KAJIAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVELISASI FILM SANG PENCERAH SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEMODELAN TEKS PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2013.

(1)

KAJIAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVELISASI FILM SANG PENCERAH SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEMODELAN TEKS PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

BERDASARKAN KURIKULUM 2013

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

oleh

Fajar Nugraha NIM 1201057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

KAJIAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVELISASI

FILM SANG PENCERAH SERTA

PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEMODELAN TEKS

PADA PEMBELAJARAB BAHASA INDONESIA

BERDASARKAN KURIKULUM 2013

oleh Fajar Nugraha

M.Pd Sekolah Pascasarjana UPI, 2014

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Bahasa Indonesia.

© Fajar Nugraha 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

FAJAR NUGRAHA NIM 1201057

KAJIAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVELISASI FILM SANG PENCERAH SERTA PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEMODELAN TEKS PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

BERDASARKAN KURIKULUM 2013

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing: Pembimbing I,

Prof. Dr. Iskandarwassid, M.Pd.

Pembimbing II,

Dr. Sumiyadi, M.Hum. NIP 19660320119910331004

diketahui Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,

Dr. Sumiyadi, M. Hum NIP 19660320119910331004


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

PERNYATAAN ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 9

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 9

1.4 TujuanPenelitian... 9

1.5 Manfaat Penelitian... 10

1.6 Definisi Operasional ... 11

1.7 Paradigma Penelitian ... 12

BAB 2 NOVELISASI FILM DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEMODELAN TEKS DALAM PEMBELAJARAN SASTRA 2.1 Landasan Teoretis ... 13

2.1.1 Pendekatan Struktural ... 13

2.1.2 Relasi Sintagmatik dan Paradigmatik ... 15

2.2 Perihal Sastra ... 17

2.2.1 Hakikat Sastra ... 17

2.2.2 Sastra ... 19

2.2.3 Fiksionalitas Sastra ... 22

2.3 Perihal Novel ... 25

2.3.1 Pengertian Novel ... 25

2.3.2 Jenis Novel ... 29

2.3.3 Struktur Novel ... 32

2.3.3.1Tokoh dan penokohan ... 33

2.3.3.2Alur ... 44

2.3.3.3Latar ... 52

2.3.3.4Sudut Pandang ... 54


(5)

2.4 Perihal Film ... 57

2.4.1 Hakikat Film ... 57

2.4.2 Pengertian Film ... 59

2.4.3 Struktur Film ... 60

2.4.4 Unsur Naratif Film ... 62

2.5 Perihal Sastra Bandingan ... 64

2.6 Perihal Novelisasi ... 67

2.7 Perihal Nilai Pendidikan... 69

2.7.1 Pengertian Nilai ... 69

2.7.2 Pengertian Nilai Pendidikan ... 70

2.7.3 Nilai-nilai Pendidikan dalam Sastra ... 72

2.8 Perihal Kurikulum 2013 untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia 2.8.1 Kurikulum Berbasis Teks ... 77

2.8.2 Film sebagai Bahan Pemodelan Teks ... 84

2.9 Perihal Bahan Ajar ... 85

2.9.1 Pengertian Bahan Ajar ... 85

2.9.2 Fungsi Bahan Ajar ... 86

2.9.3 Unsur-unsur Bahan Ajar... 87

2.9.4 Bentuk Bahan Ajar ... 89

2.10 Perihal Modul ... 89

2.10.1 Pengertian Modul ... 89

2.10.2 Fungsi Modul... 90

2.10.3 Langkah-langkah Penyusunan Modul ... 91

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 92

3.2 Sumber Data dan Data ... 93

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 96

3.4 Teknik Analisis Data ... 96

3.4.1 Analisis Film ... 97

3.4.1.1Analisis Fakta Cerita Film Sang Pencerah ... 97

3.4.1.2Analisis Nilai Pendidikan Film Sang Pencerah ... 100

3.5.2 Analisis Novel ... 101

3.5.2.1Analisis Fakta Cerita Novel Sang Pencerah ... 101

3.5.2.2Analisis Nilai Pendidikan Film Sang Pencerah ... 104

3.5.3 Analisis Proses Novelisasi Film Sang Pencerah ... 104


(6)

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 107

4.1 Kajian Struktur Film ... 107

4.1.1 Kajian Fakta Cerita Film ... 107

4.1.1.1Kajian Alur ... 107

4.1.1.2Kajian Tokoh dan Penokohan ... 128

4.1.1.3Kajian Latar ... 165

4.1.2 Kajian Nilai Pendidikan dalam Film ... 186

4.2 Kajian Struktur Novel ... 189

2.10.4 Kajian Fakta Cerita Novel ... 189

2.10.4.1 Kajian Alur ... 189

2.10.4.2 Kajian Tokoh dan Penokohan ... 225

2.10.4.3 Kajian Latar ... 273

2.10.5 Kajian Nilai Pendidikan dalam Novel ... 293

4.3 Kajian Perbandingan... 294

4.3.1 Kajian Perbandingan Struktur... 294

4.3.1.1 Kajian Perbandingan Tokoh dan Penokohan ... 295

4.3.1.2 Kajian Perbandingan Latar ... 367

4.3.1.3 Kajian Perbandingan Alur ... 393

4.3.2 Kajian Perbandingan Nilai Pendidikan ... 398

4.4 Hasil Kajian Proses Novelisasi ... 399

4.4.1 Penambahan ... 399

4.4.2 Perubahan Variasi ... 404

4.5 Pemanfaatan Pemodelan Teks ... 405

4.5.1 Pemanfaatan Teks Novel pada Modul ... 406

4.5.1 Modul ... 407

4.5.2 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran ... 423

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan ... 437

3.2 Saran ... 440


(7)

DAFTAR TABEL

3.1 Analisis Urutan Satuan Isi Cerita (USIC) Film Sang Pencerah 98 3.2 Tabel Distribusi Urutan Satuan Isi Cerita (USIC)

Film Sang Pencerah ... 98

3.3 Analisis Tokoh Film Sang Pencerah ... 99

3.4 Analisis Latar Tempat Novel Sang Pencerah ... 100

3.5 Analisis Latar Waktu Film Sang Pencerah ... 100

3.6 Analisis Urutan Satuan Isi Cerita (USIC) Novel Sang Pencerah ... 101

3.7 Distribusi Urutan Satuan Isi Cerita (USIC) Novel Sang Pencerah ... 102

3.8 Analisis Tokoh Novel Sang Pencerah ... 102

3.9 Analisis Latar Tempat Novel Sang Pencerah ... 103

3.10 Analisis Latar Waktu Novel Sang Pencerah... 103

3.11 Perbandingan Distribusi Urutan Satuan Isi Cerita Film dan Novel Sang Pencerah... 104

3.12 Perubahan Variasi ... 105

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Muhammad darwis saat bayi ... 130

Gambar 2 Muhammad Darwis saat usia dua tahun ... 130

Gambar 3 Muhammad Darwis saat usia sepuluh tahun ... 130

Gambar 4 Muhammad Darwis saat usia 15 tahun ... 130

Gambar 5 Acara nyadran di pemakaman ... 131

Gambar 6 Mimik Muhammad Darwis yang tersirat kekritisan ... 131

Gambar 7 Tradisi Padusan di sungai kecil... 132

Gambar 8 Muhammad Darwis menolak diajak padusan ... 132

Gambar 9 Kiai Ahmad Dahlan sedang Berkhutbah ... 133

Gambar 10 Musyawarah mengenai Arah Kiblat ... 134

Gambar 11 Kiai Ahmad Dahlan sedang Memainkan Biola ... 136

Gambar 12 Ruang Madrasah Ibtidaiyah Diniyah ... 136

Gambar 13 Kiai Ahmad Dahlan sedang Mengajar di Madrasah ... 136

Gambar 14 Kiai Ahmad Dahlan sedang Mengajar di Sekolah Budi Utomo ... 136


(8)

Gambar 16 Kiai Ahmad Dahlan memberi sambutan dalam forum

BudiUtomo ... 139

Gambar 17 Kiai Ahmad Dahlan diberi ucapan selamat oleh dr.Wahidin Soedirohoesodo ... 139

Gambar 18 Kiai Ahmad Dahlan sedang mengajukan diri menjadi guru di Kweekschool ... 140

Gambar 19 Kiai Ahmad Dahlan sedang mengajar di Kweekscholl, Jetis ... 140

Gambar 20 Kiai Ahmad Dahlan menunjukkan penampilannya kepada anak-anak ... 141

Gambar 21 Terlihat perbedaan pakaian Priyayi (tengah) dan Kiai ... 141

Gambar 22 Muhammad Darwis sedang memberi makanan... 141

Gambar 23 Kiai Ahmad Dahlan sedang memberi makanan ... 141

Gambar 24 Murid nonmuslim sedang mengikuti peajaran di madrasah ... 144

Gambar 25 Kiai Ahmad Dahlan dan para muridnya menghadap ke arah kiblat yang diyakininya ... 145

Gambar 26 Kiai Penghulu Cholil Kamaludiningrat ... Gambar 27 Kiai Penghulu Kamaludiningrat berjabat tangan dengan Kiai Ahmad Dahlan ... 146

Gambar 28 Siti Walidah saat berusia 14 tahun ... 149

Gambar 29 Siti Walidah dewasa ... 150

Gambar 30 Kiai Lurah Noor ... 150

Gambar 31 Muhammad Jazuli... 151

Gambar 32 Muhammad Daniel ... 156

Gambar 33 Hisyam ... 156

Gambar 34 Muhammad Sangidu ... 156

Gambar 35 Muhammad Sangidu ... 159

Gambar 36 Muhammad Fahrudin ... 159

Gambar 37 Muhammad Sudja ... 159


(9)

Gambar 39 Kiai Penghulu Kamaludiningrat mengukuhkan Kiai Ahmad

Dahlan sebagai khotib ... 160

Gambar 40 Sri Sultan Hamengkubuwono VII sedang membacar surat rekomendasi pengukuhan Kiai Ahmad Dahlan sebagai khotib ... 160

Gambar 41 Sri Sultan Hamengkubuwono VII ... 161

Gambar 42 Kiai Abu Bakar ... 161

Gambar 43 Kiai Muhammad Fadhil ... 162

Gambar 44 Kiai Saleh dan istrinya ... 164

Gambar 45 Mesjid Gedhe Kauman tampak atas ... 168

Gambar 46 Gapura/regol ... 168

Gambar 47 Gapura/regol ... 168

Gambar 48 Bedug Mesjdi Gedhe Kauman ... 168

Gambar 49 Sungai kecil depan Mesjid Gedhe Kauman ... 168

Gambar 50 Kiai Kamaludingrat memimpin sidang raad ... 169

Gambar 51 Nampak anak-anak sedang bermain sepak bola ... 169

Gambar 52 Kiai Kamaludinigrat memasuki lingkungan Mesjid Gedhe Kauman ... 169

Gambar 53 Nampak lantai ruang utama ... 169

Gambar 54 Nampak ruang utama ... 169

Gambar 55 Mimbar Mesjid Gedhe Kauman ... 170

Gambar 56 Kanjeng Sri Sultan saat memasuki Maksura ... 170

Gambar 57 Sri Sultan sedang menyimak khutbah Kiai Ahmad Dahlan ... 170

Gambar 58 Para santri Kiai Abu Bakar sedang mengaji di Langgar Kidul ... 171

Gambar 59 Langgar kidul tampak depan ... 171

Gambar 60 Masa sedang merobohkan paksa Langgar Kidul ... 172

Gambar 61 Puing-puing Langgar Kidul ... 172

Gambar 62 Kiai Ahmad Dahlan sedang melihat puing-puing Langgar Kidul ... 172


(10)

Gambar 64 Langgar Kidul lima tahun setelah dibangun kembali ... 172

Gambar 65 Muhammad Darwis sedang berdzikir di kamarnya ... 173

Gambar 66 Kiai Ahmad Dahlan sedang beramah tamah bersama keluarga ... 173

Gambar 67 Acara makan bersama anggota keluarga di ruang makan . 173 Gambar 68 Nampak rumah Kiai Ahmad Dahlan berhadapan dengan Langgar Kidul ... 174

Gambar 69 Dialog antara kiai Ahmad Dahlan dan para muridnya di beranda rumah Kiai Ahmad Dahlan ... 174

Gambar 70 Ruang kamar Kiai Ahmad Dahlan ... 174

Gambar 71 Buka puasa bersama di beranda Kiai Ahmad Dahlan ... 175

Gambar 72 Ruang kelas madrasah di ruang tamu ... 175

Gambar 73 Halaman rumah Kiai Ahmad Dahlan ... 175

Gambar 74 Kegiatan bakti sosial di halaman rumah ... 175

Gambar 75 Halaman Kweekschool, Jetis ... 175

Gambar 76 Nampak ruang kelas ... 176

Gambar 77 Nampak selasar kelas... 176

Gambar 78 Halaman Kweekschool ... 176

Gambar 79 Nampak ruang kelas ... 176

Gambar 80 Ruang Proboyakso ... 177

Gambar 81 Ruang Proboyakso ... 177

Gambar 82 Stasiun Lempuyangan ... 177

Gambar 83 Muhammad Darwis berpamitan ... 177

Gambar 84 Suasana di pelabuhan ... 178

Gambar 85 Para penumpang menaiki kapal laut ... 178

Gambar 86 Kapal laut ... 178

Gambar 87 Tugu Yogyakarta ... 178

Gambar 88 Jalan Malioboro tahun 1883 ... 178

Gambar 89 Kiai Abu Bakar menggendong Muhammad Darwis ... 179

Gambar 90 Acara Ijab Qobul Pernikahan Kiai Ahmad Dahlan ... 180


(11)

Gambar 92 Rapat pembentukan Budi Utomo ... 181

Gambar 93 Kiai Ahmad Dahlan memberi sambutan berdirinya Muhammadiyah ... 181

Gambar 94 Makanan Tradisional ... 183

Gambar 95 Tradisi Thedak siten... 183

Gambar 96 Tradisi padusan ... 183

Gambar 97 Kiai Ahmad Dahlan memberi pemahaman mengenai selametn pernikahan ... 184

Gambar 98 Warga yang sedang menyajikan sesajen ... 184

Gambar 99 Acara nyadran ... 184

Gambar 100 Tahlilan di pemakaman ... 184

Gambar 101 Kiai Ahmad Dahlan sedang memahamkan mengenai yasinan kepada seirang warga ... 184

Gambar 102 Kiai Ahmad Dahlan sedang menyantuni masyarakat di alun-alun ... 185

Gambar 103 Para gelandangan di sekitar alun-alun ... 185

Gambar 104 Anak-anak gelandangan diajak sekolah ... 185

Gambar 105 Muhammad Darwis sedang menyantuni fakir miskin ... 185

Gambar 106 Tentara kolonial ... 186

Gambar 107 Rakyat sedang kerja paksa ... 186

Gambar 108 Penjara ... 186


(12)

ABSTRAK

Novelisasi film merupakan bentuk transformasi dari film ke dalam novel. Pentransformasian tersebut seringkali mengalami perubahan. Pada kurikulum 2013, khusus mata pelajaran bahasa Indonesia menggunakan pendekatan berbasis teks (multimodal) yang memungkinkan film dan karya sastra dapat dijadikan sebagai pemodelan teks. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengangkat judul ”Kajian Nilai Pendidikan dalam Novelisasi Film Sang Pencerah serta Pemanfaatannya sebagai Pemodelan Teks pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan Kurikulum 2013”.

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1) bagaimana nilai pendidikan yang ditampilkan dalam struktur film dan novel Sang Pencerah? 2) bagaimana nilai pendidikan yang ditampilkan dalam struktur novel Sang

Pencerah? 3) bagaimana perbandingan antara nilai pendidikan yang ditampilkan

dalam struktur film dan novel Sang Pencerah? 4) bagaimanakah rancangan model pembelajaran teks yang efektif di sekolah menengah atas dengan menggunakan film Sang Pencerah? Sedangkan tujuan penelitian ini yaitu 1) mendeskripsikan nilai pendidikan yang terdapat pada struktur pembangun cerita pada film Sang

Pencerah karya Hanung Bramantyo, 2) mendeskripsikan nilai pendidikan yang

terkandung pada pada novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral, 3) mendeskripsikan perbandingan nilai pendidikan yang terdapat pada struktur pembangun cerita dalam dua karya yang berbeda, yaitu nilai pendidikan dalam struktur film dan novelSang Pencerah 4) mendeskripsikan pemanfaatan teks film dan novel sebagai pemodelan teks yang efektif di sekolah menengah atas dalam bentuk modul.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik komparatif, yakni sebuah metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis perbandingan dua buah objek penelitian, yaitu film dan novel melalui studi sastra bandingan, kemudian dideskripsikan dengan menggunakan bahasa si peneliti.

Adapun hasil penelitian ini disimpulkan bahwa 1) nilai pendidikan pada film merujuk pada konsep lima sikap dasar, yakni jujur, terbuka, berani mengambil risiko dan bertanggungjawab, memenuhi komitmen, dan mampu berbagi, dan semua itu terdapat pada penokohan tokoh utama; 2) nilai pendidikan pada novel merujuk pada lima sikap dasar dan sebagian dari nilai-nilai universal yang ditemukan juga pada film; 3) ditinjau dari proses novelisasi yang terjadi di dalam film Sang Pencerah bahwa novel Sang Pencerah melakukan banyak penambahan dan perubahan variasi namun tidak melakukan penciutan, nilai pendidikan dari kedua karya tersebut mengusung lima sikap dasar, adapun cara penyajiannya memiliki perbedaan sesuai dengan karakteristik masing-masing karya, 4) hasil dari kajian novelisasi, peneliti menemukan bagian film dan novel untuk dimanfaatkan sebagai pemodelan teks negosiasi dan merancangnya dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran dan modul.


(13)

ABSTRACT

Movie novelisation is a form of transformation of film into a novel. That transformation often causes changes. Curriculum 2013 using the text-based approach (multimodal) allowing all resources can be used as a text, including film and literature. Based on that problem, this study take the title "Study of Educational Value in Novelisation Movie Sang Pencerah as well as its Utilization as Modeling of Text in Indonesian Leaning Based on Curriculum 2013".

The problem formulation of this study are 1) how the educational value is shown in film structure of Sang Pencerah? 2) how the educational value is shown in novel structure of Sang Pencerah? 3) how is comparison between the educational value is shown in film and novel structure of Sang Pencerah? 4) how to design of an effective text learning model at senior high school using the movie Sang Pencerah? Then, the purpose of this study are 1) to describe the educational value contained in the structure of story building of movie Sang Pencerah by Hanung Bramantyo, 2) t odescribe the educational value contained in the Nasery Basral Akmal’s work Sang Pencerah novel, 3) to describe the comparison of the educational value contained in the structure of story building in two different works, those are the educational value in the film and novel structure Sang Pencerah, 4) to describe the use of movie and novel text as effective text modeling at senior high school in module form.

The method used in this study is a comparative analytical descriptive method, which is a research method used to analyze the comparison of two objects of research, those are movies and novels through the study of comparative literature, and then they are described using the researcher language.

The results of this study can be concluded that 1) the educational value in the film refers to the concept of the five basic attitudes, i.e. honest, open, willing to take risks and responsible, commit, and share, and all of them are on main characters; 2) the educational value in the novel refers to the universal values that refer to a basic attitude that is found in the film too; 3) in terms of novelisation process that occured in the film Sang Pencerah that the novel Sang Pencerah did a lot of additions and variations but did not shrinking, and the educational value refers to the basic attitudes and universal values, 4) the results of the novelisation study, researcher has designed learning activities by using of the film and novel as a negotiating text modeling.


(14)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Karya seni merupakan sebuah bentuk yang seringkali berbeda rupa. Ia menjadi rupa dalam sebuah teks; dapat teks dalam format verbal, musikal,

performance, maupun visual. Semua itu merupakan sebentuk ekspresi yang

didasarkan atas resepsi, sikap, pandangan, dan tanggapan seniman terhadap fenomena kultural. Unsur seni sebuah karya dapat merujuk sebagai suatu proses dan manifestasi kepada ekspresi diri, penilaian yang menentukan elemen-elemen yang wajar diketengahkan di dalam hasil seni, di dalam menyampaikan ide, emosi, perasaan, kepercayaan di dalam bentuk yang dipikirkan paling efektif. Ratna (2010, hlm. 440) memberi pendapat bahwa sebagai hakikat estetis, karya seni merupakan reproduksi mental, baik dalam bentuk emosional maupun intelektual.

Seorang seniman merupakan bagian dari masyarakat. Seniman dan masyarakat menciptakan interaksi sosial kultural yang membentuk repertoir dalam benak seniman, sehingga hal tersebut memengaruhi terhadap hasil karyanya. Dengan demikian, karya seni apapun sebenarnya tidak sepenuhnya sebagai karya yang tercipta dari hasil pemikiran yang tiba-tiba timbul dalam pikiran penciptanya saja, namun terbentuk dari residu konstruksi sosial.

Bertolak dari fakta demikian, apa pun jenis karya seni yang diciptakan tidak sepenuhnya lahir dari pemikiran asli pribadi penciptanya. Dalam konteks ini Kristeva (Pradopo, 2009, hlm. 167) menyatakan bahwa setiap teks merupakan mozaik kutipan-kutipan, sekaligus penyerapan dan transformasi atas teks-teks yang lain. Pernyataan tersebut memang menekan terutama pada relasi antarteks sastra. Meskipun demikian, hal tersebut dapat diterapkan dan relevan juga dengan teks seni yang lain, baik dalam genre yang sama ataupun lintas genre.

Substansi dari konsep tersebut adalah bagaimana mozaik atau kutipan-kutipan tersebut dapat direfleksikan dengan berbagai wahana yang berbeda, tanpa mengubah dasar dari ide terciptanya karya sebelumnya. Hal ini dapat kita


(15)

2

perhatikan dari pembelajaran faraprase yang seringkali guru tugaskan untuk siswanya, seperti mengubah sebuah puisi ke dalam bentuk gambar atau lukisan, sebuah lukisan ke dalam puisi, puisi ke dalam cerita pendek, dan parafrase lainnya. Proses pembelajaran salah satu konsep sastra tersebut menjadi bukti konkret dasar pengalihwahanaan yang terjadi dari genre yang satu ke genre yang berbeda.

Pengalihan atau perubahan bentuk karya seni merupakan hal biasa dan telah lama dilakukan. Paling banyak dikenal adalah perubahan bentuk dari karya sastra menjadi karya lain seperti musik dan film. Seringkali fenomena tersebut terbentuk secara mandiri dari masyarakat lebih cenderung menuntut karya yang sarat nilai hiburan dan populer, sehingga hal tersebut menjadi peluang besar untuk menjadi industri hiburan.

Beberapa pengalihan karya atau alih wahana sudah banyak dilakukan, di antaranya karya sastra imajinatif seperti puisi diubah menjadi lagu, hal ini kita kenali dengan musikalisasi puisi, novel diadaptasi menjadi film atau sebaliknya. Kita ketahui banyak novel-novel best seller yang diadaptasi menjadi film, di antaranya Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi,

Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk dan banyak yang lainnya. Dalam hal ini,

adaptasi atau perubahan bentuk (media) karya sastra menjadi sebuah film menurut Eneste (1991, hlm. 11) disebut ekranasi. Ekranasi adalah pelayarputihan atau pemindahan/ pengangkatan sebuah novel ke dalam film („ecran’ dalam bahasa Perancis berarti layar).

Selain pengangkatan karya sastra ke dalam bentuk film, ada juga fenomena pengalihan wahana dari film ke dalam bentuk novel yang sering disebut novelisasi atau deekranisasi. Beberapa di antaranya adalah novelisasi film Naga

Bonar Jadi 2, Pasir Berbisik, Biola Tak Berdawai, 30 Hari Mencari Cinta, Brownies, Rindu Kami Pada-Mu, dan Sang Pencerah yang menuai banyak

apresiasi dari khalayak. Hal ini menjadi salah satu indikator bangkitnya kreativitas seni sastra, bukan saja bangkitnya perfilman yang diangkat dari novel, namun bangkitnya pula karya sastra yang lahir dari pemikiran-pemikiran yang


(16)

3

bersumber dari film yang mengandung nilai-nilai penting untuk kehidupan manusia secara luas.

Apabila dilihat dari segi komersil, novelisasi memang memiliki pasar yang sangat potensial. Hal ini dikarenakan oleh popularitas dari film yang tayang terlebih dahulu, jadi dari segi promosi, secara langsung telah terpromosikan oleh filmnya. Adapun konsumen yang menjadi target utama dari novel tersebut adalah kalangan pemerhati dan penikmat novel yang lebih cenderung dapat menikmati karya yang bersifat imajinatif sebatas nalar ketika membacanya dibandingkan dengan film yang sudah menyuguhkan visualisasi dari imajinasi yang telah terbentuk dari skenario. Walau demikian, antara film dan novel tidak dapat dipandang dari satu sudut pandang saja, karena keduanya memiliki kekuatan khas, media yang berbeda, dan proses produksi yang berbeda.

Film dianggap menjadi media lain yang mempunyai potensi kuat untuk menyampaikan paradigma novelis tentang sesuatu yang telah dilakukannya. Novel atau karya tulis lain memang menjadi salah satu media terbaik untuk memberi ruang manusia untuk membaca dunia, tetapi film mempunyai andil lain dengan mengolahnya menjadi bentuk yang lebih kompleks, karena terdapat banyak unsur di dalamnya.

Berbeda dengan karya sastra yang hanya menyuguhkan imajinasi dengan kata-kata yang dirangkainya, film menggunakan gambar. Gambar tersebut dirangkai dengan skenario yang telah dibuat untuk kepentingan alur cerita. Menurut Pudovkin (Eneste, 1991, hlm. 16), penulis skenario bergulat dengan

plastic material. Penulis skenario harus cermat dan tepat memilih materi yang

bisa membawa gambaran yang tepat untuk filmnya.

Selain itu, perbedaan yang mendasar pada proses pembuatannya, karya sastra adalah sebuah karya individu. Pengarang fokus dengan dirinya sendiri untuk menghasilkan sebuah karya sastra. Kecermatannya menyusun nalar bahasa untuk dijadikan bahan imaji pembaca lebih diutamakan. Namun, film adalah bentuk karya seni yang melibatkan banyak orang dari bidang yang berbeda, baik itu seniman maupun ilmuan. Eneste (1991, hlm. 18) menyebut film sebagai


(17)

4

gabungan beberapa ragam kesenian, seperti musik, seni rupa, drama, sastra ditambah unsur fotografi.

Namun demikian, bukan tanpa dinamika ketika terjadi fenomena adaptasi dari karya sastra ke dalam film. Hal ini terjadi karena adanya ketidakpuasan beberapa pihak terutama penulis novel atas hasil pemfilman novelnya. Walaupun menurut beberapa pendapat, hal ini sangat wajar, karena bagaimanapun juga, film tetap menjadi karya sendiri. Ia lahir sebagai teks baru yang tidak bisa dituntut untuk harus sama persis dengan novel sebagai hipogramnya (Mutaqin, 2011, hlm. 4). Tetapi berbeda dengan apresiasi yang diberikan kepada proses novelisasi. Novelisasi yang diangkat dari film cenderung lebih dapat diterima oleh publik. Titik utama yang menjadi alasan terjadinya dinamika atau sebaliknya adalah paradigma penikmat terhadap kedua karya yang melalui proses alih wahana yang berbeda dan suguhan media yang berbeda pula.

Salah satu pendekatan yang dapat dijadikan konsentrasi kajian perbandingan dua karya yang berbeda tersebut dapat memakai pendekatan struktural. Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1981, hlm. 68). Di pihak lain, unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling memengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh.

Strukuralisme merupakan pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Abrams (1981, hlm. 189) menjelaskan bahwa strukturalisme (disamakan dengan pendekatan objektif) dapat dipertentangkan dengan pendekatan yang lain, seperti pendekatan mimetik, ekspresif, dan pragmatik. Namun di pihak lain, Hawkes (Pradopo, 2009, hlm. 119-120), pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia kesastraan yang lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda.


(18)

5

Sastra maupun Film sebagai media yang sangat dekat dengan masyarakat tentunya mempunyai tanggung jawab yang sangat penting untuk memberi makna positif terhadap penikmatnya, makna akan nilai-nilai sosial budaya, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai kemanusiaan, serta nilai-nilai humanisme yang diperlukan bagi kehidupan manusia. Dengan menikmati sastra dan film, berarti kita menikmati pelajaran kehidupan kita sendiri. Menurut Ikram (Esten, tt: 33), Leavis mengatakan bahwa setiap penulis kreatif yang utama mengetahui bahwa dalam karya besar ia menggambarkan pemikiran, tentang kehidupan, dan setiap karya memberi sumbangan ke arah keutuhan kehidupan tersebut.

Hal menarik dari produksi dua buah karya yang berbeda tersebut terletak dari misi yang diusung. Secara umum misi yang diusung adalah misi pendidikan. Secara etimologis, sastra juga berarti alat untuk mendidik (Ratna, 2010, hlm. 438). Dengan kata lain sastra dan film memiliki tanggung jawab terhadap karyanya itu sendiri khususnya dalam misi pendidikan. Dengan kata lain, sastra dan film memiliki peran yang sangat strategis sebagai salah satu media pembelajaran nilai dalam sistem pendidikan. Nilai-nilai tersebut, seyogyanya diharapkan mampu menempa manusia berkualitas. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa manusia berkualitas yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Oleh karena itu, sastra dan film memiliki potensi kuat untuk dimanfaatkan sebagai media yang efektif untuk bahan pembelajaran. Film dalam persfektif pendidikan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam proses belajar. Dalam hal ini di antaranya adalah: mengatasi keterbatasan waktu dan jarak, mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis dalam waktu singkat, film dapat membawa dari masa yang satu ke masa yang lain, film dapat diulangi bila perlu untuk menambah kejelasan, pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat, mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa, mengembangkan imajinasi siswa, memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang lebih realistik, sangat kuat mempengaruhi


(19)

6

seseorang, film sangat baik menjelaskan suatu proses dan dapat menjelaskan suatu keterampilan, semua siswa dapat belajar dari film baik yang pandai maupun yang kurang pandai (Munadi, 2008, hlm. 116).

Dalam sejarah pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, film masih belum dapat perhatian yang cukup menarik sebagai media pembelajaran di kelas. Hal ini disebabkan bahwa film tidak termasuk pada genre sastra dan tidak dapat dijadikan acuan khusus sebagai wahana pembelajaran keterampilan berbahasa. Tetapi lain halnya dengan perkembangan pendidikan sekarang yang ditunjukkan oleh kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dengan berbasis teks, membuka peluang besar untuk karya apa saja untuk dijadikan sebuah teks bahan ajar, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia.

Perubahan perspektif yang berbeda mengenai teks yang dikembangkan dalam kurikulum 2013 ini terletak dari sifat teks itu sendiri. Perspektif teks sebelumnya hanya bersifat tulisan, dan sekarang berubah lebih dari sekadar tulisan. Dalam kurikulum 2013, teks adalah ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya ada situasi dan konteksnya (Mahsun, 2013). Teks dibentuk oleh konteks situasi penggunaan bahasa yang di dalamnya ada register atau ragam bahasa yang di melatarbelakangi lahirnya teks tersebut. Maryanto (Kompas, 3 April 2013) juga menyatakan bahwa yang dimaksud teks pada Kurikulum 2013 berbentuk tulisan, lisan, dan bahkan multimodal seperti gambar.

Dari penjelasan di atas, maka dapat dipastikan bahwa film mempunyai peluang dan potensi yang sangat strategis guna menjadi bagian dari teks. Diantara konten teks yang dimaksud dalam kurikulum 2013 adalah pemodelan teks negosiasi. Media film akan efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran teks negosiasi untuk siswa SMA. Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk mencari penyelesaian bersama di anatara pihak-pihak yang mempunyai perbedaan kepentingan. Teks yang mengandung unsur negosiasi disebut teks negosiasi. Struktur teksnya adalah pembukaan^isi^penutup.

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan kajian struktural dan nilai-nilai pendidikan pada Film Sang Pencerah yang disutradari oleh Hanung Bramantyo dan novelisasi dengan judul yang sama yang dilakukan oleh Akmal


(20)

7

Nasery Basral. Film dan novel tersebut tersebut menghadirkan kisah tentang kehidupan KH. Ahmad Dahlan, seorang tokoh besar dalam organisasi Islam Muhammadiyah. Beliau merupakan sosok yang terkenal akan pemikiran-pemikiran kontroversi seorang pendobrak tradisi. Karakter kuatnya itulah yang menjadi modal utama dalam pengisahan dalam film dan novel ini.

Film Sang Pencerah itu sendiri disutradari oleh Hanung Bramantyo dan diproduksi oleh MVP Pictures. Film ini dibintangi oleh Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan, Ihsan Idol sebagai Ahmad Dahlan Muda, dan Zaskia Adya Mecca sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Film ini menjadikan sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang toleransi, koeksistensi (bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan), kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan yang kurang. Sang Pencerah mengungkapkan sosok pahlawan nasional itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, lelaki tegas pendirian itu juga dimunculkan sebagai pembaharu Islam di Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta rasional

Adapun novelisasi yang dilakukan oleh Akmal Nasery Basral merupakan gambaran secara umum yang merujuk pada skenario film Sang Pencerah yang lebih dahulu tayang. Novel ini pun mengambil judul yang sama dengan judul filmnya yaitu Sang Pencerah. Tentunya konten pengisahan pun tidak akan jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam film. Namun, beberapa hal yang menjadi menarik dari kedua karya ini adalah media ekspresi seni yang berbeda, film yang lebih menekankan kepada unsur audio visual untuk ditonton, sedangkan novel lebih menekankan kepada pembaca. Selain sebagai objek penelitian dengan pendekatan struktural film dan novel ini pun akan dijadikan sebagai alternatif teks pembelajaran teks negosiasi, khususnya di Sekolah Menengah Atas.

Penelitian ini akan menjadi pelengkap dari penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dikaji oleh beberapa orang peneliti yang memilih novelisasi populer dan hanya fokus pada kajian struktur, perbandingan, serta pemanfaatannya secara terpisah. Seperti yang dilakukan oleh Firman Hardiansayah dalam tesisnya yang berjudul ”Adaptasi Film Biola Tak Berdawai


(21)

8

ke dalam Novel: Kajian Perbandingan”. Selain itu, Diki Mutaqin (2011) dengan judul “Pembelajaran Apresiasi Sastra Melalui pendekatan Struktural dan Respon Pembaca terhadap Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata dan Adaptasinya ke dalam Bentuk Film serta Model Pembelajarannya di SMP Al Azhar Syifa Budi Parahyangan” dan Heri Nurdiansyah (2012) dengan judul penelitian “Transformasi Novel Dwilogi The Da Peci Code dan Rosid & Delia ke dalam

Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta”.

Adapun penelitian lain yang mengkaji khusus dengan objek novel Sang

Pencerah memang telah dilakukan, namun tidak diarahkan kepada kajian sastra

bandingan dengan karya film yang sebelumnya telah muncul sebelum novel tersebut dibuat. Penelitian lain tersebut diantaranya dilakukan oleh Anis Indarwati dan Mahasri Shobahiya dalam jurnal UMS dengan judul “Modernisasi Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan dalam Novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral”, kajian ini hanya fokus pada aspek penokohan K.H. Ahmad Dahlan yang membangun pembaharuan pendidikan Islam di Kauman, Yogyakarta. Selain kajian tersebut, ada pula kajian nilai-nilai dakwah novel Sang

Pencerah yang dilakukan oleh Edi Amin yang hanya fokus pada nilai-nilai

dakwah tanpa melakukan kajian dalam aspek lainnya.

Adapun penelitian yang peneliti lakukan dalam karya ilmiah ini, mencoba menambah kompleksitas penelitian yang belum dilakukan, selain mengkaji struktur sastra bandingan dan pemanfaatannya dalam pembelajaran, peneliti menambahkan dengan mengkaji nilai pendidikan yang sarat dalam karya film dan novel Sang Pencerah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti mengajukan penelitian dengan judul “Kajian Nilai Pendidikan Dalam Alih Wahana Novel “Kajian Nilai Pendidikan dalam Novelisasi Film Sang Pencerah Serta Pemanfaatannya sebagai Pemodelan Teks pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan Kurikulum 2013”.


(22)

9

1.2 Batasan Masalah

Untuk menfokuskan penelitian terhadap objek yang akan diteliti, peneliti membatasi kajian pendekatan struktural dan nilai-nilai pendidikan pada film dan novel Sang Pencerah.

1) Pendekatan struktur mengkaji mengenai unsur intrinsik novel dan film, yang mencakup: (1) tokoh dan penokohan, (2) latar, (2) alur.

2) Nilai-nilai pendidikan yang akan diteliti, yaitu jujur, terbuka, berani mengambil risiko dan bertanggungjawab, memenuhi komitmen, dan mampu berbagi.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti merumuskan beberapa masalah untuk memperjelas arah penelitian dan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi pada tujuan utama. Perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut ini.

1) Bagaimana nilai pendidikan yang ditampilkan dalam struktur film Sang

Pencerah?

2) Bagaimana nilai pendidikan yang ditampilkan dalam struktur novel Sang

Pencerah?

3) Bagaimana perbandingan antara nilai pendidikan yang ditampilkan dalam struktur film dan novel Sang Pencerah?

4) Bagaimanakah rancangan model pembelajaran teks yang efektif di sekolah menengah atas dengan menggunakan film Sang Pencerah?

1.4 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang struktur serta nilai-nilai pendidikan yang tergambar dalam film dan novel Sang Pencerah dan pemanfaatannya sebagai pemodelan teks negosiasi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum 2013. Berdasarkan ilustrasi di atas secara operasional penelitian ini bertujuan untuk:


(23)

10

1) Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terdapat pada struktur pembangun cerita pada film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo.

2) Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung pada pada novel Sang

Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

3) Mendeskripsikan perbandingan nilai pendidikan yang terdapat pada struktur pembangun cerita dalam dua karya yang berbeda, yaitu nilai pendidikan dalam struktur film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo dan novel

Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.

4) Mendeskripsikan model pembelajaran pemodelan teks yang efektif di sekolah menengah atas dengan menggunakan film Sang Pencerah.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dua manfaat, yaitu teoretis dan praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini akan memberikan manfaat bagi perkembangan penelitian sastra bandingan dengan pendekatan struktural terhadap novel dan alih wahananya menjadi karya film. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberi masukan pemikiran dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya dalam kajian struktural serta nilai-nilai pendidikan moral pada dua karya berbeda, yaitu novel dan film. Lebih dari itu, penelitian ini diharapkan menjadi suplemen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis teks pada kurikulum 2013.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan motivasi bagi para pendidik agar lebih kreatif dan inovatif dalam menyusun model dan rencana untuk menyiasati kurikulum 2013 pada pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks.


(24)

11

1.6 Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran tentang penelitian ini, di bawah ini diuraikan penjelasan sebagai berikut ini.

1) Kajian struktur adalah suatu cara untuk menelaah atau mengkajian karya dari unsur-unsur pembangun karya itu sendiri. Dalam hal ini, kajian dilakukan pada film dan novelisasi dengan pendekatan yang sama dengan pendekatan struktural karya sastra imajinatif, yang unsur-unsurnya berhubungan satu sama lain secara totalitas.

2) Nilai pendidikan yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah nilai-nilai baik yang berguna dan bernilai untuk kehidupan masyarakat pada umumnya. 3) Novel Sang Pencerah adalah novel yang disusun oleh Akmal Nasery Basral

dari hasil novelisasi dari film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo. Novelisasi adalah pengalihwahanaan karya dari bentuk seni lain ke dalam bentuk bentuk novel. Dalam hal ini, dalam bentuk film ke dalam bentuk novel.

4) Film adalah media komunikasi yang mampu mempengaruhi cara pandang individu yang kemudian akan membentuk karakter suatu bangsa dengan menampilkan karya berupa sinema yang dapat ditonton secara audio visual dari hasil kerja tim perfilman, seperti sutradara, aktor, penulis skenario, penata artistisk, penata musik, dan lain-lain yang mendukung terciptanya sebuah film.

5) Teks, teks pada Kurikulum 2013 berbentuk tulisan, lisan, dan bahkan multimodal seperti gambar.


(25)

12

1.7 Paradigma Penelitian

Minimnya Pemanfaatan Adaptasi Karya

Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Teks

Kandungan Nilai Sastra dan Film kurang diperhatikan

SOLUSI

1. Pembelajaran Apresiasi Sastra 2. Menggunakan

Novelisasi sebagai Bahan Ajar

3. Menggali Nilai Pendidikan dalam Novelisasi

Novelisasi

Sang Pencerah

Bahan Ajar Sastra

Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan pada Diri Siswa

Perbandingan Unsur

Perbandingan Nilai Pendidikan

Kajian Struktur

Kajian Perbandingan


(26)

92

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik komparatif. Pada hakikatnya pendekatan kualitatif senantiasa mengalami perkembangan dalam pengolahan dan data yang diteliti. Hal ini terjadi dari sifat kualitatif yang dinamis, yang menemukan persoalan-persoalan baru dalam proses analisis, sehingga penelitian terus memengalami perkembangan.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok (Sukmadinata, 2006:60). Seraya yang dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen, S. (1992: 21-22) bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.

Adapun metode deskriptif analitik komparatif, yaitu metode membandingkan dua buah objek penelitian (teks film dan novel). Metode ini menuntut peneliti untuk menguraikan dan menganalisis objek-objek penelitian tersebut terlebih dahulu, kemudian mendeskripsikannya sehingga terlihat jelas gambaran mengenai fakta yang terkait dengan objek penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk dalam bidang kajian sastra bandingan.

Kekualitatifan penelitian ini berkaitan dengan data penelitian yang tidak berupa angka-angka, tetapi berupa kualitas bentuk verbal yang berwujud tuturan (Muhajir, 1996: 29). Tuturan yang menjadi data penelitian ini terealisasi di dalam penggalan dialog pada film. Data verbal yang berupa penggalan percakapan ini pun tidak dikuantifikasi, sehingga di dalam penelitian ini tidak digunakan


(27)

93

perhitungan secara statistik. Pendapat Muhajir ini diperkuat oleh Arikunto (1993: 195) yang menyebutkan bahwa penelitian deskriptif, karena penelitian ini berusaha menggambarkan data dengan kata-kata atau kalimat yang dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh simpulan.

Data-data yang ditemukan merupakan uraian dari hasil pendeskripsian. Deskripsi data akan berbentuk uraian berupa unsur struktur dari novel dan film yang dianalisis secara terpisah dalam bentuk uraian yang selanjutnya digaris bawahi sebagai bahan perbandingan.

3.2 Sumber Data dan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah film Sang Pencerah karya Hanung B ramantyo dan novel hasil dari proses novelisasi dari film tersebut yang dilakukan oleh Akmal Nasery Basral. Sumber data ini didapatkan dari teks novel tersebut dan hasil transkrip dialog (skenario) dari film tersebut, sehingga menjadi korpus data. Data yang dimaksud telah terlebih dahulu dipilah dari bentuk korpus ke dalam bentuk data yang diperlukan, baik berupa tuturan kalimat maupun kata yang telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Hal ini senada dengan pendapat Lofland dan Lopland (Moleong, 2000: 112), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Adapun identitas dari kedua karya tersebut adalah sebagai berikut ini. Identitas Film Sang Pencerah:

1. Judul : Sang Pencerah

2. Sutradara : Hanung Bramantiyo 3. Penulis Skenario : Hanung Bramantyo 4. Produser : Raam Punjabi 5. Produksi : MVP Pictures 6. Tahun tayang : 2010

7. Durasi : 120 menit


(28)

94

a) Peraih penghargaan FFI (Festival Film Indonesia) 2010 dengan beberapa kategori, diantaranya:

1. Fil Cerita Panjang Terbaik 2. Sutradara Terbaik

3. Penulis Skenario Cerita Asli Terbaik 4. Penata Sinematografi Terbaik 5. Penata Artistik Terbaik 6. Penata Suara Terbaik 7. Penata Musik Terbaik 8. Penyunting Terbaik

9. Pemeran Utama Pria Terbaik

Sumber: http://filmindonesia.or.id/article/sang-pencerah-raih-9-penghargaan-ffi-versi-tak-resmi#.U08kAVWSxSt

b) Peraih penghargaan FFB (Festival Film Bandung) 2011 dengan beberapa kategori, diantaranya:

1. Film terpuji

2. Pemeran Utama Pria Terpuji yang diraih oleh Lukman Sardi 3. Penata Artistik Terpuji yang diraih oleh Alan Sebastian 4. Penata Musik Terpuji yang diraih oleh Tya Subiakto 5. Penata Kamera Terpuji yang diraih oleh Faozan Rizal 6. Sutradara Terpuji yang diraih oleh Hanung Bramantyo Sumber:

http://entertainment.kompas.com/read/2011/05/06/23321532/.Sang.Pencerah.Bor ong.Penghargaan

Identitas Novel Sang Pencerah:

1. Pengarang : Akmal Nasery Basral

2. Penerbit : Mizan

3. Tahun terbit : 2010

4. Cetakan ke- : IV, November 2010

5. Kota Terbit : Jakarta


(29)

95

Latar belakang penulis :

Akmal Nasery Basral adalah wartawan dan sastrawan Indonesia. Kumpulan cerpen pertamanya Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku (2006) yang terdiri dari 13 cerpen termasuk long-list Khatulistiwa Literary Award 2007. Dia menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Sosiologi Universitas Indonesia. Saat ini tinggal di Cibubur, Bekasi, bersama istri, Sylvia, dan ketiga putri mereka, Jihan, Aurora, Ayla.

Sebagai wartawan ia pernah bekerja untuk majalah berita mingguan Gatra (1994-1998), Gamma (1999), sebelum bekerja di majalah Tempo (2004-sekarang). Ia juga pendiri dan pemimpin redaksi majalah tren digital @-ha (2000-2001), serta MTV Trax (2002) yang kini menjadi Trax setelah kerjasama MRA Media Group, penerbit majalah itu, dengan MTV selesai.

Sebagai sastrawan ia termasuk terlambat menerbitkan karya. Baru pada usia 37 tahun, novel pertamanya Imperia (2005) terbit, dilanjutkan dengan Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku (2006), serta Naga Bonar (Jadi) 2 (2007), novel dari film box-office berjudul sama yang disutradarai aktor kawakan Deddy Mizwar.

Di luar minatnya pada bidang jurnalistik dan sastra, Akmal Nasery Basral juga dikenal sebagai pengamat musik dan film Indonesia. Ia termasuk anggota awal tim sosialisasi Anugerah Musik Indonesia. Ketika sosialisasi terhadap penghargaan utama bagi insan musik Indonesia ini dilakukan pada 1997, kalangan jurnalis diwakili oleh Akmal dan Bens Leo. Pada pergelaran AMI ke-10 (2006), Akmal ditunjuk sebagai ketua Tim Kategorisasi yang memformat ulang seluruh kategorisasi penghargaan.

Di bidang perfilman Akmal menjadi satu dari lima juri inti Festival Film Jakarta ke-2 (2007), bersama Alberthiene Endah, Ami Wahyu, Mayong Suryo Laksono, dan Yan Widjaya.


(30)

96

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan membaca kritis seluruh teks dalam novel tersebut, lalu membaca keseluruhan transkrip dialog dalam film Sang Pencerah. Setelah itu, mengumpulkan teori-teori yang relevan sesuai dengan pendekatan penelitian yang telah ditetapkan, yaitu struktur film dan nilai-nilai pendidikan. Mencatat nilai-nilai pendidikan adalah hal yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data.

Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini dibuat berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Barthes (Zaimar, 1990:33) untuk menentukan kriteria atau syarat sekuen yaitu sebagai berikut ini.

1) Sekuen haruslah terpusat pada satu titik perhatian (fokalisasi), yang diamati merupakan objek yang tunggal dan yang sama: peristiwa yang sama, tokoh yang sama, gagasan yang sama, bidang pemikiran yang sama.

2) Sekuen harus mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang koheren: sesuatu terjadi pada suatu tempat atau waktu tertentu. Dapat juga merupakan gabungan dari beberapa tempat dan waktu yang mencakup dalam suatu tahapan. Misalnya satu periode dalam kehidupan seorang tokoh, atau seringkaian contoh atau pembuktian untuk mendukung suatu gagasan.

3) Adalakalanya sekuen dapat ditandai oleh hal-hal di luar bahasa: kertas kosong di tengah teks, tata letak dalam penulisan teks, dan lain-lain.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik pencatatan data dan penggunaan dokumen. Selain itu, untuk memeriksa keabsahan data, peneliti melakukan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekkan atau sebagai pembanding terhadap data yang diteliti (Maleong, 2000: 178). Adapun pencatatan data dan dokumen nantinya akan terbentuk korpus data. Setelah korpus data terbentuk secara


(31)

97

keseluruhan dengan format urutan satuan isi cerita (USIC), kemudian data diklasifikasikan dan dianalisis berdasarkan masalah penelitian. Secara rinci teknik analisis data adalah sebagai berikut ini.

a. Data dikelompokkan atau diklasifikasikan secara terpisah antara film dan novel;

b. Selanjutnya masing-masing karya dikaji berdasarkan struktur (alur, tokoh/ penokohan, latar);

c. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan pada masing-masing karya; d. Mendeskripsikan perbandingan antara struktur pada film dan novel; e. Mendeskripsikan perbandingan nilai-nilai pendidikan pada film dan novel; f. Mendeskripsikan simpulan tentang hasil analisis terhadap karya film dan novel

secara umum.

g. Menyusun bahan pembelajaran sastra dengan memanfaatkan novelisasi untuk pembelajaran sastra di SMA kelas X.

h. Membuat simpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian.

Berdasarkan langkah-langkah teknik analisis data tersebut, peneliti membuat desain penganalisisan data berdasarkan klasifikasi sumber data. Adapun desain penganalisisan tersebut adalah sebagai berikut ini.

3.4.1 Analisis Film

3.4.1.1Analisis Fakta Cerita Film Sang Pencerah 1) Analisis Alur

Analisis penyajian alur film Sang Pencerah dilakukan dengan membaca keseluruhan cerita dengan saksama di setiap sekuennya dengan mendeskripsikan cerita dari dialog, peritiwa, tokoh dan sikap tokoh/penokohan, sorot balik, dan latar. Untuk memudahkan penelitian, peneliti membuat tabel analisis sekuen sebagai berikut ini.


(32)

98

Tabel 3.1

ANALISIS URUTAN SATUAN ISI CERITA (USIC) FILM SANG PENCERAH

No. Sekuen Jenis

Sekuen Waktu 1 ... ... ... 2 ... ... ... 3 ... ... ... 4 ... ... ...

5 Dst. dst. dst.

Keterangan:

Jenis sekuen diisi dengan singkatan:

1. Sekuen Dialog = SD

2. Sekuen Peristiwa = SP 3. Sekuen Deskripsi Latar = SDL

4. Sekuen Deskripsi Tokoh dan Penokohan=SDTP 5. Sekuen Sorot Balik = SSB

Selain tabel analisis alur di atas, peneliti pun membuat tabel distribusi urutan sekuen film Sang Pencerah sebagai berikut ini.

Tabel 3.2

TABEL DISTRIBUSI URUTAN SATUAN ISI CERITA (USIC) FILM SANG PENCERAH

No. Jenis Sekuen Nomor

Sekuen Jumlah

1 Sekuen Dialog (SD) ... ...

2 Sekuen Peristiwa (SP) ... ...

3 Sekuen Latar (SL) ... ...

4 Sekuen Deskripsi Tokoh dan Penokohan (SDTP) ... ... 5 Sekuen Sorot Balik (SSB) ... ...


(33)

99

Tahap akhir dari proses analisis alur dengan mendeskripsikan tabel alur tersebut untuk mengetahui penyajian alur film Sang Pencerah, sebagai bahan untuk dijadikan pembanding dengan alur novel Sang Pencerah.

2) Analisis Tokoh dan Penokohan

Analisis penyajian tokoh dan penokohan film Sang Pencerah ini peneliti desain dengan melalui tabel sebagai berikut ini. Analisis tokoh dan penokohan ini dilakukan dengan merujuk pada sekuen deskripsi tokoh dan penokohan yang telah dilakukan sebelumnya.

Tabel 3.3

ANALISIS TOKOH FILM SANG PENCERAH

No. Tokoh Jenis Penamaan

Tokoh

1 ... ...

2 ... ...

3 ... ...

4 ... ...

5 dst dst

Keterangan:

1. Tokoh : diisi dengan nama tokoh yang terdapat dalam film 2. Penamaan tokoh :

diisi dengan beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut pandang dan tinjaun tertentu, seperti tokoh utama atau tambahan.

Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan tokoh dan penokohan yang merujuk pada tokoh utama dan tambahan yang mendominasi cerita atau yang memengaruhi sebab akibat alur pada cerita. Pada deskripsi ini, peneliti mengutip beberapa dialog dan deskripsi peristiwa untuk menjadi bukti dasar yang menguatkan penokohan.


(34)

100

3) Analisis Latar

Mengungkapkan fakta cerita latar dalam film, peneliti berfokus pada sekuen deskripsi latar yang tersaji pada analisis sekuen sebelumnya. Namun peneliti memberi deskripsi latar tersebut sesuai dengan jenis latarnya, diantaranya latar tempat, waktu, dan sosial. Adapun analisis tersebut disajikan dalam desain tabel sebagai berikut ini.

Tabel 3.4

ANALISIS LATAR TEMPAT FILM SANG PENCERAH

No Latar Tempat USICF

1 ... ...

2 ... ...

3 ... ...

4 ... ...

5 dst. dst.

Keterangan:

1. Latar : diisi dengan nama tempat 2. USICF : diisi dengan nomor urut USIC

Tabel 3.5

ANALISIS LATAR WAKTU FILM SANG PENCERAH

No Latar Waktu USICF

1 ... ...

2 ... ...

3 ... ...

4 ... ...

5 dst. dst.

3.4.1.2Analisis Nilai Pendidikan Film Sang Pencerah

Pada tahap ini, peneliti menganalisis nilai-nilai pendidikan yang bersumber dari inspirasi tokoh. Nilai pendidikan yang bersumber dari inspirasi tokoh maksudnya adalah nilai yang terdapat pada hal-hal yang dilakukan tokoh terhadap peristiwa yang terjadi terhadapnya, baik itu cara tokoh menghadapi konflik maupun ide-ide pemikiran yang dimunculkan.


(35)

101

3.4.2 Analisis Novel

3.4.2.1Analisis Fakta Cerita Novel Sang Pencerah 1) Analisis Alur

Analisis penyajian alur novel Sang Pencerah dilakukan dengan membaca keseluruhan cerita dengan saksama di setiap sekuennya dengan mendeskripsikan cerita dari dialog, peritiwa, tokoh dan sikap tokoh/penokohan, sorot balik, dan latar. Untuk memudahkan penelitian, peneliti membuat tabel analisis sekuen sebagai berikut ini.

Tabel 3.6

ANALISIS URUTAN SATUAN ISI CERITA (USIC) NOVEL SANG PENCERAH

No. Sekuen Jenis

Sekuen Waktu 1 ... ... ... 2 ... ... ... 3 ... ... ... 4 ... ... ... 5 ... ... ... 6 ... ... ...

7 Dst. dst. dst.

Keterangan:

Jenis sekuen diisi dengan singkatan:

1. Sekuen Dialog = SD

2. Sekuen Peristiwa = SP

3. Sekuen Latar = SL

4. Sekuen Deskripsi Tokoh dan Penokohan=SDTP 5. Sekuen Sorot Balik = SSB

Selain tabel analisis alur di atas, peneliti pun membuat tabel distribusi urutan sekuen novel Sang Pencerah sebagai berikut ini.


(36)

102

Tabel 3.7

DISTRIBUSI URUTAN SATUAN ISI CERITA (USIC) NOVEL SANG PENCERAH

No. Jenis Sekuen Nomor

Sekuen Jumlah

1 Sekuen Dialog (SD) ... ...

2 Sekuen Peristiwa (SP) ... ...

3 Sekuen Latar (SL) ... ...

4 Sekuen Deskripsi Tokoh dan Penokohan (SDTP) ... ... 5 Sekuen Sorot Balik (SSB) ... ...

Tahap akhir dari proses analisis alur dengan mendeskripsikan tabel alur tersebut untuk mengetahui penyajian alur novel Sang Pencerah, sebagai bahan untuk dijadikan pembanding dengan alur novel Sang Pencerah.

2) Analisis Tokoh dan Penokohan

Analisis penyajian tokoh dan penokohan novel Sang Pencerah ini peneliti desain dengan melalui tabel sebagai berikut ini. Analisis tokoh dan penokohan ini dilakukan dengan merujuk pada sekuen deskripsi tokoh dan penokohan yang telah dilakukan sebelumnya.

Tabel 3.8

ANALISIS TOKOH NOVEL SANG PENCERAH

No. Tokoh Jenis Penamaan

Tokoh

1 ... ...

2 ... ...

3 ... ...

4 ... ...

5 dst dst

Keterangan:

1. Tokoh : diisi dengan nama tokoh yang terdapat dalam novel

2. Penamaan tokoh : diisi dengan beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut pandang dan tinjaun tertentu, seperti tokoh utama atau


(37)

103

Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan tokoh dan penokohan yang merujuk pada tokoh utama dan tambahan yang mendominasi cerita atau yang memengaruhi sebab akibat alur pada cerita. Pada deskripsi ini, peneliti mengutip teks novel untuk menjadi bukti dasar yang menguatkan penokohan.

3) Analisis Latar

Mengungkapkan fakta cerita latar dalam novel, peneliti berfokus pada sekuen deskripsi latar yang tersaji pada analisis sekuen sebelumnya. Namun peneliti memberi deskripsi latar tersebut sesuai dengan jenis latarnya, diantaranya latar tempat, waktu, dan suasana. Adapun analisis tersebut disajikan dalam desain tabel sebagai berikut ini.

Tabel 3.9

ANALISIS LATAR TEMPAT NOVEL SANG PENCERAH

No Latar Tempat USICN

1 ... ...

2 ... ...

3 ... ...

4 dst dst

Keterangan:

1. Latar Tempat : diisi dengan nama tempat

2. Nomor sekuen : diisi dengan nomor sekuen yang telah dianalisis sebelumnya pada tabel analisis sekuen.

Tabel 3.10

ANALISIS LATAR WAKTU NOVEL SANG PENCERAH

No Latar Waktu USICN

1 ... ...

2 ... ...

3 ... ...

4 ... ...

5 ... ...

Keterangan:

1. Latar Tempat : diisi dengan waktu peristiwa

2. Nomor sekuen : diisi dengan nomor sekuen yang telah dianalisis sebelumnya pada tabel analisis sekuen..


(38)

104

Tahap selanjutnya adalah mendeskripsikan latar tempat, waktu, dan suasana dengan berfokus pada informasi latar yang paling mendominasi/ mendukung cerita secara umum dengan bukti teks dari novel yang dikutip sebagai bukti autentik.

3.5.2.2 Analisis Nilai Pendidikan Novel Sang Pencerah

Pada tahap ini, peneliti menganalisis nilai-nilai pendidikan yang bersumber dari lima sikap dasar yang diungkapkna oleh Mulyana (Nurdiansyah, 2011:69), yakni jujur, terbuka, berani mengambil risiko dan bertanggungjawab, memenuhi komitmen, dan mampu berbagi.

3.5.3 Analisis Proses Novelisasi Film Sang Pencerah

Analisis proses novelisasi film Sang Pencerah penulis uraikan dengan tahapan sebagai berikut ini.

1. Penulis membuat tabel perbandingan Urutan Satuan Isi Cerita (USIC) berdasarkan distribusi urutan satuan isis cerita film dan novel yang telah disusun sebelumnya.

Tabel tersebut sebagai berikut.

Tabel 3.11

Perbandingan Distribusi Urutan Satuan Isi Cerita Film dan Novel

No. Jenis Sekuen Jumlah Sekuen

Film Novel

1 Dialog (D) ... ...

2 Peristiwa (P) ... ...

3 Deskripsi Latar (DL ... ...

4 Deskripsi Tokoh dan Sikap

Tokoh (DT) ... ...

5 Sorot Balik (SB) ... ...


(39)

105

2. Langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan tabel perbandingan distribusi urutan satuan isi cerita film dan novel tersebut untuk mengungkapkan proses novelisasi yang dipastikan akan terjadi penambahan dan perubahan vasriasi. 3. Mendeskripsikan penambahan cerita.

4. Mendeskripsikan perbahan variasi

Untuk memudahkan untuk melihat perubahan variasi yang terjadi pada proses novelisasi, peneliti menyajikannya dalam bentuk tabel sebagai berikut ini.

Tabel 3.12 Perubahan Variasi

No Film Novel

1 ... ...

2 ... ...

3 ... ...

4 ... ...


(40)

106

3.6 Desain Penelitian

Kajian Bandingan

PERBANDINGAN STRUKTUR

TEKS FILM TEKS NOVEL

STRUKTUR

FILM NOVEL

PERBANDINGAN NILAI PENDIDIKAN

STRUKTUR

SKENARIO PEMBELAJARAN BERBASIS TEKS DAN PEMBUATAN MODUL


(41)

437

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian merupakan jawaban dari rumusan masalah penelitian yang dikemukakan pada rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut dirancang untuk mencapai tujuan: 1) Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terdapat pada struktur pembangun cerita pada film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo; 2) Mendeskripsikan nilai pendidikan yang terkandung pada pada novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral; 3) Mendeskripsikan perbandingan nilai pendidikan yang terdapat pada struktur pembangun cerita dalam dua karya yang berbeda, yaitu nilai pendidikan dalam struktur film dan novel Sang Pencerah; 4) Mendeskripsikan pemanfaatan teks film dan novel sebagai pemodelan teks dalam bentuk modul sekolah menengah atas.

5.1.1 Nilai Pendidikan dalam Struktur Film

Hasil kajian struktur film Sang pencerah karya Hanung Bramantyo menunjukan hasil bahwa penyajian unsur-unsur pembangun cerita dikemas dengan efektif. Pertama, alur; alur film disajikan dengan alur maju. Penyajian alur ini secara efektif ditampilkan oleh sutradara dengan apik, sehingga sangat lugas dalam mengungkapkan skenario sejarah tokoh utama (Kiai Ahmad Dahlan) dalam mendidirikan Muhammadiyah yang diangkat dalam film ini. Kedua, begitu pun unsur tokoh dan penokohan, sutradara memberi keterangan nama secara visual untuk mengenali tokoh-tokoh penting dalam film ini. Selain itu, sutradara pun memberikan gambaran secara luas untuk para apresiator menentukan penokohan, diantaranya dapat ditelaah dari sudut pandang pemikiran, sikap dan tindakan tokoh, dialog antartokoh, dan gambaran langsung dari tokoh lain.

Ketiga, sebagai film yang mengusung sejarah, film ini menampilkan

latar-latar yang berhubungan langsung dalam sejarah yang diangkat, baik latar-latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Untuk menguatkan latar tersebut, sutradara membuat seolah-olah latar tersebut diketengahkan sesuai pada zamannya ditunjang dengan


(42)

438

membubuhkan keterangan latar tersebut secara tertulis, sehingga apresiator film dapat menemukan informasi secara langsung.

Untuk menemukan nilai-nilai pendidikan dalam film Sang Pencerah, peneliti dapat dengan mudah menemukannya dalam beberapa peristiwa dan dalam penokohan, baik tokoh utama maupun tokoh tambahan. Namun, peneliti menfokuskan kajian nilai pendidikan pada penokohan tokoh utama, yaitu Kiai Ahmad Dahlan dengan mempertimbangkan saratnya karakter tokoh tersebut yang layak untuk dijadikan suritauladan untuk apresiator film. Adapun nilai-nilai pendidikan tersebut merujuk pada konsep lima sikap dasar, yakni jujur, terbuka, berani mengambil risiko dan bertanggungjawab, memenuhi komitmen, dan mampu berbagi.

5.1.2 Nilai Pendidikan dalam Struktur Novel

Hasil kajian struktur novel Sang Pencerah karya Ahmad Nasery Basral menunjukkan hasil bahwa penyajian cerita mengalami banyak penambahan, baik peristiwa maupun pengemban cerita (tokoh). Oleh karena itu, alur cerita lebih dramatis dan mengalami banyak perubahan variasi, sehingga tidak monoton. Indikator hal ini dapat dilihat dari banyaknya sekuen yang muncul. Adapun jenis sekuen yang mendominasi dibandingkan dengan sekuen-sekuen lainnya adalah sekuen peristiwa, sehingga alur menjadi lebih dinamis dan memiliki detail deskripsi tokoh dan penokohan, latar, dan sorot balik secara padu.

Deskripsi tokoh dan penokohan diungkapkan secara detail dengan berbagai cara penyajian, diantaranya melalui tuturan pengarang secara langsung, gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan dan cara berpakaian, menunjukkan bagaimana perilakunya, melihat bagaimana tokoh tersebut berbicara, memahami bagaimana jalan pemikirannya, melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, dan melihat bagaimana tokoh-tokoh lain memberikan reaksi terhadapnya.

Selain tokoh dan penokohan yang disajikan secara terperinci, pengarang pun menyajikan latar dengan lengkap dengan keterangan waktu, nama tempat serta keadaan sosial dengan gaya penceritaan sejarah. Banyaknya deskripsi


(43)

439

mengenai latar waktu yang diceritakan secara sistematis dan didukung oleh penguatan fakta sejarah terjadinya peristiwa, maka novel Sang Pencerah ini dapat dikategorikan sebagai novel sejarah.

Adapun nilai pendidikan yang menjadi esensi tujuan kajian ini adalah dengan mengambil tokoh utama sebagai objek kajiannya, karena dianggap sebagai tokoh yang sarat dengan karakter yang sangat layak dijadikan panutan untuk apresiator dalam realita kehidupan. Karakter atau penokohan tersebut merujuk pada nilai-nilai luhur universal, yakni: cinta tuhan dan ciptaan-nya; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran/amanah dan diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka tolong-menolong, gotong-royong, dan kerja sama; percaya diri dan kerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

5.1.3 Perbandingan Nilai Pendidikan dalam Struktur Film dan Novel

Ditinjau dari proses novelisasi yang terjadi di dalam film Sang Pencerah bahwa novel Sang Pencerah melakukan banyak penambahan dan perubahan variasi dan tidak melakukan penciutan. Terjadinya penambahan dan perubahan variasi yang dilakukan pengarang pada novelnya dengan pertimbangan tersedianya peluang nalarnya untuk dituangkan dalam bentuk bahasa tulis, sehingga dapat dengan leluasa menuangkan imajinasinya.

Sesuai dengan yang telah dikaji pada pengkajian film dan novel sebelumnya, nilai-nilai pendidikan yang patut dijadikan teladan bagi kita adalah nilai sikap dasar karakter yang merujuk pada nilai-nilai universal. Nilai-nilai tersebut disematkan secara apik oleh sutradara dan pengarang dengan menunjuk beberapa tokoh untuk mengembannya, namun sesuai dengan isu kuat yang diangkat adalah tokoh utama, yakni tokoh Kiai Ahmad Dahlan sebagai pendiri perkumpulan Islam Muhammadiyah, pada sosok inilah nilai-nilai tersebut ditanamkan oleh sineas dan pengarang Sang Pencerah ini.

Rumusan nilai-nilai tersebut telah terpatri dan dirumuskan berdasarkan budaya dan karakter yang telah terukir dalam sosial masyarakat sebagai bangsa dan negara. Nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa berasal dari nilai-nilai


(44)

440

luhur universal, yakni: cinta tuhan dan ciptaan-nya; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran/amanah dan diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka tolong-menolong, gotong-royong, dan kerja sama; percaya diri dan kerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

5.1.4 Pemanfaatan hasil kajian novelisasi sebagai pemodelan teks dalam modul

Kajian novelisasi yang dilakukan pada penelitian ini menemukan bagian film dan novel yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pendekatan teks negosiasi. Hasil dari kajian novelisasi, peneliti dapat merancang kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan film dan novel sebagai pelaksanaan pendekatan teks dalam bentuk rancangan pelaksanaan pembelajaran dan modul dengan memanfaatkan penggalan novel sebagai pemodelan teks negosiasi.

Adapun bagian penggalan dari novel Sang Pencerah tersebut terdapat pada halaman 204 s.d. 212 yang mengisahkan proses terjadinya dialog para kiai yang membahas mengenai pendapat Kiai Ahmad Dahlan mengenai arah kiblat mesjid yang tidak mengarah tepat ke arah kiblat. Dalam proses dialog tersebut terdapat proses negosiasi yang terjadi diantara para tokoh tersebut untuk saling memengaruhi satu sama lain sehingga dicapai kesimpulan. Maka proses ini layak dijadikan sebagai pemodelan teks negosiasi pada pembelajaran Bahasa Indonesia yang dimasukan dalam bentuk modul.

5.2 Saran

Kesimpulan dari kajian penelitian ini menyatakan bahwa karya film dan novel Sang Pencerah sarat akan nilai-nilai pendidikan dan dapat dimanfaatkan untuk pemodelan teks pada era kurikulum mutakhir. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tentu apresiator dari karya sejenis ini mempunyai banyak peluang untuk memberikankan apresiasi dengan berbagai cara dan sudut pandang, salah satunya dengan mengkajinya secara ilmiah.


(45)

441

Peneliti sangat mengapresiasi positif terhadap karya-karya anak bangsa yang mengusung sejarah para tokoh terbaik bangsa yang diangkat pada berbagai karya, baik film, novel, maupun karya lainnya. Karya-karya tersebut apabila ditelaah secara mendalam, dapat ditemukan nilai-nilai yang sangat berharga bagi kebutuhan ruhani kita untuk terus berpikir dan menghayati apa tujuan hidup. Oleh karena itu, peneliti memberikan saran untuk peneliti selanjutnya agar dapat mengkaji lebih banyak lagi penelitian sebagai pengembangkan kajian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Saran selanjutnya, mata pelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum 2013, khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia telah disiapkan dan disajikan dalam bentuk buku pedoman guru dan pegangan siswa , namun demikian hal tersebut bukanlah hal yang membelenggu kreatifitas guru dan peneliti. Banyak konten pengajaran teks yang diusung pada pembelajaran bahasa kurikulum 2013 saat ini, dan pada penelitian ini peneliti baru mengangkat satu teks yang dijadikan sebagai bahan pemodelan teks, yakni teks negosisi. Oleh karena itu, para peneliti selanjutnya memiliki peluang luas untuk kajian selanjutnya yang lebih mutahir untuk mengembangkan dan menambah khasanah keilmuan guna memberikan sumbangsih menyukseskan pendidikan di Indonesia melalui pelajaran bahasa Indonesia.

Menyikapi tanggapan sebagian guru yang menganggap bahwa kurikulum 2013 ini adalah kurikulum dengan sajian instan “tinggal pakai”, maka hal itu kurang tepat, sebaliknya kurikulum ini tidak membentengi kreatifitas guru untuk mengapresiasi apa yang dipahaminya dengan membuat bahan ajar dan merancang pelaksanaan pembelajaran yang inovatif sesuai dengan konsep yang diusung pada kurikulum mutakhir ini. Proses tersebut, dapat dikatakan sebagai bagian dari proses evaluasi kurikulum yang dapat dijadikan parameter keberhasilan pelaksanaannya.


(46)

441

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. (1971). The Mirror and The Lamp Romantic Theory and The

Critical Tradition. Oxford University Press.

Abrams, M.H. (1981). A Glossary of Literary Terms. New York: Harcourt, Brace, & World, Inc.

Abrams, M.H. (1999). A Glossary of Literary Terms. Australia, Canada, Mexico, Singapore, and United Kindom States: Heinle & Heinle.

Aminudin. (2010). Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: CV. Sinar Baru. Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Badudu, J.S. 1984. Sari Kesusastraan Indonesia 2. Bandung: CV. Pustaka Prima. Barthes, Roland. (1981). Intrduction á I’Analyse Structurale des Recits. Paris:

Editions du Seuil.

Baswir, Revrison., dkk.. (2003). Pembangunan Tanpa Perasaan. Evaluasi

Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Jarta: ELSAM.

Clements, Robert J. (1978). Comparative Literature as Academic Diciplin. New York: Modern Langauge Association of America.

Damono, Sapardi Djoko. (2005). Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa, Depsiknas.

Daroeso, Bambang. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.

Dewan Redaksi. (2004). Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu.. Dewan Redaksi. (2007). Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa. Djahirin, Kosasih. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan

Game dalam VCT, PMPKN. IKIP Bandung..

Eagleton, Terry. (2007). Teori Sastra: Sebuah Pengantar Komprehensif. (Edisi Terjemahan Harfiah Widyawati dan Evy Setyarini). Yogyakarta: Jalasutra. Efendy, Heru. (2002). Mari Membuat Film, Panduan Menjadi Produser.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. (1971). The Mirror and The Lamp Romantic Theory and The Critical Tradition. Oxford University Press.

Abrams, M.H. (1981). A Glossary of Literary Terms. New York: Harcourt, Brace, & World, Inc.

Abrams, M.H. (1999). A Glossary of Literary Terms. Australia, Canada, Mexico, Singapore, and United Kindom States: Heinle & Heinle.

Aminudin. (2010). Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: CV. Sinar Baru. Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Badudu, J.S. 1984. Sari Kesusastraan Indonesia 2. Bandung: CV. Pustaka Prima. Barthes, Roland. (1981). Intrduction á I’Analyse Structurale des Recits. Paris:

Editions du Seuil.

Baswir, Revrison., dkk.. (2003). Pembangunan Tanpa Perasaan. Evaluasi Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Jarta: ELSAM.

Clements, Robert J. (1978). Comparative Literature as Academic Diciplin. New York: Modern Langauge Association of America.

Damono, Sapardi Djoko. (2005). Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa, Depsiknas.

Daroeso, Bambang. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.

Dewan Redaksi. (2004). Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu.. Dewan Redaksi. (2007). Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa. Djahirin, Kosasih. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan

Game dalam VCT, PMPKN. IKIP Bandung..

Eagleton, Terry. (2007). Teori Sastra: Sebuah Pengantar Komprehensif. (Edisi Terjemahan Harfiah Widyawati dan Evy Setyarini). Yogyakarta: Jalasutra. Efendy, Heru. (2002). Mari Membuat Film, Panduan Menjadi Produser.


(2)

Endraswara, Suwardi. (2008). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo.

Eneste, Pamusuk. (1991). Novel dan Film. Flores: Nusa Indah.

Esten, Mursal. (1978). Kesusastraan (Pengantar, Teori, dan Sejarah). Bandung: Angkasa.

Esten, Mursal. (1984). Sastra Indonesia dalam Tradisi Subkultur. Bandung: Angkasa.

Fannanie, Zaenudin. (2001). Telaah Sastra. Jakarta : PT Gramedia.

Faruk. (1994). Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme sampai Postmoedernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hadiansyah, Firman. (2006). Adaptasi Film Biola Tak Berdawai ke Dalam Film: Kajian Perbandingan. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Indonesia, Depok.

Hutomo, Suripan Sadi. (1993). Merambah Matahari: Sastra dalam Perbandingan. Surabaya: Gaya Masa.

Jabrohim. (2011). Relasi Sintagmatik dan Paradigmatik. Novel Wasripin & Satinah Karya Kuntowijoyo. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jost, Prancois. (1974). Introduction to Comparartive Literature. Indianapolis & New York: Pegasus.

Kennedy, X.J. (1983). Literature and Introduction to Fictions, Poetry and Drama. Boston: Little Brown & Company.

Kenny, W. (1966). How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press. Lubis, Mochtar. (Ed). (1981). Teknik Mengarang. Jakarta: Kurnia Esa.

Lubis, Mawardi. & Zubaedi. (2008). Evaluasi Pendidikan Nilai Perkembangan Nilai Moral Mahasiswa PTAIN. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Luxemburgh, J.V. (1984). Literature and Languange Teaching. Cambridge: Cambrige University Press.

Luxemburg, J.V. dkk. (1991). Tentang Sastra. (diterjemahkan oleh Ikhdiati Ikram). Jakarta: Intermasa.

Luxemburgh, J.V. dkk (1984). Pengantar Ilmu Sastra.. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: PT Gramedia.

Mahsun. (2013). Pembelajaran Bahasa Indonesia Menggunakan Pendekatan Teks. [Online]. Tersedia di: http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-kurikulum-mahsun. [Diakses 01 Mei 2014]


(3)

Maryanto. 2013. Kurikulum “Struktur Teks”. Kompas, 3 April 2013.

Mohandas, Ramon. (2013). Bahasa Indonesia Dalam Buku Ajar. Makalah. Jakarta: Badan Bahasa.

Moleong, L. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Muhajir, N. (1996). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rak Sarasin. Mulyana, Rahmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: CV

Alfabeta.

Munadi, Yudhi. (2008). Media Pembelajaran, (Sebuah Pendekatan Baru). Jakarta: Gaung Persada (GP) Press.

Mutaqin, Diki. (2011) dengan judul “Pembelajaran Apresiasi Sastra Melalui pendekatan Struktural dan Respon Pembaca terhadap Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata dan Adaptasinya ke dalam Bentuk Film serta Model

Pembelajarannya di SMP Al Azhar Syifa Budi Parahyangan”. Tesis.

Bandung: Pascasarjana UPI.

Nurdiansyah, Heri. (2011). Transformasi Novel Dwilogi The Da Peci Code dan Rosid & Delia ke dalam Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta (Kajian Deskriptif Analitik Komparatif terhadap Proses Ekranisasi Novel dan Aplikasinya dalam Pembelajaran Sastra di Kelas VIII SMP Negeri 4 Padalarang Tahun Ajaran 2011/2012). Tesis. Bandung: Pascasarjana UPI. Nurgiyantoro, Burhan. (1994). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.

Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Nurgiyantoro, Burhan. (2009). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. (1995). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerepannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rachmat Djoko. (2002). Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Poerwadarminta. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Purba, Antilan. (2008). Sastra Bangsa Indonesia. Medan: USU Press.


(4)

Ratna, Kutha Nyoman. (2009). Stilistika: Kajian Puistika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Kutha Nyoman. (2013). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Real, Michael R. (1996). Exploring Media Culture. USA: Sage Publications.

Remak, Henry H.H. (1990). “Sastra Bandingan: Takrif dan Fungsi” dalam Sastra

Perbandingan Kaedah dan Persfektif. Newton P. Stallnencht dan Horst Frenz (Ed). Penerjemah Zazila Sharif. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Rusyana, Yus., dkk. (1979). Novel Sunda Sebelum Perang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Salahudin, Anas., dan Irwanto Alkrienciehie. (2013). Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia. Samani, M. dan Hariyanto. (2012). Pendidikan Karakter: Konsep dan Model.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Saroni, Muhamad. (2011). Orang Miskin Bukan Orang Bodoh. Yogyakarta: Bahtera Buku.

Saryono, Djoko. 2009. Dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Elmatera Publishing. Sambas, Syukriadi. (2004). Komunikasi Penyiaran Islam. Bandung: Benang

Merah Press.

Siswanto, Wahyudi. (2008). Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo. Soedomo, A. Hadi. (2008). Pendidikan: Suatu pengantar. Surakarta: UNS Press. Stanton, Robert. (2007). Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudjiman, P. (1990). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI Press.

Sugihastuti dan Suharto. (2005). Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:

Sugihastuti. (2007). Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sukmadinata, Syaodih Nana. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

Sumardjo, Jakob, dan Saini K.M. (1997). Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumardjo, Jakob. (1979). Novel Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik. Yogyakarta: CV Nur Cahaya.

Sumiyadi. (2011). “Relasi Antar Teks” dalam Bahasa & Sastra: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya, 12 (2), hal. 121-133.

Suroto. (1989). Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga. Tarigan, H.G. (1991). Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, H.G. (1984). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Tarigan, H.G. (1995). Dasar-dasar Psikosastra. Bandung: Angkasa. Teeuw, A. (1983). Tergantung Pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.

Teeuw, A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Thoyib, Ruswan dan Darmuin. (1999). Pemikiran Pendidikan Islam. Semarang: IAIN Walisongo.

Todorov, Tzvetan. (1966). Les catégories du récit littéraire. In: Communications, 8, 1966. Recherches sémiologiques : l'analyse structurale du récit. pp.

125-151. [online]. Tersedia di:

http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/comm_0588-8018_1966_num_8_1_1120. Diunduh 14 Juli 2014.

Wellek, Rene dan Austin Warren. (1995). Teori Kesusastraan (edisi terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wiyatmi. (2009). Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Zaidan, Abdul Razak. dkk.. (1996). Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. Zaimar, Okke. K.S. (1990). Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang.

Jakarta: ILDEP.

Zoest, Aart Van. (1993). Semiotika, Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.

Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Grup.


(6)

http://entertainment.kompas.com/read/2011/05/06/23321532/.Sang.Pencerah.Boro ng.Penghargaan. Diakses 30 April 2014

http://filmindonesia.or.id/article/sang-pencerah-raih-9-penghargaan-ffi-versi-tak-resmi#.U08kAVWSxSt. Diakses 25 April 2014

http://labspace.open.ac.uk/mod/oucontent/view.php?id=445539&section=4.1. Diakses 27 April 2014

http://eprints.uny.ac.id/8360/3/BAB%202-07204241003.pdf. Diakses 09 Juli 2014.

http://www.scribd.com/doc/215168837/Artikel-Sastra-Bandingan

http://najmimaulina.wordpress.com/2010/05/10/pendekatan-berbasis-teks-a-text-based-approach/