HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK Hubungan Antara Konformitas Dengan Perilaku Menyontek.

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN
PERILAKU MENYONTEK

NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
dalam Memenuhi Derajat Sarjana S-1

Diajukan oleh :

Hery Prasetya
F. 100 070 036

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN
PERILAKU MENYONTEK

NASKAH PUBLIKASI


Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh :

Hery Prasetya
F. 100 070 036

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

ii

4
a

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN


PERIII\KU MENYONTEK

Telah disetuj ui untuk dipertahpnkan

di depan Dewan Penguji

Juli 2013
Pembimbing Skripsi

(Dra. Partini. M.Si)

nt

BUB)prns qP,(rpeluurBr{nlN

trcZ-

B4

'epelurng


"l!t-y-'t77
11

t/

Srlrdurepuad l ln8ue6

'!s'w 'unA[l IntorqBz 'Er(I

),/@t--

l Enrdurcpued rln8ue6

'ls'!\l '!ulfrBd 'urQ

e{uu}11 rftr8ua4

'lere.{s rqnuouoru qEIo} uelele,(u1p uep


EI0Z llnf le8Euel epu6
rlnEue4 u€^\eq uzdep rp ue)u€qeuedlp qeloJ

9t0 0r0 00I 'd

B,Efr?rd@
: qelo uBlnlerp 8ue1

I

XgINOANgIAI

nxv'Irugd

NYI)NSO SYIIWUOdNOX YUYINY NY9NNBNH

:?

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN
PERILAKU MENYONTEK

Hery Prasetya
Partini
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Bonthot.gatiil@gmail.com
ABSTRAK
Perilaku menyontek adalah sebuah fenomena yang sering terjadi dalam dunia
pendidikan, tetapi kurang mendapat perhatian baik dari pendidik maupun
masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek adalah
konformitas. Konformitas adalah perubahan perilaku sebagai usaha untuk
menyesuaikan diri dengan norma kelompok acuan baik ada maupun tidak ada
tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok
terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat
menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada anggota kelompok
tersebut. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
konformitas dengan perilaku menyontek. Hipotesis yang diajukan adalah ada
hubungan negatif antara konformitas dengan perilaku menyontek.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI di SMA Batik 2
Surakarta dengan sampel 6 kelas yaitu kelas IPA 2, IPA 3, IPS 1, IPS 2, IPS 3,
IPS 4, dan IPS 5. Penelitian ini menggunakan cluster random sample. Teknik
analisis data yang digunakana adalah korelasi product moment.

Berdasarkan hasil analisis product moment diperoleh nilai koefisien
korelasi (r) sebesar -0,480 dengan p < 0,01. Artinya ada hubungan negatif yang
sangat signifikan antara konformitas dengan perilaku menyontek. Semakin tinggi
konformitas maka semakin rendah perilaku menyontek, sebaliknya semakin
rendah konformitas maka semakin tinggi perilaku menyontek.
Kata kunci: konformitas, perilaku menyontek

v

PENGANTAR
Perilaku
menyontek
adalah
sebuah fenomena yang sering terjadi
dalam dunia pendidikan, tetapi
kurang mendapat perhatian baik dari
pendidik
maupun
masyarakat.
Kurangnya perhatian mengenai

perilaku menyontek disebabkan oleh
kurangnya kesadaran bahwa masalah
menyontek bukan merupakan sesuatu
yang sifatnya sepele. Dari siswa SD
sampai mahasiswa sudah tidak asing
dengan kata menyontek, bahkan
sebagian telah melakukannya.
Haryono, (2001) berpendapat
bahwa perilaku menyontek adalah
perilaku yang jamak dijumpai dalam
dunia pendidikan. Bower (1961)
mendefinisikan menyontek sebagai
perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang secara ilegal atau tidak sah
atau curang untuk tujuan yang sah
atau terhormat, yang bertujuan
memperoleh suatu keberhasilan atau
menghindari
kegagalan
dalam

menyelesaikan
tugas
akademik
terutama yang berkaitan dengan
evaluasi atau ujian hasil belajar.
Ujian diadakan untuk mengetahui
hasil dari kegiatan belajar mengajar
selama satu semester atau satu tahun
ajaran. Selain itu juga untuk
mengetahui tingkat pemahaman
peserta didik akan materi-materi
yang
telah
diberikan.
Sudah
dimaklumi bahwa orientasi belajar
siswa-siswi di sekolah hanya untuk
mendapatkan nilai tinggi dan lulus
ujian, lebih banyak kemampuan
kognitif dan afektif dan psikomotor,

inilah yang membuat mereka
mengambil jalan pintas, tidak jujur
dalam ujian atau melakukan praktek
menyontek (Irawati, 2008).
Hasil survey penelitian Davis dkk
(1992) mengindikasikan bahwa

sekitar 80% para penyontek biasanya
menyalin dari kertas jawaban teman
terdekat atau menggunakan kertas
contekan.
Perilaku
menyontek
lainnya yang biasa dilakukan selama
ujian, ulangan maupun penyelesaian
tugas akademis adalah menanyakan
jawaban pada teman, mendapatkan
soal atau jawaban dari teman yang
telah mengerjakan ulangan, melihat
catatan, membantu teman menyontek

pada saat ujian, menanyakan rumus
untuk menjawab soal, mencari
kepastian jawaban yang benar dari
teman, menyalin hampir seluruh kata
demi kata dari sumber dan
mengumpulkan tugas sebagai hasil
karya sendiri, melihat rangkuman
materi, membiarkan orang lain
menyalin tugas yang telah dikerjakan
seorang siswa atau mahasiswa,
menanyakan cara menjawab soal,
mengumpulkan tugas yang telah
dikerjakan oleh orang lain dengan
merubah
jenis
hurufnya,
menggunakan kode-kode tertentu
untuk saling menukar jawaban
(Abramovits, 2000).
Fishbein dan Ajzen (1975)

menyatakan perilaku memiliki empat
aspek, yaitu:
a. Perilaku
(behavior ),
yaitu
perilaku spesifik yang nantinya
akan diwujudkan. Pada konteks
menyontek, perilaku spesifik
yang
akan
diwujudkan
merupakan
bentuk-bentuk
perilaku
menyontek
yang
diungkapkan oleh Klausmeier
(1985), yaitu menggunakan
catatan jawaban sewaktu ujian
atau
ulangan,
mencontoh
jawaban siswa lain, memberikan
jawaban yang telah selesai pada
teman, dan mengelak dari
aturan-aturan.

b.

Sasaran (target), yaitu objek
yang menjadi sasaran perilaku.
Objek yang menjadi sasaran dari
perilaku
spesifik
dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu
orang tertentu atau objek
tertentu (particular object),
sekelompok
orang
atau
sekelompok objek (a class of
object), dan orang atau objek
pada umumnya (any object).
Pada konteks menyontek, objek
yang menjadi sasaran perilaku
dapat berupa catatan jawaban,
buku, handphone, kalkulator,
maupun teman.
c. Situasi (situation), yaitu situasi
yang
mendukung
untuk
dilakukannya suatu perilaku
(bagaimana dan dimana perilaku
itu akan diwujudkan). Situasi
dapat pula diartikan sebagai
lokasi
terjadinya
perilaku.
Situasi yang mendorong siswa
untuk
menyontek
menurut
Klausmeier (1985) adalah jika
siswa merasa perilakunya tidak
akan
ketahuan.
Meskipun
ketahuan,
hukuman
yang
diterima tidak akan terlalu berat.
d. Waktu (time), yaitu waktu
terjadinya
perilaku
yang
meliputi waktu tertentu, dalam
satu periode atau tidak terbatas
dalam satu periode, misalnya
waktu yang spesifik (hari
tertentu, tanggal tertentu, jam
tertentu), periode tertentu (bulan
tertentu), dan waktu yang tidak
terbatas (waktu yang akan
datang).
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku menyontek,
salah satunya dijelaskan oleh Smith
(dalam Alhadza, 2004). Faktor
tersebut antara lain:

a.

Karena terpengaruh oleh teman
yang menyontek meskipun pada
awalnya tidak memiliki niatan.
b. Terpaksa membuka buku karena
pertanyaan terlalu membuku
sehingga para siswa dituntut
untuk hafal kata-perkata.
c. Merasa guru kurang adil atau
diskriminatif dalam pemberian
nilai.
d. Adanya
peluang
karena
pengawasan yang kurang ketat.
e. Takut gagal, yang bersangkutan
tak siap menghadapi ujian tetapi
tidak mau gagal.
f. Ingin nilai tinggi tetapi tidak
siap
mengimbangi
dengan
belajar.
g. Tidak percaya diri, sebenarnya
yang bersangkutan sudah belajar
tetapi ada kekawatiran kalau
lupa sehingga membuat catatan
kecil untuk sarana mengingatingat.
h. Terlalu cemas menghadapi
ujian, sehingga hilang ingatan
sama sekali lalu terpaksa buka
buku atau bertanya pada teman
Burt, seperti dikutip oleh
Suryabrata (1995), mengemukakan
bahwa ada tiga faktor yang
berpengaruh pada tingkah laku
manusia, yaitu faktor G (General),
yakni dasar yang dibawa sejak lahir,
faktor S (specific) yang dibentuk
oleh pendidikan dan faktor C
(Common/Group) yang didapatkan
dari pengaruh kelompok. Jika
dihubungkan
dengan
perilaku
menyontek,
maka
menyontek
merupakan pengaruh dari faktor C.
Dengan
demikian,
perilaku
menyontek banyak diakibatkan oleh
pengaruh kelompok dimana individu
tidak akan menyontek pada saat ujian
karena melihat orang lain di

kelompoknya juga tidak melakukan
perilaku menyontek. Tetapi apabila
sebagian
besar
anggota
dari
kelompoknya melakukan perilaku
menyontek, maka perilaku ini besar
kemungkinan untuk muncul.
Dalam kehidupan sosial, pelajar
atau
remaja
banyak
sekali
dipengaruhi oleh teman sebaya.
Biasanya para remaja menghabiskan
waktu dua kali lebih banyak dengan
teman sebayanya daripada dengan
orang tuanya. Oleh karena itu remaja
lebih banyak berada di luar rumah
bersama dengan teman-teman sebaya
(Hurlock, 1980).
Di
dalam
lingkungan
pertemanan, remaja seringkali ingin
mengungguli prestasi-prestasi yang
dicapai temannya yang lain. Remaja
harus pandai dalam memilih teman
dalam kelompoknya, jika teman yang
dipilih dalam kelompoknya adalah
teman yang memiliki prestasi maka
remaja dengan akan sendirinya akan
termotivasi untuk mengungguli
temannya tersebut (Santrock, 1998).
Bila remaja sudah terikat
dalam suatu kelompok pertemanan,
biasanya
remaja
akan
selalu
mengikuti apa yang diinginkan
dalam kelompok tersebut. Remaja
akan mulai terpengaruh dengan
kelompoknya
tersebut.
Suatu
pengaruh sosial dimana individu
mengubah sikap dan tingkah laku
mereka agar sesuai dengan norma
sosial yang dinamakan konformitas
(Gage dan Berliner, 1998).
Konformitas merupakan salah
satu bentuk penyesuaian dengan
melakukan
perubahan-perubahan
perilaku yang disesuaikan dengan
norma
kelompok.
Konformitas
terjadi pada remaja karena pada
perkembangan sosialnya, remaja

melakukan dua macam gerak yaitu
remaja mulai memisahkan diri dari
orangtua dan menuju ke arah temanteman sebaya (Monks dkk, 2004).
Konsep
konformitas
seringkali
digeneralisasikan untuk masa remaja
karena dari banyak penelitian
terungkap, salah satunya adalah
penelitian Surya (1999) bahwa pada
masa remaja konformitas terjadi
dengan frekuensi yang lebih tinggi
dibandingkan
dengan
masa
pertumbuhan lainnya. Hal tersebut
dapat dimengerti mengingat pada
masa remaja proses pemantapan diri
sedang berlangsung sehingga remaja
akan lebih rentan terhadap pengaruh
perubahan dan tekanan yang ada
disekitarnya.
Remaja
juga
mempunyai
keinginan
yang
besar
untuk
meluangkan waktu untuk bersama
dengan kelompoknya, sehingga tidak
jarang menimbulkan aktivitas yang
juga bermanfaat bagi lingkungannya
(Santrock, 1995).
Hurlock (1994) menjelaskan
kebutuhan untuk diterima dalam
kelompok sebaya menyebabkan
remaja melakukan perubahan dalam
sikap dan perilaku sesuai dengan
perilaku anggota kelompok teman
sebaya.
Menurut Baron dan Byrne
(2000), aspek konformitas adalah
sebagai berikut:
a. Perilaku.
Pengaruh
sosial
normatif akan membawa sikapsikap
perilaku
individu
menyesuaikan dengan kelompok
karena adanya pengaruh tersebut.
Pengaruh itu melalui persuasi,
ancaman, pengasingan, hukuman
langsung. Kelompok menekan
anggotanya agar menyesuaikan
diri.

b. Penampilan.
Konformitas
terhadap apa yang berlaku dalam
kelompok khususnya berkenaan
dengan
penampilan.
Sikap
menyesuaikan diri (conform)
dengan teman sebaya selalu
dipertahankan remaja walaupun
hal itu dapat menimbulkan
pertentangan
antara
remaja
dengan
orangtuanya
akibat
perbedaan nilai.
c. Pandangan. Individu akan mulai
mempertanyakan
pandangan
orang tentang dirinya sehingga
dia harus mempunyai ciri khas
tersendiri. Sementara itu remaja
juga mulai mempertanyakan
pandangan orang tentang dirinya,
sehingga
remaja
harus
mempunyai gaya tersendiri yang
dapat diperoleh dari temantemannya.
Sears (1985) menyebutkan ada
empat faktor yang mempengaruhi
konformitas, antara lain:
a. Kekompakan kelompok.
Kekompakan
kelompok
adalah
jumlah
total
kekuatan
yang
menyebabkan orang tertarik pada
suatu kelompok dan yang membuat
mereka
ingin
tetap
menjadi
anggotanya. Kekompakan yang
tinggi menimbulkan konformitas
yang semakin tinggi. Semakin tinggi
perhatian
seseorang
terhadap
kelompoknya, semakin serius tingkat
rasa takutnya terhadap penolakan
dan semakin kecil kemungkinan
untuk
tidak
menyetujui
kelompoknya.
b. Kesepakatan kelompok.
Orang yang dihadapkan pada
keputusan kelompok yang sudah
bulat akan mendapat tekanan yang
kuat
untuk
menyesuaikan
pendapatnya. Namun, bila kelompok

tidak bersatu, akan tampak adanya
penurunan tingkat konformitas.
Moris dan Miller (dalam Sears 1985)
menunjukkan bahwa saat terjadinya
perbedaan
pendapat
bisa
menimbulkan perbedaan. Bila orang
menyatakan pendapat yang berbeda
setelah
mayoritas
menyatakan
pendapatnya, konformitas akan
menurun.
c. Ukuran kelompok.
Serangkaian
eksperimen
menunjukkan bahwa konformitas
akan
meningkat
bila
ukuran
mayoritas yang sependapat juga
meningkat, setidak-tidaknya sampai
tingkat tertentu. Asch (dalam Sears
1985)
dalam
eksperimennya
menemukan bahwa dua orang
menghasilkan tekanan yang lebih
kuat daripada satu orang, tiga orang
memberikan tekanan yang lebih
besar daripada dua orang, dan empat
orang kurang lebih sama dengan tiga
orang.
d. Keterikatan pada penilaian bebas.
Keterikatan sebagai kekuatan
total yang membuat seseorang
mengalami
kesulitan
untuk
melepaskan suatu pendapat. Orang
yang secara terbuka dan sungguhsungguh terikat suatu penilaian bebas
akan lebih enggan menyesuaikan diri
terhadap perilaku kelompok yang
berlawanan.
Berdasarkan
paparan
diatas
penelitian ini bertujuan untuk
mencari
hubungan
antara
konformitas
dengan
perilaku
menyontek.
METODE PENELITIAN
Subjek
Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa siswi kelas XI SMA
Batik 2 Surakarta kelas IPA 2, IPA

3, IPS 1, IPS 2, IPS 3, IPS 4, dan IPS
5 dengan total siswa 245. Total siswa
yang memenuhi syarat untuk
diskoring berjumlah 180 siswa.
Metode Pengumpulan data
Pengambilan
data
pada
penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan dua skala, yaitu skala
konformitas dan skala perilaku
menyontek.
Metode analisis data
Pelaksanaan
analisis
data
dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu
uji asumsi yang meliputi uji
normalitas
dan
uji
linieritas,
kemudian dilakukan uji hipotesis.
Uji asumsi dan uji hipotesis ini
dilakukan dengan bantuan komputer
program SPSS 15.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan
teknik analisis product moment dari
Pearson diperoleh nilai koefisien
korelasi (r) sebesar -0,480 p = 0,000
(p < 0,01), artinya ada hubungan
negatif yang sangat signifikan antara
konformitas
dengan
perilaku
menyontek.
Semakin
tinggi
konformitas maka semakin rendah
perilaku menyontek, sebaliknya
semakin rendah konformitas maka
semakin tinggi perilaku menyontek.
Hasil ini sesuai dengan pendapat
Mujahidah (2009) bahwa salah satu
faktor yang berperan terhadap
perilaku menyontek yaitu pengaruh
dari teman atau konformitas. Bila
dalam suatu kelas terdapat beberapa
anak yang menyontek maka akan
mempengaruhi anak yang lain untuk
menyontek juga. Tetapi karena yang
menyontek hanya beberapa anak saja
dan sebagian besar dari anak di kelas

tidak
melakukannya,
kecil
kemungkinan
bahwa
perilaku
menyontek ini akan menular kepada
teman yang lain. Kesadaran untuk
selalu berperilaku sama dengan
anggota kelompok yang dominan
agar diterima dalam kelompok
membuat siswa patuh dengan aturan
yang ada untuk tidak ikut-ikutan
menyontek.
Berdasarkan
hasil
analisis
diketahui
variabel
konformitas
mempunyai rerata empirik (RE)
sebesar 49,93 dan rerata hipotetik
(RH) sebesar 42,5 yang berarti
konsep diri pada subjek tergolong
tinggi. Kondisi tinggi ini dapat
diinterpretasikan bahwa siswa siswi
kelas XI SMA Batik 2 Surakarta atau
subjek penelitian pada dasarnya
memiliki konformitas yang baik.
Variabel perilaku menyontek
diketahui memiliki rerata empirik
(RE) sebesar 87,19 dan rerata
hipotetik (RH) sebesar 105 yang
berarti perilaku menyontek subjek
tergolong rendah. Kondisi ini dapat
diinterpretasikan bahwa perilaku
menyontek yang rendah dikarenakan
subjek dapat mengontrol perilakunya
untuk tidak menyontek pada saat
ujian maupun mengerjakan tugas
sekolah. Selain itu subjek memiliki
konformitas yang tinggi, sehingga
subyek mengikuti perilaku temantemannya yang positif. Subjek lebih
mampu
mengatasi
perilaku
menyontek karena pada dasarnya
subjek memiliki konformitas yang
tinggi dalam menekan perilaku
menyonteknya.
Berdasarkan kategorisasi skala
konformitas dapat diketahui bahwa
terdapat 0% (0 siswa) yang
konformitasnya sangat rendah yang
artinya tidak ada subjek yang

memiliki konformitas yang tergolong
sangat rendah ; 2,2% (4 siswa) yang
tergolong rendah konformitasnya;
37,2% (67 siswa) yang tergolong
sedang konformitasnya; 41,1% (74
siswa) yang tergolong mempunyai
konformitas yang tinggi; 19,5% (35
siswa) yang tergolong mempunyai
konformitas yang sangat tinggi.
Jumlah dan prosentase terbanyak
menempati kategori tinggi. Subjek
dalam kategori ini dapat dikatakan
mempunyai konformitas yang baik.
Semakin tinggi keinginan individu
untuk diterima secara sosial maka
semakin
tinggi
pula
tingkat
konformitasnya (Hurlock, 1992).
Kategorisasi
skala
perilaku
menyontek dapat diketahui bahwa
terdapat 15,6% (28 siswa) yang
tergolong sangat rendah perilaku
menyonteknya; 43,3% (78 siswa)
yang tergolong rendah perilaku
menyoteknya; 38,9% (70 siswa)
yang tergolong sedang perilaku
menyonteknya; 2,2%(4 siswa) yang
tergolong
tinggi
perilaku
menyonteknya; 0% (0 siswa) yang
tergolong sangat tinggi perilaku
menyonteknya.
Jumlah
dan
prosentase terbanyak menempati
kategori rendah. Subjek dalam
kategori
ini
dapat
dikatakan
mempunyai
tingkat
perilaku
menyontek yang rendah. Subjek
yang memiliki tingkat perilaku
menyontek yang rendah akan
berusaha memperoleh nilai tinggi
dengan cara-cara jujur seperti
membentuk
kelompok
belajar
bersama teman-temannya. Bower
(1961) mendefinisikan menyontek
sebagai perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang secara ilegal atau
tidak sah atau curang untuk tujuan
yang sah atau terhormat, yang

bertujuan
memperoleh
suatu
keberhasilan
atau
menghindari
kegagalan dalam menyelesaikan
tugas akademik terutama yang
berkaitan dengan evaluasi atau ujian
hasil belajar.
Sumbangan efektif (SE) variabel
konformitas
terhadap
perilaku
menyontek sebesar 23% ditunjukkan
oleh koefisien determinan (r²) =
0,230. Berarti masih terdapat 77%
yang
mempengaruhi
perilaku
menyontek
diluar
variabel
konformitas seperti orientasi tujuan,
kurikulum, iklim akademis sekolah,
intelegensi, jenis kelamin, usia,
moralitas, self-esteem dan need for
approval.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa
konformitas
memiliki
pengaruh
terhadap
perilaku
menyontek,
meskipun
perilaku
menyontek tidak hanya dipengaruhi
oleh variabel tersebut. Ada faktorfaktor lain yang mempengaruhi
perilaku menyontek pada siswa
siswi. Sesuai dengan pendapat dari
Mujahidah (2009) bahwa ada empat
faktor yang mempengaruhi perilaku
menyontek,
yaitu
(1)
faktor
situasional: orientasi tujuan, kontrol
atau pengawasan selama ujian,
banyaknya jumlah siswa dalam
kelas, kurikulum, pengaruh teman
sebaya, soal tes yang sulit, kesiapan
mengikuti
ujian,
(2)
faktor
disposisional:
iklim
akademis
sekolah, intelegensi, (3) faktor
personal: kurang percaya diri,
ketakutan
terhadap
kegagalan,
kompetisi dalam memperoleh nilai
dan peringkat akademis, elf-esteem
dan need for approval, (4) faktor
eksternal: jenis kelamin, usia,
peringkat nilai, moralitas. Smith
(dalam Alhadza, 2004) menjelaskan

lebih rinci mengenai faktor-faktor
perilaku menyontek baik saat ujian
maupun dalam mengerjakan tugas
pribadi yaitu (1) karena terpengaruh
oleh teman
yang menyontek
meskipun pada awalnya tidak
memiliki niatan, (2) terpaksa
membuka buku karena pertanyaan
terlalu membuku sehingga para
siswa dituntut untuk hafal kataperkata, (3) merasa guru kurang adil
atau diskriminatif dalam pemberian
nilai, (4) adanya peluang karena
pengawasan yang kurang ketat, (5)
takut gagal, yang bersangkutan tak
siap menghadapi ujian tetapi tidak
mau gagal, (6) ingin nilai tinggi
tetapi tidak siap mengimbangi
dengan belajar, (7) tidak percaya diri,
sebenarnya yang bersangkutan sudah
belajar tetapi ada kekawatiran kalau
lupa sehingga membuat catatan kecil
untuk sarana mengingat-ingat, (8)
terlalu cemas menghadapi ujian,
sehingga hilang ingatan sama sekali
lalu terpaksa buka buku atau
bertanya pada teman.
Dalam hal ini, konformitas
memiliki kontribusi yang negatif
terhadap perilaku menyontek pada
siswa siswi kelas XI di SMA Batik 2
Surakarta yang berarti semakin
tinggi tingkat konformitas subjek
maka semakin rendah perilaku
menyontek,
sebaliknya semakin
rendah konformitas maka semakin
tinggi perilaku menyonteknya. Hal
ini
sesuai
pendapat
yang
dikemukakan oleh Hurlock (1994)
yang menjelaskan bahwa kebutuhan
untuk diterima dalam kelompok
sebaya
menyebabkan
remaja
melakukan perubahan dalam sikap
dan perilaku sesuai dengan perilaku
anggota kelompok teman sebaya.
Sehingga apabila kelompok yang

diikuti siswa tersebut dalam hal ini
adalah teman-teman satu kelasnya
tidak menyontek, maka siswa
tersebut juga tidak akan berperilaku
menyontek.
Hal ini mencerminkan bahwa
konformitas menjadi salah satu cara
untuk dapat menekan perilaku
menyontek pada siswa siswi kelas XI
di SMA Batik 2 Surakarta.
Berdasarkan uraian diatas dapat
diambil
kesimpulan
bahwa
konformitas dapat digunakan sebagai
prediktor perilaku menyontek pada
siswa siswi kelas XI SMA Batik 2
Surakarta. Namun, generalisasi dari
hasil penelitian-penelitian ini terbatas
pada populasi dimana tempat
penelitian
dilakukan.
Sehingga
penerapan pada ruang lingkup yang
lebih luas dengan karakteristik yang
berbeda kiranya perlu dilakukan
penelitian lagi dengan menggunakan
atau menambah variabel-variabel
lain yang belum disertakan dalam
penelitian ini, ataupun dengan
menambah dan memperluas ruang
lingkup penelitian.
Adapun
kelemahan
dalam
penelitian ini adalah hanya melihat
pengaruh konformitas dari beberapa
variabel
yang
mempengaruhi
perilaku menyontek dan generalisasi
dari hasil penelitian hanya terbatas
pada populasi dimana penelitian
dilakukan yaitu siswa siswi kelas XI
SMA Batik 2 Surakarta.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan
pembahasan
yang
telah
diuraikan sebelumnya, dapat diambil
kesimpulan bahwa :
a. Ada hubungan negatif yang
sangat
signifikan
antara
konformitas dengan perilaku

menyontek pada siswa siswi
SMA Batik 2 Surakarta. Artinya,
semakin tinggi konformitas maka
semakin
rendah
perilaku
menyontek pada siswa siswi
SMA
Batik
2
Surakarta,
sebaliknya
semakin
rendah
konformitas, maka semakin
tinggi perilaku menyontek.
b. Tingkat konformitas pada siswa
siswi SMA Batik 2 Surakarta
tergolong tinggi.
c. Tingkat perilaku menyontek pada
siswa siswi SMA Batik 2
Surakarta tergolong rendah.
d. Sumbangan efektif konformitas
terhadap perilaku menyontek
adalah 23%
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan kesimpulan yang diperoleh
selama pelaksanaan penelitian, maka
penulis memberikan saran yang
diharapkan dapat bermanfaat, yaitu:
1. Bagi Kepala sekolah SMA Batik
2 Surakarta diharapkan dapat
mempertahankan
tingkat
konformitas yang tinggi dan
perilaku menyontek yang rendah
pada siswa siswi SMA Batik 2
Surakarta agar dapat lebih
berprestasi melalui cara-cara
yang jujur dan positif dengan
cara meningkatkan aspek-aspek
konformitas seperti perilaku,
penampilan, dan pandangan
sesuai
dengan
konformitas
positif.
2. Bagi Guru SMA Batik 2
Surakarta. Dari hasil penelitian
yang
diperoleh,
diketahui
konformitas memiliki hubungan
negatif yang sangat signifikan
dengan perilaku menyontek.
Guru
diharapkan
mampu

memberikan kegiatan yang dapat
meningkatkan konformitas pada
para siswa sebagai salah satu
cara untuk menekan perilaku
menyontek pada siswa siswi
SMA
Batik
2
Surakarta.
Misalnya
teknik
belajar
menggunakan
pembentukan
kelompok-kelompok
belajar.
Sehingga siswa siswi yang
memiliki konformitas positif
dapat memberi pengaruh untuk
conform kepada siswa siswi yang
lain, karena meskipun mayoritas
siswa memiliki tingkat perilaku
menyontek yang rendah, tetapi
masih banyak siswa yang
memiliki
tingkat
perilaku
menyontek yang sedang.
3. Bagi siswa siswi SMA Batik 2
Surakarta diharapkan untuk dapat
mempertahankan
konformitas
positif yang tinggi dengan cara
meningkatkan
aspek-aspek
konformitas seperti perilaku yang
jujur dalam menghadapi ujian,
penampilan yang sesuai dengan
peraturan sekolah dan membuat
sebuah
mind
set
bahwa
menyontek adalah perbuatan
yang salah. Manfaat yang lebih
besar dari konformitas adalah
mampu untuk menggali potensipotensi siswa yang berkaitan
dengan prestasi akademiknya
sehingga
mampu
menekan
perilaku menyontek.
4. Bagi peneliti selanjutnya dan
pihak-pihak
yang
akan
melakukan
penelitian
yang
serupa dan diharapkan dapat
memberikan informasi sehingga
peneliti
berikutnya
dapat
melakukan penelitian dengan
populasi, pendekatan dan metode
pengumpulan data yang lebih

baik. Penulis menyarankan untuk
mengukur perilaku menyontek
selain dari variabel konformitas,
sehingga dapat mengungkap
lebih baik mengenai perilaku
menyontek.
Penulis
juga
berharap sedikit kelebihan dari
penelitian ini dapat menjadi
manfaat dan masukan bagi
penelitian selanjutnya untuk
menjadi
masukan
dalam
penelitian identifikasi faktor
menyontek.
Serta
banyak
kekurangan yang terdapat pada
penelitian ini dapat dijadikan
pelajaran
sehingga
dapat
dioptimalkan pada penelitian
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abramovitz, M. (2000). "Why
Cheating
is
Wrong?"
Journal Current Health 2,
27 (2).
Alhadza, A. (2012). Masalah
Perilaku
Menyontek
(cheating)
Di
Dunia
Pendidikan.
http://indriasri.blogspot.com
/2007/06/masalahmenyontek-cheating-didunia.html. Diakses pada
tanggal 13 Desember 2012.
Baron, R.A., & Byrne, D. (2005).
Psikologi Sosial edisi 10.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Bowers, William J. (1964). Student
Dishonesty and Its Control
in
College,
Colombia
University Bound. New
York: McMillan

Davis, S.F., Grover, C.A., Becker,
A.H. & McGregor, L.N.
(1992).
"Academic
dishonesty:
Prevalence,
Determinants, Techniques
and
Punishmenta".
Teaching of Psychology, 19
(1), 16-20
Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975).
Belief, attitude, intention,
and
behavior:
An
introduction to theory and
research. Reading, MA:
Addison-Wesley.
Gage, N. L., & Berliner, D. C.
(1998)
Educational
psychology
(6th
ed.).
Boston, MA:
Hougton
Mifflin
Haryono, W., Hardjanta, G., dan
Eriyani, P. (2001). Perilaku
Menyontek Ditinjau dari
Persepsi terhadap Intensitas
Kompetisi Dalam Kelas dan
Kebutuhan
Berprestasi.
Jurnal
Psikodimensia.
Volume 2. No. 1, hal 10-16
September Desember 2001.
Semarang:
Fakultas
Psikologi
Universitas
Katolik Soegijapranata.
Hurlock,

E.B. (1993). Psikologi
Perkembangan Anak Jilid
II.
(terjemahan
:
Meitasaritjandrasa).
Jakarta: Erlangga.

Irawati, I. (2008). Budaya Menyontek
di
Kalangan
Pelajar .
(dalam
http://www.kabarindonesia.
com/, diakses 21 Desember
2012)
Monks, F, J. & Haditono, K, A.M.P.
(2002).
Psikologi
Perkembangan Pengantar
Dalam Berbagai Bagian.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Mujahidah
(2009).
Budaya
Menyontek
di
Dunia
Pendidikan
(dalam
http://syariffathulhamdi.blo
gspot.com/, diakses 13
Desember 2012)
Santrock, J. W. (2009). Psikologi
Pendidikan. Edisi Tiga
Buku 1 (Terjemahan oleh
Diana Angelica). Jakarta:
Salemba Humanika.
Santrock, J.W. (2002). Life Span
Development
Perkembangan Masa Hidup
Jilid 2 Edisi kelima. Jakarta:
Erlangga
Sears, D.O. (1985). Psikologi Sosial
(Terjemahan oleh Michael
Adiyanto
dan
Savitri
Soekrisno).
Jakarta:
Erlangga.
Surya,

A.S. (2001). Perbedaan
Tingkat
Konformitas
Ditinjau dari Gaya Hidup
Pada Remaja. Psikologika:
Jurnal
Pemikiran
dan
Penelitian Psikologi. Nomor
7. Hal 64-72. Yogyakarta:

Fakultas
Psikologi
Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
Suryabrata, S. (1995). Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.