Hubungan Kekerabatan Amfibi (Ordo Anura) di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan Morfometrik

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Amfibi

Amfibi merupakan vertebrata yang secara tipikal dapat hidup baik dalam air tawar
(tak ada yang hidup di air laut) dan di darat. Sebagian besar mengalami
metamorfosis dari berudu (akuatis dan bernapas dengan insang) ke dewasa
(amfibius dan bernapas dengan paru-paru), namun beberapa jenis Amfibi tetap
mempunyai insang selama hidupnya. Jenis-jenis yang tidak mempunyai sisik luar,
kulit biasanya tipis dan basah. Tengkorak lebar dan tertekan, dengan rongga otak
yang kecil. Memiliki dua kondil oksipital (occipetal candyle) (Brotowidjoyo,
1989).
Menurut Duellman & Trueb (1986) tidak semua Amfibi melalui siklus
hidup dari kehidupan perairan ke daratan. Pada beberapa Amfibi, misalnya
anggota Plethodontidae, tetap tinggal dalam perairan dan tidak menjadi dewasa.
Selama hidup tetap dalam fase berudu, bernafas dengan insang dan berkembang
biak. Ada beberapa jenis Amfibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan,
tetapi pada waktu tertentu kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada

beberapa jenis yang hanya hidup di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini
tidak terdapat stadium larva dalam air.
2.2. Pembagian Amfibi
2.2.1. Ordo Caudata (Urodela)
Ordo ini merupakan Amfibi yang pada bentuk dewasa tetap mempunyai ekor.
Tubuhnya berbentuk seperti bengkarung (kadal). Beberapa jenis yang dewasa
tetap mempunyai insang hilang. Sabuk-sabuk skelet hanya kecil bantuannya
dalam menyokong kaki. Tubuh dengan jelas terbagi ke dalam kepala, badan dan
ekor. Untuk spesies akuatis, bentuk larva sama seperti yang dewasa. Dari larva
menjadi dewasa memerlukan waktu beberapa tahun. Contoh: Himalayan newt,
Tylototriton verrucosus (Gambar 1.), Andrias japonicus (salamander raksasa,

Cina

dan

Jepang,

kira-kira


150

cm),

Ambystoma

mexicanum

Universitas Sumatera Utara

4

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

(Axolotl), dan Ambystoma tigrinum (dewasa tidak mempunyai insang)
(Brotowidjoyo, 1989).

Gambar 1. Himalayan Newt, Tylototriton verrucosus (Mertz & Allen, 2005)
2.2.2. Ordo Salientia (Anura)
Bangsa ini merupakan bangsa Amfibi yang terbesar dan sangat beragam,

terdiri dari lebih 4.100 jenis katak dan kodok. Jumlah taksa baru terus bertambah,
terutama dari daerah-daerah tropis yang sampai sekarang belum diteliti. Sekitar
450 jenis telah dicatat dari Indonesia, mewakili 11% dari seluruh dunia. Dari 24
sampai 30 suku Anura yang telah dikenal, 10 suku terdapat di Indonesia (450
jenis). Spesies Anura yang ada di Indonesia, seperti Rhachoporus nigropalmatus
(Gambar 2.), Duttaphrynus melanostictus dan sebagainya (Iskandar, 1998).

Gambar 2. Wallace’s Tree Frog, R. nigropalmatus (www.amphibiaweb.org)

Universitas Sumatera Utara

5

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

2.2.3. Ordo Apoda (Gymnophiona, Sesilia)
Hewan yang dianggap sebagai cacing pendek ini adalah salah satu jenis
Amfibi yang paling langka. Klasifikasi yang dulu dikenal sebagai Apoda ini
mempunyai 170 Jenis yang tidak memiliki tungkai. Amfibi yang hidup dalam
tanah ini dikenal secara umum sebagai Sesilia. Hewan ini diangkap langka dan

sulit diketahui keberadaannya di lingkungan. Amfibi tropis yang eksklusif ini
dikenal dari sebagian besar daerah di Afrika dan Amerika Selatan. Empat dari 7
suku dikenal secara luas dan hanya salah satunya yaitu Ichthyophiidae yang telah
tercatat di Asia Tenggara, dan genus yang mendominasi, yaitu Ichthyophis
(Gambar 3.) (Iskandar, 1998).

Gambar 3. Asian Caecilian, Ichthyophis paucisculus (Foto : Junaydy Michael
Angelo Ginting)
2.3. Sistematika dan Morfologi Anura
Menurut Goin et al. (1978), klasifikasi dan sistematika Anura adalah sebagai
berikut: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Sub-filum: Vertebrata, Kelas:
Amfibi, Ordo: Anura. Amfibi yang paling mayoritas di Indonesia yaitu ordo
ketiga, Anura (Wells, 1948; Iskandar, 2002). Anura merupakan vertebrata
poikilothermic yang memiliki kulit telanjang, yang basah oleh ekskresi glandula
mukus. Secara umum, Anura memilki alat gerak berupa dua pasang kaki. Tulang

umumnya datar dan dihubungkan oleh atlas (ruas leher pertama) terhadap tulang
punggung, sternum (tulang dada) berhubungan dengan ribs (tulang rusuk). Anura
bernafas dengan paru-paru, melalui membran mukus dari rongga mulut, dan
dengan kulit basah (Malkmus, et al., 2002).


Universitas Sumatera Utara

6

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Anura mudah dikenali karena memiliki karakteristik yang jelas (Gambar
4.), misalnya posisi tubuhnya yang tampak berjongkok dengan kedua kakinya
sebagai penumpu, memiliki badan yang kokoh, tidak memiliki ekor, dua pasang
alat gerak dengan ekstremitas belakang yang lebih panjang dan kuat, memiliki
lima jari, mata besar dan memiliki mulut besar pada sebagian besar spesies
(Malkmus, et al., 2002; Iskandar, 1998).

Gambar 4. Morfologi Anura (Turner, 2004)

2.4. Ekologi Anura
Berdasarkan kebiasaan hidupnya Amfibi dapat dikelompokkan ke dalam empat
kelompok, yakni :
1) Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan,

jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan air atau di
kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak berair tetapi
mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan telur. Contohnya
Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.

2) Arboreal, spesies-spesies Amfibi yang hidup di pohon dan berkembang biak
di genangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang pohon, kolam,

Universitas Sumatera Utara

7

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa spesies
arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa untuk
menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya
terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp., Philautus sp., dan
Pedostibes hosii.


3) Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada badan
air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan mulai
dari makan sampai berbiak. Contohnya, antara lain Occidozyga sumatrana
dan Rana siberut.
4) Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang
dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah suku
Microhylidae yaitu Kaloula baleata dan semua jenis Sesilia (Mistar, 2003).
2.5. Mekanisme Pertahanan Anura
Anura tidak mempunyai alat fisik yang mempertahankan diri. Hampir semua anggota
marga Limnonectes mempunyai geligi seperti taring di bagian depan rahang atas, yang
mungkin berfungsi sebagai alat pertahanan. Hanya ada empat spesies katak yang benarbenar menggigit bila dipegang, yaitu Asterophrys turpicola dari Papua Nugini,
Ceratobatrachus guantheri dari Salomon dan anggota marga Ceratophrys dan
Hemiphractus dari Amerika Selatan.

Sebagian besar katak mengandalkan kaki belakangnya untuk melompat dan
menghindar dari bahaya. Jenis-jenis dari suku Microhylidae dan Bufonidae mempunyai
kaki yang menghindari bahaya. Untuk menghindari pemangsanya, jenis-jenis
Megophrydae dan Rhachoporidae umumnya menyarukan dirinya sesuai habitatnya. Ada
beberapa laporan yang menyebutkan bahwa jenis katak jantan tertentu saling bergulat
dalam musim kawin unrtuk mendapatkan betina siap bertelur (Iskandar, 1998).

Alat lain yang terbukti sangat efektif adalah kulit yang beracun. Banyak jenis
Bufonidae dan beberapa jenis Ranidae yang dikenal karena kelenjar racun kulitnya. Pada
Bufonidae, kelenjar-kelenjar tersebut terletak pada Kelenjar Parotoid. Ada semacam
kepercayaan bahwa katak itu beracun. Hal ini jelas tidak selalu benar. Walaupun semua
jenis Bufonidae dan beberapa jenis lain memang beracun, terutama terhadap binatang
kecil lain, racun ini tidak cukup kuat untuk mematikan manusia (Iskandar, 1998).
Mekanisme pertahanan lain Anura di luar Indonesia, yaitu kemampuan
unkenrefleks yang sering dilakukan oleh genus Bombina dalam keadaan terancam

Universitas Sumatera Utara

8

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

(Gambar 5.). Spesies ini akan membalikkan tubuhnya, mengangkat bagian ventral dan
mencondongkan ventralnya yang memiliki warna mencolok. Ini merupakan sebagai
peringatan bahwa spesies ini beracun.

B


A

Gambar 5. (A) Spesies Bombina variegata sedang ampleksus, (B) Unkenrefleks yang
dilakukan oleh Bombina variegata untuk memperingati predator
(www.amphibiaweb.org)
Selain itu, famili Dendrobatidae memiliki pertahanan yang cukup ekstrem, yaitu
memiliki kelenjar racun di seluruh tubuhnya (Gambar 6.), misalnya Oophaga pumilio,
Dendrobates azureus, Phyllobates terribilis, dan sebagainya. Semua spesies dalam famili

ini memili warna yang cukup mencolok dibandingkan dengan kelompok Anura yang
pernah ada, seperti warna merah, kuning, biru dan putih. Penyebaran famili ini hanya
terbatas pada Amerika Selatan.

A

B

Gambar 6. Katak Panah beracun (A) Katak Emas, Phyllobates terribilis, (B) Katak
Biru, Dendrobates azureus (www.amphibianweb.org)


Universitas Sumatera Utara

9

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

2.6. Peran, Ekonomi Dan Konservasi Anura
Karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Muslim, tidak banyak
jenis katak yang bisa dimakan. Hanya dua jenis yang biasa diperdagangkan di pasar, yaitu
Fejervarya cancrivora (katak sawah, katak rawa, atau katak hijau) dan Limnonectes
macrodon (katak batu). Kedua jenis ini bisa dijual di pasar untuk dimakan, khususnya di

restoran Cina. Meskipun demikian Indonesia terkenal sebagai eksportir terbesar untuk
paha katak. Kaki katak ini tidak hanya didatangkan dari Jawa, tetapi juga dari daerahdaerah lain (Iskandar, 2003).
Sayangnya tidak ada yang tahu yang tepat jenis mana yang diekspor dalam
bentuk paha katak. Ada sekitar 30 spesies yang berpotensi untuk dipanen pahanya. Sejak
tahun 1973 katak lembu Amerika (bullfrog) diintroduksi di Indonesia, dan kini
ditangkarkan untuk konsumsi. Namun bila karena sesuatu sebab jenis ini lepas dari
penangkaran. Masalah serius harus dihadapi di masa depan, terutama menghadapi

persaingan dengan spesies native. Selain itu, negara tetangga Malaysia merupakan negara
yang gemar memproduksi makanan yang berasal dari katak. Kaki katak yang dikonsumsi
dengan mudah bisa kita temui di restoran dan cafe di Malaysia (Gambar 7.). Cara umum
yang digunakan untuk mengolah katak, yaitu dengan mencampur adonan kue dengan
katak, atau dengan campuran jahe maupun tauge (Inger & Stuebing, 2005).

Gambar 7.

Sepiring kaki katak yang digoreng dengan tepung (Inger & Stuebing, 2005)

2.7. Perkembangan Anura
Secara umum, Anura melakukan pembuahan di luar tubuh. Pembuahannya
disebut dengan Ampleksus. Jantan biasanya akan menjepit betina dan melakukan
pembuahan dengan bantuan air. Jenis Limnonectes larvaepartus merupakan satu-satunya

Universitas Sumatera Utara

10

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Anura yang diketahui melakukan pembuahan internal, karena saat melahirkan, spesies ini
tidak mengeluarkan telur, melainkan larva (Larviparity). Setelah terjadi fertilisasi,
biasanya perkembangan berlangsung di area perairan, kecuali pada beberapa spesies
seperti genus Pipa dan Flectonotus, yang menyimpan telur di punggungnya (Gambar 8.).
Perkembangan embrio menjadi berudu juga umumnya terjadi pada Anura, kecuali pada
genus Philautus dan Oreophryne yang langsung menjadi miniatur dewasa (Iskandar,
2003).

A

B

Gambar 8.

(A) Katak Marsupial, Flectonotus pygmaeus, yang menyimpan telurnya di
kulit (B) Katak pipih Pipa pipa (ww.amphibiaweb.org)

2.8. Malformasi Anura

Kecacatan pada Anura sudah lama terjadi, tetapi jarang sekali dijelaskan dan
sedikit sekali dokumentasi. Amerika Utara merupakan salah satu tempat yang ada
laporan tentang kecacatan terbesar pada amfibi (Johnson et al. 2003). Sebanyak
38 jenis katak dan 19 jenis kodok ditemukan cacat di 44 negara bagian Amerika
Serikat, salah satunya adalah jenis Katak Leopard (Rana pipiens) yang mengalami
polydactyl (Gambar 9.). Diperkirakan 60% dari populasi yang bermetamorfosis di

kolam mengalami kecacatan (NARCAM 1999 dalam Meteyer 2000).
Rana pipiens merupakan salah satu contoh yang mengalami kecacatan,

kecacatan meningkat dari 0,4% pada tahun 1958-1963 menjadi 2,5% pada tahun
1996-1997 (Hoppe 2000 dalam Johnson et al. 2003). Beberapa hipotesis yang
menjadi penyebab kecacatan amfibi antara lain hilang dan berubahnya fungsi
habitat, pencemaran lingkungan, radiasi UV-B, kontaminasi kimia, terinfeksi
penyakit dan perubahan iklim global (Cohen 2001, Beebee & Griffiths 2005). Hal
ini sangat berpengaruh terhadap penurunan populasi amfibi.

Universitas Sumatera Utara

11

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Gambar 9. Katak Leopard, Rana pipiens yang mengalami kecacatan (polydactyl)
(en.wikipedia.com)
Radiansyah (2004) menemukan delapan klasifikasi kecacatan pada 6 jenis
amfibi di Sungai Cilember, yang meliputi brachydactyly, ectrodactyly,
polydactyly, ectromelia, ujung jari bengkak, daging tambahan, benjolan perut, dan

kaki patah. Sedangkan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan terdapat 34
individu (4.89%) ketidaknormalan morfologis pada Anura. Ketidaknormalan
digolongkan sebagai parasit (52.94%), trauma (29.41%), ketidaknormalan
perkembangan (11.76%) dan lainnya (5.88%). Ketidaknormalan tersebut mungkin
disebabkan oleh parasit, predator, ketidaknormalan regenerasi, ketidaknormalan
genetik atau polusi.
2.9. Keragaman Fenotipik dan Morfologi
Keragaman fenotipik menunjukkkan perbedaan penampilan dan ukuran di antara
individu dalam suatu populasi untuk sifat tertentu. Keragaman fenotipik yang dimiliki
setiap individu dikontrol oleh banyak pasangan gen yang aksinya bersifat aditif dan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Lasley, 1978; Noor, 2000). Menurut Sarbani (2004)
penanda fenotipik merupakan penciri yang ditentukan atas dasar ciri-ciri fenotipe yang
dapat diamati atau dilihat secara langsung, seperti ukuran-ukuran permukaan tubuh, bobot
badan, warna dan pola warna bulu tubuh, bentuk dan sebagainya. Penanda fenotipik ini
telah banyak digunakan baik dalam program genetika dasar maupun dalam program
praktis pemuliaan, karena penanda ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan.

Karena adanya proses mutasi akibat seleksi, perkawinan silang atau
bencana alam yang dapat berakibat hilang atau hanyutnya gen dari suatu populasi

Universitas Sumatera Utara

12

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

(Falconer & Mackay, 1996). Mutasi mempunyai peran penting untuk kemajuan
seleksi, tergantung dari jumlah gen, ukuran populasi, dan banyaknya generasi.
Peningkatan genetik dalam populasi yang kecil lebih rendah daripada dalam
populasi yang lebih besar. Populasi yang sedikit dengan hubungan yang dekat
lebih kuat untuk menghambat kemajuan seleksi, hubungan yang dekat juga
disebut dapat memperlambat fiksasi gen. Proporsi yang berbeda dari ragam
lingkungan terhadap ragam fenotipik penting dalam peningkatan genetik untuk
pembentukan ragam gen aditif. Peningkatan genetik per generasi berkurang lebih
banyak ketika heritabilitas rendah. Umumnya pembentukan ragam genetik
terutama ditentukan oleh ragam gen aditif (Thompson & Thoday, 1979).
Hewan dan tanaman akan menyebar secara luas sesuai kemampuannya dan
kondisi lingkungan yang mengizinkan (Wiley, 1981). Variasi dan respon sifatsifat kuantitatif terhadap seleksi dan tekanan lingkungan dapat memberi informasi
tentang cara interaksi proses pembentukan fenotip. Perubahan kecil yang
berhubungan dengan poligen dan interaksinya mungkin merupakan suatu cara
untuk merubah secara halus suatu organisme dapat beradaptasi terhadap
lingkungan yang baru. Migrasi gen biasanya terjadi antar populasi pada awal
diferensiasi populasi. Migrasi sangat memperlambat diferensiasi gen, dan bahkan
sejumlah kecil migrasi cukup untuk mencegah diferensisai gen yang cukup besar,
kecuali terdapat diferensisi seleksi yang kuat (Nei, 1987).

2.10. Jarak Genetik dan Morfometrika

Jarak adalah tingkat perbedaan gen (perbedaan genomik) antara populasi
atau spesies yang diukur oleh beberapa kuantitas numerik (Nei, 1987). Pendugaan
jarak genetik dapat dilakukan secara morfometri (Herera et al, 1996), melalui
analisis polimorfisme protein darah (Astuti, 1997). Analisis pada tingkat
molekuler DNA akan memberikan hasil estimasi yang jauh lebih akurat
dibandingkan analisis lokus biokimia maupun metoda lainnya (Tan, 1996).
Pengukuran jarak genetik dapat dilakukan dengan cara memperkirakan jumlah
substitusi gen atau kodon per lokus antara dua populasi, sehingga dinamika
populasi dan frekuensi gen terhadap substitusi kodon per gen dapat dihubungkan
(Nei, 1987). Namun analisis molekuler memerlukan fasilitas yang memadai dan

Universitas Sumatera Utara

13

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

dana yang besar. Penentuan pola perbedaan sifat morfometrik (fenotip) dapat
dijadikan alternatif dalam menduga jarak genetik antara populasi yang dapat
dilakukan dengan metode yang lebih murah dan sederhana (Hartl, 1988). Fungsi
diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang
dijelaskan oleh Nei (1987), yang mana matriks ragam peragam antara parameter
masing-masing kelompok spesies yang diamati digabungkan menjadi sebuah
matriks. Pengukuran jarak genetik untuk karakter kuantitatif yang paling sering
digunakan adalah dengan menerapkan statistik Mahalanobis (D2). Pengukuran
jarak genetik didasarkan pada jarak suatu organisme atau gen yang berhubungan,
sehingga efek polimorfisme dalam populasi dapat diabaikan (Nei, 1987).
Pohon filogenetik adalah diagram cabang yang menggambarkan hipotesa
pertalian yang berhubungan dengan silsilah dan pengurutan peristiwa historikal
yang menghubungkan suatu organisme, populasi, atau taksa dari seluruh
organisme atau kelompok-kelompok dari seluruh organisme (Wiley, 1981).
Hubungan antara populasi dengan spesies memberitahukan tentang bagian
geografik dan hubungan reproduktif. Pohon filogenetik yang menggambarkan
jalur evolusioner dari kelompok spesies atau populasi diberi nama pohon spesies
atau pohon populasi (Wells, 1948; Nei, 1987). Pola percabangan pada pohon
spesies dinamakan topologi, walaupun pola pemisahan gen sesuai dengan pola
pemisahan spesies, topologi dari pembentukan pohon gen mungkin masih kurang
sesuai dengan pohon spesies jika jumlah nukleotida atau asam amino yang
diperiksa sedikit (Nei, 1987). Pohon filogeni dikatakan sebagai diagram yang
menentukan hubungan secara biologi antar kelompok dan menafsirkan karakter
unik sebagai inovasi evolusioner (Wiley, 1981).
2.11. Kecamatan Sibolangit

Sibolangit merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara. Kecamatan ini berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten
Karo. Luas kecamatan ini mencapai 179,96 km2. Secara geografis kecamatan
Sibolangit terdapat pada 030—200 LU dan 0980—360 BT. Daerah kawasan
Sibolangit memiliki topografi alam berupa sungai, berbukit-bukit, hutan wisata
dan pemukiman. Selain itu, kawasan ini merupakan salah satu tempat tujuan objek

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

14

wisata. Adapun daerah tujuan wisata meliputi: 1) Permandian Alam Sembahe, 2)
Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, 3) Camping Ground Tahura Bukit
Barisan, 4) Bumi Perkemahan Sibolangit, dan 5) Air Terjun Dwi Warna
Sibolangit. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan dan pengembangan potensi
alam baik secara fauna maupun flora. Fauna yang terdapat di Hutan Kecamatan
Sibolangit, meliputi beberapa Mammalia, seperti rusa (Muntiacus muntjak), Babi
Hutan (Sus scrofa ), Siamang (Hylobates lar ), Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis), Beruk/Monyet Ekor Pendek (Macaca nemestrina), Trenggiling

(Manis javanica ), Kalong (Pteropus vampyrus), dan beberapa jenis burung,
seperti Rangkong Badak (Buceros rhinoceros), Srigunting (Dicrucus sp.). Jenisjenis reptil di wilayah tersebut, Ulang Bulan/Mati Ekor (Tropidolaemus wagleri).
Sedangkan flora: pohon durian (Durio zibethinus), Aren (Arenga pinnata ), Pinang
(Areca catechu), rotan, dan vegetasi lainnya (Siregar, 2010; Widodo et al., 2003).

Universitas Sumatera Utara