STUDI MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN KEPARIWISATAAN BERBASIS TEDQUAL SYSTEM.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Fokus Penelitian dan Penjelasan Istilah ... 13

1. Fokus Penelitian ... 13

2. Penjelasan Istilah ... 13

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

1. Tujuan Penelitian ... 14

2. Manfaat Penelitian ... 14

E. Premis dan Asumsi Penelitian ... 15

F. Pendekatan dan Paradigma Penelitian ... 16

1. Pendekatan Penelitian ... 16

2. Paradigma Penelitian ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Administrasi Pendidikan ... 19

B. Administrasi Pendidikan Tinggi ... 34

C. Manajemen Pendidikan ... 39

D. Manajemen Mutu Pendidikan ... 46

E. Pendidikan Tinggi Kepariwisataan ... 65

F. Tourism Education Quality System ... 69

G. Pengertian Sistem dan Model ... 97


(2)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian ... 104

B. Metode Penelitian ... 105

C. Proses Penelitian Kualitatif ... 110

D. Teknik Pengumpulan data dan Sumber Data ... 111

E. Instrumen Penelitian ... 116

F. Teknik Analisis Data ... 116

G. Pengujian Kredibilitas Data ... 119

H. Tempat dan Jadwal Penelitian ... 122

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA A. Profil Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung ... 123

B. Sumber Daya Manusia Pariwisata ... 130

C. Tedqual System : Komparasi Dalam Perspektif Manajemen Mutu Pendidikan ... 136

D. Tedqual System Dalam Implementasi Pada Lembaga Pendidikan Tinggi Kepariwisataan di Indonesia ... 154

E. Pengembangan Model Penelitian ... 248

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 261

B. Implikasi ... 278

C. Rekomendasi ... 281

DAFTAR PUSTAKA ... 284


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pariwisata memiliki potensi pertumbuhan yang luar biasa dan lebih tinggi dari sektor-sektor ekonomi yang lain. Berdasarkan ramalan dari UN-WTO, pada tahun 2010, wisatawan dunia akan mencapai angka 1 milyar, sedangkan dari tahun 2005, industri pariwisata telah menciptakan lapangan kerja bagi 305 juta orang dan menghasilkan 11,4% dari total pendapatan kotor dunia (Fayos, 2000:21).

Kenyataannya, upaya yang dilakukan untuk memenuhi tuntutan yang terus bertambah dikarenakan produksi pariwisata massal cenderung mengarah ke proporsi besar persyaratan sumber daya manusia, dipenuhi oleh pekerja dari sektor-sektor ekonomi yang lain dan tidak mendapatkan pelatihan pariwisata sama sekali (Cooper, 2000:13). Maksud utama usaha dan tujuan pariwisata semula adalah untuk menjaga produktivitas tetap tinggi dan biaya operasional tetap rendah, dengan memakai skala ekonomi dan manajemen serta pengembangan yang dilakukan berdasarkan kriteria kuantitas. Faktor sumber daya manusia hanya dianggap sebuah pengeluaran lain, bukan sebuah masukan atau bahkan aset/kapital yang mampu memberi nilai tambah bagi pengalaman wisatawan. Karena itu, keahlian sumber daya manusia bukanlah isu yang relevan dan pendidikan pariwisata hanyalah merupakan pelatihan keterampilan dan terbatas untuk mata keahlian tertentu. (Gee, 2001:2)


(4)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

Namun sekarang, kerumitan segmentasi permintaan yang terus bertambah, globalisasi pasar dan keluwesan yang diakibatkan oleh teknologi baru dan pencarian sinergi sebagai sumber keuntungan melalui penyatuan secara diagonal telah mengarah kepada perubahan bentuk paradigma usaha pariwisata yang dramatis, atau yang disebut Fayos sebagai new age of tourism. Kenyataannya, masa depan usaha pariwisata sangat tergantung kepada kemampuan untuk memiliki daya saing, yang artinya mempunyai kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan keuntungan di atas sektor-sektor usaha lain yang menjadi acuan pada bisnis ini, bahkan pada proses adaptasi terhadap perubahan yang terus terjadi (Tribe, 1997:2).

Mencapai tingkat kebersaingan yang tinggi seperti itu merupakan satu-satunya jalan untuk menjamin agar penerimaan, pekerjaan, dan lingkungan tetap terjaga, serta untuk melindungi kepentingan terbaik dari orang-orang yang terlibat dalam sektor pariwisata (Morrison dan O’Mahony, 2003:1). Tujuan akhirnya mustinya adalah untuk menjaga kemakmuran jangka panjang industri pariwisata melalui pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan secara khusus pada pendidikan sumber daya manusia pariwisata khususnya kepada keahlian yang pada gilirannya akan meningkatkan profesionalisme pemberian pelayanan (Evans, 2001:4).

Kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting dalam pengembangan sektor pariwisata suatu negara. Kualitas tersebut tercermin dari proses penyelenggaraan pendidikan tinggi kepariwisataan yang berlangsung. Beberapa permasalahan mengenai sumber daya manusia pariwisata menurut


(5)

UNESCAP adalah (1) terbatasnya sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengisi posisi di industri, (2) adanya kesenjangan antara infrastruktur pembelajaran kepariwisataan dengan instruktur atau pengajar yang berkualitas, (3) kurangnya perhatian kepada kondisi kerja di bidang pariwisata dan (4) adanya kebutuhan yang berkesinambungan akan strategi nasional jangka panjang yang mencakup pengembangan sumber daya manusia kepariwisataan.

Pada tahun 2008, posisi Indonesia dalam Travel And Tourism Competitiveness Index yang diterbitkan oleh World Economic Forum berada pada posisi 80 dari 130 negara. Indeks ini dinilai berdasarkan kepada tiga aspek, yaitu regulatory framework, business environment and infrastructure serta human, cultural and natural resources. Berikut adalah tabel tingkat daya saing kepariwisataan Indonesia di antara negara yang lain.

Tabel 1.1. Tingkat Daya Saing Kepariwisataan Menurut World Economic Forum Tahun 2008

Negara Peringkat (dari 130)

Swiss 1

Austria 2

Germany 3

Australia 4

Spanyol 5

Inggris 6

Amerika Serikat 7

Swedia 8

Kanada 9

Perancis 10

Singapore 16

Malaysia 32

Thailand 42

Indonesia 80

Philiphines 81

Saudi Arabia 82


(6)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

Dari tabel di atas, dibandingkan dengan sesama negara ASEAN yaitu Singapore dan Malaysia, posisi Indonesia masih tertinggal dengan sangat jauh. Sebagai negara dengan sumberdaya kepariwisataan yang besar, seharusnya posisi Indonesia justru berada di atas kedua negara tersebut.

Walaupun demikian, apabila dilihat dari salah satu indikator daya saing pada Wold Economic Forum, yaitu sumber daya manusia, peringkat Indonesia berada pada posisi 34. Sedangkan untuk kualitas pendidikan dan pelatihan kepariwisataan pada peringkat 39 dan peringkat untuk ketersediaan tenaga kerja di bidang pariwisata pada angka 28.

Tabel 1.2. Tingkat Daya Saing Sumber Daya Manusia Pariwisata Indonesia Menurut World Economic Forum Tahun 2008

Indikator Peringkat (dari 130)

Sumber Daya Manusia 34

Kualitas Pendidikan dan Pelatihan 39

Ketersediaan Tenaga Kerja 28

Sumber : World Economic Forum, 2008

Indikator ini, walaupun sudah cukup baik, masih perlu ditingkatkan lagi mengingat kondisi pariwisata dunia saat ini sedang mengalami peningkatan yang signifikan. Data dari World Travel and Tourism Council menunjukkan bahwa pada tahun 2010, dunia akan dipenuhi oleh pergerakan 1 milyar lebih wisatawan antar bangsa, dan pada tahun 2020, sebanyak 1,5 milyar wisatawan seluruh dunia diperkirakan akan melintasi batas negara.

Fenomena ini akan secara langsung berdampak kepada penyediaan tenaga kerja di bidang pariwisata. Menurut Rah Mada (2006:1), dari sisi penawaran juga terjadi perubahan yang fundamental. Manajer asing yang sebelum krisis tahun


(7)

1997/98 menguasai posisi strategis di bisnis pariwisata, satu persatu meninggalkan negara ini. Hal tersebut membuat banyak usaha pariwisata, seperti hotel dan restoran, yang mulai melirik pekerja domestik untuk mengisi posisi manajer. Sayangnya, pekerja pariwisata kita belum siap secara menyeluruh.

Pergerakan pariwisata global juga berpengaruh kepada upaya kerja lintas negara. Saat ini, industri pariwisata di kawasan Timur Tengah memerlukan tenaga kerja asing bidang pariwisata pada level operasional. Paling tidak, untuk saat ini, lebih banyak posisi rank & file-lah yang diisi oleh pekerja dari Indonesia. Satu hotel diharuskan untuk mengisi karyawannya minimal dari 3 negara yang berbeda. Tenaga terampil dari Indonesia adalah salah satu yang paling diminati. (Rah Mada, 2006:1).

Demikian pula dari negara yang lain, hasil kunjungan tim survei dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengindikasikan ada sekira 110 ribu tenaga kerja yang dibutuhkan dalam waktu 2-3 tahun mendatang di Qatar. Sementara Asosiasi Budget Hotel Malaysia memperkirakan akan dibutuhkan sekira 10 ribu tenaga kerja terampil bidang pariwisata, dan di Singapore, sebagai implikasi dari dibangunnya kasino di Sentosa Island, akan membutuhkan lebih dari 200.000 pekerja operasional di bidang perhotelan dalam kurun waktu sepuluh tahun kedepan.

Hanya saja, keunggulan sumber daya manusia pariwisata Indonesia masih belum memunculkan kualitas SDM itu sendiri. Dilihat dari peta persaingan, SDM pariwisata Indonesia masih bersaing untuk memperebutkan posisi di craft level dengan SDM dari Philippines, India, China dan Thailand. Sedangkan Singapore


(8)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

dan Malaysia sudah mulai memunculkan SDM di tingkat middle management. Di tingkat top level management, SDM dari Amerika Serikat, Australia dan Eropa masih menduduki rangking yang pertama.

Penandatanganan ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia bersama dengan menteri pariwisata dari negara-negara ASEAN yang lain pada bulan Januari 2009 juga akan memunculkan implikasi kemudahan lintas negara ASEAN bagi pekerja pariwisata. Penerapan MRA ini secara otomatis akan memberlakukan Asean Common Competency Standard for Tourism Professional (ACCSTP) yang merupakan standar kompetensi bagi setiap pekerja di bidang pariwisata.

Kondisi ini mengharuskan pemerintah Indonesia untuk segera meningkatkan kualitas SDM pariwisatanya. Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan tinggi kepariwisataan yang ada juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata kepada kualitas lulusannya. Oleh karena itu, penerapan manajemen mutu di pendidikan tinggi kepariwisataan menjadi hal yang mutlak diberlakukan.

Menurut UU No 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan/atau profesi. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.

Berpedoman kepada kebijakan pemerintah di atas, maka sesungguhnya reputasi suatu lembaga pendidikan tergantung kepada kualitas dan ruang lingkup


(9)

program yang dikembangkannya. Oleh karena pendidikan vokasi mengajarkan keahlian terapan, maka lebih jauh, tingkat keberhasilan suatu lembaga pendidikan tidak hanya ditentukan oleh tingkat profesionalisme yang dipunyai lulusannya, tetapi juga oleh kesempatan yang terbuka bagi lulusannya untuk mendapatkan tempat kerja yang sesuai di pasar kerja (labor market). Untuk mencapai sasaran dan pendayagunaan pendidikan kepariwisataan di Indonesia, diperlukan langkah-langkah yang tepat dalam implementasi pengembangan sumber daya manusia pariwisata Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Bertitik tolak pada pemikiran bahwa output/lulusan memiliki peran penentu reputasi, maka pembinaan dan pengembangan peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan tempat kerja kelak merupakan hal penting demi terlaksananya suatu mekanisme yang harmonis bagi berinteraksinya komponen pendidikan (Baum, 1990:3). Hal tersebut haruslah menjadi salah satu tujuan akhir dari proses pendidikan pada pendidikan tinggi berbasis vokasi, mengingat penekanan yang lebih kepada kemampuan keterampilan disamping pengetahuan kepada peserta didik (Choy, 1995:3).

Perbaikan mutu menjadi semakin penting dengan meningkatnya persaingan dalam era liberalisasi ini. Otonomi yang semakin besar, harus diimbangi oleh peningkatan tanggung jawab. Lembaga pendidikan tinggi harus bisa mendemonstrasikan bahwa lembaga tersebut mampu menyelenggarakan pendidikan yang bermutu kepada para mahasiswanya (Markovic dan Gospodarstvo, 2006:2). Hal ini sejalan dengan paradigma baru penataan sistem


(10)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

pendidikan tinggi, yang mulai diterapkan pada Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Pengajaran (SP4) sejak 1997. Perguruan tinggi harus menyelenggarakan pendidikan yang mengacu kepada mutu yang berkelanjutan. Untuk itu diperlukan pola manajemen yang berazaskan otonomi, namun diiringi akuntabilitas yang memadai. (Fox dan Loope, 2007:5).

Di era sekarang ini sistem manajemen mutu pendidikan sudah menjadi keharusan. Di Indonesia, salah satu penerapannya adalah pada standarisasi proses dan dokumentasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Institusi ini secara periodik memberikan uraian dan audit kepada lembaga pendidikan tinggi untuk kemudian diakreditasi sesuai dengan kinerjanya. Walaupun tidak serta merta merupakan lembaga penjamin mutu pendidikan, tetapi BAN PT mempunyai tugas untuk menjaga kualitas dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat melalui sistem ranking akreditasi.

Untuk tingkat internasional, terdapat beberapa pendekatan manajemen mutu yang dapat diterapkan. Diantaranya adalah (BS) 5750 yang dikeluarkan oleh British Standard Institution (BSI) yang kemudian diadopsi oleh International Organization for Standardization dengan ISO 9000. Meski demikian, diakui oleh Sallis (2006:132) bahwa kedua ukuran internasional tersebut masih tergolong baru memasuki ranah pendidikan. Selanjutnya, menurut Sallis, baik (BS) 5750 dan ISO 9000 hanya mengatur standar bagi sistem mutu dan tidak mengatur standar yang harus dicapai oleh institusi atau mahasiswanya. Yang dilakukan oleh keduanya adalah menegaskan sebuah sistem yang menjamin beroperasinya standar yang telah diputuskan dan pengembangan sistemnya berada dalam lingkungan


(11)

komersial yang sebetulnya tidak cocok untuk diterapkan pada institusi pendidikan. Disamping pendekatan tersebut, masih terdapat beberapa pendekatan manajemen mutu lainnya yang dapat diterapkan pada lembaga pendidikan kepariwisataan nasional. Secara umum, penerapan dari berbagai pendekatan manajemen mutu pendidikan tersebut dilakukan untuk dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi pada pengelolaan pendidikan kepariwisataan.

Di dalam dunia pendidikan pariwisata, United Nations -World Tourism Organization (UN-WTO) secara khusus memberikan perhatian kepada peningkatan mutu pendidikan kepariwisataan dengan menerbitkan pendekatan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan melalui pengembangan Tourism Education Quality System (TedQual System). Saat ini, TedQual sudah menjadi pilar yang sangat penting bagi beberapa perguruan tinggi pariwisata berkelas dunia, baik di Spanyol, Hongkong, sampai dengan Australia. Upaya penyebarannya terus dilakukan ke berbagai negara untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar pada institusi pendidikan yang mengembangkan program-program kepariwisataan. Diharapkan, penerapan TedQual sebagai pendekatan manajemen mutu pendidikan akan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas daya serap lulusan oleh industri atau user. (Rey-Maquieira dan Tugores, 2004:2)

Dalam tahap implementasinya, TedQual System sudah diadopsi oleh beberapa perguruan tinggi di Asia, seperti di Makau dan Hongkong. Di Indonesia, belum ada perguruan tinggi kepariwisataan yang siap untuk menerapkan pendekatan TedQual System pada sistem kependidikannya. Walaupun demikian,


(12)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

standarisasi kurikulum kepariwisataan di Indonesia selalu mengacu kepada kebutuhan industri.

Sebagai studi kasus dalam penelitian ini adalah Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung yang merupakan sebuah lembaga pendidikan tinggi kepariwisataan milik pemerintah yang pertama di Indonesia yang bernaung di bawah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Adapun lokasi kampusnya terletak di Kota Bandung. Lembaga pendidikan tinggi ini sudah berdiri lebih dari 46 tahun, dalam bentuk dan status yang berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan lembaga serta perubahan struktur kelembagaan pada tingkat jawatan, kementerian dan atau departemen yang menaunginya. Sejak tahun 1993 hingga sekarang memiliki nama Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (selanjutnya disebut STPB).

Sebagai lembaga pendidikan tinggi kepariwisataan pertama di Indonesia, STPB senantiasa menjadi pelopor di dalam penyelenggaraan pendidikan kepariwisataan, diawali dengan diterapkannya sistem pendidikan dan kurikulum yang berorientasi kepada kebutuhan industri melalui kerjasama dengan bantuan Swiss Technical Cooperation pada tahun 1973. Pada tahun 1985, STPB merupakan lembaga pendidikan kepariwisataan pertama yang menerapkan sistem

”link and match” melalui penyelenggaraan Praktik Kerja Nyata di industri. Kepeloporan ini kemudian memperoleh pengakuan dari pemerintah daerah provinsi Jawa Barat yang menganugrahkan Penghargaan kepada STPB sebagai perintis lembaga pendidikan kepariwisataan pada tahun 1990. Dengan status sebagai pelopor dan perintis tersebut, kemudian menjadikan STPB sebagai


(13)

Dalam penyelenggaraan pendidikannya, STPB memiliki visi : to be the center of excellence and goes global in 2010, yang dijabarkan ke dalam misi : “menghasilkan sumber daya manusia pariwisata yang berkualitas dan profesional serta berdaya saing internasional”.

Bersandar pada visi dan misi tersebut di atas, secara kongkrit dapat dilihat bahwa STPB sangat menyadari bahwa nilai daya saing kepariwisataan nasional terletak pada kualitas dan profesionalisme SDM-nya yang harus berdaya saing internasional. Oleh sebab itu, secara spesifik, tingkat urgensi untuk mendapatkan pengakuan internasional juga ditetapkan dalam grand strategy STPB sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan pendidikan pariwisata yang profesional dan berkualitas internasional;

2. Membangun organisasi pendidikan yang efektif, efisien dan akuntabel; 3. Membangun jejaring kerja dengan stakeholders di dalam dan luar negeri; 4. Mengembangkan penelitian dan pengabdian di bidang kepariwisataan

untuk masyarakat dan industri.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, berbagai upaya telah dan terus dilakukan STPB secara berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan agar mencapai tujuannya yaitu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing internasional. Hal ini sudah menjadi amanat dari visi dan misi STPB untuk menjadi lembaga pendidikan kepariwisataan yang berorientasi global di tahun 2010. Diperkenalkan pada tahun 2002, pendekatan TedQual System, sebagai pendekatan baru di bidang manajemen mutu bagi


(14)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

pendidikan kepariwisataan mulai diterapkan di STPB pada tahun 2007 dan digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan pendidikannya. Dengan mengambil STPB sebagai studi kasus, serta untuk dapat secara lebih efektif dan efisien lembaga-lembaga pendidikan kepariwisataan di Indonesia dalam mencapai tujuan pendidikannya, maka manajemen mutu pendidikan yang diterapkan perlu dikembangkan sejalan dengan tuntutan dan kriteria kualitas pada tingkat internasional.

Merujuk pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka suatu kajian tentang pendekatan manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System sangat penting dan perlu dilakukan. Kajian ini meliputi komparasi pendekatan manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System dengan pendekatan-pendekatan lain serta sejauhmana TedQual System dapat diimplementasikan pada pendidikan tinggi kepariwisataan di Indonesia. Dari hasil penelitian diharapkan dapat dirumuskan suatu model pendekatan manajemen mutu pendidikan yang berstandar internasional dan sesuai dengan situasi pendidikan kepariwisataan di Indonesia, sehingga dapat menciptakan lembaga pendidikan tinggi kepariwisataan yang berkualitas yang tetap menampilkan identitas ‘Indonesia’.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan 2 (dua) masalah pokok penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana TedQual System sebagai pendekatan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan dan core values yang terkandung di dalamnya dibandingkan dengan pendekatan manajemen mutu pendidikan lainnya?


(15)

2. Sejauh mana TedQual System dapat diimplementasikan sebagai panduan manajemen mutu pendidikan tinggi kepariwisataan di Indonesia (studi kasus di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung)?

C. Fokus Penelitian dan Penjelasan Istilah 1. Fokus Penelitian

Fokus penelitian pada studi ini adalah Tourism Education Quality (TedQual) System sebagai salah satu pendekatan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan. Artinya, pada penelitian ini dikaji sampai sejauh mana pendekatan manajemen mutu pendidikan TedQual System yang dikembangkan oleh organisasi yang bernaung di bawah PBB yang khusus menangani kepariwisataan yaitu UN-WTO, dapat diimplementasikan sebagai pendekatan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan di Indonesia yang berstandar global untuk meningkatkan kualitas lulusan dan berdaya saing internasional.

2. Penjelasan Istilah

Terdapat beberapa istilah dalam penelitian ini yang perlu dijelaskan, diantaranya adalah mengenai manajemen mutu pendidikan dan TedQual.

a. Manajemen mutu pendidikan diartikan sebagai semua fungsi dari organisasi lembaga pendidikan secara menyeluruh untuk menciptakan budaya mutu yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan.

b. TedQual merupakan kependekan dari Tourism Education Quality adalah pendekatan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan yang memungkinkan untuk mengukur besarnya kesenjangan yang ada diantara


(16)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

tuntutan pendidikan di masa sekarang dan akan datang, kebutuhan yang tersedia dan tindakan yang akan diambil.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengkaji :

a. Pendekatan ”TedQual System” sebagai pendekatan manajemen mutu

pendidikan kepariwisataan dan core values yang terkandung di dalamnya dibandingkan dengan pendekatan manajemen mutu pendidikan lainnya.

b. Sejauh mana ”TedQual System” tersebut dapat diimplementasikan sebagai

panduan manajemen mutu pendidikan tinggi kepariwisataan di Indonesia, studi kasus di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Hal ini penting dilakukan dalam upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing internasional, yang pada gilirannya akan meningkatkan daya serap lulusan pendidikan kepariwisataan secara nasional dan internasional, serta memenuhi kebutuhan stakeholders bidang kepariwisataan.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait yang diuraikan dalam manfaat praktis dan manfaat teoritis.

a. Manfaat Praktis

1) Bagi pengelola perguruan tinggi kepariwisataan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan dan pandangan dalam menentukan arah serta langkah yang tepat dan terbaik dalam penyelenggaraan pendidikan melalui penerapan manajemen mutu pendidikannya,


(17)

sehingga mampu menghasilkan lulusan yang profesional, berakhlak mulia dan memenuhi kebutuhan pasar sebagai stakeholders baik secara nasional maupun internasional.

2) Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan tentang standar pembelajaran kepariwisataan, serta peran sertanya dalam pembentukan manusia pariwisata Indonesia yang handal, berkualitas, dan berdaya saing internasional.

b. Manfaat Teoritis

Kegunaan teoritis, hasil penelitian ini dapat memperkaya konsep, prinsip dasar dan dalil berkenaan dengan ilmu administrasi pendidikan dan manajemen mutu pendidikan melalui manajemen mutu pendidikan kepariwisataan, dan secara empirik dapat menemukan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengelola sebuah institusi pendidikan kepariwisataan.

E. Premis dan Asumsi Penelitian

Untuk mengukur dan mendasari penelitian tentang manajemen mutu pendidikan TedQual maka perlu diajukan beberapa asumsi bahwa :

a. Pariwisata adalah sektor yang dinamis, oleh karena itu perlu untuk menentukan kebutuhan pendidikan dan pelatihan pariwisata yang terbayang di masa depan. (Cooper, 1992:14).

b. Terdapat kesenjangan antara keluaran sistem pendidikan dengan tuntutan nyata dari industri pariwisata yang ingin memberikan pelayanan dengan kualitas yang tinggi kepada pelanggannya. (Hawkins, 1992:22).


(18)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

c. Kesenjangan kualitas yang ada di pendidikan juga bersifat dinamis karena merupakan hasil langsung dari sifat kondisi industri pariwisata yang terus berubah (Fayos, 1992:4)

d. Stakeholder pendidikan, yaitu educator, recipients, employers, dan employees serta pemangku kepentingan lainnya yaitu pemerintah, masyarakat dan industri; yang merupakan organisasi atau individu memiliki keterkaitan secara sistemik dan kepentingan dalam mewujudkan kualitas sumberdaya manusia. (Haywood & Maki, 1992:121)

e. Perubahan yang terjadi harus disikapi dengan penerapan manajemen mutu pendidikan yang berhaluan kepada pendidikan kepariwisataan serta sesuai dengan kultur dan tuntutan perkembangan yang terjadi. (Vincent Gaspersz, 2001:65)

F. Pendekatan dan Paradigma Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Fokus masalah, tujuan, dan manfaat, serta kerangka kerja konseptual di atas sangat diperhatikan untuk menentukan pendekatan penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif naturalistik. Pendekatan ini dilandasi oleh tiga sifat data yang terkandung dalam fokus masalah dan kerangka kerja konseptual. Pertama, data bersifat kontekstual. Untuk data seperti ini dianalisis berdasarkan konteks dimana peristiwa itu terjadi. Kedua, data bersifat proses. Ketiga, data bermakna ganda, yang merupakan konsekuensi logis dari sifat pertama dan kedua. Data seperti itu memungkinkan multi makna, pemaknaan bisa


(19)

ditinjau dari berbagai sudut pandang, karena terkait dengan konteks dan peristiwa itu terjadi.

2. Paradigma Penelitian

Penelitian ini mengkaji pendekatan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan berbasis TedQual System dan sejauh mana dapat diimplementasikan di Indonesia (Studi Kasus di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung). Paradigma penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :


(20)

I Wayan Redhana, 2009

Pengembangan Program Pembelajaran ...

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Instrumental Input

Program, Kurikulum Sarana Prasarana, Dosen, Sistem

Manajemen

Environmental Input :

I. Lingkungan Makro - Perubahan Pariwisata global - Isu SDM Pariwisata nasional - Tuntutan stakeholders II. Lingkungan Mikro - Kebijakan Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata - Persaingan antar lembaga

pendidikan kepariwisataan Manajemen Mutu Pendidikan Tinggi Kepariwisataan (TedQual) Feedback

INPUT PROCESS OUTPUT OUTCOMES

TEORI Administrasi Pendidikan : Keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. (Satori, 1980)

Manajemen Pendidikan : proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. (Atmodiwirio, 2000)

Manajemen Mutu Terpadu : suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. (Goetsch dan Davis, 1994)

Manajemen Mutu Pendidikan : Semua fungsi dari organisasi sekolah dalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan. (West-Burnham, 1997)

Sistem : adalah komponen-komponen atau subsistem-subsistem yang saling berinteraksi, dimana masing-masing bagian tersebut dapat bekerja secara sendiri-sendiri (independen) atau bersama-sama serta saling berhubungan membentuk satu kesatuan sehingga tujuan atau sasaran sistem tersebut dapat tercapai secara keseluruhan

Stakeholders

Raw Input 1. Employer

2. Students 3. Curricullum 4. Faculty 5. Infrastructure 6. Management Lulusan pendidikan kepariwisataan yang berkualitas dan berdaya saing

internasional

Daya serap lulusan pendidikan kepariwisataan secara nasional dan internasional


(21)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian Manajemen Mutu Pendidikan Kepariwisataan

Berbasis TedQual System (Studi Kasus di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung)


(22)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Dalam studi kualitatif, objek merupakan fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena), yaitu sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera (Poerwandari, E.K: 1998:76). Objek dalam penelitian kualitatif adalah obyek alamiah (natural setting), yaitu obyek apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti. (Sugiyono, 2008 :2).

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah manajemen mutu pendidikan kepariwisataan berbasis Tourism Education Quality (TedQual) System yang meliputi 6 (enam) dimensi yaitu The employers (Visi & Misi lembaga, serta strategi lembaga dalam merealisasikan visi dan misi); The students (Financial and administrative procedures, dan Communication); The Curricula (Pedagogic System, meliputi Contents, Pedagogic methodology, dan Pedagogic resources); The faculty (Teaching Structure, Continuous updating, Research and development); The Infrastructure (Objectives adjustment dan Equipment and Supplies); dan The Management (Information and analysis Structuring) pada Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.


(23)

Penelitian ini mengambil lokasi (locus) di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STP Bandung) yaitu sebuah lembaga pendidikan kedinasan yang secara teknis bernaung di bawah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, sedangkan secara akademis dibina oleh Departemen Pendidikan Nasional. Dimana, secara de facto, STP Bandung adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan profesional dibidang kepariwisataan yang dibentuk berdasarkan Keppres No.101 tahun 1993. STPB adalah perguruan tinggi kedinasan yang merupakan unit pelaksana teknis (UPT) dari Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. Adapun lokasi STP Bandung sangat strategis, yaitu terletak di Jl Setiabudhi 186 Bandung 40141 Tlp 022.2011456, Fax. 022.2012097.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah metode kualitatif. Kata “kualitatif” menekankan kepada proses dan makna yang tidak diperoleh dengan menguji atau mengukur secara jumlah (quantity), intensitas, ataupun frekwensi. Penelitian kualitatif menuntut hubungan dua arah sebagai hubungan subyek-subyek (intersubyektifitas), dan data-data yang bersifat gayut nilai. Jadi, penelitian kualitatif tidak semata-mata mengutamakan hubungan kausal antar varaibel, namun lebih berfokus kepada proses. Dengan semangat induktif, maka kebenaran ilmiah adalah hasil kesepakatan antara peneliti dan pihak yang diteliti. (Denzim dan Lincoln, 1994 : 4-6).

Penelitian kualitatif menggunakan pendekatan yang sangat berbeda, mulai dari rancangan penelitian sampai dengan penulisan laporan. Rancangan penelitian kualitatif bersifat retropektif dan luwes sehingga terbuka terhadap


(24)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

perubahan di lapangan. Walaupun terbuka terhadap perubahan namun mesti memiliki arah yang jelas. Sampel dapat purposif, karena yang penting adalah keterwakilan aspek permasalahan. (Sitorus, MT Felix. 1998).

Menurut John Lofland (dalam Sitorus, 1998) dalam pengumpulan data kualitatif perlu diperhatikan empat hal, yaitu : peneliti kualitatif harus cukup dekat dengan orang-orang dan situasi yang diteliti, sehingga dimungkinkan pemahaman mendalam dan rinci tentang apa yang sedang berlangsung; peneliti kualitatif harus berupaya menangkap apa yang secara aktual terjadi dan diakatakan orang; data kualitatif terdiri dari sekumpulan besar uraian murni mengenai berbagai orang, kegiatan, dan interaksi sosial, dan; data kualitatif terdiri dari kutipan langsung dari berbagai orang, yaitu dari apa yang mereka katakan dan tulis. Untuk saling menutupi kekurangan satu metode maka lazim digunakan prinsip triangulasi, baik triangulasi data, triangulasi peneliti, triangulasi teori, dan triangulasi metodologi.

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui sampai sejauh mana studi manajemen mutu pendidikan kepariwisataan berbasis Tedqual System dalam menyiapkan tenaga kerja industri pariwisata yang optimal, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka digunakan metode penelitian kualitatif.

Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986:9) pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Lalu mereka mendefinisikan bahwa metodologi kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kekhasannya sendiri dan


(25)

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Nurcahyo (2008:1) lebih lanjut mengemukakan bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri atau karakteristik yang membedakan dengan penelitian jenis lainnya. Dari hasil penelaahan pustaka yang dilakukan Moleong (2001:23) ada sebelas ciri penelitian kualitatif, yaitu (1) penelitian kualitatif menggunakan latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (enity), (2) penelitian kualitatif intrumennya adalah manusia, baik peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain, (3) penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif, (4) penelitian kualitatif menggunakan analisis data secara induktif, (5) penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori subtantif yang berasal dari data, (6) penelitian kualitatif mengumpulkan data deskriptif (kata-kata, gambar) bukan angka-angka, (7) penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dari pada hasil, (8) penelitian kualitatif menghendaki adanya batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian, (9) penelitian kualitatif meredefinisikan validitas, reliabilitas, dan objektivitas dalam versi lain dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, (10) penelitian kualitatif menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan lapangan (bersifat sementara), (11) penelitian kualitatif menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sumber data.

Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting);


(26)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

disebut juga sebagai metode ethnographi, dan disebut juag metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif (Sugiyono, 2008 :1).

Secara umum dapat diartikan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu metode berganda dalam fokus, yang melibatkan suatu pendekatan interpretatif dan wajar terhadap setiap pokok permasalahannya. Ini berarti penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami, yang berupaya untuk memahami dan memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. Penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris, seperti studi kasus, pengalaman pribadi, instrospeksi, riwayat hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksional dan visual: yang benggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif (Denzin dan Lincoln,1994:2).

Nurcahyo (2008:24) menyatakan bahwa penelitian kualitatif secara inheren merupakan multi-metode di dalam satu fokus, yaitu yang dikendalikan oleh masalah yang diteliti. Penggunaan multi-metode atau yang lebih dikenal triangulation, mencerminkan suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang diteliti. Yang bernama realitas obyektif sebetulnya tidak pernah bisa ditangkap. Triangulation bukanlah alat atau strategi untuk pembuktian, tetapi hanyalah suatu alternatif terhadap pembuktian. Kombinasi yang dilakukan dengan multi-metode, bahan-bahan empiris, sudut pandang dan pengamatan yang teratur tampaknya menjadi strategi yang lebih baik untuk menambah kekuatan, keluasan dan kedalaman suatu penelitian.


(27)

Konsep penelitian kualitatif sebenarnya menunjuk dan menekankan pada proses, dan berarti tidak diteliti secara ketat atau terukur (jika memang dapat diukur), dilihat dari kualitas, jumlah, intensitas atau frekuensi. Penelitian kualitatif menekankan sifat realita yang dibangun secara sosial, hubungan yang intim antara peneliti dengan yang diteliti dan kendala situasional yang membentuk penyelidikan. Penelitian kualitatif menekankan bahwa sifat peneliti itu penuh dengan nilai (value-laden). Mereka mencoba menjawab pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberi arti.

Penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi, berusaha memahami bahasa dan tafsiran tentang dunia sekitarnya. (Nasution, 1988:21). Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah orang-orang, yaitu pelaku manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System yang ada di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung; yang terdiri dari mahasiswa, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan. Interaksi antara tempat (place), pelaku (actor), dengan segala kegiatan (activity), akan menghasilkan suatu situasi sosial tertentu.

Dengan digunakannya metode kualitatif, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, yaitu mengenai manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System, perkembangan suatu kegiatan, informasi yang diperoleh lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan penelitian akan tercapai.


(28)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ... C. Proses Penelitian Kualitatif

Berikut adalah tahapan proses kegiatan penelitian kualitatif menurut Spredley (1980). Peneliti melakukan penelitian dengan tahapan sebagai berikut : 1. Tahapan Deskripsi

Pada tahapan pertama, peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Data yang diperoleh cukup banyak, bervariasi dan belum tersusun secara jelas. Berikut ini adalah proses yang dilakukan pada tahapan deskriptif :

a) Memilih situasi sosial (place, actor, activity) b) Melaksanakan observasi partisipan

c) Mencatat hasil observasi dan wawancara d) Melaksanakan observasi deskriptif e) Melaksanakan analisis domain 2. Tahapan Reduksi

Pada tahapan ini, peneliti mereduksi segala informasi yang telah diperoleh pada tahapan deskriptif. Tujuan dalam tahapan reduksi ini adalah menemukan fokus masalah penelitian. Peneliti memilih mana data yang menarik, penting, berguna dan baru. Selanjutnya peneliti melakukan kategorisasi data berdasarkan fokus yang telah ditetapkan. Berikut adalah proses yang dilakukan pada tahapan reduksi :

a) Melaksanakan observasi terfokus b) Melaksanakan analisis taksonomi


(29)

3. Tahapan Seleksi

Pada tahapan ini peneliti menguraikan fokus yang telah ditetapkan menjadi lebih terinci. Berikut adalah proses pada tahapan seleksi :

a) Melaksanakan observasi terseleksi b) Melaksanakan analisis komponensial c) Melaksanakan analisis tema budaya d) Menentukan hasil temuan

e) Menulis laporan penelitian kualitatif

D. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data

Teknik pengumpulan data didasarkan pada prinsip yang dianjurkan oleh Naturalictic Approach yang melekat pada tradisi ilmu sosial (Lofland & Lofland, 1984:45) mengarah pada situasi dan kondisi setting penelitian, kejadian yang dialami oleh subyek penelitian individu atau kelompok atas dasar latar belakang (biografi, histori dan hubungan) personal atau kelompok yang terjalin. Oleh Lofland & Lofland, proses ini mencakup tiga tahap kegiatan, yaitu :

a. Persiapan memasuki kancah penelitian (getting in)

Agar proses pengumpulan data dan informasi berjalan sesuai rencana, peneliti terlebih dahulu telah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, baik kelengkapan bersifat administratif maupun semua masalah dan persoalan berhubungan dengan setting dan subyek peneltian untuk mencari relasi awal. Ketika berusaha memasuki lokasi penelitian, peneliti harus menempuh pendekatan informal dan formal, serta juga harus mampu menjalin hubungan yang akrab dengan informan. Untuk itu agar diperoleh


(30)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

suatu data yang valid, peneliti melakukan adaptasi dan proses belajar dari sumber data tersebut secara etis dan simpatik sehingga bisa mengurangi jarak antara peneliti dengan para informan. Peneliti berperilaku dengan sopan, baik dalam kata bahasa dan bertindak. Pada tahap ini yang diutamakan adalah bagaimana peneliti dapat diterima dengan baik pada waktu memasuki setting area.

b.. Ketika berada di lokasi penelitian ( getting along )

Disaat peneliti memasuki situs lokasi penelitian, maka hubungan yang terjalin harus tetap dipertahankan. Kedudukan subyek harus dihormati dan diberikan kebebasan untuk mengemukakan semua persoalan, data serta informasi yang diketahui, peneliti tidak boleh mengarahkan dan melakukan intervensi terhadap worldview subyek penelitian. Imajinasi dan daya nalar peneliti harus diasah dan dikembangkan untuk menangkap apa yang disampaikan, tindakan apa yang dilakukan, apa yang dirasakan serta kerangka mental dari dalam yang dimiliki subyek (emic). Berdasarkan emic yang diperoleh, peneliti mencoba memahami, menafsirkan dan mencoba untuk membuat pemaknaan baru atas worldview peneliti (etic).

c. Pengumpulan data ( logging to data )

Untuk mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang lazim dipakai dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa teknik dalam pengumpulan data penelitian yang meliputi hal-hal sebagai berikut :


(31)

1) Pengamatan

Pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam melihat situasi penelitian. Teknik ini sangat relevan digunakan dalam penelitian kelas yang meliputi pengamatan kondisi interaksi pembelajaran, tingkah laku anak dan interaksi anak dalam kelompoknya. Pengamatan dapat dilakukan secara bebas dan terstruktur. Alat yang bisa digunakan dalam pengamatan adalah lembar pengamatan, ceklist, catatan kejadian dan lain-lain.

2) Pertanyaan

Teknik pertanyaan lebih cocok digunakan dalam pendekatan survei. Pertanyaan yang efektif akan membantu pengumpulan data yang akurat, diberikan kriteria karakteristik pertanyaan yang efektif sebagai berikut; (a) bahasanya jelas, (b) ada ketegasan isi dan periode waktu, (c) bertujuan tunggal, (d) bebas dari asumsi, (e) bebas dari saran, dan (f) kesempurnaan dan konsistensi tata bahasa.

3) Angket atau kuesioner (questionnaire)

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan persepsinya.


(32)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

4) Studi dokumenter (documentary study)

Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Jadi studi dokumenter tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumuen yang dilaporkan dalam penelitian, namun juga adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih, dan mengutamakan perpektif subyek, artinya mementingkan pandangan informan, yakni bagaimana mereka memandang dan menafsirkannya. Sesuai dengan fokus penelitian, maka yang dijadikan sumber data dan teknik pengumpulan data adalah: 1) Untuk mendapatkan data mengenai employers (STP Bandung), yang

dijadikan sumber data adalah manajemen STPB yang diperkuat dengan dokumen Rencana Strategik STP Bandung. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumentasi. Selain itu peneliti juga melakukan observasi dan wawancara dengan beberapa para alumni dan para pengusaha industri usaha jasa pariwisata yang ada di Indonesia.

2) Untuk mendapatkan data mengenai kemahasiswaan, yang dijadikan sumber data adalah Kepala Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan


(33)

(ADAK) dan stafnya. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumentasi. Peneliti juga melakukan observasi langsung dan wawancara dengan Kabag ADAK dan para mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahaan teori maupun praktik.

3) Untuk mendapatkan data mengenai kurikulum, yang dijadikan sumber data adalah Kepala Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (ADAK) dan stafnya, serta para ketua jurusan dan ketua program studi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi. Peneliti juga melakukan observasi dan wawancara dengan para ketua jurusan dan para ketua program studi.

4) Untuk mendapatkan data mengenai faculty, yang dijadikan sumber data adalah Kepala Bagian Administrasi Umum, Kepala Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, ketua jurusan dan ketua program studi. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumentasi, observasi dan wawancara.

5) Untuk mendapatkan data mengenai infrastruktur yang ada di STP Bandung, yang dijadikan sumber data adalah Kepala Bagian Administrasi Umum dan KaSubag Rumah Tangga. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumentasi, observasi dan wawancara.

6) Untuk mendapatkan data mengenai manajemen, yang dijadikan sumber data adalah para struktural/pengelola yang ada di STP Bandung, yaitu Ketua STP Bandung, Pembantu Ketua I, II dan III. Selain itu juga Kepala Bagian Administrasi Umum dan Kepala Bagian Administrasi Akademik dan


(34)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

Kemahasiswaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, observasi dan wawancara.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang utama adalah peneliti sendiri. Selain itu dikembangkan instrumen penelitian, yang diharapkan dapat mempertajam serta melengkapi data hasil pengamatan.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Spradley (1984:21). Dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Tahapan dalam penelitian kualitatif adalah tahap memasuki lapangan, teknik analisis data yang digunakan adalah dengan analisis domain.

Tahap kedua adalah menentukan fokus, teknik pengumpulan data dengan teknik minitour question, sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis taksonomi. Selanjutnya pada tahap selection, pertanyan yang digunakan adalah pertanyaan struktural, analisis data yang digunakan adalah analisis komponensial, yang dilanjutkan dengan analiis tema budaya. Tahapan analisis data ini disesuaikan dengan tahapan proses dalam penelitian.

Sedangkan teknik analisis menurut Miles and Hubermann (1984:33) adalah bahwa aktivitas dalam analisis penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian.


(35)

Aktivitas dalam analisis data kualitatif adalah data reduction, data display, dan conclusion drawing/verifying.

Langkah-langkah proses analisis data menurut Miles and Hubermann (2002:33). adalah sebagai berikut :

Sumber: Miles and Huberman (2002:33)

Gambar 3.1. Proses Analisis Data

Setelah proses koleksi data, komponen analisis yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif adalah :

1. Reduksi Data

Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian laporan yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan kemudian direduksi, dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal yang pokok, difokuskan untuk dipilih yang terpenting kemudian dicari tema atau polanya (melalui proses penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan). Reduksi data dilakukan terus menerus selama proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data dipilah kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar

Data Collection

Data Reduction

Data Display

Conclusions or Verifications


(36)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik kesimpulan sementara.

2. Penyajian Data

Penyajian data (display data) dimasudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data ke dalam suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah dan disisikan untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi. 3. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola tema, hubungan persamaan, hipotesis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan yang masih bersifat tentatif.

Gambaran bahwa dalam tahapan untuk menarik kesimpulan dari kategori-kategori data yang telah direduksi dan disajikan untuk selanjutnya menuju kesimpulan akhir mampu menjawab permasalahan yang dihadapi. Tetapi dengan bertambahnya data melalui verifikasi secara terus menerus, maka diperoleh kesimpulan yang bersifat grounded.


(37)

Dengan kata lain, setiap kesimpulan senantiasa akan selalu terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung yang melibatkan interpretasi peneliti. Analisis data merupakan suatu kegiatan yang logis, data kualitatif berupa pandangan-pandangan tertentu terhadap fenomena yang terjadi dalam kebijakan pendidikan, utamanya kebijakan manajemen mutu pendidikan kepariwisatan (TedQual System), juga beberapa data kuantitatif yang terdiri dari angka-angka untuk mendukung adanya prosentase hubungan antara data yang berkaitan dengan pokok bahasan. Komponen-komponen tersebut berinteraksi sampai didapat suatu kesimpulan yang benar. Apabila ternyata kesimpulannya tidak memadai, maka perlu diadakan pengujian ulang, yaitu dengan cara mencari beberapa data lagi di lapangan, dicoba untuk diinterpretasikan dengan fokus yang lebih terarah. Dengan begitu, analisis data tersebut merupakan proses interaksi antara ke tiga komponen analisis dengan pengumpulan data, dan merupakan suatu proses siklus sampai dengan aktivitas penelitian selesai.

G. Pengujian Kredibilitas Data

Pengujian kredibilitas data penelitian akan dilakukan dengan cara : 1. Perpanjangan pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini hubungan peneliti dengan sumber data akan semakin terbentuk, semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas


(38)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

data, peneliti memfokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, berkenaan dengan manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System yang ada di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung apakah data yang diperoleh itu benar atau tidak.

2. Triangulasi

Triangulasi dalam penelitian kualitatif diartikan sebagai pengujian keabsahan data yang diperoleh dari berbagai sumber, berbagai metode, dan berbagai waktu. Oleh karenanya terdapat teknik pengujian keabsahan data melalui triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber untuk menguji keabsahan data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh kepada beberapa sumber. Untuk menguji kredibilitas data tentang manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System yang ada di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung maka pengujian data dapat dilakukan terhadap pihak-pihak yang kompeten, mulai dari unsur pimpinan (para pembantu ketua, para kepala bagian, para ketua jurusan dan program studi, para ketua unit); para dosen, karyawan, dan mahasiswa, baik aktivis maupun mahasiswa non aktivis. Selanjutnya, data yang diperoleh dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang sama, mana yang berbeda serta mana yang spesifik dari ketiga sumber tersebut. Data yang telah dianalisis sampai menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan pada sumber data tadi. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek pada sumber yang sama tetapi dengan teknik berbeda. Data yang diperoleh melalui wawancara kemudian dicek


(39)

dengan data hasil observasi, atau hasil analisis dokumen. Bila menghasilkan data berbeda, peneliti melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data yang bersangkutan untuk mendapatkan data yang dianggap benar, atau mungkin semuanya benar karena setiap sumber data memiliki sudut pandang yang berbeda. Dalam beberapa hal, waktu pengambilan data sering kali mempengaruhi kredibilitas data. Data yang diperoleh melalui wawancara pada pagi hari, berbeda dengan data yang diperoleh melalui wawancara pada siang hari atau sore hari. Untuk itu, diperlukan pengujian pada waktu dan situasi yang berbeda. Bila menghasilkan data berbeda pengambilan data perlu dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan kepastian data.

Dalam hal ini, peneliti melakukan pengecekan terhadap informasi dari informan yang satu jika dirasakan kurang dengan informan yang lain, sehingga informasi yang didapatkan menjadi lebih lengkap. Pengecekan informasi dari informan berkenaan dengan manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System yang ada di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, yaitu :

a. The employers (Visi & Misi lembaga, Strategi lembaga dalam merealisasikan visi dan misi);

b. The students (Financial and administrative procedures, dan Communication);

c. The Curricula (Pedagogic System, meliputi Contents, Pedagogic methodology, dan Pedagogic resources);


(40)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

d. The faculty (Teaching Structure, Continuous updating, Research and development);

e. The Infrastructure (Objectives adjustment dan Equipment and Supplies); dan

f. The Management (Information and analysis Structuring) 3. Member Check (pengecekan anggota)

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada sumber datanya. Peneliti melakukan proses member check yaitu proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesesuaian data yang ditemukan dengan data yang diberikan oleh sumber data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh sumber data maka data tersebut valid, akan tetapi bila tidak disepakati perlu dilakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data. Jika perbedaannya sangat jelas peneliti harus merubah hasil temuannya. Member check dilakukan setelah pengumpulan data mengenai manajemen mutu pendidikan berbasis TedQual System yang ada di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung selesai, setelah mendapat temuan, atau setelah memperoleh kesimpulan.

H. Tempat dan Jadwal Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, sedangkan jadwal penelitian dilakukan selama satu tahun yaitu bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2008, untuk kemudian dilakukan penyempurnaan dalam penulisan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2009.


(41)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan, implikasi hasil penelitian dan rekomendasi yang dapat disampaikan. Keselarasan kesimpulan dan rekomendasi akan digambarkan pada pemilihan alur yang berdasarkan kepada variabel penelitian yang dipergunakan.

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan diperoleh suatu kenyataan bahwa pariwisata merupakan sektor yang amat spesifik, dinamis, dan bersifat global. Hal ini secara langsung memberikan konsekuensi kepada semakin spesifiknya persyaratan kompetensi SDM pariwisata. Sejalan dengan hal tersebut, lembaga pendidikan tinggi kepariwisataan perlu terus berupaya secara berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan agar mencapai tujuannya yaitu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing internasional.

Penelitian ini memfokuskan kepada kebutuhan pendidikan tinggi kepariwisataan di Indonesia dalam mengimplementasikan standarisasi kependidikan. Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Terkait dengan terdapatnya beberapa pendekatan manajemen mutu yang dapat diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan kepariwisataan, disimpulkan bahwa pendekatan TedQual System, yang dikembangkan oleh


(42)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

UN-WTO (United Nation World Tourism Organization), merupakan sebuah pendekatan manajemen mutu yang sangat relevan untuk diterapkan pada lembaga pendidikan kepariwisataan di Indonesia. Dari hasil komparasi yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa TedQual System merupakan pendekatan yang memiliki akuntabilitas dan mendapat pengakuan yang tinggi sebagai salah satu pendekatan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan pada tataran internasional. Beberapa argumentasi yang menguatkan terhadap hal tersebut adalah :

a. UN-WTO sebagai organisasi yang mengembangkan TedQual System adalah organisasi yang terpercaya, yaitu merupakan salah satu organisasi di bawah PBB yang khusus menangani pengembangan pariwisata dunia. b. TedQual System dikembangkan secara spesifik untuk kebutuhan

manajemen mutu pendidikan kepariwisataan dan sudah diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan kepariwisataan terkemuka di dunia.

c. TedQual System dikembangkan dengan basis standar internasional. d. TedQual System sangat memperhatikan kepuasan stakeholders.

e. TedQual System merupakan suatu pendekatan yang bersifat sistemik dan stratejik.

f. TedQual System menekankan pada kualitas proses dalam mengembangkan manajemen mutu pendidikan kepariwisataan.

g. TedQual System mengajarkan untuk mengembangkan standarisasi pendidikan kepariwisataan secara progresif.


(43)

h. Penerapan TedQual System menjamin adanya pengakuan secara internasional bagi lembaga pendidikan kepariwisataan yang menerapkan sistem ini.

Pada tahapan penerapan dari TedQual System, sistem ini mengharuskan lembaga pendidikan kepariwisataan untuk selalu melihat kepada alur dan aturan yang berlaku baku sesuai dengan tujuan TedQual. Pendekatan manajemen mutu ini juga memunculkan implikasi audit dan implementasi hasil audit sebagai sebuah upaya perbaikan terhadap sistem yang terbarukan. Terkait dengan hal tersebut, maka untuk dapat menerapkan TedQual System pada lembaga pendidikan kepariwisataan di Indonesia, studi kasus di STPB, diperlukan kesiapan dan pembenahan dari ke-6 (enam) komponen pendidikan yang dimiliki, yaitu employer, students, curricula, faculty, infrastructure dan management, termasuk berbagai aspek yang terdapat pada setiap komponen.

2. Berdasarkan hasil penelitian dari kajian enam komponen TedQual System pada manajement mutu pendidikan yang diterapkan di STP Bandung, ke-enam komponen yang meliputi employer, students, curricullum, faculty, infrastructure dan management, sebagian besar sudah memiliki kesamaan dengan ketentuan yang diterapkan pada Tedqual System, meskipun masih terdapat komponen-komponen yang memerlukan peningkatan dan pengembangan, terutama komponen yang terkait dengan faculty, infrastruktur, dan manajemen institusi.


(44)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

Demikian juga dilihat dari nilai-nilai utama yang terkandung dalam TedQual System, sebagian besar dari nilai-nilai utama tersebut sudah dijadikan dasar dan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di STP Bandung, yaitu nilai-nilai pendekatan sistem pendidikan kepariwisataan, berorientasi pada lingkungan, jejaring kerja yang luas, perbaikan secara berkesinambungan, berbasis pada proses, standarisasi secara progresif, loyalitas dan reputasi positif, kepuasan konsumen, komunikasi dan administrasi, kualitas dari faculty metodologi pedagogik dan sumberdaya, serta dampak terhadap masyarakat.

a. Pada komponen employer yang mencakup penetapan mission statement, strategy dan action plan STP Bandung sudah menjalankan sesuai dengan pendekatan TedQual, dimana ketiga aspek tersebut dirumuskan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan baik secara internal maupun eksternal. Pada perumusan visi dan misi, proses yang dijalankan telah melibatkan seluruh unsur terkait dari lingkungan institusi, melalui tahapan-tahapan pembahasan secara bersama sehingga perumusan visi dan misi tersebut mencerminkan kebersamaan yang merupakan modal yang kuat untuk memperoleh komitmen. Namun demikian, penetapan visi dan misi tersebut belum mencerminkan pandangan jauh ke depan, terlihat dari batas waktu pencapaian yang hanya ditetapkan sampai tahun 2010, sehingga arah yang ingin dicapai serta strategi apa yang harus dijalankan untuk mengantisipasi perkembangan dan tuntutan kepariwisataan termasuk sumberdaya manusianya, belum mampu terakomodasi di dalam visi dan


(45)

misi yang telah dirumuskan. Hal-hal positif lainnya yang sudah dilaksanakan pada perumusan mission statement, strategy dan action plan, adalah bahwa setiap proses yang dijalankan telah memiliki dokumen yang bisa dipertanggung-jawabkan, demikian juga dengan hasil atau output dari proses yang pertama ini telah secara nyata didokumentasikan dan digunakan sebagai pedoman untuk menjalankan pengelolaan pendidikan di STP Bandung. Dokumen-dokumen tersebut di antaranya adalah Rencana Strategis STP Bandung, Rencana Kerja Tahunan, risalah-risalah pertemuan, dll. Hal-hal yang masih harus diperbaiki atau masih merupakan kelemahan, yaitu bahwa rencana strategis yang telah ditetapkan belum pernah dimonitor dan dievaluasi secara periodik dan berkesinambungan yang juga harus melibatkan pihak pemangku kepentingan, sehingga perubahan dan perkembangan yang terjadi baik secara lingkungan internal maupun lingkungan eksternal belum terdeteksi untuk dijadikan pertimbangan dalam melakukan penyesuaian terhadap komponen ini. Hal ini bisa terjadi karena perumusan Renstra di STP Bandung baru pertama kali dilakukan pada tahun 2006, sedangkan sebelumnya penyelenggaraan pendidikan berjalan tanpa didasari oleh adanya Renstra. Di samping itu, STP Bandung sebagai lembaga pendidikan tinggi kepariwisataan, merupakan unit pelaksana teknis di bawah tanggung jawab Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, sehingga segala ketentuan yang berlaku harus mengacu kepada kebijakan yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan yang berlaku, termasuk di dalam perumusan Renstra STP Bandung yang


(46)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

harus berpayung kepada Renstra Departemen Budpar. Secara akademik, STP Bandung sama sekali tidak memiliki otonomi penuh, karena di dalam penyelenggaraan institusi, nuansa birokrasinya lebih menonjol dan lebih dominan. Kelemahan lain yang terlihat dalam pelaksanaan kegiatan dilihat dari komponen ini adalah pada aspek perencanaan sumberdaya, terutama sumberdaya finansial dan sumberdaya manusia. Sebagai contoh, STP Bandung tidak memiliki petugas khusus bagian perencanaan, hal ini disebabkan karena pengorganisasian dan penempatan sumberdaya manusia di STP Bandung lebih menginduk kepada organisasi birokrasi yang kaku, sehingga ruang gerak dan fleksibilitas untuk menyesuaikan pengorganisasian relatif agak sulit. Kelemahan yang paling menonjol adalah pada aspek finansial, dimana sumber dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan pendidikan sangatlah minim. Hal ini disebabkan alokasi dana lebih ditentukan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, meskipun STP Bandung sebagai unit pelaksana teknis telah berupaya mengajukan usulan pendanaan sesuai dengan kebutuhan melalui satu usulan yang didasarkan pada hasil kajian. Kelemahan lain adalah karena aturan yang ketat untuk memperoleh sumber dana di luar yang ditetapkan

oleh pemerintah, sehingga keleluasaan untuk membangun “generating centers” relatif agak sulit.

b. Pada komponen kedua yang berkaitan dengan Students, meliputi aspek daya tarik, hubungan dengan mahasiswa, proses kegiatan yang dilakukan terlihat sudah lebih mapan, malah dapat dikatakan merupakan komponen


(47)

yang paling baik, termasuk tanggapan dari para mahasiswa maupun para alumninya. Pada aspek daya tarik, dengan menjamurnya lembaga pendidikan kepariwisataan di Indonesia, STP Bandung masih memiliki keunggulan daya tarik, terlihat dari jumlah calon mahasiswa yang mendaftar untuk masuk ke STP Bandung relatif masih tinggi dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain, sehingga kemampuan untuk menjaring calon mahasiswa masih berada pada ratio satu berbanding tiga. Faktor yang

membuat daya tarik relatif tinggi disebabkan karena “image” yang telah

terbentuk untuk STP Bandung sebagai sekolah pariwisata yang lulusannya terkenal berhasil di industri, tingkat penyerapan lulusan yang relatif tinggi sehingga memberikan kesan setelah mengikuti pendidikan di STP Bandung tidak akan menganggur, serta karena STP Bandung adalah milik pemerintah sehingga biaya pendidikan relatif murah.

Daya tarik yang dilatarbelakangi oleh keberhasilan para lulusannya ini, tergambar pula dari sumber informasi yang diperoleh para calon mahasiswanya yang sebagian besar adalah melalui words of mouth dari keluarga dan relasinya. Di samping itu, informasi tentang persyaratan masuk, bentuk dan pelaksanaan seleksi serta hal lain yang berkaitan dengan sistem pendidikan di STP Bandung termasuk pembiayaan, telah terinformasikan dengan jelas sebelum calon mahasiswa masuk ke STP Bandung, baik melalui penyebaran brosur, road show ke sekolah-sekolah, maupun melalui situs STP Bandung. Jumlah pendaftar yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan sekolah lain, telah dimanfaatkan pula oleh


(48)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

sekolah-sekolah tersebut untuk mendapatkan data calon mahasiswa yang tidak dapat diterima di STP Bandung sebagai sumber bagi sekolah-sekolah tersebut. Dalam hal hubungan antara lembaga dengan mahasiswanya, tanggapan dari responden yaitu para mahasiswa dan para alumninya terlihat sangat baik, meliputi pelayanan administrasi akademik, administrasi keuangan, fasilitas pelengkap (complementary services), maupun yang terkait dengan sistem penilaian terhadap mahasiswa. Hal positif yang menonjol pada aspek hubungan dengan mahasiswa ini adalah sejalan dengan ketentuan dan aturan dalam TedQual System, STP Bandung menempatkan mahasiswanya sebagai “internal customer”, sehingga senantiasa mengupayakan pelayanan prima untuk memberikan kepuasan kepada mahasiswanya. Pelayanan akademik dan kemahasiswaan dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan mahasiswa, di antaranya dengan menyediakan layanan wali kelas serta bimbingan dan konseling; pelayanan informasi tentang pencapaian nilai dilakukan secara tepat waktu; serta komunikasi dengan mahasiswa untuk berdialog tentang pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan secara periodik. Pelayanan lain adalah dengan menyediakan fasilitas pendukung seperti pelayanan kesehatan, orientasi akademis, fasilitas asrama, pelayanan konsultasi, fasilitas olahraga, fasilitas kantin, fasilitas tempat ibadah serta kegiatan-kegiatan yang mampu mendorong mahasiswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal lain yang menjadi kekuatan dalam aspek hubungannya dengan mahasiswa adalah bahwa STP Bandung dalam upaya


(49)

memberikan pelayanan yang baik kepada internal customernya, adalah dengan memfasilitasi para lulusannya untuk memperoleh pekerjaan. Hal ini dilakukan dengan membentuk satu unit yang dinamakan Prodec (Professional Development Center) sehingga para lulusan akan dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi tentang berbagai kesempatan kerja yang ditawarkan oleh pihak pengguna baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dalam perkembangannya selama tiga tahun terakhir dari sejak Prodec dibentuk, penyerapan lulusan STP Bandung semakin menunjukkan hal yang sangat memuaskan, baik dilihat dari tingkat penyerapan lulusan maupun dilihat dari waktu serap. Secara ratio, jumlah lulusan yang bekerja di luar negeri juga semakin meningkat, hal ini menunjukkan bahwa kualitas lulusan STP Bandung telah diakui dan diterima oleh pasar kerja internasional. Hal ini bisa terjadi karena selain di dalam proses pembelajaran STP Bandung menerapkan disiplin yang sangat ketat dengan mengacu pada tuntutan industri, juga karena para mahasiswa telah diberikan kesempatan untuk mengikuti praktek kerja nyata dalam kurun waktu antara enam bulan sampai dengan satu tahun, dengan penempatan di dalam negeri maupun di luar negeri, sehingga mereka telah memperoleh pengalaman lapangan sebelum benar-benar bekerja di industri. Prestasi kerja mereka di industri pada akhirnya akan merupakan promosi bagi STP Bandung dan menambah nilai daya saingnya di industri. Hubungan yang baik ini tidak hanya terjalin dengan para mahasiswa yang sedang berada di kampus saja, melainkan juga dengan para alumninya.


(50)

Upiek Haeryah Sadkar, 2009

Studi Manajemen Mutu Pendidikan ...

STP Bandung secara periodik mengadakan pertemuan dan silaturahmi dengan para alumni melalui Ikatan Alumninya, untuk mendiskusikan berbagai hal yang terkait dengan upaya pengembangan STP Bandung. Para alumni yang sudah menduduki posisi yang mapan di industri senantiasa berkunjung ke kampus STP Bandung untuk berbagi ilmu dan pengalaman. c. Komponen ketiga yaitu komponen kurikulum, terdiri dari tiga aspek yaitu

muatan kurikulum, metodologi pedagogi dan sumberdaya pedagogi. Pada aspek muatan kurikulum dan metodologi pedagogi, hasil penelitian menunjukkan bahwa respon dari para mahasiswa adalah baik. Hal ini disebabkan karena muatan kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum berbasis kompetensi yang mengacu dan sudah disesuaikan tidak hanya dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional dan bahkan Asean Common Competency Standar for Tourism Professional (ACCSTP), sehingga diharapkan akan lebih memberikan kesesuaian dengan tuntutan kompetensi yang dijadikan acuan oleh pihak pengguna. Penerapan dari kurikulum berbasis kompetensi yang mengacu kepada kedua standar tersebut disebabkan karena kedudukan STP Bandung sebagai UPT di bawah Departemen Budpar lebih memiliki akses dan kemudahan untuk menerapkannya mengingat peran Departemen Budpar melalui Badan Pengembangan Sumberdaya Budpar yang juga merupakan chairman dalam Forum Asean untuk pengembangan human resources. Namun di sisi lain, sebagai institusi yang berstatus seperti ini, akan merupakan satu penghambat dan kesulitan untuk pengembangan kurikulum yang harus


(1)

Hofstede, Geert. (1980). Culture’s Consquences. Sage. London.

J. Allan Thomas and Griffith, William S.(1971). Adult and Continuous Study. Holden Adult Education Quarterly. www.proquest.com

Johansson, P. & Gärdenfors, P. (2005). Introduction to Cognition, Education and Communication Technology. Gardenfors & P. Johansson (Eds.) . Junus, Nurpit. (2008). Strategi Peningkatan Mutu Kinerja Manajemen

Perguruan Tinggi, Studi Evaluatif Kinerja Manajemen Pendidikan Politeknik di Propinsi Riau Dengan Pendekatan Kriteria Malcolm Baldrige. UPI. 2007

Junus, Nurpit. (2008). Strategi Peningkatan Mutu Kinerja Manajemen Perguruan Tinggi, Studi Evaluatif Kinerja Manajemen Pendidikan Politeknik di Propinsi Riau Dengan Pendekatan Kriteria Malcolm Baldrige. UPI. 2007

Juran, J. M. (1991).World War II and the Quality Movement: Quality Progress. Deming Press.

Juran, J. M. (1991).World War II and the Quality Movement: Quality Progress. Deming Press. www.proquest.com

Juran, J.M. (1995). Kepemimpinan Mutu. PPM . Jakarta

Kerzner, Harold. (2001). Strategic Planning for Project Management Using a Project Management Maturity Model. John Wiley & Sons. NY.

Koh, Y. K. (1994). Tourism education for the 1990s. Annals of Tourism Research. Vol. 21 No. 3. www.proquest.com

Koster, I Wayan. (2005). Masa Depan Pendidikan Kepariwisataan Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional Kepariwisataan. Bali

Kotter, jonh P., & Heskett, J.L. (1992). Corporate culture and performance. Free Press - NY

Ladkin, A.(2002). Recent research--geographical space and yachting tourism, tourism education, environmental law and tourism as a development tool. The International Journal of Tourism Research. Vol. 4, Iss. 1. www.proquest.com

Lincoln, Yovana S. dan Guba, Egon. (1984). Naturalistic Inquiry. Sage Publications. Beverly Hills. London.


(2)

Linney, C. and Teare, R. (1991). Addressing the human resource challenges of the 1990s. International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 3 No. 2. www.proquest.com

Lofland, J., dan Lofland, H. (1984) Analyzing Social Settings: A Guide to Qualitative Observation and Analysis. 2nd Edition. Wadsworth.

Lovelock, Christopher. (2001). Services Marketing: People Technology Strategy. McGrawHill

Lunberg, C.C (1998). A Prolegomen to course design I hospitality management: fundamental considerations. Journal of Hospitality and Tourism Education. Vol. 10 No. 2.

Magablih, Khalid. (2007). Tourism Education Quality in Jordan : A Conceptual Approach. The International Journal of Tourism Research. www.proquest.com

Mangkuprawira, S. & Hubeis, A.V. (2007) Manajemen Mutu SDM . Ghalia Indah. Jakarta.

Markovic, S. and Gospodarstvo, N. (2006). Expected service quality measurement in tourism higher education. The International Journal of Tourism Research. Vol. 52. www.emeraldinsight.com

Martin, D., and McEvoy, B. (2003) Business simulations: A balanced approach to tourism education. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 15. www.proquest.com

Mayaka, M, & King, B. (2002). A Quality Assessment of Education and

Training for Kenya’s Tour-operating Sector. Victoria – AU.

www.emeraldinsight.com

McKercher, B. (2002). The future of tourism education: An Australian scenario? Tourism and Hospitality Research. 2002. Vol. 3, Iss. 3. www.proquest.com

Miles, Matthew. (1992). Qualitative Data Analysis : A Sourcebook of New Methods. Sage Publications. Beverly Hills. London.

Milles, M.B., and Huberman, M. (2002). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook. Sage Publishing.

Moleong, Lexy J. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosda Karya. Bandung


(3)

Morrison, A. and O’Mahony, G. B. (2003). The liberation of hospitality management education. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 15 No. 1. www.proquest.com

Muhadjir, Noeng. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Edisi 4. Rake Sarasin. Jakarta.

Nasution, S. (2001). Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indah. Jakarta

Nasution, S., dan Engkoswara. (1972). Azas-azas metode mengadjar. Badan Penerbit dan Dokumentasi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Bandung.

Nasution, S., dan Engkoswara. (1972). Azas-azas metode mengadjar. Badan Penerbit dan Dokumentasi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Bandung. www.emeraldinsight.com

Nasution. (1988). Metode Naturalistik Kualitatif. Tarsito.Bandung

Nawawi, Hadari (2003), Administrasi pendidikan. Haji Masagung. Jakarta Nurcahyo, Andik. (2008). Metodologi Menelitian Kualitatif.

http://islamkuno.com/2008/01/16/metodologi-penelitian-kualitatif/#_ftnref4

Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.37/HK.001/MKP/2008 tentang Statuta Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Pfeffer N. & Coote A. (1991). Is Quality Good for You? Institute for Public Policy Research

Pidarta, Made. (1988). Manajemen Pendidikan Indonesia. Bina Aksara. Jakarta. Poerwadarminta, (1996), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Porter, M.E. (1985). Competitive Advantage. Free Press. New York

Porter, Michael. (2006). Raising Indonesia’s Competitiveness. Harvard Business School

Priyono, Ono S., (1999). Education; Access; Quality and Relevance. London Press


(4)

Quality Management Systems for Education and for Training Providers. Email: rheyns@saqa.co.za

Rah Mada, Wientor. (2002). Berubahnya Paradigma Pariwisata Global. Pikiran Rakyat. 10 Juni 2006.

Rahman, Arif. (2008). Disertasi : Pembinaan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Menengah Kejuruan dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Berbasis Kompetensi. UPI. Bandung

Rahman, Arif. (2008). Disertasi : Pembinaan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Menengah Kejuruan dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Berbasis Kompetensi. UPI. Bandung

Ramos, V., Rey-Maquieira, J., and Tugores, M. (2004). The role of training in changing an economy specialising in tourism. The International Journal of Tourism Research. Vol. 25, Iss. 1. www.proquest.com

Ritchie, J.R.B. (1993). Educating the tourism educators: guidelines for policy and programme development. Teros International. Vol. 1 No. 1.

Ryan, C. (1996). Tourism courses: a new concern for new time?. Tourism Management. Vol. 16 No. 2. www.proquest.com

Ryan, C. (1996). Tourism Courses: A New Concern for New Time?. Tourism Management. Vol. 16 No. 2. www.proquest.com

Sagala, Syaiful (2008). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Alfabeta. Bandung.

Sallis, Edward (2006), Total Quality Management in Education, IRCisoD, Yogyakarta

Sallis, Edward. (1993). Quality Management in Education. Routledge – NY

Satori, Djam’an. (1980). Administrasi Pendidikan. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung.

Schoderbek, Peter P., Schoderbek, Charles G., Kefalas, Asterios G., dan Karl von Bartalanvy. (1994). Management System : conceptual considerations. USA Business Publications Inc.

Sergiovanni, Thomas J. (2001). Leadership: What's in it for Schools? Routledge Publishing. London.


(5)

Spredley, James. (1980). Participation Observation. Holt, Reinhart and Winston Sudhamek, AWS. (2005). Kunci Managemen sebagai Kunci Sustainable

Enterprise. Executivefocus.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Penerbit Alfabeta. Bandung Supriyoko. (2000). Mengelola Pendidikan Dari Vietnam. Pikiran Rakyat.

Bandung

Sutisna, Oteng. (1983). Administrasi Pendidikan. Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional, Angkasa, Bandung.

Sutisna, Oteng. (1989). Admiministrasi Pendidikan. Penerbit Angkasa. Bandung.

Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional. Penerbit Indonesia Tera. Jakarta.

Tjiptono, Fandy dan Anastasia, Diana, (1998). Total Quality Manajement. Penerbit Andi.

Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia. (2003). Total Quality Management (TQM). Andi Offset. Jogyakarta

Tourism Research. Vol. 3, Iss. 4. www.proquest.com

Tribe, J (1997). The indiscipline of tourism. Annals of Tourism Research. Vol. 24 No. 3. www.emeraldinsight.com

Tribe, J. (2002). The Philosophical practitioner. Annals of Tourism Research. Vol. 29 No. 2. www.proquest.com

Umaedi, (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan Baru dalam PengelolaanSekolah untuk Peningkatan Mutu. http://ssep.net/director.html

United Nation World Tourism Organization. (2005). TedQual MQE Intensive Course : Managing Quality in Tourism Education. Perugia. Italy.

Weinberg, Gerard M. (2001). An Introduction to General Systems Thinking. Dorset House Publisher. NY.

West-Burnham, John. (1997). Managing Quality in Schools. Pitman Publishing. Manhattan.


(6)

Widoyoko, Eko Putro. (2006). Analisis Kualitatif Dalam Penelitian Sosial. Universitas Muhammadiyah Purworejo

Winardi J. (2003). Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Witt, Stephen F., Luiz Moutinho. 1989. Tourism Marketing and Management Handbook. UK.: Prentice Hall International.

Wood, P., and Jayawardena, C. (2003) Cuba: Hero of the Caribbean? A Profile of its tourism education strategy. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 15, Iss. 3. www.proquest.com

Wood, R.C. (1995). Status and hotel and catering work: theoretical dimensions and practical implications. Hospitality Research Journal. Vol. 16 No. 3. www.proquest.com

World Economic Forum. (2008). Travel and Tourism Competitiveness Index. www.weforum.org/en/initiatives/gcp/TravelandTourismReport/index.htm Zhang, H. Q., Lam, T., Bauer, T. (2001) Analysis of training and education

needs of mainland Chinese tourism academics in the twenty-first century. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Vol. 13, Iss. 6. www.proquest.com

Zuhdi, Aliq. (2007). Peran Pemodelan Sistem Dalam Pengambilan Keputusan Untuk Aplikasi Manufaktur dan Energi. Disampaikan pada Seminar Nasional III : SDM Teknologi Nuklir. Jogjakarta

____________. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 1999. Tentang pendidikan tinggi

____________. (2000). Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 Tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Tahun 1998

____________. (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.

____________. (2006). Rencana Strategis Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung. Bandung.