Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk Dalam Larutan Madu Terhadap Pengalihan Kelamin Anak Ikan Gapi (Poecilia reticulatus) - The Effect Of Exposure Time Immersion Pregnant Females Guppies (Poecilia Reticulata) In Honey Solution On Sex Reversal Of Their Off

Jurnal Perikanan dan Kelautan
ISSN : 2088-3137

Vol. 4. No. 3, September 2013 : 117 - 125

PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN INDUK DALAM LARUTAN MADU
TERHADAP PENGALIHAN KELAMIN ANAK IKAN GAPI (Poecilia reticulata)
Habib Khuwailidul Haq*, Ayi Yustiati** dan Titin Herawati**
*) Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad
**) Staf Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu perendaman induk
dengan larutan madu terhadap pengalihan kelamin anak ikan gapi (Poecilia reticulata).
Penelitian ini telah dilaksanakan di Hacthery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor dari bulan September hingga Desember 2012.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental model Rancangan acak lengkap
dalam perlakuan perendaman induk pada larutan madu konsentrasi 50 ml/L lama dengan
perendaman masing - masing 0, 5, 10, 15, 20 jam serta diulang 3 kali. Pengaruh perlakuan
diuji dengan analisis keragaman (Uji F) pada taraf kerpercayaan 95% dan dilanjutkan
dengan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Pengamatan jenis kelamin ikan gapi

dilakukan pada umur ikan 2 bulan sesuai dengan kenampakan ciri seksual primer dan
sekunder yang dapat jelas dibedakan antara jantan dan betina. Persentase kelamin jantan
yang dihasilkan dari tiap perlakuan masing - masing adalah 24,82%, 48,44%, 50,07%,
56,66%, 45,80%, Lama waktu perendaman 15 jam menghasilkan rasio jantan tertinggi yakni
56,66%. Berdasarkan hasil analisis regresi lama waktu perendaman yang optimum adalah
12 jam 45 menit dengan persentase kelamin gapi jantan sebesar 55,68%.
Kata kunci : Ikan gapi, Larutan Madu, Pengalihan Kelamin, Perendaman

ABSTRACT
THE EFFECT OF EXPOSURE TIME IMMERSION PREGNANT
FEMALES GUPPIES (Poecilia reticulata) IN HONEY SOLUTION
ON SEX REVERSAL OF THEIR OFFSPRINGS
This research was carried out to find out the effect of exposure time immersion
pregnant females guppies in honey solution on sex reversal of their offsprings. This research
was conducted at Hacthery Ciparanje, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University
of Padjadjaran Jatinangor from September to December 2012. The research was arranged
based on experimental methods using the Completely Randomized Design. The treatment
given was soaking pregnant females with a solution of honey concentrations 50 ml /L for 0, 5,
10, 15, 20 hours respectively with three replications (Gazperz, 1991). Treatment effect was
analyzed by Analysis of Variance (F test) at level trust 95% and continued by Duncan test at

level trust 95%. Observations of guppy fish sex was done on 2 months of age when
appearance of primary and secondary sexual characteristics males and females could be
shown. Ratio of males for 0, 5, 10, 15, and 20 hours were 24.82%, 48.44%, 50.07%, 56.66%,
45.80%, meaning immersion pregnant females guppies in honey solution at a concentration
of 50 ml /L with a soak time varies was significantly influence the ratio of male their
offsprings. Maximum results was 56.66% at soaking time 15 hours. According to regression
analysis result of soaking time was 12 hours 45 minute with ratio of male guppy was 55,68%.
Keywords : Guppy fish, Honey solution, Immersion, Sex Reversal.

118

Habib Khuwailidul Haq, Ayi Yustiati dan Titin Herawati
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu
penghasil ikan hias terbesar di dunia.
Permintaan akan ikan hias baik di dalam
negeri maupun di dunia terus meningkat.
Total nilai ekspor ikan hias pada tahun
2011 mencapai 16 juta dollar AS, dengan
perkiraan tahun 2012 naik 20%, nilai

ekspor ikan hias dari Indonesia pada
tahun 2012 akan mencapai sekitar 19,2
juta dollar AS (Kompas, 2012). Salah satu
komoditas ikan hias ekspor yang cukup
diminati adalah ikan gapi (Poecilia
reticulata) atau guppy.
Warna tubuh, bentuk sirip ekor dan
pola warna tubuh ikan gapi terkait dengan
jenis kelamin (lwasaki, 1989 dalam Zairin
et al., 2002). Ikan gapi jantan memiliki
morfologi
yang
lebih
menarik
dibandingkan ikan gapi betina, sehingga
ikan gapi jantan lebih diminati masyarakat.
Dalam pemijahan induk gapi, umumnya
dihasilkan
anak
gapi

dengan
perbandingan kelamin jantan dan betina
yang relatif sama yakni 1:1 (Alvarez, 2008
dalam Sarida, 2010) sehingga perlu
adanya
teknologi
yang
dapat
mengarahkan kelamin ikan gapi menjadi
jantan atau yang kini dikenal dengan
teknologi
pengalihan
kelamin
(sex
reversal).
Bahan yang sering digunakan
dalam teknologi pengalihan kelamin
adalah Hormon 17α-metiltestosteron dan
aromatase inhibitor misalnya imidazole.
Hormon

metiltestoteron
merupakan
hormon androgen sintetis. Hormon ini
sudah
banyak
digunakan
untuk
mendapatkan benih ikan monoseks
(tunggal kelamin) jantan seperti pada ikan
nila, ikan cupang, ikan tetra kongo (Zairin,
2002).
Namun,
berdasarkan
surat
keputusan menteri kelautan perikanan
KEP.20/MEN/2003,
hormon
17αmetiltestosteron
termasuk
dalam

klasifikasi obat keras sehingga dapat
mempengaruhi keamanan pangan dan
kelestarian
lingkungan,
sedangkan
imidazole merupakan bahan kimia bukan
hormon yang bersifat nonsteroid dan telah
digunakan untuk terapi penyembuhan dan
pengobatan kanker pada manusia (Higa
dan Alkouri, 1998 dalam Sudrajat et al.,
2007). Imidazole dapat menghambat kerja
aromatase, aromatase merupakan enzim
yang berfungsi sebagai katalis konvensi
testosteron menjadi estradiol (Dean,

2004). Namun imidazole memiliki harga
yang relatif mahal sehingga kurang efisien
dari sisi ekonomi untuk digunakan dalam
teknologi pengalihan kelamin sehingga
perlu dikembangkan penggunaan bahan

yang lebih murah, aman, dan bersifat
alami.
Madu merupakan alternatif yang
aman dan ekonomis, madu mengandung
kalium dan chrysin yang dapat berperan
sebagai aromatase inhibitor. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh
lama waktu perendaman induk dalam
larutan madu terhadap pengalihan kelamin
anak ikan gapi.
Pada penelitian Martati (2006)
perendaman
induk
ikan
gapi
menggunakan larutan madu dengan lama
waktu 10 jam menghasilkan persentase
tertinggi ikan gapi jantan diperoleh pada
perlakuan 60 ml/L adalah 59,5%. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian

Utomo (2008) yang menggunakan dosis
dan lama waktu perendaman yang sama
menghasilkan ikan gapi jantan 56,68%.
Penelitian Sarida (2010) mengenai
perendaman
induk
ikan
gapi
menggunakan larutan madu dengan lama
waktu 15 jam menghasilkan persentase
tertinggi ikan gapi jantan diperoleh pada
perlakuan 50 ml/L adalah 64,07%.
Pada penelitian Zairin et al. (2002)
perendaman
menggunakan hormon
metiltestosteron pada induk ikan gapi
dengan konsentrasi 2 mg/L pada lama
waktu perendaman 0, 6, 12, 24, dan 48
jam, menghasilkan persentase anak ikan
gapi berfenotip jantan berturut-turut

sebesar 42,1%, 51%, 84,6%, 100%, dan
100%. Pada tingkat dosis 2 mg/L hormon
metiltestosteron, kisaran lama waktu
perendaman induk ikan gapi yang
menghasilkan 100% keturunan jantan
adalah antara 24 jam dan 48 jam. Pada
penelitian Deviana (2010) perendaman
induk ikan gapi dengan konsentrasi 50
mg/L pada lama waktu perendaman 0, 8,
16, dan 24 jam dengan larutan imidazole
dapat menghasilkan ikan gapi jantan
tertinggi pada lama perendaman 24 jam
yaitu sebesar 78,63%. Penelitian Zairin
(2002) dan Deviana (2010) menunjukkan
bahwa semakin lama waktu perendaman
maka semakin tinggi persentase kelamin
jantan yang dihasilkan. Namun, menurut
Sarida (2010) penggunaan madu dengan
waktu yang cukup lama pada saat


Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk dalam Larutan Madu
perlakuan dapat berpengaruh terhadap
menurunnya kadar oksigen terlarut (DO)
dan pH. Lama waktu perendaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 0, 5,
10, 15, dan 20 jam mengacu pada
penelitian
sebelumnya
dengan
penggunaan madu yaitu Martati (2006)
yang menggunakan 10 jam dan Sarida
(2010) yang menggunakan 15 jam.
Perendaman induk ikan gapi
menggunakan dosis 50 ml/L dengan lama
waktu perendaman 15 jam yang dilakukan
oleh Sarida (2010) memiliki efektifitas
paling tinggi dalam menghasilkan ikan
gapi berkelamin jantan dibandingkan
penelitian-penelitian yang menggunakan
larutan madu sebelumnya. Dari hasil ini

diduga bahwa waktu perendaman yang
lebih
lama
berpengaruh
terhadap
meningkatnya
persentase
jantan
meskipun dosis yang digunakan Sarida
(2010) lebih rendah dibandingkan dengan
penelitian
Martati
(2006)
yang
menggunakan dosis hingga 75 ml/L
dengan lama waktu perendaman 10 jam
dan Utomo (2008) menggunakan dosis 60
ml/L dengan lama waktu perendaman 10
jam. Perendaman induk menggunakan
larutan madu konsentrasi 50 ml/L dengan
lama waktu perendaman 15 jam
menghasilkan rasio ikan gapi berkelamin
jantan tertinggi.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
Hacthery Ciparanje, Fakultas Perikanan
dan
Ilmu
Kelautan,
Universitas
Padjadjaran.
Pelaksanaan
penelitian
dimulai pada bulan September sampai
Desember 2012.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang dipergunakan dalam
persiapan penelitian, perlakuan dan
pemeliharaan yaitu: Bak semen dengan
ukuran 150 x 60 x 60 cm³, selang dengan
diameter 0,5 cm, toples sebanyak 4 buah,
akuarium berukuran 60 x 30 x 30 cm³,
serokan, labu Erlenmeyer dengan skala
volume 500 ml mengukur volume air,
gelas ukur dengan skala volume 25 ml
untuk
mengukur
volume
madu.
Perlengkapan aerasi untuk mengalirkan
oksigen pada akuarium pemeliharaan.
Heater
sebanyak 15 buah untuk
menstabilkan suhu pada setiap akuarium.

Termometer air raksa dengan skala 0-100
ºC untuk mengukur suhu. DO meter untuk
mengukur kadar oksigen terlarut. pH
meter untuk mengukur derajat keasaman.
Kamera untuk dokumentasi. Bahan yang
dipergunakan dalam persiapan penelitian,
perlakuan dan pemeliharaan ikan gapi
yaitu : Induk ikan gapi betina sebanyak
30 ekor dan induk ikan jantan betina
sebanyak 15 ekor, madu 200 ml, pelet
Manggalindo jenis P0, Cacing sutra,
Amonia test kit.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode
eksperimental, model Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3
ulangan, perlakuan yang digunakan yaitu
perendaman induk gapi bunting dalam
larutan madu konsentrasi 50 ml/L dengan
lama waktu perendaman sebagai berikut :
Kontrol merupakan pemeliharaan induk
gapi yang bunting hingga melahirkan
anak tanpa perendaman dengan larutan
madu. Perlakuan A, yaitu
perlakuan
terhadap induk gapi yang bunting dengan
perendaman larutan madu konsentrasi 50
ml/L selama 5 jam. Perlakuan B, yaitu
perlakuan terhadap induk gapi yang
bunting dengan perendaman larutan madu
konsentrasi 50 ml/L selama 10 jam.
Perlakuan C, yaitu perlakuan terhadap
induk gapi yang bunting dengan
perendaman larutan madu konsentrasi 50
ml/L selama 15 jam. Perlakuan D, yaitu
perlakuan terhadap induk gapi yang
bunting dengan perendaman larutan madu
konsentrasi 50 ml/L selama 20 jam.
Model umum Rancangan acak
lengkap yang digunakan sesuai dengan
Gazperz (1991), model liniernya :
Yij = µ + πi + €ij
Yij = Data hasil pengamatan pada
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum
πi = Pengaruh perlakuan ke-i
€ij = Galat hasil percobaan dari
perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Prosedur Kerja
Induk ikan gapi jantan dan betina
dipelihara dalam media pemeliharaan
terpisah Induk diberikan pakan alami
berupa cacing sutra dan diberikan secara
adlibitum. Penyiponan dilakukan setiap

119

Habib Khuwailidul Haq, Ayi Yustiati dan Titin Herawati

120

pagi dengan pergantian air 20%. Induk
jantan dan betina dikawinkan secara
masal dengan perbandingan jantan dan
betina yaitu 1: 2, jumlah ikan gapi jantan
15 ekor dan betina 30 ekor. Penggunaan
perbandingan jantan dan betina 1 : 2 juga
dilakukan oleh Utomo (2008). Proses
pencampuran induk jantan dan betina
untuk fertilisasi dilakukan selama 4 hari,
dan selanjutnya induk jantan dipisah
(gejala
bunting
ditandai
dengan
pembesaran pada bagian perut dan warna
hitam pada daerah sekitar perut). Pada
penelitian ini didapatkan 27 gapi betina
yang bunting. Akuarium berukuran 60 x 30
x 30 cm³ sebanyak 15 buah untuk
pemeliharaan anak ikan gapi yang lahir
dipersiapkan. Ikan gapi betina yang telah
dikawinkan dan mulai terlihat gejala
bunting diberikan perlakuan dalam toples
berisi satu liter larutan madu dengan dosis
yang sama yaitu 50 ml/L dengan lama
perendaman berbeda yaitu 5 jam, 10 jam,
15 jam, dan 20 jam dan 1 kontrol yaitu
tanpa penambahan madu dalam larutan,
perlakuan mengacu pada penelitian
Sarida (2010), perendaman dilakukan
pada hari ke 10 setelah ikan dipisah dari
jantan. Induk yang sudah diberi perlakuan
dipelihara dalam akuarium (60 x 30 x 30
cm³) sampai melahirkan anak, lalu induk
dipisahkan. Anak ikan yang dilahirkan
diberi pakan pelet, kemudian setelah
bukaan mulutnya cukup besar diberi
pakan cacing sutra.
Anak ikan gapi
kemudian dipelihara selama 2 bulan
dalam akuarium atau sampai ciri primer
dan sekunder jantan atau betina dapat
terlihat dengan jelas.
Pengamatan
- Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup (SR)
di akhir penelitian dihitung dengan rumus
(Effendi, 1979 dalam Larasati, 2010) :
=



��

%

Keterangan :
Nt = Jumlah ikan pada akhir percobaan
(ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal percobaan
(ekor)
Pengamatan Jenis Kelamin
Untuk menentukan kelamin pada
anak
ikan
gapi
dilihat
ciri
sekunder/morfologi dari ikan jantan dan
betina yang dilahirkan induk setelah anak
ikan gapi berumur 2 bulan.
Perbedaan morfologis jantan dan betina
ialah : Tubuh ikan gapi jantan memiliki
ukuran yang lebih kecil dibandingkan ikan
betina. Ukuran ikan gapi betina dapat
mencapai 7 cm, sedangkan jantan
memiliki panjang kurang dari 4 cm (Lingga
dan Susanto, 1987 Sukmara, 2007). Sirip
anal ikan gapi jantan mengalami
modifikasi menjadi gonopodium (Mozart,
1996 dalam Sukmara, 2007). Ekor ikan
gapi jantan lebih lebar dan warna ekornya
lebih cemerlang dibandingkan betina
(Lesmana dan Dermawan, 2001). Ikan
gapi betina dicirikan dengan adanya
daerah gelap di dekat lubang urogenital
Ikan (Iwasaki, 1989 dalam Sukmara,
2007).
Persentase jenis kelamin jantan
dihitung dengan rumus :
=





%

Keterangan :
Ij = Jumlah ikan jantan (ekor)
Is = Jumlah ikan yang diamati (ekor)
Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air
dilakukan selama masa penelitian meliputi
kualitas air di akuarium. Pengukuran
kualitas air meliputi parameter suhu, pH,
DO dan amonia. Pengambilan sampel
dilaksanakan di awal, di tengah, dan di
akhir penelitian. Metode sampling seperti
terlihat pada Tabel 1.

Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk dalam Larutan Madu
Tabel 1. Metode sampling
No

Parameter

Satuan

Alat

Metode

1

Suhu

˚C

Termometer

Potensiometrik

2

pH

-

pH meter

Potensiometrik

3

DO

mg/L

DO meter

Potensiometrik

4

Amonia

mg/L

Amonia tes kit

Potensiometrik

Analisis Data
Data hasil pengamatan jenis
kelamin dan kelangsungan hidup anak
gapi dianalisis dengan menggunakan
analisis ragam (uji F) pada taraf
kepercayaan 95%, setelah diketahui
adanya perbedaan pada perlakuan uji,
selanjutnya dianalisis dengan uji Duncan
pada taraf kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberhasilan Pengalihan Kelamin (Sex
Reversal)
Pengamatan jenis kelamin ikan
gapi dilakukan pada umur ikan 2 bulan,
pada umur ini ikan gapi telah memiliki
kenampakan ciri seksual primer dan
sekunder yang sudah dapat dibedakan
dengan jelas antara jantan dan betina.
lwasaki (1989) dalam Sukmara (2007)
menyatakan bahwa bila ikan gapi tumbuh
normal maka bentuk sirip ekor, wama dan
pola warna tubuhnya akan tampak jelas
setelah ikan berumur 2 bulan.

Gambar 1. Gapi betina (atas) dan Gapi jantan (bawah) setelah 2 bulan.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2012)
Berdasarkan hasil uji F dan
dilanjutkan dengan analisis Duncan (Tabel
5) konsentrasi pemberian madu 50 ml/L
dengan lama perendaman 5, 10, 15, dan

20 jam menghasilkan persentase kelamin
jantan yang berbeda nyata terhadap
kontrol.

Tabel 2. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk dalam Larutan Madu terhadap
Pengalihan Kelamin Anak Ikan Gapi
Perlakuan
Kontrol
5 jam
10 jam
15 jam

Rata – Rata Persentase Jantan (%)
24,82 a
48,44 bc
50,07bc
56,66 c

20 jam

45,80 b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%.

121

Habib Khuwailidul Haq, Ayi Yustiati dan Titin Herawati
persamaan Y= - 0,1828X2 + 4,6602X +
25,98 dengan koefisien determinasi (R2) =
66,64%
yang berarti bahwa lama
perendaman dapat menjelaskan jumlah
persentase jantan sebesar
66,64%.
Persentase gapi jantan terjadi penurunan
pada 20 jam menunjukkan bahwa lama
waktu perendaman bersifat feedback
negatif terhadap pengalihan kelamin.

Lama waktu perendaman optimum
menghasilkan persentase jumlah ikan gapi
jantan adalah 12 jam
45 menit.
Persentase ikan gapi jantan yang didapat
pada lama waktu perendaman 12 jam 45
menit
adalah
sebesar
55,68%.
Peningkatan lama waktu perendaman
induk dalam larutan madu dengan dosis
50 ml/L menghasilkan grafik (Gambar 2)
yang bersifat eksponensial dengan

Pengaruh Lama Waktu Perendaman
Induk terhadap Persentase Jantan Anak Gapi
70,00
jumlah gapi jantan (%)

122

60,00
50,00
40,00
30,00

y = -0,1828x2 + 4,6602x + 25,98
R² = 0,6664

20,00
10,00
0,00
0

5

10

15

20

25

lama waktu perendaman (jam)

.
Gambar 2. Grafik Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk terhadap Persentase Jantan
Anak Ikan Gapi
Hasil
perlakuan
perendaman
dengan menggunakan
larutan madu
terhadap induk yang bunting dengan
konsentrasi 50 ml/L dengan waktu yang
berbeda-beda
menyebabkan
meningkatnya persentase jantan anak
ikan gapi secara signifikan pada semua
perlakuan terhadap
kontrol akibat
terjadinya proses pengalihan kelamin ke
arah jantan. Hal ini dapat terjadi karena
larutan madu memiliki kandungan kalium
dan chrysin yang diberikan pada saat
sebelum masa diferensiasi kelamin. Madu
akan masuk secara difusi ke peredaran
darah dan mencapai organ target (embrio)
(Marti, 2006), semakin lama perendaman
akan semakin banyak larutan madu yang
berdifusi ke dalam tubuh dan mencapai
embrio seperti penelitian yang dilakukan
sebelumnya yakni Zairin (2002) yang
menggunakan
larutan
hormon
metiltestosteron dan Deviana (2010) yang
menggunakan larutan imidazole. Pada
waktu lama perendaman 5 jam dan 10 jam
berbeda
nyata
terhadap
kontrol.
Peningkatan persentase kelamin terus
terjadi hingga lama waktu perendaman 15

jam. Menurut Zairin (2002), ada beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
keberhasilan dalam pengalihan kelamin,
diantaranya dosis yang diberikan, jenis
hormon yang digunakan, serta cara dan
waktu perlakuan, dosis biasanya dikaitkan
dengan lama perlakuan. Biasanya dosis
yang tinggi diberikan dalam waktu singkat
dan
sebaliknya.
Diduga
untuk
mendapatkan hasil yang maksimal pada
waktu perendaman 5 dan 10 jam, maka
perlu menggunakan konsentrasi madu
yang lebih tinggi.
Pada
perendaman
20
jam
persentase kelamin jantan madu pH dan
DO semakin menurun. Pada perendaman
20 jam metabolisme ikan terganggu akibat
pH dan DO yang terus menurun yang juga
mengakibatkan larutan madu tidak
berdifusi melalui tubuh dengan baik,
bahkan nilai pH mempengaruhi kadar CO2
dalam perairan, semakin tinggi nilai pH
semakin rendah kadar CO2 bebas dan
sebaliknya (Sarida, 2010). Penurunan
kadar DO terjadi karena air madu yang
disebabkan oleh aktivitas jamur atau
khamir yang terdapat di dalam madu

Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk dalam Larutan Madu
(Almayanthy, 1998 dalam Sarida, 2010).
Semakin rendah kadar airnya, maka
peluang fermentasi pada madu semakin
kecil dan lambat, hal ini diakibatkan
adanya kandungan dalam madu yang
menghambat
pertumbuhan
jamur.
Menurut Gencay et al. (2008) dalam
Sarida
(2010),
madu
merupakan
bactericidal, bacteriostatic, antifungal,
antiviral,
scolicidal,
antioxidant,
antitumoral, dan
antiinflammatory.
Semakin lama, nilai DO akan semakin
rendah dan larutan madu yang masuk
melalui tubuh merupakan larutan yang
sudah mulai mengalami proses fementasi.
DO (Dissolved Oxygen) dan pH
yang terendah didapat pada perlakuan 20
jam. Pada perlakuan 20 jam kadar DO
hingga 1,98 mg/L. Pescod et al. (1973)
dalam Sukmara (2007) menyatakan
bahwa kandungan O2 terlarut yang baik
untuk kehidupan ikan harus lebih dari 2
ppm. Jika kurang dari 2 ppm harus tidak
terjadi lebih dari 8 jam dalam waktu 24
jam, hal ini mengharuskan induk gapi
melakukan osmoregulasi dengan cara
mengeluarkan lendir untuk melapisi
tubuhnya
mengakibatkan
respirasi
terngganggu, selain itu pH yang mencapai

4,18 pada lama waktu perendaman 20 jam
juga menjadi salah satu penyebab
terjadinya penurunan persentase kelamin
jantan, sedangkan pH lethal bagi ikan
adalah kurang dari 3 dan lebih besar atau
sama dengan 11 (Chervensky, 1982
dalam Sukmara, 2007).
Derajat Kelangsungan Hidup (SR)
Penghitungan
derajat
kelangsungan hidup anak ikan gapi
dilaksanakan di akhir pemeliharaan ikan
gapi bersamaan dengan pengamatan jenis
kelamin. Derajat kelangsungan hidup gapi
saat pemeliharaan pada kontrol adalah
100%. Tidak terjadi kematian pada saat
baru dilahirkan hingga di akhir penelitian.
Derajat kelangsungan hidup gapi pada
pemeliharaan dengan perendaman induk
selama 5 jam adalah 98,72%, terjadi
kematian 1 ekor
ikan pada saat
pemeliharaan, dengan perendaman induk
selama 10 jam terjadi 2 kematian ekor
ikan, derajat kelangsungan hidupnya
sebesar 97,22%. Pada perlakuan 15 jam
dan 20 jam derajat kelangsungan hidup
gapi adalah 100%. Derajat kelangsungan
hidup ikan gapi pada saat pemeliharaan
dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Derajat Kelangsungan Hidup Anak Ikan Gapi Selama Pemeliharaan
Rata – Rata ( % )
Perlakuan
Kelangsungan Hidup
Anak Ikan Gapi
Kontrol

100

5 jam

98,72

10 jam

97,22

15 jam

100

20 jam

100

Keterangan : Berdasarkan uji F perendaman pada taraf kepercayaan 95% induk pada
konsentrasi madu 50 ml/L dengan lama waktu 5, 10, 15, 20 jam tidak
berpengaruh terhadap kelangsungan anak ikan gapi
Data, grafik, dan uji F (Lampiran 6)
menunjukkan bahwa kelangsungan hidup
anak gapi melalui perendaman induk
dengan larutan madu pada konsentrasi
50 ml/L dengan lama waktu perendaman
5, 10, 15 dan 20 jam tidak berbeda nyata.
Perlakuan pada induk bunting dengan
menggunakan
larutan
madu
tidak
berpengaruh
terhadap
derajat
kelangsungan hidup anak gapi.

Pengamatan Parameter Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan
pada saat awal sebelum perlakuan, pada
saat perlakuan, dan setelah perlakuan
atau pada akuarium pemeliharaan.
Pengamatan
kualitas
air
meliputi
pengukuran pH, DO, suhu dan TAN (Total
Ammonia Nitrate). Data kualitas air dapat
dilihat pada Tabel 4.

123

Habib Khuwailidul Haq, Ayi Yustiati dan Titin Herawati

124

Tabel 4. Data Kualitas Air
Waktu Pengukuran

Parameter Kualitas Air
DO (mg/l)
Suhu (C)
7,36
27,5
7,35
27,8

Sebelum perlakuan
kontrol

pH
7,46
7,29

5 jam

6,05

5,34

27,1

0,08

10 jam
15 jam
20 jam
Saat pemeliharaan

5,38
5,03
4,18
7,27
3-11*

4,38
2,38
1,98
7,13

26,5
27,5
26,7
28

>1**

25,6 -33,4 ***

0,1
0,2
0,3
0,05
< 1****

Saat
perlakuan

Standar

TAN (mg/l)
0,01
0,01

Ket : *(Chervinsky, 1982 dalam Sukmara, 2007)
**( Boyd, 1990 dalam Utomo, 2008)
***(Nair, 1983 dalam Sukmara, 2007)
****(Wardoyo, 1975 dalam Zakaria, 2003)
KESIMPULAN
Lama waktu perendaman yang
menghasilkan persentase jantan tertinggi
pada lama waktu perendaman 15 jam
yakni sebesar 56,66%.
Lama waktu
perendaman optimum adalah 12 jam 45
menit dengan menghasilkan persentase
kelamin jantan sebesar 55,68%.
DAFTAR PUSTAKA
Dean, W. 2004. Chrysin: Is It AN Efective
Aromatase
Inhibitor?
Vitamin
Research News. Vol. 18, Number
4.
http://www.vrp.com/arty/1208.asp.h
tm. (Diakses 5 Maret 2012).
Deviana, I. 2010. Pengaruh Lama
Perendaman Induk di dalam
Aromatase
Inhibitor
terhadap
Proporsi Kelamin Anak Ikan Gapi
(Poecilia
reticulata,
Peters).
Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor. 21 hlm.
Djaelani, F. 2006. Pengaruh Madu
terhadap Pengarahan Kelamin
Jantan pada Ikan Gapi (Poecilia
reticulata, Peters) dengan Metode
Perendaman
Larva.
Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor.
31 hlm.

Djumena, E. 2012. Pasar Ikan Hias ke
Timur
Tengah
Meningkat.
http://tekno.kompas.com/read/2012
/01/27/11065179/Pasar.Ikan.Hias.k
e.Timur.Tengah.Meningkat.
(Diakses 5 Maret 2012).
Martati, E. 2006. Efektivitas Madu
terhadap Nisbah Kelamin Ikan
Gapi (Poecilia reticulata, Peters).
Jurnal Skripsi. Fakultas Perikanan
dan
Ilmu
Kelautan
Institut
Pertanian Bogor. 6 hlm.
Sarida,

M. 2010. Penggunaan Madu
dalam Produksi Ikan Guppy
Jantan. Jurnal Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. 6 hlm.

Sukmara. 2007. Sex Reversal pada Ikan
Gapi (Poecilia Reticulata, Peters)
secara Perendaman Larva dalam
Larutan Madu 5 ml/L. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
38 hlm.
Syaifuddin,
A.
2004.
Pengaruh
Pemberian Suplemen Madu pada
Nila GIFT terhadap Rasio Jenis
Kelaminnya.
Skripsi. Fakultas
Perikanan, Universitas Brawijaya,
Malang. 38 hlm.

Pengaruh Lama Waktu Perendaman Induk dalam Larutan Madu
Utomo, B. 2008. Efektivitas Penggunaan
Aromatase Inhibitor dan Madu
terhadap Nisbah Kelamin Ikan
Gapi (Poecilia reticulata, Peters).
Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 48 hlm.
Jufrie, F. M. 2006. Efektivitas Aromatase
Inhibitor pada Perendaman Embrio
terhadap Sex reversal Ikan Lele
Sangkuriang Clarias sp. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
28 hlm.
Zairin, M. Jr. 2002. Sex reversal :
Memproduksi Benih Ikan Jantan
atau Betina. Penebar Swadaya,
Jakarta. 95 hlm.
Zairin, M. Jr., O. Carman, A. Laining, dan
E. Nurdiana. 2002. The Effects of
Different Exposure Time of 17αMethyltestosteron on Sex Ratio Of
Congo
Tetra
(
Micralestes
interruptus ). Jurnal Ilmu-ilmu
Perairan
dan
Perikanan
Indonesia.9:59-65.
Zakaria, M. W. 2003. Pengaruh Suhu
Media yang Berbeda Terhadap
Kelangsungan Hidup dan Laju
Pertumbuhan Benih Ikan Nilem,
Osteochylus
Hasselti,
Hingga
Umur 35 hari. Jurnal Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
9 hlm.

125