Hubungan Antara Ki-67 Labeling Index Terhadap Prognosis Pada Meningioma
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Meningioma
Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada
tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang
terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak.
Meningioma tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat
(Al-Hadidy, 2007).
2.2. Epidemiologi Meningioma
Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial yang paling sering
dijumpai. Meningioma diperkirakan sekitar 15-30% dari seluruh tumor primer
intrakranial pada orang dewasa. Prevalensi meningioma berdasarkan konfirmasi
pemeriksaan histopatologi diperkirakan sekitar 97,5 penderita per 100.000 jiwa di
Amerika Serikat. Prevalensi ini diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya
karena tidak semua meningioma ditangani secara pembedahan (Wiemels, 2010;
Claus, 2005).
Beberapa hal yang mempengaruhi insiden adalah usia, jenis kelamin dan
ras. Insiden terjadinya meningioma meningkat dengan pertambahan usia dan
mencapai puncak pada usia di atas 60 tahun. Insiden meningioma pada anak-anak
sekitar 4% dari seluruh kejadian tumor intrakranial. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa insiden meningioma pada ras hitam Non-hispanics sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan ras putih Non-Hispanics dan Hispanics. Jenis
kelamin juga mempengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lebih
tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (Wiemels, 2010; Rockhill, 2007).
2.3. Klasifikasi Meningioma
Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola
pertumbuhan dan histopatologi. Berdasarkan lokasi tumor dan urutan paling
sering adalah konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid rigde,
cerebellopontine angle, frontal base, petroclival, fosa posterior, tentorium, middle
Universitas Sumatera Utara
fossa, intraventricular dan foramen magnum. Meningioma juga dapat timbul
secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis, orbita,
cavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty, 2005; Chou,
1991).
Berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma dapat tumbuh sebagai
suatu masa (en masse) atau tumbuh memanjang seperti karpet (en plaque). Varian
en plaque pada awalnya dideskripsikan oleh Cushing sebagai suatu karakteristik
tipikal meningioma sphenoid ridge, yang dapat juga disebut sebagai
“hyperostosing en plaque meningiomas”. Deskripsi ini kemudian direvisi oleh
Bonnal pada tahun 1980, dengan tipe-tipe dari meningioma sphenoid ridge adalah
:en masse, invading en plaque, dan invading en masse.En masse adalah
meningioma globular klasik, meningiomainvading en plaque didefinisikan
sebagai tumor berbentuk seperti karpet dengan adanya abnormalitas tulang,
sedangkan meningioma en massedidefinisikan sebagai bentuk antara darien masse
klasik dan meningioma invading en plaque dengan perlekatan dura yang luas
tetapi tanpa tampilan seperti karpet (Talacchi et al, 2011).
Pola pertumbuhan meningioma terbagi dalam bentuk massa (enmasse) dan
pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque). Bentuk en masse adalah
meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque adalah tumor dengan
adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas (Talacchi, 2011).
Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan WHO 2007 terdiri dari
3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring dengan pertambahan
grading (Fischer & Bronkikel, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Subtipe meningioma dan Grade menurut klasifikasi WHO
(Marwin et al, 2010).
Grade WHO
Subtipe histology
Meningothelial meningioma
I
Fibrous (fibroblastic) meningioma
I
Transitional (mixed) meningioma
I
Psammomatous meningioma
I
Angiomatous meningioma
I
Microcystic meningioma
I
Secretory meningioma
I
Lymphoplasmacyte-rich meningioma
I
Metaplastic meningioma
I
Chordoid meningioma
II
Clear-cell meningioma
II
Atypical meningioma
II
Brain invasive meningioma
II
Papillary meningioma
III
Rhabdoid meningioma
III
Anaplastic (malignant) meningioma
III
2.4. Faktor-Faktor Resiko
2.4.1. Radiasi Ionisasi
Radiasi ionisasi merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti
menyebabkan tumor otak. Penelitian-penelitian yang mendukung hubungan antara
paparan radiasi dan meningioma sejak bertahun-tahun telah banyak jumlahnya.
Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi disebabkan
oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang belum diperbaiki
sebelum replikasi DNA. Penelitian pada orang yang selamat dari bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki menemukan bahwa terjadi peningkatan insiden
meningioma yang signifikan (Calvocoressi & Claus, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Pengobatan dengan menggunakan paparan radiasi juga meningkatkan
resiko terjadinya meningioma. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi
radiasi untuk leukemia limfoblastik dan tinea kapitis memperlihatkan adanya
peningkatan resiko terjadinya meningioma terutama dosis radiasi melebihi 30 Gy.
Selain itu, paparan radiasi untuk kepentingan diagnosis juga meningkatkan resiko
terjadinya meningioma. Salah satunya adalah penelitian Claus et al (2012) yang
membuktikan adanya peningkatan resiko yang signifikan terjadinya meningioma
setelah mendapatkan dental X-ray lebih dari enam kali antara usia 15 hingga 40
tahun (Calvocoressi & Claus, 2010; Claus, 2012).
Beberapa ciri-ciri untuk membedakan meningioma spontan dengan akibat
paparan radiasi adalah usia muda saat didiagnosa, periode latensi yang pendek,
lesi multipel, rekurensi yang relatif tinggi, dan kecenderungan meningioma jenis
atipikal dan anaplastik (Calvocoressi & Claus, 2010).
2.4.2. Radiasi Telepon Genggam
Radiasi
yang
dihasilkan
oleh
telepon
genggam
adalah
energi
radiofrequency (RF) yang tidak menyebabkan ionisasi molekul dan atom. Energi
RF berpotensi menimbulkan panas dan menyebabkan kerusakan jaringan, namun
pengaruhnya terhadap kesehatan masih belum diketahui secara pasti. Penelitian
metaanalisis yang dilakukan oleh Lahkola et al (2005) menemukan bahwa tidak
terdapat hubungan antara penggunaan insiden meningioma.Penelitian metaanalisis
lain yang lebih besar yaitu penelitian INTERPHONE yang dilakukan pada 13
negara juga memberikan laporan bahwa tidak dijumpai hubungan antara
penggunaan telepon genggam dan insiden meningioma (Wiemels, 2010;
Barnholtz-Sloan, 2007; Calvocoressi & Claus, 2010).
2.4.3. Cedera Kepala
Sejak masa Harvey Cushing, Cedera kepala merupakan salah satu resiko
terjadinya meningioma, meskipun hasil peneltian-penelitian tidak konsisten.
Penelitian kohort pada penderita cedera kepala dan fraktur tulang kepala
menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya meningioma secara signifikan.
Penelitian ole Phillips et al (2002) juga menemukan hasil bahwa adanya hubungan
Universitas Sumatera Utara
antara cedera kepala dengan resiko terjadinya meningioma, terutama riwayat
cedera pada usia 10 hingga 19 tahun. Resiko meningioma berdasarkan banyaknya
kejadian cedera kepala dan bukan dari tingkat keparahannya (Wiemels, 2010;
Phillips, 2002).
2.4.4. Genetik
Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang
timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor
otak jenis apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan
meningioma hanya beberapa dan jarang. Meningioma sering dijumpai pada
penderita dengan Neurofibromatosis type 2 (NF2), yaitu Kelainan gen autosomal
dominan yang jarang dan disebabkan oleh mutasi germline pada kromosom 22q12
(insiden di US: 1 per 30.000-40.000 jiwa). Selain itu, pada meningioma sporadik
dijumpai hilangnya kromosom, seperti 1p, 6q, 10, 14q dan 18q atau tambahan
kromosom seperti 1q, 9q, 12q, 15q, 17q dan 20q (Evans, 2005; Smith, 2011).
Penelitian lain mengenai hubungan antara kelainan genetik spesifik
dengan resiko terjadinya meningioma termasuk pada perbaikkan DNA, regulasi
siklus sel, detoksifikasi dan jalur metabolisme hormon. Penelitian terbaru fokus
pada variasi gen CYP450 dan GST, yaitu gen yang terlibat dalam metabolisme
dan detoksifikasi karsinogen endogen dan eksogen. Namun belum dijumpai
hubungan yang signifikan antara resiko terjadinya meningioma dan variasi gen
GST atau CYP450. Penelitian lain yang berfokus pada gen supresor tumor TP53
juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (Lai, 2005; Malmer, 2005;
Choy, 2011).
2.4.5. Hormon
Predominan meningioma pada wanita dibandingkan dengan laki-laki
memberi dugaan adanya pengaruh ekspresi hormon seks.Terdapat laporan adanya
pengaruh ukuran tumor dengan kehamilan, siklus menstruasi, dan menopause.
Penelitian-penelitian pada pengguna hormon eksogen seperti kontrasepsi oral dan
terapi hormon pengganti dengan resiko timbulnya meningioma memberikan hasil
yang kontroversial. Penelitian-penelitian pada paparan hormon endogen
Universitas Sumatera Utara
memperlihatkan
bahwa
resiko
meningioma
berhubungan
dengan
status
menopause, paritas, dan usia pertama saat menstruasi. Namun, hal-hal ini masih
menjadi kontroversi ini (Wiemels, 2010; Barnholtz-Sloan, 2007; Taghipour,
2007).
2.5 Mitosis pada meningioma
Mitosis pada meningioma diperkirakan distimulus oleh beberapa jenis
protein growth factors. Beberapa jenis growth factors yang berpengaruh reseptor
Epidermal Growth Factor (EGF), Granulin, Platelet Derived Growth Factor
(PDGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Insulin Growth Factor
(IGF), Fibroblast Growth factor (FGF), hormon progesteron dan estrogen.
Hormon EGF adalah hormon polipeptida yang bekerja melalui aktivasi reseptor
EGF dan stimulus proliferasi yang bervariasi baik secara in vivo dan in vitro.
Reseptor EGF merupakan glikoprotein yang terletak ekstraselular. Reseptor ini
diperkirakan memiliki peranan dalam regulasi pembelahan sel dan pertumbuhan
tumor. Ekspresi berlebihan dari reseptor EGF telah terbukti menstimulasi
angiogenesis, proliferasi metastase, dan kelangsungan hidup sel(Ragel, 2003;
Wernicke, 2010).
Peptida lain yang mempengaruhi pertumbuhan sel adalah FGF yaitu
berperan dalam proliferasi sel, apoptosis dan angiogenesis. Mekanisme pemicu
mitosis dari FGF adalah aktivasi dari beberapa kaskade cytoplasmic serine/
threonine kinase termasuk kaskade p44/42 MAPK/ERK dan jaras PI3K-AktPRAS40-mTOR dan STAT3. Mekanisme ini mempengaruhi proliferasi sel dan
apoptosis dari banyak tumor ganas solid termasuk meningioma. Namun ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kegunaan kemoterapi
terhadap reseptor ini dan regulasinya dalam pertumbuhan meningioma (Johnson,
2010).
2.6 Gambaran Histologi
Secara umum, penampilan karakteristik dan diagnostik dari meningioma
adalah batas yang tegas dan perlekatan fokal pada dura. Tumor ini biasanya
berbentuk globular, berkapsul, dan memiliki proyeksi pertumbuhan ke arah
Universitas Sumatera Utara
dalam, menekan tetapi tidak menginvasi parenkim kecuali dalam bentuk maligna,
terkadang menginvasi dura dan sinus. Jika meningioma segar dipotong akan
tampak pucat dan semi-transparan atau homogen dan berwana coklat kemerahan
tergantung dari derajat vaskularisasinya. Pola kumparan (whorl) biasanya akan
tampak pada permukaan potongan setelah dilakukan fiksasi. Konsistensi berpasir
adalah tampilan umum yang dihubungkan dengan adanya badan psammoma.
Jaringan pembuluh darah yang kasar dapat tampak pada varian meningioma
angiomatosa.
90% kasus meningioma merupakan tumorbenigna (WHO grade I), 6-8%
kasus meningiomaatipikal (WHO grade III), 1-2% merupakan kasusmeningioma
malignan anaplastik (WHO grade IV)dan selebihnya adalah tipe lain
dari
meningiomagrade II dan III. Meskipun secara histopatologigambaran nekrosis,
nucleolus prominen,pleomorfisme nuclear, indeks mitotik dan indeksproliferasi
dikaitkan dengan peningkatankemungkinan rekurensi, prediktor sifat suatutumor
secara morfologis belum cukup mendetaildiketahui. Dan meskipun secara
patologi berbagaikriteria morfologi, histopatologi dan parameterbiologi dapat
menentukan grading meningioma,perbedaan antara clear benign, border benign
danmeningioma atipikal masih merupakanpermasalahan mendasar. Para peneliti,
seiringperkembangan pesat teknologi molekuler semakinmemahami pentingnya
marker progresifitasmalignansi pada kasus meningioma anaplastik(Ragel, 2005).
2.7 Gambaran Radiologi
Pemeriksaan penunjang radiologi pada meningioma dapat berupa foto xray, CT-scan kepala baik dengan maupun tanpa kontras dan MRI. Pada foto x-ray
dapat ditemukan gambaran khas, yaitu hiperostosis, peningkatan vaskularisasi dan
kalsifikasi. Pada CT-scan tanpa kontras, meningioma akan memberikan gambaran
isodense hingga sedikit hyperdense dan kalsifikasi. Sedangkan CT-scan dengan
kontras akan memberikan gambaran massa yang menyangat kontras dengan kuat
dan homogen. Gambaran hiperostosis, edema peritumoral dan nekrosis sentral
dapat dijumpai pada pencitraan CT-scan kepala. Gambaran khas pada CT-scan
kepala adalah adanya dural tail yaitu duramater yang melekat pada tulang
(Osborn, 2004; Mary, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Pada MRI dengan T1W1 umumnya memberikan gambaran isointense
sedangkan beberapa lainnya memberikan gambaran hypointense dibandingkan
dengan gray matter. Pada T2W1, meningioma juga umumnya menunjukkan
gambaran isointense dengan beberapa yang hyperintense karena kandungan airnya
yang tinggi terutama pada jenis meningothelial, yang hipervaskular, dan yang
agresif (Osborn, 2004; Mary, 2013).
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada meningioma dapat berupa embolisasi, pembedahan,
radiosurgery,dan radiasi. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu
paliatif dan reseksi tumor. Pembedahan merupakan terapi utama pada
penatalaksanaan semua jenis meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah
menentukan diagnosis definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejalagejala. Reseksi harus dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang
lebih baik. Sebaiknya reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas
duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada
skull base sering kali subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh
darah (Modha & Gutin, 2005).
Angiografi preoperatif dapat menggambarkan suplai pembuluh darah
terhadap tumor dan memperlihatkan pembungkusan pembuluh darah. Selain itu,
angiografi dapat memfasilitasi embolisasi preoperatif. Beberapa jenis meningioma
terutama malignant umumnya memiliki vaskularisasi yang tinggi, sehingga
embolisasi preoperatif mempermudah tindakan reseksi tumor. Hal ini disebabkan
oleh berkurangnya darah yang hilang secara signifikan saat reseksi. Embolisasi
preoperatif dilakukan pada tumor yang berukuran kurang dari 6 cm dan dengan
pertimbangan keuntungan dibandingkan dengan resiko dari embolisasi (Dowd,
2003; Levacic et al; 2012).
Tabel 2. Tingkat rekurensi berdasarkan kriteria Simpson (Modha & Gutin,
2005)
Simpson
Grade
Completeness of Resection
10-year
Recurrence
Universitas Sumatera Utara
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
complete removal including resection of
9%
underlying bone and associated dura
complete removal + coagulation of dural
19%
attachment
complete removal w/o resection of dura or
29%
coagulation
subtotal resection
40%
Berdasarkan tabel di atas diperlihakan bahwa reseksi meningioma total
hingga Simpson grade 1 juga menunjukkan resiko terjadinya rekurensi hingga
9%. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh pada rekurensi meliputi
reseksi inkomplit, jenis histologis atipikal dan malignan berdasarkan klasifikasi
WHO, adanya penonjolan nukleolar, adanya mitosis lebih dari dua per 10 highpower fields dan gambaran menyangat kontras yang heterogen pada Ct-scan
kepala (Al-Hadidy, 2007).
Walaupun meningioma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan
memiliki tingkat mitosis yang rendah, radioterapi memberikan manfaat secara
klinis yang telah dilaporkan pada banyak serial kasus yaitu baik regresi ataupun
berhentinya pertumbuhan tumor. Manfaat radioterapi masih menjadi perdebatan,
Radioterapi disarankan sebagai terapi adjuvan pada reseksi inkomplit, tumor
rekuren dan atau grade tinggi, serta sebagai terapi utama pada beberapa kasus
seperti meningioma saraf optik dan beberapa tumor yang tidak dapat direseksi
(Al-Hadidy, 2007; Minniti, 2009).
Modalitas lain pada terapi meningioma adalah stereostatic radiosurgery.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stereostatic radiosurgery memberikan
hasil yang efektif dalam mengontrol pertumbuhan tumor secara lokal dengan
resiko komplikasi yang kecil. Stereostatic radiosurgery umumnya dilakukan pada
tumor jinak berukuran kecil atau yang tidak dapat dioperasi dan pada tumor
residual atau rekuren setelah operasi. Terapi ini disarankan pada meningioma
berukuran dibawah 3 cm yang melibatkan skull base dan sinus kavernosus dengan
tujuan mencegah progresi tumor (Al-Hadidy, 2007; Minniti, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.9.Indeks Proliferasi
Indeks proliferasi biasanya diukur dengan MIB-1 antibodi yang akan
mengikat antigen Ki-67. Ki-67 diekspresikan pada sel yang sedang berproliferasi
melalui siklus sel. Labeling index (LI) adalah persentase dari nukleus sel tumor
yang imunoreaktif. Pengambilan sampel tumor merupakan sumber kesalahan
dalam menentukan LI karena tumor memiliki heterogenitas histologi dengan
perbedaan regional dari proliferasi sel. Daerah tumor yang paling ganas secara
histologis merupakan pilihan yang biasanya digunakan untuk analisis LI
(Korhonen, 2012; Akyildiz, 2010).
Peningkatan Ki-67 berhubungan dengan grade histologi yang lebih tinggi
dan peningkatan resiko rekuren pada meningioma. LI rata-rata pada meningioma
jinak sebesar 3%, untuk meningioma atipikal sebesar 8% dan untuk meningioma
malignan sebesar 17%. Kebanyakan penelitian melaporkan indeks proliferasi
yang lebih tinggi pada meningioma rekuren dibandingkan dengan yang nonrekuren. Meningioma dengan indeks MIB-1 sebesar 4% atau lebih secara
signifikan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk rekuren. Ki-67 juga telah
dilaporkan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita dan pada
meningioma dengan edema di MRI. Ki-67 lebih rendah pada meningioma dengan
kalsifikasi. Meningioma yang berhubungan dengan NF-2 memiliki LI yang lebih
tinggi dibandingkan yang sporadik dan hal ini mencerminkan sifat yang lebih
agresif dari meningioma ini (Korhonen, 2012; Akyildiz, 2010).
Protein Ki-67 (juga dikenal sebagai MKI67) merupakan penandaselular
untukproliferasi(Scholzen, 2000).Hal inibenar-benarterkaitdenganproliferasi sel.
Selamainterfase,
sedangkan
Ki-67
antigendapatdideteksisecara
dimitosissebagian
eksklusifdalaminti
sel,
besarproteintersebutdipindahkan
kepermukaankromosom. ProteinKi-67 hadirselama semuafaseaktifsiklus sel(G1,
S, G2, danmitosis), tetapitidak hadir dariselberistirahat(G0).
Ki-67 merupakan penanda yang sangat baik untuk menentukan fraksi
pertumbuhan populasi sel tertentu. Fraksi sel tumor Ki-67 positif (indeks Ki-67
label) sering berhubungan dengan perjalanan klinis kanker. Contoh terbaikdipelajari dalam konteks ini adalah karsinoma prostat, otak dan payudara dan
nefroblastoma. Untuk jenis tumor, nilai prognostik untuk kelangsungan hidup dan
Universitas Sumatera Utara
kekambuhan tumor telah berulang kali terbukti dalam analisis seragam dan
multivariat.
Ki-67 dan MIB-1 monoclonal antibodi diarahkan terhadap epitop yang
berbeda sama antigen-proliferasi terkait. Ki-67 dan MIB1 dapat digunakan pada
bagian tetap(Scholzen, 2000).
MIB-1 digunakan dalam aplikasi klinis untuk
menentukan indeks Ki-67 label. Salah satu keunggulan utama atas asli Ki-67
antibodi (dan alasan mengapa hal tersebut pada dasarnya menggantikan antibodi
asli untuk penggunaan klinis) adalah bahwa hal itu dapat digunakan pada bagianparafin tertanam formalin-fixed, setelah pengambilan antigen panas-dimediasi
(lihat bagian berikutnya di bawah).
SLIDE PA
Gambar pemeriksaan IHC Ki67
Ki67, LI:0 %, pembesaran 400x,
Ki67, LI : 4%, pembesaran 400x
KI67, LI: 30%, pembesaran 400x
Prognosis dari meningioma memiliki perbedaan pada setiap klasifikasi
atau derajat meningioma. Invasi parenkim otak yang jelas akan mempengaruhi
prognosis. Lokasi anatomis akan mempengaruhi laju rekurensi. Tumor-tumor
yang berada pada posisi yang sulit akan menimbulkan kesulitan dalam total
removal dari tumor, seperti pada ala sphenoidalis. Meningioma yang menginvasi
sinus, seperti pada meningioma parasagittal, memiliki rekurensi yang tinggi (AlMefty et al, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Prognosisuntukmeningiomadengangross
reseksi
totaltergantung
padahistologi. Dalamsatu seridari 1799spesimenmeningiomadari1.582pasienyang
diikutiselama rata-rataestimasidari13tahun, 93,1% darimeningiomajinak, 65,4%
darimeningiomaatipikal, dan27,3% darimeningiomaganasdisembuhkan dengan
operasi(Maier
etal1992).
Sebuah
studi
kekambuhanpadameningiomajinaklebih
berulangpada
20tahun(Jaaskelainen
ditemukantingkat5-tahun
dariFinlandiamenemukantingkat
tinggi,
1986).
dengan19%
Studi
kejadian
laindari9000kasus
kekambuhanmenjadi20,2%(McCarthy
yang
etal1998).
Seriyang lebih besardi atas menunjukkantingkatketahanan hidup 5 tahunhanya
70%, 75%, dan55% untukjinak, atipikal, danganasmeningioma, masingmasing(McCarthy etal1998). Sebuah studiMayoClinicmencatat25% 10-tahun
tingkat
kekambuhandalam
10tahuntingkatkekambuhan
jumlahmeningiomabenar-benarresected,
dan61%
padameningiomasubtotallydireseksi(Stafford
etal1998).
Rata-rata
waktuuntukkambuhadalah11,9tahununtukmeningiomaatipikal,
dan2tahununtukmeningiomaganas. Limatahundan10-tahun kelangsungan hidup
adalah81% sampai 95% dan58% menjadi 79% untukmeningiomaatipikal, dan60%
menjadi
64%
dan35%
sampai
60%
untukmeningiomaganas(Palma
etal1997;Cokeetal1998).Setelahreseksisubtotaldarimeningioma,
radiasimenurunkantingkat
kekambuhandari60%
terapi
denganpembedahan
saja
untuk32% dengan terapi radiasi, denganwaktu yang lebih lamauntukkambuhpada
kelompokradiasi(Barbaro
etal1987).
JenisTissuealkaline
dipelajaridalamreseksimeningiomadan
phosphatase(PA1)
ditemukanmeningkat
padameningiomaatipikaldananaplastik.
EkspresiabnormalPA1berkorelasidengankekambuhan(Bouvier etal2005).
Penelitiantelah
menyelidikikemungkinanfaktor
prognostikdalammeningiomaatipikaldanganassecara
khusus.
Dalam
sebuah
analisis dari76meningiomaatipikaldan10meningiomaganas, jumlah mitosistinggi,
invasiotak,
danlokasiparasagital-falcine
secara
signifikan
terkait
denganpenurunankekambuhan-free survival (Vranic etal2010). Juga, indeksKi-67
lebih besar dari 4% juga dikaitkandengan penurunanwaktu untukkambuh. Ini
tampaknyaindikatorpatologispentingagresivitasjenistumorini.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah
penelitian
baru
menemukanlokasi
maknaprognostik(Kane
meninjau378pasiendenganmeningioma,
anatomijugamemiliki
etal2011).
Mereka
mencarifaktor-faktor
risikopotensial
untukbermutu tinggipatologi. Mereka menemukanbahwameningiomanonskullbase, telah menjalani operasisebelumnya, danjenis kelamin laki-lakipeningkatan
risikograde IIatauIIIpatologi, yangmengekstrapolasikan untukprognosis yang
lebih burukdan meningkatkankemungkinankekambuhan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Meningioma
Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada
tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang
terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak.
Meningioma tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat
(Al-Hadidy, 2007).
2.2. Epidemiologi Meningioma
Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial yang paling sering
dijumpai. Meningioma diperkirakan sekitar 15-30% dari seluruh tumor primer
intrakranial pada orang dewasa. Prevalensi meningioma berdasarkan konfirmasi
pemeriksaan histopatologi diperkirakan sekitar 97,5 penderita per 100.000 jiwa di
Amerika Serikat. Prevalensi ini diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya
karena tidak semua meningioma ditangani secara pembedahan (Wiemels, 2010;
Claus, 2005).
Beberapa hal yang mempengaruhi insiden adalah usia, jenis kelamin dan
ras. Insiden terjadinya meningioma meningkat dengan pertambahan usia dan
mencapai puncak pada usia di atas 60 tahun. Insiden meningioma pada anak-anak
sekitar 4% dari seluruh kejadian tumor intrakranial. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa insiden meningioma pada ras hitam Non-hispanics sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan ras putih Non-Hispanics dan Hispanics. Jenis
kelamin juga mempengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lebih
tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (Wiemels, 2010; Rockhill, 2007).
2.3. Klasifikasi Meningioma
Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola
pertumbuhan dan histopatologi. Berdasarkan lokasi tumor dan urutan paling
sering adalah konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid rigde,
cerebellopontine angle, frontal base, petroclival, fosa posterior, tentorium, middle
Universitas Sumatera Utara
fossa, intraventricular dan foramen magnum. Meningioma juga dapat timbul
secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis, orbita,
cavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty, 2005; Chou,
1991).
Berdasarkan pola pertumbuhannya, meningioma dapat tumbuh sebagai
suatu masa (en masse) atau tumbuh memanjang seperti karpet (en plaque). Varian
en plaque pada awalnya dideskripsikan oleh Cushing sebagai suatu karakteristik
tipikal meningioma sphenoid ridge, yang dapat juga disebut sebagai
“hyperostosing en plaque meningiomas”. Deskripsi ini kemudian direvisi oleh
Bonnal pada tahun 1980, dengan tipe-tipe dari meningioma sphenoid ridge adalah
:en masse, invading en plaque, dan invading en masse.En masse adalah
meningioma globular klasik, meningiomainvading en plaque didefinisikan
sebagai tumor berbentuk seperti karpet dengan adanya abnormalitas tulang,
sedangkan meningioma en massedidefinisikan sebagai bentuk antara darien masse
klasik dan meningioma invading en plaque dengan perlekatan dura yang luas
tetapi tanpa tampilan seperti karpet (Talacchi et al, 2011).
Pola pertumbuhan meningioma terbagi dalam bentuk massa (enmasse) dan
pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque). Bentuk en masse adalah
meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque adalah tumor dengan
adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas (Talacchi, 2011).
Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan WHO 2007 terdiri dari
3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring dengan pertambahan
grading (Fischer & Bronkikel, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Subtipe meningioma dan Grade menurut klasifikasi WHO
(Marwin et al, 2010).
Grade WHO
Subtipe histology
Meningothelial meningioma
I
Fibrous (fibroblastic) meningioma
I
Transitional (mixed) meningioma
I
Psammomatous meningioma
I
Angiomatous meningioma
I
Microcystic meningioma
I
Secretory meningioma
I
Lymphoplasmacyte-rich meningioma
I
Metaplastic meningioma
I
Chordoid meningioma
II
Clear-cell meningioma
II
Atypical meningioma
II
Brain invasive meningioma
II
Papillary meningioma
III
Rhabdoid meningioma
III
Anaplastic (malignant) meningioma
III
2.4. Faktor-Faktor Resiko
2.4.1. Radiasi Ionisasi
Radiasi ionisasi merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti
menyebabkan tumor otak. Penelitian-penelitian yang mendukung hubungan antara
paparan radiasi dan meningioma sejak bertahun-tahun telah banyak jumlahnya.
Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi disebabkan
oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang belum diperbaiki
sebelum replikasi DNA. Penelitian pada orang yang selamat dari bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki menemukan bahwa terjadi peningkatan insiden
meningioma yang signifikan (Calvocoressi & Claus, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Pengobatan dengan menggunakan paparan radiasi juga meningkatkan
resiko terjadinya meningioma. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi
radiasi untuk leukemia limfoblastik dan tinea kapitis memperlihatkan adanya
peningkatan resiko terjadinya meningioma terutama dosis radiasi melebihi 30 Gy.
Selain itu, paparan radiasi untuk kepentingan diagnosis juga meningkatkan resiko
terjadinya meningioma. Salah satunya adalah penelitian Claus et al (2012) yang
membuktikan adanya peningkatan resiko yang signifikan terjadinya meningioma
setelah mendapatkan dental X-ray lebih dari enam kali antara usia 15 hingga 40
tahun (Calvocoressi & Claus, 2010; Claus, 2012).
Beberapa ciri-ciri untuk membedakan meningioma spontan dengan akibat
paparan radiasi adalah usia muda saat didiagnosa, periode latensi yang pendek,
lesi multipel, rekurensi yang relatif tinggi, dan kecenderungan meningioma jenis
atipikal dan anaplastik (Calvocoressi & Claus, 2010).
2.4.2. Radiasi Telepon Genggam
Radiasi
yang
dihasilkan
oleh
telepon
genggam
adalah
energi
radiofrequency (RF) yang tidak menyebabkan ionisasi molekul dan atom. Energi
RF berpotensi menimbulkan panas dan menyebabkan kerusakan jaringan, namun
pengaruhnya terhadap kesehatan masih belum diketahui secara pasti. Penelitian
metaanalisis yang dilakukan oleh Lahkola et al (2005) menemukan bahwa tidak
terdapat hubungan antara penggunaan insiden meningioma.Penelitian metaanalisis
lain yang lebih besar yaitu penelitian INTERPHONE yang dilakukan pada 13
negara juga memberikan laporan bahwa tidak dijumpai hubungan antara
penggunaan telepon genggam dan insiden meningioma (Wiemels, 2010;
Barnholtz-Sloan, 2007; Calvocoressi & Claus, 2010).
2.4.3. Cedera Kepala
Sejak masa Harvey Cushing, Cedera kepala merupakan salah satu resiko
terjadinya meningioma, meskipun hasil peneltian-penelitian tidak konsisten.
Penelitian kohort pada penderita cedera kepala dan fraktur tulang kepala
menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya meningioma secara signifikan.
Penelitian ole Phillips et al (2002) juga menemukan hasil bahwa adanya hubungan
Universitas Sumatera Utara
antara cedera kepala dengan resiko terjadinya meningioma, terutama riwayat
cedera pada usia 10 hingga 19 tahun. Resiko meningioma berdasarkan banyaknya
kejadian cedera kepala dan bukan dari tingkat keparahannya (Wiemels, 2010;
Phillips, 2002).
2.4.4. Genetik
Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang
timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor
otak jenis apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan
meningioma hanya beberapa dan jarang. Meningioma sering dijumpai pada
penderita dengan Neurofibromatosis type 2 (NF2), yaitu Kelainan gen autosomal
dominan yang jarang dan disebabkan oleh mutasi germline pada kromosom 22q12
(insiden di US: 1 per 30.000-40.000 jiwa). Selain itu, pada meningioma sporadik
dijumpai hilangnya kromosom, seperti 1p, 6q, 10, 14q dan 18q atau tambahan
kromosom seperti 1q, 9q, 12q, 15q, 17q dan 20q (Evans, 2005; Smith, 2011).
Penelitian lain mengenai hubungan antara kelainan genetik spesifik
dengan resiko terjadinya meningioma termasuk pada perbaikkan DNA, regulasi
siklus sel, detoksifikasi dan jalur metabolisme hormon. Penelitian terbaru fokus
pada variasi gen CYP450 dan GST, yaitu gen yang terlibat dalam metabolisme
dan detoksifikasi karsinogen endogen dan eksogen. Namun belum dijumpai
hubungan yang signifikan antara resiko terjadinya meningioma dan variasi gen
GST atau CYP450. Penelitian lain yang berfokus pada gen supresor tumor TP53
juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (Lai, 2005; Malmer, 2005;
Choy, 2011).
2.4.5. Hormon
Predominan meningioma pada wanita dibandingkan dengan laki-laki
memberi dugaan adanya pengaruh ekspresi hormon seks.Terdapat laporan adanya
pengaruh ukuran tumor dengan kehamilan, siklus menstruasi, dan menopause.
Penelitian-penelitian pada pengguna hormon eksogen seperti kontrasepsi oral dan
terapi hormon pengganti dengan resiko timbulnya meningioma memberikan hasil
yang kontroversial. Penelitian-penelitian pada paparan hormon endogen
Universitas Sumatera Utara
memperlihatkan
bahwa
resiko
meningioma
berhubungan
dengan
status
menopause, paritas, dan usia pertama saat menstruasi. Namun, hal-hal ini masih
menjadi kontroversi ini (Wiemels, 2010; Barnholtz-Sloan, 2007; Taghipour,
2007).
2.5 Mitosis pada meningioma
Mitosis pada meningioma diperkirakan distimulus oleh beberapa jenis
protein growth factors. Beberapa jenis growth factors yang berpengaruh reseptor
Epidermal Growth Factor (EGF), Granulin, Platelet Derived Growth Factor
(PDGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Insulin Growth Factor
(IGF), Fibroblast Growth factor (FGF), hormon progesteron dan estrogen.
Hormon EGF adalah hormon polipeptida yang bekerja melalui aktivasi reseptor
EGF dan stimulus proliferasi yang bervariasi baik secara in vivo dan in vitro.
Reseptor EGF merupakan glikoprotein yang terletak ekstraselular. Reseptor ini
diperkirakan memiliki peranan dalam regulasi pembelahan sel dan pertumbuhan
tumor. Ekspresi berlebihan dari reseptor EGF telah terbukti menstimulasi
angiogenesis, proliferasi metastase, dan kelangsungan hidup sel(Ragel, 2003;
Wernicke, 2010).
Peptida lain yang mempengaruhi pertumbuhan sel adalah FGF yaitu
berperan dalam proliferasi sel, apoptosis dan angiogenesis. Mekanisme pemicu
mitosis dari FGF adalah aktivasi dari beberapa kaskade cytoplasmic serine/
threonine kinase termasuk kaskade p44/42 MAPK/ERK dan jaras PI3K-AktPRAS40-mTOR dan STAT3. Mekanisme ini mempengaruhi proliferasi sel dan
apoptosis dari banyak tumor ganas solid termasuk meningioma. Namun ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kegunaan kemoterapi
terhadap reseptor ini dan regulasinya dalam pertumbuhan meningioma (Johnson,
2010).
2.6 Gambaran Histologi
Secara umum, penampilan karakteristik dan diagnostik dari meningioma
adalah batas yang tegas dan perlekatan fokal pada dura. Tumor ini biasanya
berbentuk globular, berkapsul, dan memiliki proyeksi pertumbuhan ke arah
Universitas Sumatera Utara
dalam, menekan tetapi tidak menginvasi parenkim kecuali dalam bentuk maligna,
terkadang menginvasi dura dan sinus. Jika meningioma segar dipotong akan
tampak pucat dan semi-transparan atau homogen dan berwana coklat kemerahan
tergantung dari derajat vaskularisasinya. Pola kumparan (whorl) biasanya akan
tampak pada permukaan potongan setelah dilakukan fiksasi. Konsistensi berpasir
adalah tampilan umum yang dihubungkan dengan adanya badan psammoma.
Jaringan pembuluh darah yang kasar dapat tampak pada varian meningioma
angiomatosa.
90% kasus meningioma merupakan tumorbenigna (WHO grade I), 6-8%
kasus meningiomaatipikal (WHO grade III), 1-2% merupakan kasusmeningioma
malignan anaplastik (WHO grade IV)dan selebihnya adalah tipe lain
dari
meningiomagrade II dan III. Meskipun secara histopatologigambaran nekrosis,
nucleolus prominen,pleomorfisme nuclear, indeks mitotik dan indeksproliferasi
dikaitkan dengan peningkatankemungkinan rekurensi, prediktor sifat suatutumor
secara morfologis belum cukup mendetaildiketahui. Dan meskipun secara
patologi berbagaikriteria morfologi, histopatologi dan parameterbiologi dapat
menentukan grading meningioma,perbedaan antara clear benign, border benign
danmeningioma atipikal masih merupakanpermasalahan mendasar. Para peneliti,
seiringperkembangan pesat teknologi molekuler semakinmemahami pentingnya
marker progresifitasmalignansi pada kasus meningioma anaplastik(Ragel, 2005).
2.7 Gambaran Radiologi
Pemeriksaan penunjang radiologi pada meningioma dapat berupa foto xray, CT-scan kepala baik dengan maupun tanpa kontras dan MRI. Pada foto x-ray
dapat ditemukan gambaran khas, yaitu hiperostosis, peningkatan vaskularisasi dan
kalsifikasi. Pada CT-scan tanpa kontras, meningioma akan memberikan gambaran
isodense hingga sedikit hyperdense dan kalsifikasi. Sedangkan CT-scan dengan
kontras akan memberikan gambaran massa yang menyangat kontras dengan kuat
dan homogen. Gambaran hiperostosis, edema peritumoral dan nekrosis sentral
dapat dijumpai pada pencitraan CT-scan kepala. Gambaran khas pada CT-scan
kepala adalah adanya dural tail yaitu duramater yang melekat pada tulang
(Osborn, 2004; Mary, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Pada MRI dengan T1W1 umumnya memberikan gambaran isointense
sedangkan beberapa lainnya memberikan gambaran hypointense dibandingkan
dengan gray matter. Pada T2W1, meningioma juga umumnya menunjukkan
gambaran isointense dengan beberapa yang hyperintense karena kandungan airnya
yang tinggi terutama pada jenis meningothelial, yang hipervaskular, dan yang
agresif (Osborn, 2004; Mary, 2013).
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada meningioma dapat berupa embolisasi, pembedahan,
radiosurgery,dan radiasi. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu
paliatif dan reseksi tumor. Pembedahan merupakan terapi utama pada
penatalaksanaan semua jenis meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah
menentukan diagnosis definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejalagejala. Reseksi harus dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang
lebih baik. Sebaiknya reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas
duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada
skull base sering kali subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh
darah (Modha & Gutin, 2005).
Angiografi preoperatif dapat menggambarkan suplai pembuluh darah
terhadap tumor dan memperlihatkan pembungkusan pembuluh darah. Selain itu,
angiografi dapat memfasilitasi embolisasi preoperatif. Beberapa jenis meningioma
terutama malignant umumnya memiliki vaskularisasi yang tinggi, sehingga
embolisasi preoperatif mempermudah tindakan reseksi tumor. Hal ini disebabkan
oleh berkurangnya darah yang hilang secara signifikan saat reseksi. Embolisasi
preoperatif dilakukan pada tumor yang berukuran kurang dari 6 cm dan dengan
pertimbangan keuntungan dibandingkan dengan resiko dari embolisasi (Dowd,
2003; Levacic et al; 2012).
Tabel 2. Tingkat rekurensi berdasarkan kriteria Simpson (Modha & Gutin,
2005)
Simpson
Grade
Completeness of Resection
10-year
Recurrence
Universitas Sumatera Utara
Grade I
Grade II
Grade III
Grade IV
complete removal including resection of
9%
underlying bone and associated dura
complete removal + coagulation of dural
19%
attachment
complete removal w/o resection of dura or
29%
coagulation
subtotal resection
40%
Berdasarkan tabel di atas diperlihakan bahwa reseksi meningioma total
hingga Simpson grade 1 juga menunjukkan resiko terjadinya rekurensi hingga
9%. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh pada rekurensi meliputi
reseksi inkomplit, jenis histologis atipikal dan malignan berdasarkan klasifikasi
WHO, adanya penonjolan nukleolar, adanya mitosis lebih dari dua per 10 highpower fields dan gambaran menyangat kontras yang heterogen pada Ct-scan
kepala (Al-Hadidy, 2007).
Walaupun meningioma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan
memiliki tingkat mitosis yang rendah, radioterapi memberikan manfaat secara
klinis yang telah dilaporkan pada banyak serial kasus yaitu baik regresi ataupun
berhentinya pertumbuhan tumor. Manfaat radioterapi masih menjadi perdebatan,
Radioterapi disarankan sebagai terapi adjuvan pada reseksi inkomplit, tumor
rekuren dan atau grade tinggi, serta sebagai terapi utama pada beberapa kasus
seperti meningioma saraf optik dan beberapa tumor yang tidak dapat direseksi
(Al-Hadidy, 2007; Minniti, 2009).
Modalitas lain pada terapi meningioma adalah stereostatic radiosurgery.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stereostatic radiosurgery memberikan
hasil yang efektif dalam mengontrol pertumbuhan tumor secara lokal dengan
resiko komplikasi yang kecil. Stereostatic radiosurgery umumnya dilakukan pada
tumor jinak berukuran kecil atau yang tidak dapat dioperasi dan pada tumor
residual atau rekuren setelah operasi. Terapi ini disarankan pada meningioma
berukuran dibawah 3 cm yang melibatkan skull base dan sinus kavernosus dengan
tujuan mencegah progresi tumor (Al-Hadidy, 2007; Minniti, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.9.Indeks Proliferasi
Indeks proliferasi biasanya diukur dengan MIB-1 antibodi yang akan
mengikat antigen Ki-67. Ki-67 diekspresikan pada sel yang sedang berproliferasi
melalui siklus sel. Labeling index (LI) adalah persentase dari nukleus sel tumor
yang imunoreaktif. Pengambilan sampel tumor merupakan sumber kesalahan
dalam menentukan LI karena tumor memiliki heterogenitas histologi dengan
perbedaan regional dari proliferasi sel. Daerah tumor yang paling ganas secara
histologis merupakan pilihan yang biasanya digunakan untuk analisis LI
(Korhonen, 2012; Akyildiz, 2010).
Peningkatan Ki-67 berhubungan dengan grade histologi yang lebih tinggi
dan peningkatan resiko rekuren pada meningioma. LI rata-rata pada meningioma
jinak sebesar 3%, untuk meningioma atipikal sebesar 8% dan untuk meningioma
malignan sebesar 17%. Kebanyakan penelitian melaporkan indeks proliferasi
yang lebih tinggi pada meningioma rekuren dibandingkan dengan yang nonrekuren. Meningioma dengan indeks MIB-1 sebesar 4% atau lebih secara
signifikan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk rekuren. Ki-67 juga telah
dilaporkan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita dan pada
meningioma dengan edema di MRI. Ki-67 lebih rendah pada meningioma dengan
kalsifikasi. Meningioma yang berhubungan dengan NF-2 memiliki LI yang lebih
tinggi dibandingkan yang sporadik dan hal ini mencerminkan sifat yang lebih
agresif dari meningioma ini (Korhonen, 2012; Akyildiz, 2010).
Protein Ki-67 (juga dikenal sebagai MKI67) merupakan penandaselular
untukproliferasi(Scholzen, 2000).Hal inibenar-benarterkaitdenganproliferasi sel.
Selamainterfase,
sedangkan
Ki-67
antigendapatdideteksisecara
dimitosissebagian
eksklusifdalaminti
sel,
besarproteintersebutdipindahkan
kepermukaankromosom. ProteinKi-67 hadirselama semuafaseaktifsiklus sel(G1,
S, G2, danmitosis), tetapitidak hadir dariselberistirahat(G0).
Ki-67 merupakan penanda yang sangat baik untuk menentukan fraksi
pertumbuhan populasi sel tertentu. Fraksi sel tumor Ki-67 positif (indeks Ki-67
label) sering berhubungan dengan perjalanan klinis kanker. Contoh terbaikdipelajari dalam konteks ini adalah karsinoma prostat, otak dan payudara dan
nefroblastoma. Untuk jenis tumor, nilai prognostik untuk kelangsungan hidup dan
Universitas Sumatera Utara
kekambuhan tumor telah berulang kali terbukti dalam analisis seragam dan
multivariat.
Ki-67 dan MIB-1 monoclonal antibodi diarahkan terhadap epitop yang
berbeda sama antigen-proliferasi terkait. Ki-67 dan MIB1 dapat digunakan pada
bagian tetap(Scholzen, 2000).
MIB-1 digunakan dalam aplikasi klinis untuk
menentukan indeks Ki-67 label. Salah satu keunggulan utama atas asli Ki-67
antibodi (dan alasan mengapa hal tersebut pada dasarnya menggantikan antibodi
asli untuk penggunaan klinis) adalah bahwa hal itu dapat digunakan pada bagianparafin tertanam formalin-fixed, setelah pengambilan antigen panas-dimediasi
(lihat bagian berikutnya di bawah).
SLIDE PA
Gambar pemeriksaan IHC Ki67
Ki67, LI:0 %, pembesaran 400x,
Ki67, LI : 4%, pembesaran 400x
KI67, LI: 30%, pembesaran 400x
Prognosis dari meningioma memiliki perbedaan pada setiap klasifikasi
atau derajat meningioma. Invasi parenkim otak yang jelas akan mempengaruhi
prognosis. Lokasi anatomis akan mempengaruhi laju rekurensi. Tumor-tumor
yang berada pada posisi yang sulit akan menimbulkan kesulitan dalam total
removal dari tumor, seperti pada ala sphenoidalis. Meningioma yang menginvasi
sinus, seperti pada meningioma parasagittal, memiliki rekurensi yang tinggi (AlMefty et al, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Prognosisuntukmeningiomadengangross
reseksi
totaltergantung
padahistologi. Dalamsatu seridari 1799spesimenmeningiomadari1.582pasienyang
diikutiselama rata-rataestimasidari13tahun, 93,1% darimeningiomajinak, 65,4%
darimeningiomaatipikal, dan27,3% darimeningiomaganasdisembuhkan dengan
operasi(Maier
etal1992).
Sebuah
studi
kekambuhanpadameningiomajinaklebih
berulangpada
20tahun(Jaaskelainen
ditemukantingkat5-tahun
dariFinlandiamenemukantingkat
tinggi,
1986).
dengan19%
Studi
kejadian
laindari9000kasus
kekambuhanmenjadi20,2%(McCarthy
yang
etal1998).
Seriyang lebih besardi atas menunjukkantingkatketahanan hidup 5 tahunhanya
70%, 75%, dan55% untukjinak, atipikal, danganasmeningioma, masingmasing(McCarthy etal1998). Sebuah studiMayoClinicmencatat25% 10-tahun
tingkat
kekambuhandalam
10tahuntingkatkekambuhan
jumlahmeningiomabenar-benarresected,
dan61%
padameningiomasubtotallydireseksi(Stafford
etal1998).
Rata-rata
waktuuntukkambuhadalah11,9tahununtukmeningiomaatipikal,
dan2tahununtukmeningiomaganas. Limatahundan10-tahun kelangsungan hidup
adalah81% sampai 95% dan58% menjadi 79% untukmeningiomaatipikal, dan60%
menjadi
64%
dan35%
sampai
60%
untukmeningiomaganas(Palma
etal1997;Cokeetal1998).Setelahreseksisubtotaldarimeningioma,
radiasimenurunkantingkat
kekambuhandari60%
terapi
denganpembedahan
saja
untuk32% dengan terapi radiasi, denganwaktu yang lebih lamauntukkambuhpada
kelompokradiasi(Barbaro
etal1987).
JenisTissuealkaline
dipelajaridalamreseksimeningiomadan
phosphatase(PA1)
ditemukanmeningkat
padameningiomaatipikaldananaplastik.
EkspresiabnormalPA1berkorelasidengankekambuhan(Bouvier etal2005).
Penelitiantelah
menyelidikikemungkinanfaktor
prognostikdalammeningiomaatipikaldanganassecara
khusus.
Dalam
sebuah
analisis dari76meningiomaatipikaldan10meningiomaganas, jumlah mitosistinggi,
invasiotak,
danlokasiparasagital-falcine
secara
signifikan
terkait
denganpenurunankekambuhan-free survival (Vranic etal2010). Juga, indeksKi-67
lebih besar dari 4% juga dikaitkandengan penurunanwaktu untukkambuh. Ini
tampaknyaindikatorpatologispentingagresivitasjenistumorini.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah
penelitian
baru
menemukanlokasi
maknaprognostik(Kane
meninjau378pasiendenganmeningioma,
anatomijugamemiliki
etal2011).
Mereka
mencarifaktor-faktor
risikopotensial
untukbermutu tinggipatologi. Mereka menemukanbahwameningiomanonskullbase, telah menjalani operasisebelumnya, danjenis kelamin laki-lakipeningkatan
risikograde IIatauIIIpatologi, yangmengekstrapolasikan untukprognosis yang
lebih burukdan meningkatkankemungkinankekambuhan.
Universitas Sumatera Utara