Studi Deskriptif Mengenai Brand Image Chatime pada Remaja Usia 15-18 Tahun di Mall 'X' Kota Bandung.

(1)

Universitas Kristen Marantha Usia 15-18 Tahun di Mall ‘X’ Kota Bandung.”

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran mengenai brand image pada remaja usia 15-18 tahun di Mall “X” kota Bandung. Penelitian ini menggunakan teknik sampling accidental dengan sampel berjumlah 100 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif.

Brand image disebutkan Philip Kotler (2000:180), “The set of beliefs held about a particular brand is known as the brand image” (kumpulan keyakinan atas suatu merek yang membentuk brand image). Alat ukur yang digunakan merupakan kuesioner brand image yang dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan teori Brand Image dari Philip Kotler yang menjelaskan 4 atribut utama yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), promotion (promosi). Data yang diperoleh diolah menggunakan metode statistik deskriptif dengan tabulasi silang dan distribusi frekuensi.

Berdasarkan uji validitas terdapat 28 item yang digunakan dengan nilai validitas berkisar antara 0.30 – 0.75 , sedangkan reliabilitas yang diperoleh adalah 0.99. Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka didapatkan hasil 61% remaja usia 15-18 tahun di Mall “X” kota Bandung menunjukkan brand image positif, sedangkan 39% remaja usia 15-18 tahun lainnya menunjukkan brand image negatif.

Kesimpulan yang diperoleh adalah brand image yang dimiliki oleh remaja usia 15-18 tahun cukup positf. Selain itu, atribut-atribut brand image (produk, harga, tenpat, dan promosi) dapat dikatakan positif karena di atas 50% sehingga merefleksikan brand image yang positif pula. Peneliti mengajukan saran agar dilakukan penelitian mengenai brand image terhadap loyalitas konsumen atau melakukan penelitian terhadap tingkatan umur yang berbeda.


(2)

Universitas Kristen Marantha

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 12


(3)

Universitas Kristen Marantha

2.1.2 Tingkat Pengertian Merek ... 22

2.1.3 Strategi Merek ... 23

2.1.4 Manfaat Merek ... 24

2.1.5 Brand Image ... 26

2.1.6 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Brand Image ... 27

2.2 Marketing Mix ... 29

2.2.1 Definisi Marketing Mix ... 29

2.2.2 Lingkungan Marketing ... 30

2.1 Persepsi ... 31

2.1.1 Definisi Persepsi ... 31

2.1.2 Proses Terbentuknya Persepsi ... 32

2.1.3 Dinamika Persepsi ... 33

2.4 Remaja ... 34

2.4.1 Definisi Remaja ... 34

2.4.2 Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 35

2.4.3 Perkembangan Kognitif Masa Remaja ... 38

2.4.4 Perkembangan Sosial Remaja ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 40


(4)

Universitas Kristen Marantha

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 40

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40

3.3.1 Variabel Penelitian ... 40

3.3.2 Definisi Operasional ... 41

3.4 Alat Ukur ... 41

3.4.1 Alat Ukur Brand Image ... 43

3.4.2 Data Demografik dan Data Penunjang ... 44

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 46

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 46

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 48

3.5 Populasi Sasaran ... 49

3.5.1 Karakteristik Populasi ... 49

3.5.2 Teknik Sampling ... 49

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Respoden ... 51

4.1.1 Jenis Kelamin ... 51

4.1.2 Pendidikan ... 52

4.2 Hasil Penelitian ... 52

4.2.1 Distribusi Frekuensi Kategori Brand Image terhadap Produk Chatime... 52 4.2.2 Distribusi Frekuensi Kategori Atribut Brand Image


(5)

Universitas Kristen Marantha

4.3 Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 62

5.2 Saran ... 62

5.2.1 Saran Teoritis ... 62

5.2.2 Saran Praktis ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... xiv

DAFTAR RUJUKAN ... xv LAMPIRAN


(6)

Universitas Kristen Marantha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir ... 21 Bagan 3.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 40


(7)

Universitas Kristen Marantha

Tabel 3.2 Sistem Skoring ... 44

Tabel 3.3 Data Demografik dan Data Penunjang ... 45

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 52

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Brand Image terhadap Produk Chatime ... 52

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kategori Atribut Brand Imgae terhadap Produk Chatime... 53

Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Atribut Brand Image dengan Faktor Pengalaman ... 54

Tabel 4.6 Tabulasi Silang antara Atribut Brand Image dengan Faktor Pengaruh Sosial ... 54

Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Atribut Brand Image dengan Faktor Pemasaran ... 55


(8)

Universitas Kristen Marantha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Persetujuan

Lampiran 1.2 Data Pribadi dan Data Penunjang Lampiran 1.3 Kuesioner Brand Image

Lampiran 1.4 Hasil Penelitian Lampiran 1.5 Tabulasi Silang


(9)

Universitas Kristen Marantha

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bandung merupakan kota wisata tujuan kuliner saat ini. Bandung memiliki banyak variasi makanan dan minuman. Produk minuman saja ada beragam jenis merek terkenal di Bandung, misalnya I-cup, Fruity, Teh Tong Tji, Teh Poci, Starbucks, serta Chatime. Persaingan memperebutkan pembeli begitu ketat sehingga menuntut setiap pelaku usaha harus bekerja lebih keras lagi untuk turut serta dalam persaingan tersebut. Tantangan yang dihadapi oleh masing-masing pelaku usaha adalah selalu memberikan yang terbaik untuk merebut dan mempertahankan mangsa pasar. Maka dari itu, setiap pelaku usaha harus dapat menyusun dan mendesain suatu strategi yang nantinya mampu mendukung usahanya.

Kuliner yang berbentuk minuman bermunculan seperti Starbucks, Seven Eleven, Sour Sally, dan menjadi icon gaul bagi masyarakat kota besar. Namun trend minuman yang terkenal saat ini adalah minuman dengan berbahan dasar teh. Minuman berupa soft drink yang dulu disukai banyak orang di kota-kota besar kini mulai digantikan dengan minuman sehat, yakni teh, pertimbangannya karena minuman bersoda memiliki beberapa dampak buruk bagi tubuh. Sedangkan manfaat dasar teh adalah mampu menurunkan berat badan dan meningkatkan memori juga kemampuan bekerja. Dewasa ini banyak kita jumpai gerai-gerai yang menjual minuman berbahan dasar teh di mall-mall dan tidak sedikit pula cafe-cafe


(10)

2

Universitas Kristen Maranatha bermunculan hanya untuk sekedar tea time. Berdasarkan observasi peneliti,

penggemar minuman teh ini sebagian besar adalah remaja. Tidak sedikit dari mereka datang mengunjungi mall dan cafe-cafe hanya untuk membeli minuman dengan berbahan dasar teh, bahkan dipenghujung minggu, mereka berbondong-bondong datang bersama teman-teman atau keluarga untuk membeli minuman tersebut.

Salah satu gerai minuman berbahan dasar teh yang disukai oleh masyarakat khususnya remaja adalah Chatime. Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyaknya orang yang rela mengantri hanya untuk membeli minuman berbahan dasar teh dan sebagian besar peminatnya adalah remaja. Seperti disebutkan salah satu konsumen Chatime dalam artikelnya yang ditulis di http://www.perutgendut.com/, menjabarkan tentang kondisi gerai Chatime yang dipenuhi dengan antrian panjang.

Saat ini di Indonesia, Chatime sudah banyak dibuka, yaitu di Jakarta, Bandung Semarang, Tasikmalaya, Bali. Di Bandung sendiri, Chatime sudah memiliki lima counter yang bertempat di Istana Plaza, Cihampelas Walk, Festival City Link, Miko Mall, dan Yogya Kepatihan. Kelima counter tersebut sama-sama menarik minat pembeli dari berbagai kalangan terutama remaja. Mall ‘X’ adalah salah satu mall yang dekat dengan beberapa sekolah dan bertempat di pusat kota, sehingga banyak anak-anak juga remaja yang sering berkunjung ke mall tersebut untuk membeli Chatime.

Chatime adalah minuman berbahan dasar teh yang berasal dari Taiwan. Pada tahun 2003, La Kaffa Multi-Branded and Multi-Unit Beverage Service


(11)

Universitas Kristen Maranatha Company memanfaatkan salah satu tradisi minum teh ini dengan membuka

beberapa gerai minuman yang salah satunya adalah Chatime. Visi dari Chatime adalah menjadi frenchise yang paling diminati dengan servis yang cepat dan hand-made desserts, sedangkan misinya adalah membangun kerajaan minuman dan membawa kebahagiaan untuk semua orang (www.iChatime.com). Konsep dari Chatime adalah good tea good time dimana minuman disesuaikan dengan cita rasa yang digemari mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Chatime memiliki kualitas yang diakui di pasar internasional sehingga menarik perhatian dari masyarakat Indonesia. Variasi menu minuman serta topping yang banyak juga menjadi salah satu daya tarik dari para konsumen. Selain itu, Chatime juga memberikan layanan kebebasan memilih jenis teh, topping, jumlah gula, jumlah es batu, serta ukuran cup yang ingin disajikan dalam minumannya. Hal-hal tersebut membuat Chatime diminati para penggemar minuman saat ini, termasuk juga pelayanan, lokasi dan kenyamanan gerai, menjadi penarik minat mengkonsumsi Chatime.

Berdasarkan wawancara dengan Supervisor Chatime, target pasar dari Chatime ini adalah orang-orang menengah ke atas termasuk juga remaja. Remaja menjadi salah satu target pasar karena remaja pasti akan menyukai variasi minuman yang ditawarkan oleh Chatime. Minuman yang digemari dan menjadi best seller dari Chatime sendiri adalah Pearl Milk Tea. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh pula jumlah omset yang didapat oleh Chatime Mall “X”. Omset yang didapat per-minggunya kurang lebih Rp. 6.000.000,00-7.000.000,00 untuk weekday dan Rp. 12.000.000,00-13.000.000,00 untuk weekend, sedangkan


(12)

4

Universitas Kristen Maranatha target perbulannya Chatime menargetkan menjual sebanyak 1.000-2.000 cup

untuk ukuran regular dan large.

Oleh karena produk Chatime yang populer di kalangan remaja kota besar, maka faktor brand image remaja terhadap Chatime menjadi perhatian utama dalam penelitian ini. Brand memiliki peran penting untuk sebuah produk sekaligus perusahaan yang sedang berkembang maupun yang baru membuka pasar. Jika pihak perusahaan tidak pintar mengembangkan dan menjaga brand image mereka maka akan meninggalkan pasar bisnis dan brand hilang begitu saja dari pasar bisnis ini. Dengan terbentuknya brand image dapat membantu konsumen membeli produk. Brand image juga berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, yang diyakini tidak saja dapat memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dan terjamin. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti brand image Chatime adalah karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana brand image Chatime menjadi faktor penarik minat konsumen Chatime untuk membeli produk.

Image remaja mengenai Chatime dapat berbeda-beda, karena menyangkut latar belakang, pengalaman, dan faktor lingkungan. Remaja yang berasal dari latar belakang yang berbeda, ada yang berasal dari keluarga yang tingkat ekonominya tinggi, menengah, ataupun rendah, kehidupan sehari-harinya juga dapat berbeda, dimana ia sering atau tidak jajan diluar. Pengalaman remaja juga berbeda, apabila ia pernah membeli Chatime dan ia menyukainya maka akan mempengaruhinya ketika akan membeli lagi. Remaja juga berada di lingkungan sosial bersama temannya.


(13)

Universitas Kristen Maranatha Pengaruh lingkungan sosial sangat kuat pada remaja yang dalam hal ini

adalah teman, ataupun keluarga sehingga seorang remaja cenderung mengikuti lingkungan sosialnya dalam bertingkah laku. Sarwono menyebutkan bahwa perilaku membeli pada individu kadang berkaitan dengan karakteristik psikologis tertentu yang dimiliki oleh individu, yaitu tingkat konformitas terhadap teman sebaya. Pengaruh teman ini dapat dilihat pada perilaku, minat dan pembicaraan. Individu yang tidak mampu melawan tekanan dari teman-temannya untuk menerima norma yang berlaku di kelompok atau untuk menggunakan atribut tertentu cenderung akan mengikuti ataupun dengan terpaksa mengikuti ataupun dengan terpaksa mengikuti gaya hidup kelompoknya dan mengkonsumsi segala produk yang dibeli oleh kelompoknya.

Setiap perusahaan akan berusaha menyusun suatu strategi pemasaran yang dapat menjangkau pasar sasarannya dengan seefektif mungkin. Salah satu strategi pemasaran yang dapat dilakukan oleh perusahaan, adalah dengan menciptakan brand. Brand suatu produk menjadi salah satu perhatian dan pertimbangan konsumen dalam menentukan produk mana yang akan dibelinya. Pilihan konsumen pada suatu brand produk tergantung pada image yang melekat pada produk tersebut. Perusahaan harus mampu memberikan yang terbaik yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Untuk itu, perusahaan dihadapkan pada bagaimana membangun brand image.

Brand image adalah kumpulan keyakinan atas suatu merek (Kotler 2000;180). Konsumen memandang brand image sebagai bagian yang terpenting dari suatu produk, karena brand image mencerminkan tentang produk. Dengan


(14)

6

Universitas Kristen Maranatha kata lain, brand image merupakan salah satu unsur penting yang dapat mendorong

konsumen untuk membeli produk. Semakin positif brand image yang melekat pada produk, maka konsumen akan semakin tertarik untuk membeli produk tersebut, sebaliknya semakin negatif brand image yang melekat pada produk, maka konsumen semakin tidak tertarik untuk membeli produk tersebut.

Pentingnya brand image bukan lagi sekedar nama atau pembeda dengan produk-produk pesaing dalam pikiran konsumen, tetapi sudah menjadi salah satu faktor penting dalam keunggulan bersaing. Brand Image menjadi lebih dipertimbangkan oleh perusahaan dewasa ini, terutama pada kondisi persaingan merek yang semakin tajam. Perusahaan semakin menyadari arti penting brand image bagi suksesnya sebuah produk. Oleh karenanya, perusahaan akan berusaha membangun dan mempertahankan brand image agar dapat dikenal dan diakui keberadaannya oleh konsumen, termasuk juga remaja. Remaja merupakan konsumen terbanyak dalam mengkomsumsi minuman teh, hal ini akan menimbulkan persaingan yang ketat. Persaingan yang ketat mengakibatkan banyak brand image yang mulai tidak dikenal atau diingat konsumen. Hal ini disebabkan konsumen mulai berpindah ke produk lain yang lebih baik dimata konsumen. Brand image memegang peranan penting dalam suatu perusahaan.

Menurut Philip Kotler (1996:116-117), ada empat atribut yang menjadi dasar sikap konsumen terhadap suatu produk yang meliputi keseluruhan penawaran produsen kepada konsumen, yaitu produk, harga, promosi, dan tempat. Produk yaitu penawaran yang nyata kepada konsumen. Terdiri dari mutu produk dan ciri produk. Harga ialah jumlah uang yang harus dibayarkan konsumen untuk


(15)

Universitas Kristen Maranatha memperoleh produk. Meliputi mutu harga dan situasi ekonomi. Promosi

merupakan berbagai aktifitas yang dilakukan produsen untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya. Tempat terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk menyalurkan produk ke pasar.

Promosi produk Chatime dilakukan dengan memasang banner di depan counter-nya, membagikan brosur, dan jika pembeli membeli produk Chatime, akan mendapatkan satu buah stample untuk satu cup minuman yang dipesan pada kartu yang diberikan oleh karyawan Chatime. Jika stample pada kartu tersebut sudah berjumlah 10 buah, maka pembeli mendapatkan 1 cup minuman Chatime apa saja dengan gratis, juga adanya speciality card dengan memasukkan point pada kartu yang dimiliki konsumen. Selain itu juga Chatime melakukan promosi ke beberapa sekolah juga universitas dengan membuka stand saat diadakannya bazar. Hal ini dilakukan untuk mempromosikan minuman dengan merek Chatime juga untuk menarik perhatian konsumen.

Harga produk Chatime sendiri berkisar Rp. 18.000 – Rp. 25.000. Untuk ukuran regular, minuman Chatime ini memiliki harga Rp. 18.000 – Rp. 19.000, sedangkan untuk ukuran large, minuman ini memiliki harga Rp. 20.000 – Rp. 21.000. Jika pembeli ingin memakai topping, dikenakan biaya Rp. 3.000 untuk satu pilihan topping-nya.

Produk Chatime sangat bervariasi mulai dari mellow milk tea, smoothie series, oriental pop tea, coffee, Chatime spesial mix, energetic healthy juice, QQ jelly, fresh tea, juga mousse. Place atau tempat Chatime terletak di lokasi yang


(16)

8

Universitas Kristen Maranatha mudah dijangkau, tersedia di beberapa lokasi, gerai Chatime berada di lokasi yang

strategis, desain gerainya berwarna atraktif, penataan yang rapi, serta tempat duduk yang leluasa dan nyaman.

Setiap perusahaan mengharapkan produk atau jasa yang diproduksi memiliki brand image yang positif yang akan memungkinkan konsumen untuk bersikap loyal terhadap produk tersebut. Brand image yang baik menjadi dasar untuk membangun citra perusahaan yang positif. Selain itu, brand image yang positif memberikan manfaat pada perusahaan untuk mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan image positif yang telah terbentuk terhadap merek produk. Demikian juga dengan Chatime. Konsumen yang mempersepsikan produk Chatime memiliki brand image positif menjadi kekuatan image di mata konsumen.

Brand image yang terbentuk pada setiap remaja berbeda-beda, dapat positif maupun negatif. Brand image yang positif berkaitan dengan loyalitas konsumen, kepercayaan konsumen yang baik mengenai merek tersebut dan tingkat ketersediaan konsumen untuk menggunakan merek tersebut. Brand image membuat konsumen untuk lebih berkecenderungan memilih merek yang sama dimasa mendatang dan menolak penawaran merek lainnya (Schiffman&Kanuk, 1997).

Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang siswa yang dimintai pendapat tentang merek minuman Chatime, didapatkan hasil bahwa sebanyak 5 orang remaja (50%) menyukai minuman Chatime karena harganya terjangkau, tempatnya pun merupakan tempat yang sering dikunjungi, dan juga produknya


(17)

Universitas Kristen Maranatha memiliki rasa yang enak dan topping yang bervariasi. Menurut 5 orang remaja ini,

promosi Chatime memang hanya menggunakan banner juga speciality card, tetapi dapat membuat mereka kembali untuk membeli. Menurut 3 orang remaja (30%) merasa minuman Chatime sama saja dengan minuman lainnya seperti I-cup dan Quickly, hanya saja toping Chatime lebih bervariasi. Harga minumannya cukup terjangkau, tempatnya cukup sering mereka kunjungi, dan produk minumannya tidak menarik, hanya toppingnya saja yang menarik, dan untuk promosinya 3 orang remaja ini mengaku promosi Chatime tidak menarik. Sebanyak 2 orang remaja (20%) mengatakan biasa saja terhadap minuman Chatime. Menurut 2 orang remaja ini harga minuman Chatime sama saja seperti minuman seperti I-Cup dan Quickly yang menurut mereka cukup mahal. Untuk tempat, 10 orang remaja ini mengaku cukup strategis karena bertempat di mall, sedangkan untuk produk, 10 orang remaja mengaku tidak memfavourite-kannya, dan menurut 10 orang remaja promosi Chatime sama saja seperti promosi pada minuman yang sudah disebutkan.

Data survei awal di atas menunjukkan adanya variasi image Chatime dalam hal produk, harga, promosi, dan tempat. Remaja yang mempersepsikan produk, harga, promosi, dan tempat Chatime bersifat positif akan memiliki brand image positif terhadap Chatime. Sedangkan remaja yang mempersepsikan produk, harga, promosi, dan tempat Chatime bersifat negatif akan memiliki brand image negatif terhadap Chatime.

Remaja yang mempersepsi Chatime positif, menganggap Chatime sebagai produk yang memiliki logo yang mudah diingat, jenis minuman yang


(18)

10

Universitas Kristen Maranatha variatif, rasa yang enak, minuman yang berkualitas (product), murah atau

terjangkau (price), iklan yang menarik, promo yang variatif (promotion), dan lokasi gerainya mudah dicapai (place), maka dapat dikatakan persepsi yang dimiliki remaja tersebut adalah positif. Sedangkan, bila remaja tersebut mempersepsikan Chatime sebagai produk yang memiliki logo yang sulit diingat, jenis minumannya monoton, rasanya kurang enak, minuman yang kurang berkualitas (product), harganya mahal (price), iklan kurang menarik, promo yang minim (promotion), dan lokasi gerainya sulit dicapai (place), maka dapat dikatakan persepsi yang dimiliki remaja tersebut adalah negatif.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai brand image Chatime dilihat dari pada remaja usia 15-18 tahun di Mall ‘X’ kota Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana brand image Chatime pada remaja usia 15-18 tahun di Mall ‘X’ kota Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penilitian ini memiliki maksud untuk memperoleh gambaran mengenai brand image Chatime pada remaja usia 15-18 tahun di Mall ‘X’ kota Bandung.


(19)

Universitas Kristen Maranatha

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai derajat brand image Chatime pada remaja usia 15-18 di Mall ‘X’ kota Bandung melalui atribut-atribut dari brand image. Atribut brand image, yaitu price, place, promotion, dan product.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1) Menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya dalam bidang Psikologi Konsumen juga Psikologi Remaja mengenai brand image Chatime pada remaja usia 15-18 tahun di Mall ‘X’ kota Bandung.

2) Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti mengenai brand image dan mendorong dikembangkannya penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan topik tersebut.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Memberi informasi kepada pihak produsen mengenai brand image Chatime di kalangan remaja mengenai persepsi yang dimunculkan oleh Chatime melalui harga, tempat, produk, dan promosi sehingga


(20)

12

Universitas Kristen Maranatha dapat mengatasi kekurangan yang ada juga mempertahankan

kelebihan yang sudah dapat diraih.

2) Memberikan masukan kepada pihak produsen mengenai hal-hal apa sajakah yang perlu dikembangakan dalam marketing mix (harga, tempat, produk, dan promosi) dan dapat membentuk brand image yang positif.

1.5Kerangka Pemikiran

Menurut Santrock (2003: 26), remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan kognitif, sosial, emosional, dan biologis. Berkaitan dengan perubahan kognitif, pada masa ini, remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang merupakan ciri periode berpikir konkret; mereka juga memerhatikan kemungkinan yang akan terjadi, mereka lebih berpikir jauh ke depan.

Batasan usia remaja menurut Santrock (2003: 26) adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun tergolong masa remaja awal, 15 – 18 tahun tergolong masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun tergolong masa remaja akhir, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel remaja pertengahan usia 15 – 18 tahun karena remaja pada usia ini lebih banyak dipengaruhi lingkungan sosialnya dalam bertingkah laku, sehingga akan mempengaruhi pula perilaku remaja dalam mengkonsumsi Chatime. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan


(21)

Universitas Kristen Maranatha identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan

semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga (Santrock, 2003).

Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Santrock (2003: 57) mengemukakan bahwa, relasi yang baik diantara teman-teman sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa remaja. Isolasi sosial, atau ketidakmampuan untuk “terjun” dalam sebuah jaringan sosial, berkaitan dengan berbagai bentuk masalah dan gangguan.

Lingkungan sosial sangat berpengaruh dalam kehidupan remaja. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi perilaku konsumsi remaja yang berkaitan dengan faktor sosial adalah pengaruh teman sebaya. Perilaku konsumsi seorang remaja dipengaruhi oleh konformitas terhadap kelompoknya. Saat mengkonsumsi biasanya remaja tidak sendirian, tetapi bersama teman-teman sebayanya.

Ketika remaja berkumpul dengan teman-temannya, mereka membicarakan tentang hal-hal yang menjadi trend saat ini. Misalnya, trend tentang variasi minuman teh atau kopi. Jika ada salah seorang remaja dalam suatu kelompok yang mengatakan bahwa teh atau kopi dengan brand tertentu enak, maka akan terbentuk image yang positif dalam diri remaja yang lain di kelompok yang sama, begitu pula sebaliknya. Image yang positif ataupun negatif ini kemudian akan membentuk belief dalam diri remaja bahwa produk yang ditawarkan brand


(22)

14

Universitas Kristen Maranatha tersebut memiliki kualitas yang baik ataupun buruk yang disebut juga Brand

Image.

Brand image memiliki atribut yang dikenal dengan 4 P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi) (Kotler, 1996 : 116-117). Produk merupakan penawaran dalam bentuk nyata bagi remaja yang terdiri dari mutu produk dan ciri produk. Dari sini dapat dilihat bagaimana keragamannya, design-nya, kemasannya, dan ukurannya.

Dari segi produk, variasi rasa teh yang ditawarkan oleh Chatime beragam karena teh dapat dipadukan dengan sari buah, susu, dll. Jenis minuman yang ditawarkan oleh Chatime pun banyak, tidak hanya teh tetapi ada juga kopi sehingga teh dapat diganti dengan kopi, begitu juga sebaliknya. Tidak hanya rasa dan jenis minuman, mutu produk Chatime pun terjamin. Lambang yang digunakan oleh Chatime pun unik dan mudah diingat. Hal-hal tersebut akan menjadikan brand image Chatime menjadi positif dimata remaja sebagai konsumen. Remaja memiliki kesan terhadap produk Chatime bahwa rasa yang ditawarkan Chatime dianggap sama saja dengan brand-brand yang lain seperti Quickly, I-Cup, dll., rasanya kurang variatif, jenis minumannya pun kurang beragam, mutu produknya kurang istimewa, serta logo atau lambang produknya kurang menarik, hal-hal tersebut akan menjadikan brand image Chatime dari segi produk menjadi negatif di mata remaja.

Dari segi harga, sesuai dengan harga yang diberikan produsen serta sesuai dengan kualitas produk yang diberikan. Harga yang ditawarkan juga disesuaikan dengan situasi ekonomi kalangan masyarakat tertentu karena suatu produk yang


(23)

Universitas Kristen Maranatha ditawarkan dengan harga tertentu akan dibeli oleh remaja bila memenuhi kondisi

ekonomi mereka. Harga produk Chatime untuk ukuran regular memiliki harga Rp. 18.000 – Rp. 19.000, sedangkan untuk ukuran large, minuman ini memiliki harga Rp. 20.000 – Rp. 21.000. Jika pembeli ingin memakai topping, dikenakan biaya Rp. 3.000 untuk satu pilihan topping-nya. Harga yang relatif murah dan terjangkau, sesuai dengan kualitas produknya, akan menjadikan brand image Chatime positif dimata remaja sebagai konsumen. Harga yang dianggap terlalu mahal dan tidak sesuai dengan kualitas produk, akan menimbulkan brand image Chatime negatif dimata remaja sebagai konsumen.

Dari segi promosi yang dilakukan oleh pemasar juga akan membentuk brand image. Promosi yang dilakukan dapat melalui media cetak dan audiovisual dimana ditampilkan iklan-iklan yang menarik. Selain itu, iklan yang memberikan gambar yang menarik, ada lambang atau simbol dalam iklan yang menjadi ciri khas suatu produk akan menambah daya tarik bagi remaja. Chatime melakukan promosi dengan adanya speciality card, yaitu dengan memasukkan point pada kartu yang dimiliki konsumen. Setiap transaksi Rp. 5.000,00 akan mendapatkan 1 point yang jika dikumpulkan sebanyak 50 point, dapat ditukarkan dengan 1 cup minuman Chatime apa saja dengan ukuran regular. Chatime juga melakukan beberapa cara mempromosikan produknya, yaitu melakukan iklan penjualan dengan pemasangan banner dan pembagian brosur, juga promo buy one get one yang bekerjasama dengan kakao talk. Iklan yang menarik yang ditampilkan Chatime, juga berbagai acara promo yang digelar rutin dapat membuat brand image Chatime menjadi positif dimata remaja. Remaja juga dapat memberi kesan


(24)

16

Universitas Kristen Maranatha bahwa iklan yang ditampilkan dianggap kurang menarik, dan acara promo

bersama sponsor dianggap kurang kreatif. Hal-Hal tersebut membuat brand image Chatime menjadi negatif dimata remaja sebagai konsumen.

Dari segi tempat (place), pemilihan lokasi serta design interior dari tempat gerai itu akan mempunyai nilai tersendiri bagi remaja. Gerai Chatime terdapat di Mall ‘X’ yang letaknya dekat beberapa sekolah. Remaja dapat menuju gerai Chatime dengan mudah. Design interior Chatime pun unik dengan tema warna serba ungu, tempat duduk yang nyaman dan leluasa. Disediakan pula jalur untuk mengantri sehingga tidak mengganggu orang-orang yang sedang berlalu lalang.

Lokasi gerai Chatime yang mudah dituju karena berada di pusat perbelanjaan, design interior gerainya yang menarik, tempat duduk yang nyaman dan leluasa merupakan hal-hal yang membuat Chatime memiliki brand image positif di mata remaja. Namun remaja dapat menganggap bahwa lokasi gerai Chatime susah dituju, gerainya kurang menarik dan kurang nyaman berada di dalam gerai. Hal-hal ini bisa membuat Chatime memiliki brand image negatif di mata remaja.

Menurut Kotler (2000) selain faktor 4 P product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi) sebagai atribut brand image seperti yang disebutkan di atas, penulis akan melihat gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi brand image. Ada 3 faktor yang memengaruhi brand image suatu produk, yaitu pengalaman, pengaruh sosial dan pemasaran.

Pengalaman remaja merupakan faktor utama dari image. Sejak kecil, remaja telah menerima ratusan merek produk minuman. Beberapa memuaskan,


(25)

Universitas Kristen Maranatha sementara beberapa tidak. Kotler (2000) mengatakan bahwa kepuasan konsumen

merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja produk yang ia rasakan dengan harapannya. Pengalaman-pengalaman yang memuaskan akan terekam dalam diri remaja dan membentuk brand image yang positif tentang produk tersebut. Pengalaman-pengalaman yang tidak memuaskan akan terekam dalam diri remaja dan membentuk brand image yang negatif tentang produk tersebut. Brand image positif atau negatif inilah yang akan menjadi faktor yang penting dalam bersaing dengan produk merek lain. Brand image inilah yang akan menjadi pembeda satu produk dengan produk lainnya, sehingga walaupun produk lain menawarkan produk yang serupa, tetapi pengalaman positif akan suatu produk inilah yang akan membuat remaja kembali lagi untuk membeli produk dengan brand yang sama.

Pengaruh sosial merupakan faktor utama dalam pembentukan dan modifikasi dari brand image. Pada pengaruh sosial ini, remaja biasanya mengikuti teman sebaya. Misalnya, melalui proses adaptasi, remaja mendapatkan pengakuan sebagai anggota kelompok baru yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Remaja pun rela menganut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu kelompok remaja. Sehingga peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam persahabatan serta keikut sertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar di mana terjadi pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan prestasi (Santrock, 2003 : 257).


(26)

18

Universitas Kristen Maranatha Pengaruh teman sebaya dalam pembentukan brand image ini misalnya bila

ada teman yang membeli makanan atau minuman ataupun pakaian, remaja cenderung mengikuti temannya tersebut. Beberapa merek yang digunakan oleh teman-teman remaja mungkin disukai oleh remaja itu sendiri. Merek ini dapat menjadi simbol dari hubungan sosial. Brand Image dapat dipengaruhi oleh kelompok yang memiliki kesamaan tertentu. Remaja yang belum pernah mencoba Chatime menceritakan pengalamannya dalam membeli Chatime kepada temannya, sehingga temannya tersebut tertarik dan mencoba untuk membeli Chatime.

Pemasaran adalah pembangun dan pengelola brand image. Ketika sebuah produk baru diluncurkan, pemasar akan memutuskan, brand image apa yang akan ditampilkan melalui promotion mix (iklan penjualan, pengemasan, dan promosi penjualan), brand image dapat ditanamkan ke dalam pikiran konsumen. Perlu dibedakan antara pemasaran dan promosi. Pemasaran menurut Kotler (2005) adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan promosi adalah salah satu unsur dalam bauran pemasaran (marketing mix) perusahaan yang didayagunakan untuk memberitahukan, membujuk dan mengingatkan tentang produk perusahaan.

Promosi merupakan suatu komunikasi informasi penjual dan pembeli yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku pembeli, yang tadinya tidak mengenal menjadi mengenal sehingga menjadi pembeli dan tetap mengingat


(27)

Universitas Kristen Maranatha produk tersebut. Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi

pemasaran, yaitu aktivitas yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.

Ditinjau dari segi pemasaran, Chatime adalah minuman yang berasal dari Taiwan kemudian dipasarkan ke negara-negara lain, seperti China, USA, Australia, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Hongkong, Macau, Kanada termasuk Indonesia, sehingga konsumen Chatime yakin bahwa Chatime memiliki cita rasa yang berbeda dibanding minuman-minuman lain. Hal ini menyebabkan tumbuhnya rasa percaya (trust) terhadap produk-produk Chatime. Rasa percaya ini yang kemudian akan menumbuhkan rasa yakin (belief) akan produk-produk Chatime sehingga membentuk brand image yang positif dalam diri masyarakat luas, khususnya remaja.

Brand image adalah kumpulan keyakinan atas suatu merek (Kotler 2000;180). Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisir, dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang penuh makna di dunia (Kotler 2000:173). Persepsi remaja terhadap minuman Chatime berbeda-beda, ada yang mempersepsikan positif dan ada yang mempersepsikan negatif. Remaja yang mempersepsikan Chatime secara positif akan membentuk beliefs yang positif pula sehingga membuat remaja kembali membeli Chatime. Remaja yang mempersepsi Chatime secara negatif akan membentuk beliefs yang negatif, sehingga membuat remaja tidak membeli Chatime kembali. Jadi brand


(28)

20

Universitas Kristen Maranatha image terbentuk berawal dari adanya persepsi terhadap suatu objek yang dalam

hal ini adalah Chatime. Chatime tersebut diberi makna sesuai dengan kondisi individu masing-masing, kemudian diasosiasikan dengan ingatan individu mengenai Chatime tersebut. .

Terbentuknya brand image pada Chatime dapat berbeda-beda pada setiap remaja, bisa positif dan negatif. Dalam hal ini, promosi, tempat, harga, dan produk memiliki kontribusi yang sama. Menurut Mc. Neal, pemasar beranggapan bahwa apabila bisa mendapat brand image positif dalam ingatan konsumen terhadap merek dan produk maka akan terjadi pembelian. Dengan adanya brand image positif akan menimbulkan sikap positif terhadap produk, dimana remaja akan mendapatkan kepuasan dari produk itu sesuai dengan harapannya, maka akan menimbulkan motivasi yang tinggi pada remaja untuk membeli produk itu lagi. Remaja yang puas pada produk Chatime akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk tersebut dan juga ia akan cenderung menceritakan hal-hal baik dari produk itu kepada orang lain.

Sebaliknya, bila brand image yang terbentuk adalah brand image negatif, akan timbul sikap negatif, dimana remaja merasa tidak puas atas produk yang telah dibelinya. Apa yang diharapkannya tidak sesuai dengan yang didapatnya. Hal ini akan menyebabkan motivasinya rendah. Remaja akan berpikir negatif bila ingin membeli produk yang sama, sehingga akan jarang membeli dan memilih merek lain yang mungkin dirasanya lebih memenuhi harapannya.


(29)

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir

1.6 Asumsi

1) Remaja memilki Brand Image yang berbeda-beda terhadap Chatime.

2) Brand Image remaja meliputi keyakinan remaja terhadap harga, tempat, produk, dan promosi Chatime.

3) Brand Image remaja dipengaruhi oleh faktor pengalaman, pengaruh sosial, dan pemasaran.

4) Brand Image positif terhadap Chatime akan menimbulkan sikap positif terhadap Chatime.

5) Brand Image negatif terhadap Chatime akan menimbulkan sikap negatif terhadap Chatime.

Remaja SMA X Bandung

Brand Image

Negatif Positif

Atribut: Price

Place

Product

Promotion Persepsi

Faktor yang memengaruhi • Pengalaman

• Pengaruh sosial


(30)

62

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1) Remaja usia 15-18 tahun yang bekunjung ke Mall ‘X’ Bandung yang memiliki brand image positif terhadap produk Chatime sebanyak 61 orang (61%) dan yang memiliki brand image negatif terhadap produk Chatime sebanyak 39 orang (39%).

2) Remaja yang mengunjungi gerai Chatime di Mall ‘X’ memiliki brand image positif terhadap tempat (64%), harga (63%), promosi (57%), dan produk (54%) Chatime.

3) Faktor penunjang pengalaman konsumen tidak memiliki kecenderungan keterkaitan dengan brand image. Pengaruh sosial dan pemasaran memiliki kecenderungan keterkaitan dengan brand image.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1) Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan jika ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap remaja dengan umur yang berbeda ataupun terhadap orang dewasa.


(31)

Universitas Kristen Maranatha 2) Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan, hasil dari

penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan jika ingin melakukan penelitian korelasi antara brand image dengan loyalitas

3) Bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Konsumen dan Psikologi Remaja, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai brand image dan atribut-atribut brand image pada remaja usia 15-18 tahun.

5.2.2 Saran Praktis

1) Bagi pengelola gerai Chatime, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk mempertahankan atau bahkan mengembangkan hal yang sudah baik, dalam hal ini adalah atribut tempat, dan mencari solusi yang baik untuk meningkatkan atribut produk, baik dalam rasa, mutu, kualitas, dan jenis minuman sehingga dapat meningkatan omset penjualan.


(32)

64

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Conger, J.J. 1991. Adolescence and youth. Forth Edition. New York: Harper Collins.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Boston: Copyright Allyn & Bacon.

Guilford, J.P. & Fruchter. 1978. Fundamental Statistics in Psychology and Education. Sixth Edition. New York: Mc.Graw-Hill.

Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip 1996. Marketing Manajement: Analysis, Planning, Implementation, and Control. Edisi 6. Erlangga. Jakarta.

Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi 11, Jilid 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

McNeal. 1982. Consumer Behavior an Integartive Approach. Boston: Little, Brown and Company Ltd.

Santrock, John W. 2003. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali

Schiffman, Leon G. and Leslie Lazar Kanuk. 1997. Customer Behavior, USA: Prentice Hall Inc.


(33)

Universitas Kristen Maranatha

Daftar Rujukan

Susanti, Nita. 2006. Suatu Penelitian Mengenai Hubungan antara Brand Image Ayam Crispy KFC dan Perilaku Membeli Ayam Crispy KFC pada Mahasiswa Fakultas ‘X’ di Universitas ‘Y’ Bandung. Metode Penelitian Lanjutan. Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Nanda, Herdianan Dita Christy. 2006. Suatu Penelitian Mengenai Hubungan

antara Brand Image ‘Mango’ dengan Tingkah Laku Membeli pada Mahasiswa Usia 18-23 Tahun Universitas ‘X’ di Bandung. Metode Penelitian Lanjutan. Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Putra, I.K., I.Santoso, dan D.M.Ikasari. 2012. Analisis Pengaruh Variabel

Marketing Mix terhadap Keputusan konsumen dalam Pembelian Cuka Apel Tahesta (Studi Kasus di PT Tirta Sarana Sukses.)


(1)

Universitas Kristen Maranatha

hal ini adalah Chatime. Chatime tersebut diberi makna sesuai dengan kondisi individu masing-masing, kemudian diasosiasikan dengan ingatan individu mengenai Chatime tersebut. .

Terbentuknya brand image pada Chatime dapat berbeda-beda pada setiap remaja, bisa positif dan negatif. Dalam hal ini, promosi, tempat, harga, dan produk memiliki kontribusi yang sama. Menurut Mc. Neal, pemasar beranggapan bahwa apabila bisa mendapat brand image positif dalam ingatan konsumen terhadap merek dan produk maka akan terjadi pembelian. Dengan adanya brand image positif akan menimbulkan sikap positif terhadap produk, dimana remaja akan mendapatkan kepuasan dari produk itu sesuai dengan harapannya, maka akan menimbulkan motivasi yang tinggi pada remaja untuk membeli produk itu lagi. Remaja yang puas pada produk Chatime akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk tersebut dan juga ia akan cenderung menceritakan hal-hal baik dari produk itu kepada orang lain.

Sebaliknya, bila brand image yang terbentuk adalah brand image negatif, akan timbul sikap negatif, dimana remaja merasa tidak puas atas produk yang telah dibelinya. Apa yang diharapkannya tidak sesuai dengan yang didapatnya. Hal ini akan menyebabkan motivasinya rendah. Remaja akan berpikir negatif bila ingin membeli produk yang sama, sehingga akan jarang membeli dan memilih merek lain yang mungkin dirasanya lebih memenuhi harapannya.


(2)

21

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir

1.6 Asumsi

1)Remaja memilki Brand Image yang berbeda-beda terhadap Chatime.

2)Brand Image remaja meliputi keyakinan remaja terhadap harga, tempat, produk, dan promosi Chatime.

3)Brand Image remaja dipengaruhi oleh faktor pengalaman, pengaruh sosial, dan pemasaran.

4) Brand Image positif terhadap Chatime akan menimbulkan sikap positif terhadap Chatime.

5) Brand Image negatif terhadap Chatime akan menimbulkan sikap negatif terhadap Chatime.

Remaja SMA X Bandung

Brand Image

Negatif Positif

Atribut:

Price

Place

Product

Promotion Persepsi

Faktor yang memengaruhi

• Pengalaman

• Pengaruh sosial


(3)

Universitas Kristen Maranatha

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1) Remaja usia 15-18 tahun yang bekunjung ke Mall ‘X’ Bandung yang memiliki brand image positif terhadap produk Chatime sebanyak 61 orang (61%) dan yang memiliki brand image negatif terhadap produk Chatime sebanyak 39 orang (39%).

2) Remaja yang mengunjungi gerai Chatime di Mall ‘X’ memiliki brand image positif terhadap tempat (64%), harga (63%), promosi (57%), dan produk (54%) Chatime.

3) Faktor penunjang pengalaman konsumen tidak memiliki kecenderungan keterkaitan dengan brand image. Pengaruh sosial dan pemasaran memiliki kecenderungan keterkaitan dengan brand image.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1) Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan jika ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap remaja dengan umur yang berbeda ataupun terhadap orang dewasa.


(4)

63

Universitas Kristen Maranatha

2) Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan jika ingin melakukan penelitian korelasi antara brand image dengan loyalitas

3) Bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Konsumen dan Psikologi Remaja, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai brand image dan atribut-atribut brand image pada remaja usia 15-18 tahun.

5.2.2 Saran Praktis

1) Bagi pengelola gerai Chatime, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk mempertahankan atau bahkan mengembangkan hal yang sudah baik, dalam hal ini adalah atribut tempat, dan mencari solusi yang baik untuk meningkatkan atribut produk, baik dalam rasa, mutu, kualitas, dan jenis minuman sehingga dapat meningkatan omset penjualan.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

Conger, J.J. 1991. Adolescence and youth. Forth Edition. New York: Harper Collins.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use. Boston: Copyright Allyn & Bacon.

Guilford, J.P. & Fruchter. 1978. Fundamental Statistics in Psychology and Education. Sixth Edition. New York: Mc.Graw-Hill.

Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip 1996. Marketing Manajement: Analysis, Planning, Implementation, and Control. Edisi 6. Erlangga. Jakarta.

Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi 11, Jilid 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

McNeal. 1982. Consumer Behavior an Integartive Approach. Boston: Little, Brown and Company Ltd.

Santrock, John W. 2003. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali

Schiffman, Leon G. and Leslie Lazar Kanuk. 1997. Customer Behavior, USA: Prentice Hall Inc.


(6)

65

Universitas Kristen Maranatha

Daftar Rujukan

Susanti, Nita. 2006. Suatu Penelitian Mengenai Hubungan antara Brand Image Ayam Crispy KFC dan Perilaku Membeli Ayam Crispy KFC pada Mahasiswa Fakultas ‘X’ di Universitas ‘Y’ Bandung. Metode Penelitian Lanjutan. Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Nanda, Herdianan Dita Christy. 2006. Suatu Penelitian Mengenai Hubungan

antara Brand Image ‘Mango’ dengan Tingkah Laku Membeli pada Mahasiswa Usia 18-23 Tahun Universitas ‘X’ di Bandung. Metode Penelitian Lanjutan. Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Putra, I.K., I.Santoso, dan D.M.Ikasari. 2012. Analisis Pengaruh Variabel

Marketing Mix terhadap Keputusan konsumen dalam Pembelian Cuka Apel Tahesta (Studi Kasus di PT Tirta Sarana Sukses.)