Keanekaragaman Makrozoobentos di Perairan Danau Toba Desa Silalahi Kabupaten Dairi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Danau
Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau
seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan
tersebut, air laut dan air payau merupakan bagian terbesar yaitu lebih dari
97%.Walaupun habitat air tawar menempati bagian yang sangat kecil, namun
sangat penting bagi manusia sebagai sistem pembuangan (Fitra, 2008).
Ekosistem air tawar dibagi menjadi 2 jenis yaitu air diam misalnya kolam,
danau dan waduk, serta air yang mengalir seperti misalnya sungai. Air diam
digolongkan sebagai perairan lentik, sedangkan air yang mengalir deras disebut
lotik. Perairan lentik atau perairan menggenang dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk yaitu rawa, danau dan waduk (Barus, 2004).
Danau adalah salah satu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang
relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan.
Bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas
daerahnya.

Keberadaan


ekosistem

danau

memberikan

fungsi

yang

menguntungkan bagi kehidupan manusia (rumah tangga, industri, dan pertanian)
(Yazwar, 2008).
Menurut Payne (1986), berdasarkan keadaan nutrisinya, danau terbagi
menjadi 3 jenis yaitu:
a. Danau Oligotrofik yaitu danau yang mengandung sedikit nutrien (miskin
nutrien), biasanya dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada
bagian dasar kebanyakan mengadung senyawa anorganik dan konsentrasi
oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah orgnisme pada
danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi.
b. Danau Eutrofik, yaitu danau yang mengandung banyak nutrien (kaya nutrien),

khususnya nitrat dan fosfor yang menyebabkan pertumbuhan alga dan
tumbuhan akuatik lainnya meningkat. Dengan demikian produktivitas primer
pada danau ini tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan

Universitas Sumatera Utara

biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies
rendah.
c. Danau Distrofik yaitu yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik dari
luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air
berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya
berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit
mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen.
Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik.

2.2 Ekosistem Danau Toba
Danau Toba merupakan sumberdaya alam akuatik yang mempunyai nilai yang
sangat penting ditinjau dari fungsi ekologi serta fungsi ekonomis.Pemanfaatan
danau memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air akibat berbagai
aktivitas masyarakat di Danau Toba. Danau Toba juga digunakan sebagai tempat

membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian di
sekitar Danau Toba. Limbah domestik dari pemukiman dan perhotelan, limbah
nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang
dibudidayakan dalam keramba jaring apung, limbah pariwisata dan limbah
transportasi air. Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi
telah terjadi penurunan kualitas air dilokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan
masyarakat (Barus, 2001).
Danau Toba merupakan danau vulkanik dengan panjang sekitar 100 km
dan lebar 30 km yang terletak pada beberapa kabupaten dalam Propinsi Sumatera
Utara. Pada pemekaran wilayah kabupaten beberapa tahun lalu, Pulau Samosir
dan perairan Danau Toba di sekitarnya adalah termasuk dalam Kabupaten
Samosir yang beribukota di Pangururan. Pulau Samosir, sebagai pulau vulkanik
demikian juga dataran tinggi lainnya yang mengelilingi Danau Toba merupakan
daerah perbukitan yang terjal. Pembentukan Danau Toba diperkirakan terjadi saat
ledakan vulkanis sekitar 73.000 – 75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan
supervulkano (gunung berapi super) yang paling baru. Sebagian perairan Danau
Toba di sebelah utaranya termasuk kedalam wilayah Kabupaten Simalungun
dengan kota di tepi danaunya adalah Haranggaol dan Parapat. Sebelah barat laut

Universitas Sumatera Utara


Danau Toba termasuk wilayah Kabupaten Tanah Karo dengan kota di tepi danau
adalah Tongging. Sedangkan di sebelah barat Danau Toba adalah wilayah
Kabupaten Dairi dengan kota di tepi danau adalah Silalahi (Sagala, 2013).
Danau Toba merupakan sumber daya alam akuatik yang mempunyai nilai
yang sangat penting ditinjau dari fungsi ekologis serta fungsi ekonomis. Hal ini
berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis organisme
akuatik, fungsi air Danau Toba sebagai sumber air minum bagi masyarakat
sekitarnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budidaya perikanan
serta untuk menunjang berbagai jenis industri (Ginting, 2002).

2.3 Makrozoobentos
Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan dan mendiami
kedalaman tertentu (Sinyo, 2013). Berdasarkan letaknya bentos dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu infauna dan epifauna. Infauna adalah bentos yang
hidupnya terpendam di dalam substrat perairan dengan cara menggali lubang,
sebagian besar hewan tersebut hidup sesil dan tinggal di suatu tempat. Epifauna
adalah benthos yang hidup di permukaan dasar perairan yang bergerak dengan
lambat di atas permukaan dari sedimen yang lunak atau menempel dengan kuat
pada substrat padat yang terdapat pada dasar perairan (Barnes & Mann, 1994).

Menurut Lalli dan Parsons (1993), berdasarkan ukuran tubuhnya zoobentos dapat
dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Makrobentos, kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan
yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa
insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya.
2) Mesobentos, kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir
atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing
kecil dan crustaceae kecil.
3) Mikrobentos, kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang
termasuk ke dalamnya adalah protozoa khususnya ciliata.
Makrozoobentos merupakan organisme yang hidup menetap (sesile) dan
memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan. Selain itu

Universitas Sumatera Utara

tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan
sebagai indikator pencemaran (Fadli, et al., 2012).
Menurut Barnes dan Mann (1994) pembagiannya berdasarkan pola-pola
makannya makrozoobentos dibedakan menjadi tiga macam. Pertama sebagai
suspension feeder yang memperoleh makanannya dengan menyaring partikelpartikel melayang di perairan. Kedua sebagai deposit feeder yang mencari

makanan pada sedimen dan mengasimilasikan material organik yang dapat
dicerna dari sedimen. Material organik dalam sedimen biasanya disebut detritus.
Ketiga sebagai detritus feeder

tersebut khusus hanya makan detritus saja.

Makrozoobentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat
menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang
masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga
mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen
perairan (Asriani, et al., 2013).
Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem
perairan sehubungan dengan peranannya sebagai biota kunci dalam jaring
makanan, dan berfungsi sebagai degradator bahan organik (Andri, et al., 2012).
Hewan tersebut juga sering digunakan untuk menduga tidak seimbangnya
lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu perairan. Perairan yang tercemar akan
mempengaruhi kelangsungan hidup organisme perairan, diantaranya adalah
makrozoobentos, karena makrozoobentos merupakan organisme air yang mudah
terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun
fisik (Odum, 1994), selanjutnya dijelaskan bahwa benthos dapat dijadikan sebagai

indikator biologis, berdasarkan pada:
a. Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel.
b. Ukuran tubuh relatif lebih besar sehingga memudahkan untuk identifikasi.
c. Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah
(exposed) oleh air sekitarnya.
d. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobenthos dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan.
e. Perubahan lingkungan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobenthos.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Faktor-faktor Fisik-Kimia yang Mempengaruhi Makrozoobentos
Sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu
selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos,
perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisik-kimia) perairan,
karena antara faktor abiotik dengan biotik saling berinteraksi (Nybakken, 1988).
Menurut Slamet (2010), pencemaran air akan menurunkan kualitas perairan yang
meliputi sifat fisika, kimia dan biologi perairan tersebut.
Tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat
digunakan sebagai indikator pencemaran.Sebagaimana kehidupan biota lainnya,

penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika,
kimia, dan biologi perairan (Rakhmanda, 2011). Pengkajian kualitas perairan
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air
serta analisis biologi (Rachmawaty, 2011).
Faktor abiotik (fisik kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan
makrozoobentos antara lain:

2.4.1 Suhu
Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya
dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang
tumbuh di tepi perairan. Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua
aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh
temperatur. Menurut hukum Van’tHoffs kenaikan temperature 10°C (hanya pada
kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis
(misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat (Barus, 2004).

2.4.2 Penetrasi cahaya
Cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi
bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi.Odum (1994), menyatakan bahwa

penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi
zona fotosintesis dimana habitat aquatik dibatasi oleh kedalaman, kekeruhan,

Universitas Sumatera Utara

terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, sering
kali penting sebagai faktor pembatas.
Dengan demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap
ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai
titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari
mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada
pada titik keseimbangan.

2.4.3 Intensitas Cahaya
Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang
akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Contohnya,
larva dari Baetis rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya,
dimana jika intensitascahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari
tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar
perairan, bergerak menuju kebagian atas bebatuan untuk mencari makanan (Barus,

2004).Intensitas cahaya dan perbedaan suhu air sangat berperan pada
pengklasifikasian perairan lentik, sedangkan pada perairan lotik justru kecepatan
arus atau pengerakan air, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi yang paling
berperan (Jeffries & Mills 1996).
Menurut Setiawan (2008), pada kondisi perairan yang dangkal, intensitas
cahaya matahari dapat menembus seluruh badan air sehingga mencapai dasar
perairan, daerah dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari
pada daerah yang lebih dalam sehingga cenderung mempunyai makrozoobentos
yang beranekaragam dan interaksi kompetisi lebih kompleks. Pada musim hujan
perairan cenderung lebih dalam jika dibandingkan dengan saat musim kemarau.
Hal tersebut dapat mempengaruhi kepadatan makrozoobentos di dasar suatu
perairan.

2.4.4 pH air
Kehidupan organisme akuatik sangat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai
pH.Pada umumnya organisme akuatik toleran pada kisaran nilai pH yang netral.
pH yang ideal bagi organisme akuatik pada umumnya terdapat antar 7 – 8,5.

Universitas Sumatera Utara


Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
menyebabkan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Odum, 1994).

2.4.5 DO (Dissolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam
suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat
dipengaruhi terutama oleh faktor temperatur. Kelarutan maksimum oksigen di
dalam air terdapat pada temperature 0°C, yaitu sebesar 14,16 m/l

O2.

Dengan

terjadinya peningkatan temperatur akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkat konsentrasi
oksigen terlarut. Oksigen terlarut di dalam air bersumber terutama dari adanya
kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis.
Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer
dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik. Kisaran toleransi
makrozoobentos terhadap oksigen terlarut berbeda-beda (Barus, 2004).
Menurut Sastrawijaya (1991), kehidupan air dapat bertahan jika ada
oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l serta selebihnya tergantung pada
ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemaran, temperatur dan
sebaliknya.

2.4.6 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD (Biochemical OxygenDemand) menyatakan jumlah oksigen
yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa
organik yang diukur pada temperatur 20°C (Barus, 2004).
Nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih
tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai
5 ml/l

O2

maka perairan tersebut tersebut tergolong baik apabila konsumsi

O2

berkisar 10 mg/l – 20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi

Universitas Sumatera Utara

organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih dari 100 mg/l
(Brower,et al., 1990).

2.4.7 Substrat Dasar
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar
perairan seperti bentos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir
(Michael, 1984). Substrat dasar merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman makrozoobenthos (Hynes, 1976).
Kelimpahan

dan

keanekaragaman

makrozoobenthos

pun

sangat

dipengaruhi oleh perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya (Ulfah, et
al., 2012). Menurut Seki (1982), komponen organik utama yang terdapat didalam
air adalah asam amino, protein, karbohidrat, vitamin, dan hormon juga ditemukan
di perairan. Hanya 10 % dari meterial organik tersebut yang mengendap sebagai
substrat ke dasar perairan.

Universitas Sumatera Utara