KERAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI VEGETASI PADA DAERAH EKOTON DI LEUWEUNG SANCANG, GARUT, JAWA BARAT.

(1)

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

KERAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI VEGETASI PADA

DAERAH EKOTON DI LEUWEUNG SANCANG, GARUT,

JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Pendidikan Biologi

Oleh

Sinthia Sartika

0801346

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S1

Keragaman dan Pola Distribusi Vegetasi

pada Daerah Ekoton di Leuweung

Sancang, Garut, Jawa Barat

Oleh

Sinthia Sartika

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Sinthia Sartika 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Mei 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN

Keragaman dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton di Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat

Oleh Sinthia Sartika

0801346

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMIMBING I

H. Yusuf Hilmi Adisendjaja, Drs., M.Sc NIP. 195512191980021001

PEMBIMBING II

Hj. Tina Safaria, M.Si NIP. 197303172001122002

MENGETAHUI

KETUA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

Dr. Riandi, M.Si NIP. 196305011988031002


(4)

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

KERAGAMAN DAN POLA DISTRIBUSI VEGETASI PADA DAERAH EKOTON DI LEUWEUNG SANCANG, GARUT, JAWA BARAT

Oleh : Sinthia Sartika

Abstract

Ecotone is a transition zone between two different land systems, or two different aquatic systems, but can also between aquatic systems and mainland system. Characteristics of the transition zone is defined uniquely by the different scales in space and time as well as by the interaction between adjacent ecosystems. This study aimed to determine the pattern of distribution, abundance, and diversity of vegetation found in the area ecotone in Leuweung Sancang, Garut, West Java. Study site has a height of 3 mdpl and has an area of 349.6 ± m2. Location of the study in mangrove forests, subsequently measured environmental factors is temperature, light intensity, soil moisture, and soil pH as much as 3 times repetitions at each station. Placement belt transect starting from the shoreline to the limit of the highest tide. Placement belt transects conducted at 5 stations and using 10x10m quadrants. Samples in the area found 23 plants that is 6 major mangrove species (6 families), 2 minor mangrove species (2 families), and 3 species of plant associations (3 families) There are also 13 species of epiphytic plants are 6 types of Pteriophyta (4 families), 1 species of lianas (1 family), 5 species of orchids (family 1), and 2 species mushrooms (1 family). Abundance of vegetation in the area of

Rhizophora apiculata show had the largest percentage is 19%, the biggest percentage for the type of Pteriophyta is Asplenium nidus that is 7%, the biggest percentage for the type of orchid is

Dendrobium aloifolium that is 3%, the largest percentage was for mushroom Ganoderma lucidum that is 4%. Distribution of vegetation in each area influenced by several factors, namely the substrate, light intensity, humidity, soil pH, and temperature.


(5)

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Keragaman dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton di Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat

Abstrak

Ekoton merupakan zona transisi antara dua sistem daratan yang berbeda, atau dua sistem akuatik yang berbeda, tetapi dapat pula antara sistem akuatik dengan sistem daratan. Karakteristik zona transisi tersebut didefinisikan dengan unik oleh skala yang berbeda pada ruang dan waktu juga oleh daya interaksi antara ekosistem yang berdekatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi, kelimpahan, dan keragaman vegetasi yang terdapat pada daerah ekoton di Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat. Lokasi penelitian memiliki ketinggian 3 mdpl dan memiliki luas ±349,6 m2. Lokasi penelitian terbagi menjadi 5 stasiun dan berada di hutan mangrove, selanjutnya dilakukan pengukuran faktor lingkungan, yaitu suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban tanah, dan pH tanah sebanyak 3 kali pengulangan pada setiap stasiun. Penempatan belt transek dimulai dari bibir pantai hingga batas pasang tertinggi. Penempatan belt transek dilakukan di 5 stasiun dan menggunakan kuadran berukuran 10x10m. Sampel tumbuhan yang tercuplik pada daerah ekoton ditemukan 23 tumbuhan yang tergolong tumbuhan tingkat tinggi dan rendah yaitu mangrove mayor sebanyak 6 spesies (6 famili), mangrove minor 2 spesies (2 famili), dan tumbuhan asosiasi 3 spesies (3 famili). Terdapat pula 13 spesies tumbuhan epifit yaitu 6 jenis paku (4 famili), 1 jenis liana ( 1 famili), 5 jenis anggrek (1 famili), dan 2 jenis jamur (1 famili). Kelimpahan vegetasi pada daerah ekoton menunjukkan

Rhizopora apiculata memiliki presentase terbesar yaitu 19%, presentase terbesar untuk jenis paku adalah Asplenium nidus yaitu 7%, presentase terbesar untuk jenis anggrek adalah

Dendrobium aloifolium yaitu 3%, presentase terbesar untuk jamur adalah Ganoderma lucidum

yaitu 4%. Sebaran masing-masing vegetasi pada daerah ekoton dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu substrat, intensitas cahaya, kelembaban udara, pH tanah, dan suhu udara.


(6)

iv

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

Abstrak………. i

Kata Pengantar………. ii

Daftar Isi……….. iv

Daftar Tabel………. vi

Daftar Gambar………. vii

Daftar Lampiran ………. viii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang………..…….. 1

B.Rumusan Masalah………... 3

C.Batasan Masalah………... 3

D.Tujuan Penelitian………... 4

E. Manfaat Penelitian………... 4

BAB II KERAGAMAN TUMBUHANAN DAN PERANANNYA PADA DAERAH EKOTON A. Keragaman, Kelimpahan, dan Distribusi Tumbuhan ……… 5

B. Ekoton ……….……….. 7

C. Hutan Mangrove Sebagai Ekoton ……… 12

D. Penelitian yang Relevan ………….……….. 13

E. Hutan Sancang Garut ………... 14

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian……….. 16

B. Waktu dan Tempat ………... 16

C. Desain Penelitian ……….……. 17

D. Populasi dan Sampel ……….… 18

E. Alat dan Bahan……….. 18


(7)

v

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Tahap Pra Penelitian……… 19

2. Tahap Penelitian ………. 19

3. Analisis Data ……….………. 20

G. Alur Penelitian……….. 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……….……… 23

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………...….... 23

2. Faktor Abiotik Ekoton Leuweung Sancang ………...… 24

3. Spesies Tumbuhan Ekoton ………...…... 25

4. Kelimpahan, Keragaman, dan Pola Distribusi Tumbuhan ….…... 27

B. Pembahasan……….…... 31

1. Kondisi Abiotik Daerah Ekoton ………... 31

2. Kelimpahan Vegetasi Ekoton ……….... 32

3. Keragaman Vegetasi Ekoton pada Setiap Stasiun ……….... 36

4. Sebaran Vegetasi Ekoton ……….…... 40

5. Zonasi Mangrove Pada Setiap Stasiun ……….. 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………... 47

B. Saran………... 47

DAFTAR PUSTAKA………...……..48


(8)

1

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekoton merupakan zona transisi antara dua sistem daratan yang berbeda, atau dua sistem akuatik yang berbeda, tetapi dapat pula antara sistem akuatik dengan sistem daratan (Arifin et al., 2006). Karakteristik zona transisi tersebut didefinisikan dengan unik oleh skala yang berbeda pada ruang dan waktu juga oleh daya interaksi antara ekosistem yang berdekatan, tetapi ekoton mungkin memberikan komposisi dan karakteristik struktur yang satu dengan yang lainnya pada batasan disetiap habitatnya, dengan adanya hal tersebut daerah ini memperoleh faktor fisik yang unik dan memiliki karakteristik biogeochemical

(Holland, 1988). Penyebaran nutrisi juga dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik. Contohnya pada zona transisi yang memiliki keragaman dan karakteristik spatial pada ekoton (seperti daerah dan garis pertahanan) yang menggambarkan perubahan pola kekayaan spesies (Helzer & Jelinski, 1999). Ekoton merupakan zona dengan vegetasi yang relatif tinggi dan adanya pergantian antara dua area yang secara relatif sama. Sebagai batasan ekologi, ekoton akan menengahi aliran energi, nutrisi dan organisme sepanjang bentang alam, dan selanjutnya sangat penting dalam aliran gen, dan komposisi komunitas (Fagan, Fortin, & Soykan 2003). Batasan ekologis didefinisikan sebagai area pada suatu lingkungan yang secara relatif tinggi atau adanya gradien pada suatu komunitas (Cadenasso et al, 2003). Usaha untuk mengarakterisasikan batasan ekologis perlu difokuskan pada pengenalan gradien lingkungan dan perubahan yang terlihat pada struktur komunitas atau komposisi dengan konteks sampling yang tersusun secara spatial (Walker et al, 2003). Maka dengan adanya hal tersebut, ekoton memiliki keragaman dan kelimpahan spesies yang tinggi.

Keragaman dan kelimpahan vegetasi pada daerah ekoton dipengaruhi oleh karakteristik yang bermacam-macam, contohnya; organisme, sel dan komponen


(9)

2

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

selular yang berbeda juga respon terhadap material yang berbeda, atau reaksi dari batasan faktor abiotik (Gosz, 1993). Senft (2009) mengatakan bahwa secara umum, ekoton tidak memiliki kekayaan jenis spesies yang tinggi dibandingkan pada vegetasi yang berada di perbatasan, dan terdapat spesies yang biasanya juga terdapat pada bagian lain dari daerah transisi, dengan banyak spesies yang unik pada daerah ekoton. Penelitian yang dilakukan oleh Laliberte et al (2007) menyatakan bahwa, ekoton merupakan tempat dengan komposisi komunitas yang berubah secara tiba-tiba, dan terdapat pula keragaman dengan keadaan yang

evergreen hingga terdapat bermacam-macam karakteristik komunitas, seperti rumput, semak, dan tumbuhan yang merambat. Pada daerah ekoton terdapat spesies dengan konservasi yang tinggi yaitu pada tepi hutan (Godefroid & Koedam, 2003) sedangkan menurut Marimon et al. (2006) pada zona ekoton terdapat tumbuhan yang dijadikan sebagai spesies indikator.

Hutan Leuweung Sancang merupakan hutan alami yang terletak pada bagian selatan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Hutan ini memiliki luas 2.157 ha berbatasan langsung dengan Kabupaten Tasikmalaya. Wilayah ini berada pada ketinggian 0-3 m di atas permukaan laut, dengan kondisi tanah yang datar dan hanya terdapat tebing-tebing curam di sebagian pesisir pantai. Kondisi lingkungan wilayah hutan Sancang termasuk dalam kategori bentang alam yang baik. Hutan Sancang juga merupakan cagar alam yang dilindungi dan memiliki ekosistem hutan hujan tropis. Di hutan Sancang ini terdapat hutan bakau, sungai, berbagai jenis flora dan fauna. Penelitian lain yang menggambarkan keragaman fauna di hutan Leuweung Sancang diantaranya adalah penelitian Ridho (2010) yang mengungkapkan kelimpahan nekton yang tinggi pada hutan mangrove, Septiana (2010) tentang kelimpahan Mollusca yang tinggi pada hutan mangrove dan Fajar (2011) tentang kelimpahan kepiting yang tinggi di hutan Sancang. Menurut Mustari (2007) flora dominan yang terdapat di hutan Sancang antara lain terdapat tumbuhan tingkat tinggi, seperti pohon katapang (Terminalia cattapa), pohon bakau (Rizhopora), pohon meranti (Shorea), pohon kaboa (Aegiceras), dan


(10)

3

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

keladan (Dipterocarpus spee). Jenis alga seperti Gracilaria sp, Gelidium lam, dan

Mycrophyllum bracilieneis. Terdapat pula keragaman fauna misalnya Owa Jawa (Hylobates moloch), lutung (Trachypithecus auratus), dan surili (Presbytis comata). Tetapi akhir-akhir ini, hutan sancang mengalami kerusakan hebat akibat kegiatan penebangan liar (Mulyadi, 2004). Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat keanekaragaman vegetasi di Hutan Leuweung Sancang, sebagai data penunjang untuk penelitian selanjutnya dan merupakan salah satu usaha untuk konservasi vegetasi di Leuweung Sancang Garut, Jawa Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu “Bagaimana Keragaman dan Pola Distribusi Vegetasi pada Daerah Ekoton di Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat?”. Pada rumusan masalah tersebut timbul pertanyaan penelitian, yaitu :

1. Bagaimana kelimpahan masing-masing vegetasi pada daerah ekoton di Leuweung Sancang Garut?

2. Bagaimana keragaman vegetasi pada daerah ekoton di Leuweung Sancang Garut?

3. Bagaimana pola distribusi vegetasi pada daerah ekoton di Leuweung Sancang Garut?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini ada beberapa batasan masalah, yaitu :

1. Lokasi penelitian dilakukan di hutan sancang antara sungai Cikolomberan hingga Cipalawah.

2. Penempatan transek dari bibir pantai hingga batas pasang tertinggi.

3. Jenis vegetasi yang diamati adalah semua jenis spesies tumbuhan tingkat tinggi, paku, dan jamur.


(11)

4

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4. Data penunjang berupa parameter fisik dan kimiawi yang diukur adalah intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara, dan pH tanah.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola distribusi, kelimpahan, dan keragaman vegetasi yang terdapat pada daerah ekoton di Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data referensi untuk penelitian selanjutnya dan informasi untuk Pemerintah Daerah setempat mengenai distribusi, kelimpahan, dan keragaman vegetasi yang terdapat pada daerah ekoton di Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat. Penelitian ini juga sebagai rekomendasi untuk pengelolaan oleh pemerintah yang bertanggung jawab atas kelestarian hutan di Leuweung Sancang Garut.


(12)

16

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif (Nazir, 1988), karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi mengenai vegetasi pada daerah ekoton di Leuweung Sancang secara sistematis, faktual serta sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

B. Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Leuweung Sancang, Garut, Jawa Barat. Pengambilan data berlangsung selama dua bulan yang dimulai pada akhir april yaitu pra penelitian, awal Mei yaitu penelitian, dan Juni 2012 yaitu pengolahan data. Lokasi penelitian memiliki ketinggian 3 mdpl dan memiliki luas ±349,6 m2. Lokasi penelitian terbagi menjadi 5 stasiun dan berada di hutan mangrove. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Ekologi FPMIPA UPI, Bandung.

Ket :

Muara sungai

Batas lokasi pengamatan

Penempatan belt

Skala 1 : 25.000

Gambar 3.1 Lokasi pengamatan dan penempatan belt transek pada 5 stasiun


(13)

17

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

C. Desain Penelitian

Penelitian meliputi dua tahap yaitu tahap pra-penelitian dan tahap penelitian. Tahap pra-penelitian dimulai dari kosultasi pengajuan judul hingga tahap pengenalan keadaan dan kondisi tempat penelitian meliputi pengamatan rona lingkungan Leuweung Sancang, penentuan titik transek, dan wawancaran penduduk setempat untuk mendapatkan informasi tentang kondisi lingkungan, sehingga dapat diketahui karakteristik dari daerah ekoton.

Gambar 3.2 Rancangan pengambilan sampel vegetasi menggunakan belt

transek berukuran 10x10 m

Pada tahap penelitian, dilakukan pencuplikan tumbuhan menggunakan metode

belt transek dan penempatan belt transek secara purposive sampling (Gambar 3.2). Tumbuhan yang dicuplik adalah berbagai macam tumbuhan yang berada di daerah ekoton, selanjutnya dilakukan pengukuran faktor lingkungan, yaitu suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban tanah, dan pH tanah sebanyak 3 kali pengulangan pada setiap stasiun. Penempatan belt transek dimulai dari bibir pantai hingga batas pasang tertinggi. Penempatan belt transek dilakukan di 5 stasiun dan menggunakan kuadran


(14)

18

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berukuran 10x10m (Gambar 3.2). Sampel yang ditemukan di hitung jumlah individu dan disimpan di dalam kantong plastik untuk diidentifikasi. Identifikasi tumbuhan mangrove menggunakan buku Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia (Noor, Khazali, dan Suryadiputra, 2007) dan Field Guide To The Mangroves of Queensland

(Lovelock,1993). Pada pengambilan sampel tumbuhan epifit, dihitung jumlah individu yang berada pada pohon inangnya, selanjutnya disimpan didalam kantong plastik dan diberi label untuk identifikasi. Identifikasi anggrek menggunakan buku Flora Pegunungan Jawa (Steenis. 2001) dan The Orchid of Asia (Isaac-Williams,1988). Identifikasi tumbuhan paku menggunakan buku Fern on Malaysia in Colour (Piggout 1964) dan Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne,1987). Identifikasi jamur menggunakan buku Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne, 1987), dan How to Identify Mushrooms to Genus I : Macroscopic Features (Largent & Stuntz, 1977).

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah tumbuhan mangrove, anggrek, paku dan jamur di daerah ekoton di Leuweung Sancang. Sampel dalam penelitian ini adalah tumbuhan mangrove, anggrek, paku dan jamur yang tercuplik pada daerah ekoton di Leuweung Sancang.

E. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut (tabel 3.1) :

Tabel 3.1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian vegetasi pada zona ekoton

No. Alat / Bahan Fungsi Jumlah

1. Alat tulis Catatan 1

2. Caliper Diameter batang 1

3. Kamera digital Dokumentasi 1


(15)

19

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5. Luxmeter Intensitas Cahaya 1

6. Kompas - 1

7. Meteran Pengukuran 1

8. Soil Tester pH tanah 1

9. Thermohygrometer Kelembaban udara dan suhu udara

1

F. Langkah Kerja

1. Tahap Pra Penelitian

a. Pengamatan rona lingkungan hutan Leuweung Sancang dan wawancara dengan nelayan atau penduduk setempat.

b. Di tentukan lokasi pencuplikan untuk penempatan belt transek secara

purposive sampling berdasarkan rona lingkungan pada daerah ekoton

2. Tahap Penelitian

a. Pengambilan Sampel

Penelitian dilakukan di zona ekoton, selanjutnya membuat belt transek secara purposive sampling. Berikut tahapan penelitian yang akan dilakukan :

1) Di tentukan titik sampling pada daerah ekoton.

2) Di tempatkan belt transek berdasarkan perbedaan substrat dari surut terendah hingga pasang tertinggi pada setiap lokasi pencuplikan. 3) Di cuplik sampel tumbuhan berupa tumbuhan mangrove, anggrek,

jamur, dan paku.

4) Di hitung jumlah individu setiap spesies yang didapat pada setiap zona dan memasukan sampel tersebut kedalam kantong plastik.

5) Di dokumentasikan sampel tanaman yang didapat.

6) Diidentifikasi sampel tanaman yang ditemukan menggunakan buku idenfitikasi buku Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia (Noor,


(16)

20

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Khazali, dan Suryadiputra, 1992) dan Field Guide To The Mangroves of Queensland (Lovelock, 1993), Identifikasi tumbuhan paku menggunakan buku Fern on Malaysia in Colour (Piggout, 1964) dan Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne, 1987), identifikasi anggrek menggunakan buku The Orchid of Asia (Isaac-Williams, 1988) dan Flora Pegunungan Jawa (Steenis, 2001), identifikasi jamur menggunakan buku Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne, 1987) dan

How to Identify Mushrooms to Genus I : Macroscopic Features

(Largent & Stuntz,1977). b. Pengukuran faktor lingkungan

Pengukuran parameter fisik dan kimiawi yaitu suhu udara, intensitas cahaya, pH tanah, dan kelembaban udara akan dilakukan tiga kali pengulangan pada setiap stasiun di daerah ekoton tersebut.

c. Identifikasi tumbuhan

Identifikasi dilakukan dengan membawa jenis tumbuhan ke laboratorium ekologi FPMIPA UPI, untuk mengetahui jenis tumbuhan apa saja yang terdapat pada daerah ekoton tersebut. Kemudian setelah di identifikasi, dibandingkan menggunakan buku mengenai jenis-jenis tumbuhan dan literatur yang didapat.

d. Pembuatan Herbarium.

3. Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan selama penelitian kemudian

diindentifikasi, dianalisis keragaman (H’), dan pola distribusi (ID).

a. Keragaman

Perhitungan indeks keragaman menggunakan rumus Shannon-Wiener

(Magurran, 1988 : 35; Odum 1998 : 179).


(17)

21

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dengan :

H’ = Indeks Keragaman Shannon-Wiener S = Jumlah jenis (species)

ni = Jumlah total individu/species

N = Jumlah individu seluruhnya

Pi = = sebagai kelimpahan proporsi jenis ke i

Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan keragaman Shannon-Wiener (Magurran, 1988 : 35; Odum 1998 : 179), yaitu :

H’ < 1 keragaman rendah, komunitas biota tidak stabil.

H’ = 1-3 keragaman tergolong sedang, stabilitas komunitas sedang. H’ > 3 keragaman tergolong tinggi, stabilitas komunitas biota dalam

kondisi prima (stabil).

b. Pola Distribusi

Perhitungan pola distribusi spesies tumbuhan menggunakan rumus Index of Dispersion (ID) (Ludwig & Reynolds, 1988: 27) :

Dengan : ID = Indeks Dispersion

S2 = Varians

x = Rata-rata spesies

Ketentuan yang digunakan untuk menginterpretasikan pola distribusi tumbuhan adalah sebagai berikut (Ludwig & Reynolds, 1946 : 21) :

ID = 1 Individu tumbuhan berdistribusi acak (random).

ID >1 Individu tumbuhan berdistribusi mengelompok.


(18)

22

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

G. Alur Penelitian

Survei lokasi

Tahap Persiapan Studi literatur

Persiapan Alat dan bahan

Tahap Penelitian

1. Penentuan titik sampling 2. Penempatan belt transek,

yang didalamnya terdapat kaudrat 10x10 m

3. Sampling I, II, III, IV dan V 4. Pengukuran parameter fisik 5. Dokumentasi

Identifikasi Spesies

Analisis Data

Pembuatan Skripsi

1. Pengamatan rona lingkungan

2. Penentuan lokasi di lapangan

3. Wawancara

dengan penduduk setempat

Pembuatan Herbarium


(19)

47

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Sampel tumbuhan yang tercuplik pada daerah ekoton ditemukan 23 tumbuhan yang tergolong tumbuhan tingkat tinggi dan rendah yaitu mangrove mayor sebanyak 6 spesies (6 famili), mangrove minor 2 spesies (2 famili), dan tumbuhan asosiasi 3 spesies (3 famili). Terdapat pula 13 spesies tumbuhan epifit yaitu 6 jenis paku (4 famili), 1 jenis liana ( 1 famili), 5 jenis anggrek (1 famili), dan 2 jenis jamur (1 famili). Vegetasi yang memiliki kelimpahan terbanyak adalah Rhizopora apiculata

sebanyak 193 individu dengan kelimpahan sebesar 0.1836, sedangkan individu terendah adalah Terminalia cattapa dan Hibiscus tiliaceus yaitu 3 individu dengan kelimpahan sebesar 0.0028. Dari data yang didapatkan terlihat bahwa indeks keragaman vegetasi pada daerah ekoton yang berada di Leuweung Sancang tergolong

sedang, dengan nilai H’ = 2.4657. Presentase sebaran vegetasi terbesar pada daerah ekoton adalah berkelompok, yaitu 80%. Sebaran tumbuhan epifit pada pohon inang tersebar pada batang utama, tengah percabangan, dan pangkal percabangan. Sebaran masing-masing vegetasi pada daerah ekoton dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu substrat, intensitas cahaya, kelembaban udara, pH tanah, dan suhu udara.

B. Saran

Pertumbuhan vegetasi tidak terlepas dari aktifitas organisme yang berada di daerah ekoton, maka untuk peneliti selanjutnya diharapkan adanya penelitian mengenai komposisi substrat yang berada pada daerah ekoton. Selain itu, penelitian mengenai vegetasi daerah ekoton perlu terus dilakukan agar dapat mengetahui perubahan yang terjadi di daerah ekoton mengingat pentingnya peranan daerah ekoton.


(20)

48

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya, H. (2009). Kondisi Mangrove Pantai Timur Surabaya dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Hidup. Jurnal ilmu Teknik Lingkungan, 1, 1-14.

Arifin, Z., Samedi., & Soemodihardjo, S. (2006). Southeast and East Asian ecotones, ecotone phase I, 1992-2001: a collaborative MAB Programme. Jakarta : UNESCO Jakarta Office

Asnah. (2010). Inventarisasi Jamur Makroskopis di Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara Medan. [Tesis : dipublikasikan].

Asrianny, Marian, dan Okan, P.N. (2009). Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana (Tumbuhan Memanjat) Pada Hutan Alam di hutan Pendidikan Universitas Hasanudin. Jurnal Perennial, 5, (1), 23-30

Barbour, M.G., J.H. Burk, &W.D. Pitts. Terrestrial Plant Ecology. CA : Benjamin/Cummings Publishing Co.

Bedyaman, T. & Nandika, D.(1989).Bahan Pengajaran: Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor.

Bennet, S. H & Nelson, J.B. (1991). Distribution and status of Carolina baysin South Carolina. Nongame and Heritage Trust Publication No.1, 1-98.

Bialangi, M.S.(2011), Pola Distribusi Mangrove Pada Kawasan Pantai Tidak Berawa Kabupaten Pohuwato Gorontalo. Jurnal Eukariotik, 9,1, 48-53.

Blasco, F. (1992). Outlines of ecology, botani and forestry of the mangals of the Indian subcontinent. In Chapman, V.J. (ed). Ecosystems of the world 1 : wet coastal ecosystems. Amsterdam : Elsivier, 241-260.

Cadenasso, M.L, Pickett, S.T.A, Weathers, K.C, and Jones, C.G.(2003). A Framework For a Theory of Ecological Boundaries. BioScience, 53, 750 – 758.

Clarke, P.J. (1995). The Population Dynamics of the Mangrove Shrub Aegiceras corniculatum (Myrsinaceae) Fecundity, Dispersal, Establishment and Population Structure. Proc, Linn, Soc, N.S.W. 115 : 35-44.


(21)

49

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dahuri R., Rais J., Ginting S.P., dan Sitepu M.J. (1996). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: P.T. Saptodadi.

Darmadi, Lewaru, M. W., & Khan, A.M.A. (2012). Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove Berdasarkan Karakteristik Substrat Di Muara Harmin Desa Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3, (3), 1-17.

De Jesus, A.(2012). Kondisi Ekosistem Mangrove di Sub District Liquisa Timor-Leste. Depik, 1, (3), 136-143.

Djarijah, N.M. & Djarijah, A.S. (2001). Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta : Kanisius.

Duwit, N., Arwam, C.Y.H., & Manusawai, J. (2002). Identifikasi Jenis Anggrek Epifit Pada Kawasan Hutan Mangrove Dewa Waijan Kecamatan Samate Kabupaten Sorong. BuletinBeccariana,4,(1),1-67.

Fagan, WF., Fortin, M.J., Soykan, C. (2003). Integrating Edge Detection and Dynamic Modeling in Quantitive Analyses of Ecological Boundaries. Bioscience, 53, (8), 730-738.

Fajar, R.M. (2011). Kelimpahan, Keragaman, dan Pola Distribusi Kepiting di Hutan Mangrove. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. (Laporan Skripsi : tidak dipublikasikan).

Forbes, A.G. & Yerkes, K. (2008). Ecotone : Nutrient Dynamics and the Emergent Behaviour of Ecological Agents. Associations for the Advancement of Artificial Intelligence, 1-5.

Forman, R.T.T. & M. Godron. (1986). Landscape ecology. New York : John Wiley & Sons.

Forman, R.T.T. (1995). Some General-Principles of Landscape and Regional Ecology. LandscEcol, 10, 133-142.

Girmansyah, D, & Sunarti.(2011). Eksplorasi Tumbuhan di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara. Ekologi Ternate, 267-282.

Godefroid, S & Koedam. (2003). Distribution Pattern of The Flora in a Peri-Irban Forest an Effect of The City-Forest Ecotone. Landscape and Urban Planning


(22)

50

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gosz, J. R. (1993). Ecotone Hierarchies. Ecological Applications,3,(3), 369-376. Helzer, C.J. & Jelinski, D.E. (1999) The relative importance of patch area and

perimeter-area ratio to grassland breeding birds. Ecological Applications, 9 , 1448-1458.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta : Litbang Kehutanan. Holland, M. M. (1988). SCOPE/MAB technical consultations on landscape

boundaries report of a SCOPE/MAB workshop on ecotones. Biology International, special Issue. 17, 47-106.

Hooftman, D.A.P., M. Diemer, J. Lienert & B. Schmid. (1999). Does Habitat Fragmentation Reduce The Long-Term Survival Isolated Population of Dominant plants? A Field Design. Bulletin of the Geobotanical Institute.

ETH, 65, 59-72.

Husen, E., Nugroho, K., & Adhi, W.I.P.G.(1993). Karakteristik Lahan dan Penyebaran Vegetasi Hutan Rawa Pantai Di Kelumpang Selatan, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. [Seminar : Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat].

Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. Jakarta : PT. Bum Aksara.

Irawan, B. (2005). Kondisi Vegetasi Mangrove Di Luwuk-Banggai Sulawesi Tengah. Seminar Nasional Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia, FPMIPA UPI.

Isaac-Williams.(1988). The Orchid of Asia. Angus & Robbertson press.

Kusmana, C., Onrizal, & Sudarmadji. (2003). Jenis-jenis Pohon Mangrove Di Teluk Bintuni, Papua. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor ISBN : 979-493-057-1.

Laliberte, L. James, O.L . Hutchens, J.J. & Godwin, K.S. (2007). The Ecological Boundaries of Six Carolina Bays : Community Composition And Ecotone Distribution. The Society of Wetlands Scientists,27,(4), 873-883.

Largent, D.L., & Stuntz, D.E.(1977). How to Identify Mushrooms to Genus I : Macroscopic Features. Mad River Press.


(23)

51

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Livingston, B.E. (1903). The Distribution of the Upland Plant Societies of Kent County, Michigan. Botanical Gazette, 35,(1), 36-35.

Lovelock, C.(1993). Field Guide to The Mangroves of Queensland. Australian Institute of Marine Science.

Lubis, S.R.(2009). Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. [Tesis : Universitas Sumatera Utara Medan].

Ludwig, J. A & Reynolds, J.F. (1988). Statistical Ecology. John Wiley & Sons, Inc. Lugrayasa, I.N. & Adjie, B. (2004). Ekologi Tumbuhan Paku Di Taman Nasional

Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara. UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya „Eka Karya‟ Bali-LIPI.[Laporan : Teknik Kebun raya “Eka Karya” Bali 2004].

Lugrayasa, I.N., Undaharta, K.E, & Sujarwo, W. (2009). Keanekaragaman Anggrek Di Cagar Alam Cycloops Papua. Warta Kebun Raya,9,(1), 1-6.

Magurran, A.E. (1988). Ecological Diversity and its Measurement. United states of America : Princeton University Press

Marimon, B.S., Lima, E.DE.S., Duarte, T.G., Chieregatto, L.C., and Ratter, J.A. 2006. Observations On The Vegetation Of Northeastern Mato Grosso, Brazil IV an Analysis Of The Cerrado-Amazonian Forest Ecotone. Edinburgh Journal of Botany, 63, (2-3), 323-341.

Marsusi et al. (2001). Studi Keanekaragaman Anggrek Epifit di Hutan Jobolarangan.

Biodiversitas,2,(2),150-155.

Michael, P. (1984). Ecological Methods For Field and Laboratory Investigations. New Delhi : Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Mishra, P.K., Sahu, J.R., & Upadhyay, V.P. (2005). Species Diversity in Bhitarkanika Mangrove Ecosystem in Orissa, India. Journal of Ecology and Application, 8, (1), 1-15.

Mulyadi, A. (2004). Resistensi Penduduk Setempat dan Kerusakan Hutan lindung Sancang. Jurnal Geografi GEA,4,(8), 1-10.


(24)

52

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Mustari, A. H.(2007).Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Dan Potensi Ekowisata Cagar Alam Leuweung Sancang, Jawa Barat. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 1-11.

Naiman RJ, & Decamps H.(1990).The Ecology and Management of Aquatic-Terrestrial Ecotones. Paris : The Parthenon Publishing Group.

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ng, P.K.L. & N. Sivasothi (ed.). (2001). A Guide to Mangroves of Singapore. Volume 1: The Ecosystem and Plant Diversity and Volume 2: Animal Diversity.Singapore: The Singapore Science Centre.

Noor, Khazali, Suryadiputra. (2007) . Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands Internasional Indonesia Programe.

Nyakpa, A.M., Hakim, N., Lubis, S.G., Nugroho, M.R., Saul, M.A., Diha, G.B., Hong dan Bailey, H. (1986). Dasar-dasar ilmu Tanah. Bandar lampung : Universitas Bandar Lampung.

Odum, E.P. (1971). Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press.

Pamungkas, A.S.(2010). Keanekaragaman Mangrove di Kawasan Cagar Alam Hutan Mangrove Leuweung Sancang Kec. Cibalong Kab. Garut. [Laporan Skripsi : tidak dipublikasikan].

Partomihardjo, T. (1991). Kajian Komunitas Epifit di hutan Dipterocarpaceae Lahan Pamah, Wanariset-Kalimatan Timur Sebelum Kebakaran. Media Konservasi, III, (3), 57-66.

Piggout. (1964). Fern on Malaysia in Colour. BHD : Tropical press.

Pramudji. (2001). Dinamika Areal Hutan Mangrove Di Kawasan Pesisir Teluk Kotania, Seram Barat. Oseana, XXVI,(3), 9-16.

Puspaningtyas, D.M. (2007). Inventarisasi Anggrek dan Inangnya di Taman Nasional Meru Betiri-Jawa Timur. Biodiversitas, 8, (3), 210-214.

Ridho, TB. S. (2010). Distribusi dan Kelimpahan Nekton di Hutan Mangrove Leuweung Sancang Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. (Laporan Skripsi ; tidak dipublikasikan).


(25)

53

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Risna, R.A. (2004). Keanekaragaman Jamur Berpori (Polyporineae) Di Pulau Moyo dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.Widyariset, 6, 316-321.

Risser PG.(1993). Ecotones at Local to Regional Scales From Around the World.

Ecol App, (l3), 367-368.

Schilthuizen M.(2000). Ecotone : Speciation-Prone. Trends Ecol Evol, 15, 130-131.

Seitske K, Wanggai K, & Husodo BB. (2001). The diversity of epiphytic orchid in North Biak Wildlife Sanctuary. Buletin Beccariana 3, (1), 6-10.

Senft, A. R. (2009). Species Diversity Patterns At Ecotones. Chapel Hill, 1-62 (Thesis : dipublikasikan).

Septiana,A.R. (2010). Struktur Komunitas Mollusca Di Hutan Mangrove Leuweung Sancang Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. ( Laporan Skripsi ; tidak dipublikasikan ).

Setyawan A.D., Indrowuryatno, Wiryanto, Winarno,K., Susilowati, A. (2004).Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah : 1.Keanekaragaman Jenis. Biodiversitas, 6,(2), 90-94.

Setyawan, A.D. (2008). Buku Ajar Biodiversitas Ekosistem Mangrove di Jawa; Tinjauan Pesisir Utara dan Selatan Jawa Tengah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Biodiversitas, Universitas Sebelas Maret, 1 – 175.

Setyawan, A.D.(2000).Tumbuhan Epifit pada Tegakan Pohon Schima wallichi (D.C) Korth. Di Gunung Lawu. Biodiversitas, 1, (1), 14-20.

Soeroyo & Suyarso. (2009). Kondisi dan Inventarsasi Hutan Mangrove di Kawasan Teluk Lampung. Puslitbang Oseanografi LIPI,1-8.

Steenis. (2001). Flora Pegunungan Jawa. LIPI Press.

Suedy, S.W.D., Soeprobowati, T.R., Rahardjo, A.T., Maryunani, K.A., & Setijadi, R. (2006). Keanekaragaman Flora Hutan Mangrove di Pantai Kaliuntu-Rembang Berdasarkan Bukti Palinologinya. Biodiversitas, 7, (4), 322-326.


(26)

54

Sinthia Sartika, 2013

Keragaman Dan Pola Distribusi Vegetasi Pada Daerah Ekoton Di Leuweung Sincang Garut Jawa Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Supardjo, M.N. (2008). Identifikasi Vegetasi Mangrove di Segoro Anak Selatan, Tanamn Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Saintek Perikanan, 3, (2), 9-15.

Supriyadi, I.H.(2001). Dinamika Estuari Tropik. Oeseana, XXVI,(4),1-11.

Suryawan, F.(2007).Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Pasca Tsunami di Kawasan Pesisir Pantai Timur Nangroe Aceh Darussalam. Biodiversitas, 8,(4), 262-265.

Suryono, C.A. (2006). Struktur Populasi Vegetasi Mangrove di Laguna Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah. Ilmu kelautan, 11, (2), 112-118.

Suryowinoto, M. (1987). Mengenal Anggrek Alam Indonesia. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Tansley, A.G.(1935). The use and abuse of vegetational concepts and terms. Ecology, 16, 284-307.

Tomlinson, C.B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge: Cambridge University Press.

Turner, M.G.(2005). Landscape ecology : What is the state of the science?.Ann Rev Ecol Syst, 36, 319-344.

Ugland, K.I & Gray, K.S. (1982). Lognormal Distributions and The Concept of Community Equilibrum. Oikos, 39, 171-178.

Wijayanto, N., & Nurannajah. (2012). Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban dan Perakaran Lateral Mahoni (Swietenia macrophylla King.) di RPH Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika, 3,(1), 8-13. Yusnandar, R., Kamal, E., & Suardi, M.L. (2008). Komposisi dan Profil Hutan

Mangrove di Kawasan Pesisir Jorong Mandiangin Nagari Katiagan Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Mangrove dan Pesisir, VIII, (3), 56-69.

Zabel, R. A., & Morrell, J. J.. (1992). Wood Microbiology Decay and Its Prevention. Academic Press Inc. San Diego, New York, London, Sydney, Tokyo, Toronto.


(1)

Dahuri R., Rais J., Ginting S.P., dan Sitepu M.J. (1996). Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: P.T. Saptodadi.

Darmadi, Lewaru, M. W., & Khan, A.M.A. (2012). Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove Berdasarkan Karakteristik Substrat Di Muara Harmin Desa Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan

Kelautan, 3, (3), 1-17.

De Jesus, A.(2012). Kondisi Ekosistem Mangrove di Sub District Liquisa Timor-Leste. Depik, 1, (3), 136-143.

Djarijah, N.M. & Djarijah, A.S. (2001). Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta : Kanisius.

Duwit, N., Arwam, C.Y.H., & Manusawai, J. (2002). Identifikasi Jenis Anggrek Epifit Pada Kawasan Hutan Mangrove Dewa Waijan Kecamatan Samate Kabupaten Sorong. BuletinBeccariana,4,(1),1-67.

Fagan, WF., Fortin, M.J., Soykan, C. (2003). Integrating Edge Detection and Dynamic Modeling in Quantitive Analyses of Ecological Boundaries. Bioscience, 53, (8), 730-738.

Fajar, R.M. (2011). Kelimpahan, Keragaman, dan Pola Distribusi Kepiting di Hutan Mangrove. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. (Laporan Skripsi : tidak dipublikasikan).

Forbes, A.G. & Yerkes, K. (2008). Ecotone : Nutrient Dynamics and the Emergent Behaviour of Ecological Agents. Associations for the Advancement of

Artificial Intelligence, 1-5.

Forman, R.T.T. & M. Godron. (1986). Landscape ecology. New York : John Wiley & Sons.

Forman, R.T.T. (1995). Some General-Principles of Landscape and Regional Ecology. LandscEcol, 10, 133-142.

Girmansyah, D, & Sunarti.(2011). Eksplorasi Tumbuhan di Pulau Moti, Ternate, Maluku Utara. Ekologi Ternate, 267-282.

Godefroid, S & Koedam. (2003). Distribution Pattern of The Flora in a Peri-Irban Forest an Effect of The City-Forest Ecotone. Landscape and Urban Planning ,65, 169-185.


(2)

Gosz, J. R. (1993). Ecotone Hierarchies. Ecological Applications,3,(3), 369-376. Helzer, C.J. & Jelinski, D.E. (1999) The relative importance of patch area and

perimeter-area ratio to grassland breeding birds. Ecological Applications, 9 , 1448-1458.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jakarta : Litbang Kehutanan. Holland, M. M. (1988). SCOPE/MAB technical consultations on landscape

boundaries report of a SCOPE/MAB workshop on ecotones. Biology

International, special Issue. 17, 47-106.

Hooftman, D.A.P., M. Diemer, J. Lienert & B. Schmid. (1999). Does Habitat Fragmentation Reduce The Long-Term Survival Isolated Population of Dominant plants? A Field Design. Bulletin of the Geobotanical Institute. ETH, 65, 59-72.

Husen, E., Nugroho, K., & Adhi, W.I.P.G.(1993). Karakteristik Lahan dan Penyebaran Vegetasi Hutan Rawa Pantai Di Kelumpang Selatan, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. [Seminar : Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat].

Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. Jakarta : PT. Bum Aksara.

Irawan, B. (2005). Kondisi Vegetasi Mangrove Di Luwuk-Banggai Sulawesi Tengah. Seminar Nasional Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia, FPMIPA UPI.

Isaac-Williams.(1988). The Orchid of Asia. Angus & Robbertson press.

Kusmana, C., Onrizal, & Sudarmadji. (2003). Jenis-jenis Pohon Mangrove Di Teluk

Bintuni, Papua. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor ISBN :

979-493-057-1.

Laliberte, L. James, O.L . Hutchens, J.J. & Godwin, K.S. (2007). The Ecological Boundaries of Six Carolina Bays : Community Composition And Ecotone Distribution. The Society of Wetlands Scientists,27,(4), 873-883.

Largent, D.L., & Stuntz, D.E.(1977). How to Identify Mushrooms to Genus I :


(3)

Livingston, B.E. (1903). The Distribution of the Upland Plant Societies of Kent County, Michigan. Botanical Gazette, 35,(1), 36-35.

Lovelock, C.(1993). Field Guide to The Mangroves of Queensland. Australian Institute of Marine Science.

Lubis, S.R.(2009). Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. [Tesis : Universitas Sumatera Utara Medan].

Ludwig, J. A & Reynolds, J.F. (1988). Statistical Ecology. John Wiley & Sons, Inc. Lugrayasa, I.N. & Adjie, B. (2004). Ekologi Tumbuhan Paku Di Taman Nasional

Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara. UPT. Balai Konservasi Tumbuhan

Kebun Raya „Eka Karya‟ Bali-LIPI.[Laporan : Teknik Kebun raya “Eka

Karya” Bali 2004].

Lugrayasa, I.N., Undaharta, K.E, & Sujarwo, W. (2009). Keanekaragaman Anggrek Di Cagar Alam Cycloops Papua. Warta Kebun Raya,9,(1), 1-6.

Magurran, A.E. (1988). Ecological Diversity and its Measurement. United states of America : Princeton University Press

Marimon, B.S., Lima, E.DE.S., Duarte, T.G., Chieregatto, L.C., and Ratter, J.A. 2006. Observations On The Vegetation Of Northeastern Mato Grosso, Brazil IV an Analysis Of The Cerrado-Amazonian Forest Ecotone. Edinburgh

Journal of Botany, 63, (2-3), 323-341.

Marsusi et al. (2001). Studi Keanekaragaman Anggrek Epifit di Hutan Jobolarangan.

Biodiversitas,2,(2),150-155.

Michael, P. (1984). Ecological Methods For Field and Laboratory Investigations. New Delhi : Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.

Mishra, P.K., Sahu, J.R., & Upadhyay, V.P. (2005). Species Diversity in Bhitarkanika Mangrove Ecosystem in Orissa, India. Journal of Ecology and

Application, 8, (1), 1-15.

Mulyadi, A. (2004). Resistensi Penduduk Setempat dan Kerusakan Hutan lindung Sancang. Jurnal Geografi GEA,4,(8), 1-10.


(4)

Mustari, A. H.(2007).Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Dan Potensi Ekowisata Cagar Alam Leuweung Sancang, Jawa Barat. Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor, 1-11.

Naiman RJ, & Decamps H.(1990).The Ecology and Management of

Aquatic-Terrestrial Ecotones. Paris : The Parthenon Publishing Group.

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ng, P.K.L. & N. Sivasothi (ed.). (2001). A Guide to Mangroves of Singapore. Volume 1: The Ecosystem and Plant Diversity and Volume 2: Animal

Diversity.Singapore: The Singapore Science Centre.

Noor, Khazali, Suryadiputra. (2007) . Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands Internasional Indonesia Programe.

Nyakpa, A.M., Hakim, N., Lubis, S.G., Nugroho, M.R., Saul, M.A., Diha, G.B., Hong dan Bailey, H. (1986). Dasar-dasar ilmu Tanah. Bandar lampung : Universitas Bandar Lampung.

Odum, E.P. (1971). Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press.

Pamungkas, A.S.(2010). Keanekaragaman Mangrove di Kawasan Cagar Alam Hutan Mangrove Leuweung Sancang Kec. Cibalong Kab. Garut. [Laporan Skripsi : tidak dipublikasikan].

Partomihardjo, T. (1991). Kajian Komunitas Epifit di hutan Dipterocarpaceae Lahan Pamah, Wanariset-Kalimatan Timur Sebelum Kebakaran. Media Konservasi, III, (3), 57-66.

Piggout. (1964). Fern on Malaysia in Colour. BHD : Tropical press.

Pramudji. (2001). Dinamika Areal Hutan Mangrove Di Kawasan Pesisir Teluk Kotania, Seram Barat. Oseana, XXVI,(3), 9-16.

Puspaningtyas, D.M. (2007). Inventarisasi Anggrek dan Inangnya di Taman Nasional Meru Betiri-Jawa Timur. Biodiversitas, 8, (3), 210-214.

Ridho, TB. S. (2010). Distribusi dan Kelimpahan Nekton di Hutan Mangrove Leuweung Sancang Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Bandung : Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. (Laporan Skripsi ; tidak dipublikasikan).


(5)

Risna, R.A. (2004). Keanekaragaman Jamur Berpori (Polyporineae) Di Pulau Moyo dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.Widyariset, 6, 316-321.

Risser PG.(1993). Ecotones at Local to Regional Scales From Around the World.

Ecol App, (l3), 367-368.

Schilthuizen M.(2000). Ecotone : Speciation-Prone. Trends Ecol Evol, 15, 130-131.

Seitske K, Wanggai K, & Husodo BB. (2001). The diversity of epiphytic orchid in North Biak Wildlife Sanctuary. Buletin Beccariana 3, (1), 6-10.

Senft, A. R. (2009). Species Diversity Patterns At Ecotones. Chapel Hill, 1-62 (Thesis : dipublikasikan).

Septiana,A.R. (2010). Struktur Komunitas Mollusca Di Hutan Mangrove Leuweung Sancang Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI. ( Laporan Skripsi ; tidak dipublikasikan ). Setyawan A.D., Indrowuryatno, Wiryanto, Winarno,K., Susilowati, A.

(2004).Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah : 1.Keanekaragaman Jenis. Biodiversitas, 6,(2), 90-94.

Setyawan, A.D. (2008). Buku Ajar Biodiversitas Ekosistem Mangrove di Jawa; Tinjauan Pesisir Utara dan Selatan Jawa Tengah. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Bioteknologi dan Biodiversitas, Universitas Sebelas Maret, 1

– 175.

Setyawan, A.D.(2000).Tumbuhan Epifit pada Tegakan Pohon Schima wallichi (D.C) Korth. Di Gunung Lawu. Biodiversitas, 1, (1), 14-20.

Soeroyo & Suyarso. (2009). Kondisi dan Inventarsasi Hutan Mangrove di Kawasan Teluk Lampung. Puslitbang Oseanografi LIPI,1-8.

Steenis. (2001). Flora Pegunungan Jawa. LIPI Press.

Suedy, S.W.D., Soeprobowati, T.R., Rahardjo, A.T., Maryunani, K.A., & Setijadi, R. (2006). Keanekaragaman Flora Hutan Mangrove di Pantai Kaliuntu-Rembang Berdasarkan Bukti Palinologinya. Biodiversitas, 7, (4), 322-326.


(6)

Supardjo, M.N. (2008). Identifikasi Vegetasi Mangrove di Segoro Anak Selatan, Tanamn Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Saintek

Perikanan, 3, (2), 9-15.

Supriyadi, I.H.(2001). Dinamika Estuari Tropik. Oeseana, XXVI,(4),1-11.

Suryawan, F.(2007).Keanekaragaman Vegetasi Mangrove Pasca Tsunami di Kawasan Pesisir Pantai Timur Nangroe Aceh Darussalam. Biodiversitas, 8,(4), 262-265.

Suryono, C.A. (2006). Struktur Populasi Vegetasi Mangrove di Laguna Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah. Ilmu kelautan, 11, (2), 112-118.

Suryowinoto, M. (1987). Mengenal Anggrek Alam Indonesia. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Tansley, A.G.(1935). The use and abuse of vegetational concepts and terms. Ecology, 16, 284-307.

Tomlinson, C.B. (1986). The Botany of Mangroves. Cambridge: Cambridge University Press.

Turner, M.G.(2005). Landscape ecology : What is the state of the science?.Ann Rev

Ecol Syst, 36, 319-344.

Ugland, K.I & Gray, K.S. (1982). Lognormal Distributions and The Concept of Community Equilibrum. Oikos, 39, 171-178.

Wijayanto, N., & Nurannajah. (2012). Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban dan Perakaran Lateral Mahoni (Swietenia macrophylla King.) di RPH Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika, 3,(1), 8-13. Yusnandar, R., Kamal, E., & Suardi, M.L. (2008). Komposisi dan Profil Hutan

Mangrove di Kawasan Pesisir Jorong Mandiangin Nagari Katiagan Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Mangrove dan Pesisir, VIII, (3), 56-69.

Zabel, R. A., & Morrell, J. J.. (1992). Wood Microbiology Decay and Its Prevention. Academic Press Inc. San Diego, New York, London, Sydney, Tokyo, Toronto.