing profit 18,2 3 0,55 2 2 3 4 0 0 0 0 0 2 5 0 0 x 0 0 0 1,13 20,45 21,00 15 Terjadi moral hazard pedagang tengkulak 18,2 4 0,73 3 3 3 0 4 0 5 0 0 3 5 1 0 0 x 4 0 1,94 35,22 35,95 16 Terjadi asimetris informasi kondisi pasar 9,09 4 0,36 3 4 4 2 4 0 5 3 0 1 5 1 3 0 4 x 1 2,50 22,73 23,09 17 Kebijakan pemerintah yang tidak mendukung petani jamur 9,09 1 0,09 0 4 0 0 0 0 1 3 0 1 1 1 3 0 0 1 x 0,94 8,522 8,61

Jumlah 88,65