Kajian Eksperimental Perilaku Besi Angkur Sebagai Penghubung Tarik

29

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Umum
Dalam bidang kontruksi bangunan sipil sering dijumpai mengenai pekerjaan
beton karena struktur beton ini dapat dibentuk menurut kebutuhan. Struktur beton ini
merupakan jenis konstruksi yang kaku (rigid). Struktur Beton Bertulang (reinforced
concrete) adalah struktur komposit yang terbuat dari dua bahan dengan karakteristik

yang berbeda yaitu beton dan baja. Secara umum beban luar telah diberikan pada
beton dan tulangan menerima bagian beban tersebut hanya pada tulangan yang
dibungkus beton melalui ikatan. Dalam struktur komposit, ikatan antara komponen
beton bertulang yang berbeda memiliki peran primordial dan pengabaiannya akan
mengakibatkan respon struktur yang kurang baik. Fenomena yang kompleks ini
mengarahkan para insinyur di masa lalu untuk bergantung pada formula empiris untuk
desain struktur beton, yang kemudian berasal dari sejumlah percobaan. Untuk itu,
keterpaduan ikatan itu dilaksanakan dalam penelitian terakhir. Sifat-sifat interaksi ini
tergantung pada sejumlah faktor seperti friksi, interaksi mekanika dan adhesi kimia.
Di masa lalu, jumlah penelitian eksperinmental telah dilakukan untuk

mengklarifikasi dan memahami perilaku besi yang terdeformasi yang ditarik dari
balok beton dalam kondisi beban siklus atau monotonic. Hasil percobaan ini
terdokumentasi dengan baik dalam literatur khusus. Namun penelitian ini hanya

Universitas Sumatera Utara

30

didapatkan pada hasil percobaan, maka sangat sulit untuk menyaring pengaruh bahan
dan parameter geometri atas perilaku ikatan.
Namun pada tesis ini, penulis ingin menganalisa penghubung tarik dengan
menggunakan besi beton sebagai angkur. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan
mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) 07-2052-2002 tentang baja tulangan
beton. Namun di Indonesia belum ada peraturan yang mengatur tentang perencanaan
penghubung tarik dengan menggunakan besi beton. Dalam hal ini, penulis
menggunakan peraturan dari Negara Eropa yang disusun oleh European organization
for Technical Approvals (EOTA) dalam peraturannya tentang Guideline for European
Technical Appropal of Metal Anchors for Use in Concrete (ETAG-001) dan juga

Standard Amerika dalam peraturannya ACI Standard : Qualificatin of Post-Installed

Mechanical Anchors in Concrete (ACI 355.2-04) and Commentary (ACI 355.2R-04).

2.2. Baja Tulangan
Pengujian baja tulangan untuk mengetahui tegangan leleh, tegangan tarik
maksimum, tulangan yang digunakan pada penelitian ini tegangan tarik tulangan.
Namun dalam struktur beton bertulang, harus supaya tulangan baja dan beton dapat
mengalami deformasi secara bersamaan, dengan maksud agar tidak terjadi
penggelinciran pada kedua material tersebut. Garis O-A menunjukkan fase elastic,
yaitu hubungan antara tegangan dan regangan adalah berbanding lurus (linier). Titik
A disebut batas proporsional, tegangan dititik A disebut tegangan proporsional yang
nilainya sangat dekat dengan tegangan leleh (fy). Gradien kemiringan yang dibentuk

Universitas Sumatera Utara

31

oleh garis O-A menunjukkan modulus elastic (E) yang dikenal juga sebagai young
modulus. Garis A-B menunjukkan keadaan plastis yang merupakan garis yang relative
lurus mendatar, dimana tegangan yang terjadi relative konstan sedangkan
regangannya terus bertambah. Setelah melampaui titik B tegangan dan regangan

meningkat kembali dan mencapai tegangan maksimum dititik C. Pada titik C disebut
tegangan ultimate (kuat tarik baja) dengan nilai regangan berbeda tergangtung mutu
bajanya. Fase B-C disebut pergeseran regangan (strainhardening). Setelah melampaui
titik C, penampang baja mengalami penyempitan (necking) yang mengakibatkan
tegangan menurun dan akhirnya baja putus di D dengan nilai regangan yang berbeda
tergantung mutu bajanya. Fase C-D disebut pelunakan regangan yang berbeda (strain
softening). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1. diagram tegangan regangan
hasil uji tarik (Paulay, 1974).

fy

C

fy

A

B

D


ε

0

Elastic

plastis Strain hardening Strain softening

Gambar 2.1. Diagram Tegangan Regangan Hasil Uji Tarik (Paulay, 1975)
2.3. Penyaluran Tegangan Lekat

Universitas Sumatera Utara

32

Lekatan tulangan baja dengan beton yang mengelilingi berlangsung sempurna
tanpa terjadi penggelinciran. Pada waktu komponen struktur beton bertulang bekerja
menahan beban akan timbul tegangan lekat pada permukaan singgung antara tulangan
dengan beton.

Tegangan lekat/Kuat lekat adalah kemampuan baja tulangan dan beton yang
menyelimutinya dalam menahan gaya-gaya luar ataupun faktor lain yang dapat
menyebabkan lepasnya lekatan antara baja tulangan (Winter, 1993). Menurut Nawy
(1986), kuat lekatan antara baja tulangan dan beton yang bergantung pada faktorfaktor utama sebagai berikut:
1. Adhesi antara elemen beton dan bahan penguatnya (tulangan baja).
2. Efek gripping (memegang) sebagai akibat dari susut pengeringan beton
disekeliling tulangan dan saling geser antara tulangan dengan beton
disekelilingnya.
3. Efek kualitas beton dan kekuatan tarik dan tekanannya.
4. Efek mekanis penjangkaran ujung tulangan.
5. Diameter dan bentuk tulangan.
Jenis percobaan yang dapat menentukan kualitas lekatan dengan elemen
tulangan yaitu :
1. Percobaan Tarik Langsung (Pull – Out Test).

Universitas Sumatera Utara

33

Percobaan ini memberikan perbandingan yang baik antara efisiensi

lekatan dengan tulangan memikul tarik adalah angkur besi polos dan angkur
besi ulir yang di cor bersamaan dengan beton.
2. Hubungan Slip – Ikatan lokal.
Persamaan diffrensial terhadap slip, dalam Persamaan (2.1) baja penguat
yang dimasukkan pada massa beton seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2.2. Perubahan dalam pergeseran relative dari baja terhadap beton (d∆) adalah
perubahan dalam deformasi baja (∂s) dikurangi perubahan dalam deformasi
d∆ = ∂s - ∂c

beton (∂c) adalah:

…………...………...……. (2.1)

Besaran deformasi untuk penguatan dan beton, bila kita mengasumsikan
keadaan elastis diberikan oleh Persamaan (2.2) dan (2.3)

∂s = (

) dx ..…………………………… (2.2)


∂c = (

) dx ...……………………………… (2.3)

Pada Gambar 2.2 dalam potongan batang yang pendek dx dijelaskan
bahwa kuat lekat baja pada beton adalah sebagai berikut:

db

Steel bar

XX X
Beton
X

dx

dx



Gambar 2.2. Kuat Lekat Baja pada Beton

Universitas Sumatera Utara

34

dimana: s = steel (baja)
c = concrete (beton)
Istilah yang digunakan dalam Persamaan

(2.1) adalah umum dan

berlaku pada tingkat lokal. Dalam prakteknya, nilainya ∂c adalah relative dan
dapat diabaikan terhadap ∂s karena bagian beton lebih besar dari bagian baja
dan tekanan normal beton lebih rendah, maka persamaan kedua dalam
Persamaan (2.1) adalah diabaikan dan seluruh slip diffrensial pada level local
pada deformasi baja. Persamaan (2.1) direduksi menjadi Persamaan (2.4):
d∆ - ∂s = 0………………………………..…. (2.4)
Substitusikan Persamaan 2.4 ke dalam Persamaan 2.5. dan kemudian
disusun kembali, sehingga diperoleh:

..…….….…………………..……… (2.5)
Bila kita mendiffrensialkan kedua sisi persamaan di atas dengan
mengacu kepada dx , maka persamaan berikut akan berlaku:
……..……..............……… (2.6)

=(

Pada sisi lain, tekanan ikatan dan tekanan baja (pada segmen dx) adalah
berhubungan dengan kondisi keseimbangan yang menyatakan :

(

=

+ x. dx . π. db

Secara sederhana :

=


π
x

……....….……...…………… (2.7)

Universitas Sumatera Utara

35

Bila kita mendistribusikan Persamaan (2.7) ke Persamaan (2.6) maka
diperoleh persamaan berikut:

= (s(x) x
dimana :

π

) .………..…………… (2.8)

ds = diameter tulangan

As = luas penampang tulangan,
Es = Modulus Young dari batang penguat dan
S(x) = Slip antara beton dan baja tulangan x

Persamaan (2.8) diketahui sebagai persamaan diffrensial yang
mendasar untuk ikatan antara penguatan baja dan beton.

Persamaan ini

digambarkan dalam bentuk sederhana seperti diatas atau dalam bentuk lain
oleh berbagai penulis. Diasumsikan bahwa karakteristik ikatan batang penguat
adalah dijelaskan secara analitik oleh hubungan ikatan t = t(s), dimana
adalah tegangan geser pada permukaan kontak bar tulangan dan beton yang
slip.

3. Sifat Keruntuhan Lekatan
Bila digunakan baja polos dan ulir untuk penulangan, lekat dianggap
sebagai suatu adhesi antar pasta beton dengan permukaan dari baja. Tegangan
tarik yang relative rendah didalam penulangan bahkan akan timbul slip yang
cukup untuk menghilangkan adhesi pada lokasi yang berdekatan langsung
dengan retak di dalam beton. Pergeseran relative antara tulangan dan beton
sekelilingnya hanya ditahan oleh gesekan di sepanjang daerah slip. Susut juga

Universitas Sumatera Utara

36

dapat menimbulkan seretan gesek terhadap batang tulangan, umumnya suatu
tulangan polos yang dibentuk dengan cara pengilingan panas, dapat terlepas
dari beton karena terbelah di arah memanjang bila terjadi perlawanan gesek
yang cukup tinggi atau dapat lepas keluar dengan menimbulkan lubang bulat di
dalam beton.
4. Pengujian Kuat Lekat Tulangan
Benda uji ini berbentuk benda uji kubus 30 x 30 x 30 cm. Pengujian
dilakukan setelah berumur 28 hari dengan jumlah benda uji sebanyak 36
buah. Letakkan benda uji (kepala tulangan) pada penarik mesin push out test,
kemudian diberi perlahan-lahan sampai pembacaan dial tidak naik lagi, dan
catat beban maksimum terjadi (terlampir).
5.

Variasi Kedalaman Penjangkaran Tulangan.
Variasi kedalaman baja tulangan akan mempengaruhi tingkat kelekatan

antara baja dan beton. Benda uji kubus 30 x 30 x 30 cm merupakan benda uji
beton dimana tulangan ditanamkan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Variasi Jumlah Sampel

Jenis Tulangan

1. Tulangan

Polos

2. Tulangan Ulir

Variasi
Kedalaman
100 mm
150 mm
200 mm
100 mm
150 mm

Diameter
tulangan

Keterangan

Ф8, Ф10, Ф13

@ 2 buah sampel

Ф8, Ф10, Ф13

@ 2 buah sampel

200 mm

Universitas Sumatera Utara

37

2.4. Panjang Penyaluran dan Tegangan Lekat Angkur Polos
Panjang penyaluran adalah panjang penanaman yang diperlukan untuk
mengembangkan tegangan baja hingga mencapai tegangan luluh, merupakan fungsi
dari tegangan leleh, diameter dan tegangan lekat baja tulangan. Sebuah batang dengan
penanaman yang cukup didalam beton, tidak dapat dicabut keluar. Apabila setelah
gesekan di ujung yang dibebani berlangsung cukup jauh untuk menyalurkan pelekatan
pada suatu batang yang besar, batang ini mencapai kekuatan lelehnya, ia akan gagal
dalam tarik, kemudian batang itu dinyatakan sebagai diangker penuh dalam beton.
Panjang penyaluran menentukan tahanan terhadap tergelincirnya tulangan.
Dasar utama teori panjang penyaluran adalah dengan memperhitungkan suatu baja
tulangan yang ditanam massa beton. Agar batang dapat menyalurkan gaya sepenuhnya
melalui ikatan, harus tertanam di dalam beton hingga suatu kedalaman tertentu yang
dinyatakan dengan panjang

penyaluran. Sebuah gaya tarik P bekerja pada baja

tulangan tersebut dan gaya ini ditahan oleh lekatan antara beton sekeliling dengan
baja tulangan didalam massa beton.
Bila tegangan lekat ini bekerja merata pada seluruh bagian batang yang
tertanam, total gaya angker yang harus dilawan sebelum batang tersebut keluar dari
beton akan sama dengan panjang bagian yang tertanam dikalikan keliling baja
tulangan yang tertanam dikalikan dengan kuat lekat antara beton dengan baja
tulangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

38

Massa beton
d
P


Baja tulangan
Ld

Gambar 2.3. Panjang Penyaluran Baja Tulangan
Gaya maksimum yang dapat dilawan oleh batang itu sendiri sama dengan luas
penampang batang dikalikan dengan kekuatan tarik baja. Agar terjadi keseimbangan
antara gaya, maka kedua gaya ini harus sama besar. Untuk menjamin lekatan antara
baja tulangan dan beton tidak mengalami kegagalan, diperlukan adanya syarat panjang
penyaluran.
Ld π . d.

= P ……………………………….. (2.9)

Dengan nilai P = As . fy maka didapat persamaan:
Ld π . d.

= As . fy ……………………….. (2.10)

Dengan luas penampang tulangan adalah : As = π
Ld π d

= π

fy ……….………………… (2.11)

Dari persamaan 2.11 diperoleh panjang penyaluran:
Ld =

d ……………..………..….…... (2.12)

Dan nilai tegangan lekat:
=

d ………….………...….……….. (2.13)

Universitas Sumatera Utara

39

dengan:

P

= gaya tarik keluar (kg, N)

As

= luas penampang baja tulangan (mm2)

fy

= tegangan baja leleh (MPa, Pa)

d

= diameter tulangan baja (mm)

Ld

= panjang penyaluran (mm)
= kuat lekat / tegangan lekat.(N/mm2

Kuat lekat antara baja tulangan dengan beton merupakan susunan yang khas
dan kompleks dari adhesi, tahanan geser, dan aksi penguncian mekanis dari perubahan
permukaan baja tulangan. Ini mempunyai pengaruh penting pada keretakan dan
perubahan bentuk bahan struktur bertulang.
Kekuatan lekatan tergantung pada besarnya perikatan baja tulangan di dalam
beton dan kuat lekat yang rendah dapat menimbulkan slip (perpindahan) sehingga
adhesi hilang maka pergeseran antara tulangan dengan beton sekeklilingnya hanya
ditahan oleh gesekan di sepanjang daerah slip.
2.5. Tegangan Lekat Besi Ulir
Mengacu pada Gambar 2.3 dapat dirumuskan gaya tarik yang dapat ditahan
oleh lekatan baja tulangan dengan beton. Untuk menjamin lekatan beton tidak
mengalami kegagalan diperlukan adanya syarat panjang penyaluran. Agar terjadi
keseimbangan antara gaya horizontal maka beban (N) yang dapat ditahan sama
dengan luas penampang baja dikalikan dengan kuat lekat.

Universitas Sumatera Utara

40

Menurut Kemp (1986), distribusi tegangan lekat sepanjang tulangan ulir lebih
rumit dan kompleks. Tegangan lekat antara batang tulangan dan beton akan terjadi
pada dua tonjolan. Baja ulir dapat meningkatkan kapasitas lekatan karena penguncian
dua ulir dan beton di sekelilingnya. Gaya tarik yang ditahan oleh tulangan
dipindahkan ke beton melalui sejumlah tonjolan disepanjang angkur tertanam dalam
beton.
Rumus yang digunakan untuk menghitung tegangan lekat baja tulangan ulir
berbeda dengan baja tulangan polos karena bentuk permukaannya. Baja ulir dapat
meningkatkan kapsitas lekatan karena penguncian dua ulir dan beton sekelilingnya.
Tegangan lekat yang terjadi diantara dua ulir adalah gabungan dari beberapa tegangan
dibawah ini:
1. Tegangan lekat yang dihasilkan dari adhesi disepanjang permukaan baja
tulangan.
2. Tegangan lekat permukaan.
3. Tegangan lekat yang bekerja dipermukaan beton kubus yang berbatasan
dengan baja tulangan baja ulir.
Untuk angkur dengan tegangan lekat pada baja tulangan ulir dan mekanisme
kerusakan antara baja tulangan ulir dengan beton dapat dilhat pada Gambar 2.4. dan
Gambar 2.5 dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

41

Gambar 2.4. Tegangan Lekat pada Baja Tulangan Ulir

(Sumber : Park dan Paulay : 1975)
Gambar 2.5. Mekanisme Kerusakan antara Baja Tulangan Ulir dengan Beton
Hubungan antara tegangan dan gaya dapat dilihat dari rumus:
π

fb 

T
 .d b .a

Tegangan lekat yang dihasilkan



........…….…..…………………(2.14)

dari adhesi disepanjang permukaan baja

tulangan sangat kecil dibanding dengasn tegangan lekat permukaan yang mengelilingi
ulir, sehingga

dapat diabaikan untuk tujuan praktis. Hubungan antara dua

komponen penting tegangan lekat,

dan

dapat disederhanakan menjadi:

1. Karena b ≈ 0,1 c
2. Karena a ≈ 0,05

, luas permukaan dari salah satu ulir adalah:

Universitas Sumatera Utara

42



π

..……………..

(2.15)

Keterangan gambar :
1. Untuk Gambar (a) dengan a/c/ > 0,15
2. Untuk Gambar (b) dengan a/c < 0,10


................ (2.16)

maka :
c

Dimana:

=

........................................... (2.17)

beban (N)
a

= tinggi puncak ulir tulangan (mm)

b

= lebar puncak ulir (mm)

c

= jarak antara ulir (mm)

db = diameter nominal (mm)
db’ = diameter dalam (mm)
db” = diameter luar (mm)
fb

= tegangan tumpu permukaan ulir (MPa)

a

= tegangan lekat/kuat lekat disepanjang permukaan baja (N/mm2)

c

= tegangan lekat/kuat lekat baja tulangan ulir dan beton (N/mm2)

2.6. Distribusi Tegangan Lekat pada Pengujian Lolos Tarik
Tegangan lekat yang diijinkan sebagian besar ditetapkan dari pengujian lolos
tarik (pull-out test). Slip (perpindahan) batang relatif terhadap beton diukur pada
ujung yang dibebani dan ujung bebas. Pada beban relatif kecil, sesar mula-mula

Universitas Sumatera Utara

43

terjadi pada daerah sekitar ujung yang dibebani.

Makin besar gaya tarik yang

dikerjakan, perpindahan pada ujung dibebani makin bertambah besar. Apabila slip
telah mencapai ujung bebas, maka perlawanan maksimum hampir tercapai.
Perlawanan rata-rata selalu dihitung seakan-akan merata sepanjang penyaluran (Phil
M. Ferguson, 1980). Adapun tegangan lekat kritis didefinisikan sebagai nilai terkecil
dari tegangan lekat yang menghasilkan sesar sebesar 0.05 mm pada ujung bebas atau
0.25 mm pada ujung yang dibebani (Park R dan Paulay, 1975)
Untuk perindahan beton yang terjadi dengan baja tulangan dapat dilihat seperti
Gambar 2.6 dibawah ini.

∆c


Gambar 2.6. Perpindahan Beton dengan Baja Tulangan
Dari Gambar 2.6. dapat dirumuskan bahwa perpindahan beton (∆c) yang terjadi
setelah pembebanan adalah:

∆c = ∆ - ∆s ……………………………..

(2.18)

Dimana: ∆c = Slip beton yang terjadi (mm)

∆ = pertambahan panjang lokal (mm)

Universitas Sumatera Utara

44

∆s = pertambahan panjang baja (mm)
Pertambahan panjang baja dicari dengan persamaan:
..................…………………… (2.19)
Modulus Young (Modulus Elastis)
E = ………………………………………


(2.20)

E = (Fn / A) / (∆L/Lo)
Tegangan dan pertambahan panjang sebagai berikut:
∆L =
�=

……….…….…………………… (2.21)
……………...….………………… (2.22)

dimana ; ∆s = pertambahan panjang baja (mm)
P

= Beban (N)

Lo = Panjang mula-mula baja (mm)
E

= Modulus Young (MPa)

A = Luas penampang baja (mm2)


= regangan baja (m/m-1)

Fn = gaya normal (kN, N)
∆L = pertambahan panjang baja (mm)
= Tegangan normal (N/mm2)

Universitas Sumatera Utara

45

2.7. Tegangan dan Regangan Geser
2.7.1.

Tegangan normal (normal stress).
Tegangan normal adalah intensitas gaya yang bekerja pada arah yang tegak

lurus permukaan bahan. Jika suatu batang yang lurus, berbentuk prisma dan langsing
akan mengubah bentuknya sampai gaya dalamnya menjadi seimbang dengan gaya
luarnya. Kejadian keseimbangan akan kita perhatikan dengan ketentuan agar
perubahan bentuknya itu kecil sekali dan pengaruh atas titik tangkap gaya luar dan
jurusannya begitu kecil agar pada perhitungan kita abaikan perhitungannya

=
Dimana ;

=
Fn =

A

=

………...…………………...…… (2.23)

Tegangan normal (N/mm2)
Gaya Normal (N)
Luas penampang (mm2)

2.7.2. Tegangan geser (shearing stress)
Tegangan geser adalah intensitas gaya yang bekerja pada arah tangensial
terhadap permukaan bahan. Gaya geser merupakan resultante dari tegangan gerser
yang terdistribusi diseluruh penampang melintang. Lihat Gambar 2.7. sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

46

Gambar 2.7. Bidang Batang yang Mengalami Tegangan Geser
Perjanjian tanda:
1. Tegangan geser pada muka yang berhadapan (dan sejajar) akan sama
besarnya dan berlawanan arah.
2. Tegangan geser dimuka yang bersebelahan (dan tegak lurus) dari suatu
elemen sama besar dan mempunyai arah sedemikian rupa hingga tegangantegangan tersebut saling menuju atau saling menjauhi geris perpotongan
kedua muka tersebut. Pada Gambar 2.7 diatas dijelaskan sudut γ (gamma)
merupakan ukuran distorsi atau perubahan bentuk dari elemen dan disebur
dengan regangan geser.
Rumus untuk menghitung tegangan geser sebagai berikut:

=

....................................................(2.24)

2.7.3. Tegangan dan regangan yang sebenarnya,

Universitas Sumatera Utara

47

Tegangan dan regangan sebenarnya diukur berdasarkan luas penampang
sebenarnya pada saat diberikan bebannya.

T

Dimana:

………….....................………….. (2.25)

=

= tegangan sebenarnya (true stress) (N/mm2)

T

A1 = luas penampang pada saat dibebani (mm2)
T=

ln

……...…………….......………… (2.26)

Dimana: �T = regangan sebenarnya (true stress)
li

=

panjang bahan yang pada saat diberi beban (mm)

lo

=

panjang awal sebelum dibebani (mm)

Jika tidak ada perubahan volume maka:
A1 l1 = A0 lo dan
�T

(1+�)

= ln (1 + �) .......…...…….…………… (2.27)

Pada Gambar 2.8 di bawah ini dijelaskan bahwa tegangan sebenarnya pada
grafik tegangan regangan pada daerah mulai terjadinya deformasi plastis ke kondisi
terjadinya necking (pengecilan penampang)

Universitas Sumatera Utara

48

Gambar 2.8. Grafik Tegangan - Regangan
(True Stress dan Normal Stress)
2.8. Aplikasi Baut Angkur
Baut angkur dapat

digunakan untuk menghubungkan bagian (elemen)

structural dengan beton. Angkur dapat mentransfer beban elemen bangunan ke bagian
beton pada titik penghubung tertentu. Baut angkur yang digunakan sudah dipabrikasi
dengan spesifikasi produk masing-masing penyedia jasa. Sebagai penghubung tarik
banyak digunakan pada peralatan mekanikal elektrikal seperti tiang listrik, gantungan
lampu hias, gantungan pipa air, gantungan pipa gas, AC, rambu lalu lintas, furing
plafond dan sebagainya.
Baut angkur yang dibautkan pada structural harus diberi chemical anchor
sebagai bahan aditif agar daya rekat antara baut angkur dan struktural semakin kuat
dan mengurangi pull out pada sambungan tersebut. Produk aditif yang biasanya
digunakan antara lain dengan merk dagang Haiti, Ramset, Dia-Kres, Sormat,
Simpson.
2.9. Klasifikasi Baut Angkur pada Beton

Universitas Sumatera Utara

49

Pada dasarnya secara umum dikenal ada beberapa macam tipe klasifikasi, antara
lain adalah pengklasifikasian pada cara pemasangannya.

Menurut

Burtz (2003)

mengemukakan klasifikasi baut ada 2 jenis yaitu baut angkur cor di tempat (cast-inplace) dan baut angkur dipasang (post-installed).

1. Baut angkur cor ditempat (cast-in-place)
Bahwa Angkur tipe ini dipasang sesuai dengan yang telah didesain pada
bagian struktur beton yang akan dicor, sehingga penggunaannya terbatas pada
konstruksi baru. Beberapa type angkur cor di tempat:
1. Headed bolt
2. L-bolt
3. J-bolt
4. Headed stud

Pada Gambar 2.9 di bawah ini dijelaskan bahwa jenis-jenis angkur yang
dicor langsung dengan beton.

Gambar 2.9. Cast in place anchors
2. Baut angkur dipasang (post-installed)
Bahwa angkur tipe ini dipasang pada beton yang telah mengeras atau beton
eksisting. Penggunaan tipe ini dapat digunakan pada konstruksi baru ataupun

Universitas Sumatera Utara

50

rehabilitasi konstruksi lama. Ada beberapa type angkur post installed sebagai
berikut :
1. Expansion anchors
2. Undercut anchors
3. Bonded anchors
4. Self-drilling anchors.

Baut angkur post installed dapat dibagi 2 bagian yaitu mechanical anchors
dan bonded anchors.
Mechanical anchors adalah angkur yang dipasang hanya memanfaatkan

gaya gesekan gelincir antara baut dengan beton contohnya expansion anchor dan
undercut anchors. Bonded anchors adalah angkur yang dipasang dengan

menggunakan bahan perekat tambahan yang dapat mengikat baut dengan
beton,contohnya

adhesive anchors dan grouted anchors. Adhesive anchor

memerlukan adhesive chemical untuk pemasangannya sehingga angkur akan
mengikat dengan beton. Grouted anchor ditanam pada beton yang sebelumnya
telah dilubangi dengan langkah-langkah pemasangan yang sama dengan adhesive
anchor. Angkur tipe ini mengharuskan lubang yang akan ditanam bersih dan
kering agar kekuatan mengikat dengan pasta, angkur dan beton menjadi
maksimal.
Ada perbedaan mendasar pada kedua tipe ini adalah jika diameter lubang sama
dengan 1 1/2 kali diameter angkur atau lebih kecil maka dikategorikan adhesive
anchor , dan sebaliknya jika diameter lubang lebih besar 1 1/2 kali diameter angkur

Universitas Sumatera Utara

51

maka dapat dikategorikan sebagai grouted anchor .
Pada Gambar 2.10 di bawah ini dijelaskan bahwa ada 2 jenis expantion anchor
yaitu torque expantion anchor dan deformation controlled.

Gambar 2.10. Expantion anchor. a). Torque expantion anchor
b). Deformation Controlled

Pada Gambar 2.11 di bawah ini dijelaskan bahwa ada 2 jenis expantion
anchor yaitu torque expantion anchor dan deformation controlled

Gambar 2.11. Undercut Anchor (anonim 2, 1997).

Universitas Sumatera Utara

52

Ada perbedaan mendasar pada kedua tipe ini adalah jika diameter lubang sama
dengan 1 1/2 kali diameter angkur atau lebih kecil maka dikategorikan adhesive
anchor , dan sebaliknya jika diameter lubang lebih besar 1 1/2 kali diameter angkur

maka dapat dikategorikan sebagai grouted anchor .
2.10. Kekuatan Baut Angkur pada Beton
Dalam merencanakan sambungan, ada persyaratan jarak antara baut yang harus
dipenuhi. Peraturan yang digunakan dalam hal ini menggunakan Peraturan ETAG 001
(anonim 2,1997)

Berbagai macam kegagalan yang mungkin terjadi diakibatkan oleh berbagai
pembebanan (tarik, geser) antara lain sebagai berikut: steel failure, pull-out failure,
concrete cone failure.

Beban tarik yang terjadi pada suatu angkur bisa dihitung berdasarkan teori
elastisitas dengan asumsi sebagai berikut:
1.

Pelat dari angkur harus kaku sehingga tidak akan berdeformasi sebelum
dibebani.

2.

Kekakuan dan modulus elastisitas angkur sama dengan modulus elastis
baja.

3.

Pada daerah yang tertekan angkur tidak ikut menyalurkan gaya normal.

Jika besaran gaya tarik yang berbeda-beda (Nst) diberikan pada masing-masing
angkur, maka eksentritas en dari gaya tarik grup ( Ngs) harus diperhitungkan (lihat

Universitas Sumatera Utara

53

Gambar 2.12 dan Gambar 2.13) untuk mendapatkan kekuatan nominal group angkur.
Model keruntuhan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.12. Jumlah Angkur Bervariasi

Universitas Sumatera Utara

54

Gambar 2.13. Eksentritas Angkur memikul Beban Tarik
2.11. Ketahanan terhadap Beban Tarik
Untuk mendapatkan kekuatan nominal angkur terhadap beban tarik berbedabeda dalam hal keruntuhannya. Berikut ketahanan beban tarik berdasarkan tipe
keruntuhan menurut ETAG-001 (anonim 2, 1997) sebagai berikut:
1. Keruntuhan yang terjadi pada angkur
NRk,S = As fuk……………….....……….….… (2.28)
Keruntuhan yang terjadi pada beton.
NRk,C = N0Rk,c

Ψs,N. Ψre,N. Ψec,N .......… (2.29)

Dengan nilai awal ketahanan angkur untuk beton retak dan tidak retak:
NRk,C = k1 ( fck,cube )1/2 x hef 1.5 …....…........… (2.30)
NRk,C = N0Rk,c /
=

...….….....…...….. (2.31)
.......................'....................… (2.32)

Universitas Sumatera Utara

55

Dimana:

= Faktor Keamanan Material beton
= faktor keamanan parsial beton
= faktor keamanan saat produksi beton
= faktor keamanan parsial pengetesan beton
fck,cube = kuat desak beton karakteristik kubus 150 x 150 mm

(N/mm2)
h ef

= kedalaman efektif baut angkur (mm)

k1

= 7.2. diaplikasikan pada beton yang retak.

k1

= 10.1 diaplikasikan pada beton yang tidak retak.

2. Pengaruh lebar dan jarak pada angkur terhadap beton.
Faktor Ψs,N

mempengaruhi distribusi tegangan pada beton. Untuk

pengangkuran dengan jarak yang berbeda-beda, jarak yang paling dekat ke
ujung beton yang dimasukkan.
Ψs,N = 0.7 + 0.3

≤ 1………….....…… (2.33)

3. Sheel Spalling factor Ψre,N memberi pengaruh pada penulangan
Ψre,N = 0.5 +

≤ 1 ……..…….…......…. (2.34)

Jika dalam area pengangkuran terdapat penulangan dengan jarak ≥ 150
mm (diameter berapa saja) atau dengan diameter ≤ 10 mm dan jarak ≥ 100
mm, maka shell spalling factor

Ψre,N = 1.0 dapat diaplikasikan.

Universitas Sumatera Utara

56

4.

Faktor Ψec,N akan berpengaruh ketika beban tarik bekerja pada masingmasing angkur dalam suatu group.
≤ 1………………… (2.35)

Ψec,N =

5. Faktor jarak antara angkur terluar dengan ujung beton dan ketebalan beton
dan ketebalan beton mempengaruhi karakteristik beban tarik.
Pada gambar di bawah ini dijelaskan bahwa luas tampang permukaan beton
pecah dari angkur tunggal (lihat Gambar 2.14) dan luas tampang permukaan beton
pecah angkur double atau lebih (lihat Gambar 2.15) akibat beban tarik.

Ac.N = (c1 + 0,50 Scr,N) x Scr.N ....... (2.36)
Jika: c1

Aoc.N = Scr,N x Scr.N .....................

(2.37)

Gambar 2.14. Luas Tampang Beton Pecah
dari Angkur Tunggal Akibat Beban Tarik

Universitas Sumatera Utara

57

Gambar 2.15. Luas Tampang Aktual Ac,N dari Beton Ideal
Rumus untuk menghitung luas penampang beton retak adalah sebagai berikut:
Ac.N = (c1 + 0,50 Scr,N) x Scr.N ........................ (2.38)
Jika: c1 = c2

S1=S2

Aoc.N = Scr,N x Scr.N .......................................
Jika: c1
c2
Dimana: c1

(2.39)

S1
S2

= jarak baut/angkur ke tepi samping samping (mm)

c2

= jarak baut/angkur ke tepi beton bawah (mm)

S1

= jarak baut/angkur horizontal beton (mm)

S2

= jarak baut / angkur vertikal beton (mm)

Scr,N = jarak baut/angkur ke sisi luar permukaan beton pecah (mm)

2.12. Jenis Besi Beton
Berdasarkan bentuk, baja tulangan beton dibagi 2 (dua) jenis yaitu:

Universitas Sumatera Utara

58

1. Baja Tulangan Beton Polos (BTBP)
Baja tulangan beton polos ini berbentuk bulat, tidak mempunyai sirip dan
mempunyai permukaan yang rata. Baja tulangan beton polos ini sering disebut
dengan besi polos. Pada Gambar 2.16 di bawah ini terdiri dari besi beton polos
yang digunakan memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI) sesuai spesifikasi
teknik baja.

Gambar 2.16. Besi Beton Polos SNI
2. Baja Tulangan Beton Sirip (BTBS)
Baja tulangan beton sirip ini berbentuk khusus dan mempunyai sirip
melintang dan rusuk memanjang, fungsinya untuk meningkatkan daya lekat
dan menahan gerakan membujur dari batang terhadap beton. Baja tulangan
beton sirip ini sering disebut sebagai ulir.
Beberapa bentuk baja tulangan beton sirip antara lain:
a. Jenis bamboo (Bamboo type)
b. Jenis tulangan ikan (Fish bone type)
c. Jenis sirip curam (Tor type)

Universitas Sumatera Utara

59

2.13. Syarat Mutu
2.13.1. Sifat tampak.
Tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan, dan gelombang, hanya
diperkenankan berkarat ringan pada permukaan.
2.13.2. Bentuk
Baja tulangan beton polos mempunyai permukaan rata, tidak mempunyai sirip.
Baja tulangan beton sirip antara lain sirip harus teratur, rusuk memanjang yang
searah dan sejajar dengan sumbu batang, sirip-sirip melintang harus mempunyai
bentuk, ukuran dan jarak yang sama, sirip melintang tidak boleh membentuk sudut
terhadap sumbu batang, apabila mempunyai sudut

, arah sirip

melintang pada satu sisi atau kedua sisi dibuat berlawanan, bila

, sirip arah

yang berlawanan tidak diperlukan.
Pada Gambar 2.17 di bawah ini terdiri dari besi beton ulir yang digunakan
memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI) sesuai spesifikasi teknik baja..

Gambar 2.17. Besi Beton Ulir.

Universitas Sumatera Utara

60

Beberapa bentuk tulangan beton sirip sebagai berikut:
a. Jenis Bambo (Bamboo Type)
Tulangan jenis ini memiliki ruas-ruas seperti ruas-ruas pohon bambu
seperti Gambar 2.18 sebagai berikut:.

Gambar 2.18. Baja Tulangan Beton Sirip Jenis Bambo
b. Jenis tulangan ikan (Fish bone type)
Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip seperti ruas-ruas ikan seperti
Gambar 2.19 sebagai berikut:

Gambar 2.19. Baja Tulangan Beton Sirip JenisTulangan Ikan
c. Jenis sirip curam (Tor type)
Tulangan jenis ini memiliki sirip-sirip yang tajam seperti seperti
Gambar 2.20 sebagai berikut:

Gambar 2.20. Baja Tulangan Beton Ulir Jenis Sirip Curam

Universitas Sumatera Utara

61

2.14 . Sifat Mekanis
Sifat mekanis baja antara baja tulangan beton polos dengan baja tulangan sirip
(ulir). Untuk mengetahui perbedaan sifat mekanis tersebut, maka dilakukan beberapa
pengujian dilakukan dan didapat hasil masing baja tulangan polos dan ulir.
2.14.1. Sifat mekanis baja tulangan polos
Setelah dilakukan beberapa pengujian terhadap baja tulangan beton polos, baja
tulangan ini diklasifikasikan menjadi dua kelas, dimana dilakukan uji tarik dan uji
lengkung. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2. Properti Besi Beton Polos (anonim 1, 2002)

Kelas Baja
Tulangan

Nomor
Mata
Uji
No.2

BjTP 24

Uji Tarik
Batas ulur

Kuat tarik

Regangan

Kgf/mm2
Minimum
24 (235)

Kgr/mm2
Minimum
39 (390)

(%)
20

No.3
No.2
BjTP 30

Uji Tarik
Sudut
Lengkung

Diameter

1800

3xd

24
Minimum
30 (295)

Minimum
45 (440)

No.3

18

d > 16 = 3 x d
1800

d > 16 = 4 x d

20

2.14.2. Sifat mekanis baja tulangan beton strip
Pada baja tulangan beton sirip juga dilakukan pengujian yang sama dengan baja
tulangan polos. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.3 sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

62

Tabel 2.3. Properti Besi Beton Sirip (anonim 1, 2002)
Kelas
Baja
Tulangan

Nomor
Mata
Uji

Uji Tarik
Batas ulur

Kuat tarik

Regangan

Kgf/mm2

Kgr/mm2

(%)

No.2
BjTS 30
No.3

Minimum Minimum
30 (295) 45 (490)

1800
20
18
1800

Minimum Minimum
35 (345) 50 (490)
No.3
No.2

BjTP 40
No.3
No.2
BjTP 50
No.3

Sudut
Lengkung

18

No.2
BjTP 35

Uji Lengkung

Minimum Minimum
40 (390) 57 (560)
Minimum Minimum
50 (490) 63 (620)

20
16
1800
18
16

Diameter
Lengkung

d≤16=
3x d
d > 16
4x d
d ≥ 16 =
3xd
16˂d≤40
=4xd
5xd
d ≤ 2 = xd

1800
18

d > 25= 6 x d

Catatan : Batang uji tarik no.2 untuk diameter ˂ 25mm dan batang uji tarik no. 3
untuk diameter ≥ 25 mm.
2.15. Kuat Tekan Beton.
Penentuan kekuatan tekan beton dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji
tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 atau kubus
dengan prosedur BS-1881 Part 115; Part 116 pada umur 28 hari.
Menurut BS 1881, rasio kubus terhadap silinder (cube/cylinder) untuk semua
kelas adalah 1,25, sedangkan dan menurut K.W. Day, „Concrete Nv x Design, Quality
Control and Spesification”, E & FN SPON, London, 1995, kekuatan tekan kubus jika

Universitas Sumatera Utara

63

dibandingkan dengan silinder dinyatakan dalam Persamaan 2.39 dan Persamaan 2.40 .
Departemen Pekerjaan umum dalam Pedoman Beton 1989, LPMB, 1991, Pasal
4.1.2.1 memberikan Persamaan 2.41 berikut ini:
f’ck = (fc’ fc’ = (f’ck -

) .........................................

) ........................................ (2.41)

fc’ = [0,76 + 0,2 log(
Dimana:

(2.40)

) x f’ck .................

(2.42)

kuat tekan kubus (kN)
fc’

= kuat tekan silinder (kσ)

2.16. Beberapa Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian sebelumnya membahas angkur pada beton sebagai
bahan pertimbangan untuk perbandingan dalam proses penulisan ini.
Clendennen (1994) memakai type edge-type expantion anchors pada percobaan
tarik, geser dan kombinasi geser dengan menggunakan posisi angkur miring.
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kemampuan angkur tehadap model
keruntuhan, perilaku perpindahan yang terjadi dan membandingkan hasil pengamatan
dengan perhitungan teoritis.
Cook, et al (1998), melakukan penelitian dengan judul Behavior and Design of
Single Adhesive Anchors under Tensile Load in Uncracked Concrete, dimana

Universitas Sumatera Utara

64

penelitian ini dilakukan dengan pembebanan tarik dengan perlakuan beberapa model
yaitu Concrete Cone Models, Bond models, Bond models neglecting the shallow the
shallow concrerete cone, Cone models with bond models, Combined cone/bond
model, and two interface bon model.

Cook dan Konz (2001), melakukan penelitian dengan judul Factors Influencing
Bond Strength of Adhesuve Anchors,

penelitian ini dilakukan bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan lekat (bond strength) dari
Adhesive Anchors.
Sunarmasto (2008), melakukan penelitian dengan judul “Tegangan Lekat Baja
Tulangan (Polos dan Ulir) Pada Beton” dimana penelitian ini dilakukan dengan

pembebanan tarik pada angkur tunggal yang ditanam (di cor) langsung ke dalam beton
normal (campuran 1 : 2 : 3) dengan fas 0,48. bentuk benda uji silinder dengan
kedalaman minimum. Dalam penelitian ini bahwa tegangan lekat tulangan polos lebih
rendah dibanding tulangan ulir.
Armeyin (2012), melakukan penelitian dengan judul “Studi Eksperimenntal dan
Numerikal Kuat Lekat Tarik Tulangan Polos Dengan Beton” dimana penelitian ini

dilakukan dengan pembebanan tarik pada angkur tunggal yang ditanam ke dalam
beton bentuk silinder yang dicampur dengan bahan adtif fly ash (abu terbang) dan
tanpa fly ash dimana tegangan lekat antara beton dengan fly ash lebih rendah
dibanding dengan beton tanpa fly ash.

Universitas Sumatera Utara