Studi Numerik Dan Kajian Eksperimental Perilaku Besi Beton Sebagai Angkur Penghubung Geser Akibat Geser Murni Pada Beton Mutu Tinggi
PENGHUBUNG GESER AKIBAT GESER MURNI
PADA BETON MUTU TINGGI
TESIS
Oleh
RHINI WULAN DARY
117016005/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PENGHUBUNG GESER AKIBAT GESER MURNI
PADA BETON MUTU TINGGI
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Sipil
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
RHINI WULAN DARY
117016005/TSFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
AKIBAT GESER MURNI PADA BETON MUTU TINGGI
Nama Mahasiswa : Rhini Wulan Dary
NIM : 117016005
Program Studi : Teknik Sipil
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr-Ing. Johannes Tarigan) Ketua
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE)
Tanggal Lulus : 30 Januari 2014
(Ir. Sanci Barus, MT) Anggota
Dekan
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan ANGGOTA : Ir. Sanci Barus, MT
Ir. Rudi Iskandar, MT Dr. Ing. Hotma Panggabean Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT
(5)
Eksperimental Perilaku Besi Beton Sebagai Angkur Penghubung Geser Akibat
Geser Murni Pada Beton Mutu Tinggi” adalah karya saya dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Medan, 30 Januari 2014
Rhini Wulan Dary 117016005/TS
(6)
ABSTRAK
Akibat penambahan struktur yang terjadi pada perubahan gedung, maka balok dan kolom sebagai struktur utama dianggap tidak mampu lagi untuk menerima penambahan beban, perlu adanya penambahan struktur baja dengan melekatkannya menggunakan besi beton sebagai penghubung geser. Istilah ini sering disebutkan
sebagai retrofitting. Dengan adanya retrofitting ini, diharapkan dapat meningkatkan
kekakuan/ kekuatan struktur, meningkatkan daktalitas, dan meningkatkan energi disipasi daripada struktur bangunan.
Pada penelitian ini klasifikasi besi beton yang digunakan adalah tipe post
installed yaitu bonded anchor dan mutu beton tinggi (K-300). Untuk mengetahui
pengaruh jarak antara besi beton, besi beton yang pertama sekali mengalami putus
digunakan metode pengetesan dengan cara push-out-test. Untuk memperbandingkan
hasil laboratorium digunakan analisa numerik.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini antara lain keruntuhan yang pertama sekali terjadi pada besi beton dengan beban tertentu dan hanya sedikit keretakan beton yang terjadi disebabkan faktor mutu beton yang tinggi, besi beton yang pertama sekali putus adalah besi beton yang paling atas, kemudian menyusul besi beton yang di tengah dan kemudian besi beton paling bawah, semakin besar jarak antara besi beton maka deformasinya juga makin kecil, dan makin meningkatnya beban yang dapat dipikul oleh konstruksi tersebut, besarnya perbedaan deformasi antara besi beton paling atas, tengah dan paling bawah tidak terlalu signifikan. Perbedaan persentase analisa numerik, dari besi beton paling atas ke besi beton di bawahnya, pada benda uji 1 sebesar 3.26% dan 3.50% , pada benda uji 2 sebesar 3.36% dan 4.30%, pada benda uji 3 sebesar 6.11% dan 7.99%. Sedangkan persentase uji laboratorium, dari besi beton paling atas ke besi beton di bawahnya, pada benda uji 1 besi beton paling atas putus pada saat beban yang diberikan 20 ton kemudian persentase perbedaan dengan besi beton di bawahnya sebesar 6.47% , pada benda uji 2 sebesar 7.62% dan 16.03%, pada benda uji 3 sebesar 2.22% dan 13.67%.
(7)
ABSTRACT
The effect of adding the structure in building alteration, the beam and the column as the main structure, is considered unable to bear the extra load; therefore, it is necessary to add steel structure by attaching it, using reinforcement for reinforced concrete (reinforcement) as joining shear. The term for this process is
usually called „retrofitting‟ which is expected to increase the stiffness/power of the
structure, to increase dactality, and to increase dissipating energy of the building structure.
The reinforcement used in this research was the post installed type (bonded anchor) and the quality of high concrete. A push-out-test was used to know the influence of the distance between the reinforcement and the first reinforcement which was broken off, and numerical analysis was used to compare the result of laboratory examination.
The result of the research showed that the first collapse occurred in the reinforcement with certain load, and there were only a few cracks of concrete caused by the factor of the quality of high concrete (K-300). The first collapsing reinforcement was on the top one, followed by the middle one and the lowest one. The more the distance among the reinforcements, the less their deformation was, and the more increasing the load carried by the construction, the less significant the difference of deformation among the top concrete, the middle one, and the lowest one. The percentage of difference of the numerical analysis showed that from the reinforcement to the one under it in the testing object 1 was 3.26% and 3.50%, in the testing object 2 was 3.36% and 4.30%, and in the testing object 3 was 6.11% and 7.99%. The percentage of laboratory examination, from the reinforcement to the one under it, in the testing object 1showed that the reinforcement broke off when the load was 20 tons; the percentage of the difference from the reinforcement under it was 6.47%, in the testing object 2 was 7.62% and 16.03%, and in the testing object 3 was 2.22% and 13.67%.
(8)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tesis ini merupakan syarat unttuk menyelesaikan pendidikan pada Program
Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Studi
Numerik dan Kajian Eksperimental Perilaku Besi Beton sebagai Angkur Penghubung Geser Akibat Geser Murni pada Beton Mutu Tinggi.”
Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
terutama kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, mereka adalah motivator
terbesar bagi saya. Tiada balasan yang dapat diberikan selain membahagiakannya dengan menyelesaikan perkuliahan ini dengan hasil yang memuaskan.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu. DTM & H. M.Sc. (CTM), Sp.A(k) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.Ir. Bustami Syam, MSME sebagai Dekan Fakultas Teknik, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE sebagai Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada Bapak
(9)
Ir.Rudi Iskandar, MT sebagai Sekretaris Program Studi Magister Teknik Sipil, Bapak Dr.Ing.Hotma Panggabean dan Bapak Ir.Daniel Rumbi Teruna, MT sebagai dosen penguji dan seluruh Staff Pengajar Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan tesis ini. Serta Bang Yun Ardi yang telah memberikan bantuan demi kelancaran administrasi selama menempuh pendidikan di Magister Teknik Sipil ini.
Untuk kedua orangtua kepada Ayahanda Alm. Altas dan Ibunda Hj. Neng Rosdiana, serta kedua mertua saya Ayah ED. Bhakti Hasibuan dan Ibu Misriani yang telah memberikan doa serta dukungannya. Kepada suami tercinta Muhammad Iqbal Hasibuan, terimakasih atas cinta, doa, serta dukungan. Untuk kakak penulis Rhina Maya Sari, Amd dan adik penulis Putra Pratama, SST terimakasih telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga terselesaikannya tesis ini.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Darmansyah Tjitradi, beliau merupakan dosen di Universitas Unlam Banjarbaru Banjarmasin, telah meluangkan banyak
waktu untuk berdiskusi melalui email dan bbm belajar program numerik, yang telah
membimbing penulis dengan sabar hingga penulis bisa menggunakan program numerik. Kepada Pak Iswandi, Pak Nuzuli dan rekan-rekan seangkatan 2011 khususnya konsentrasi struktur (Sheila Hani, Asroy Benny H, Mizanuddin, Bang Rizal, Bang Hendrik, Bang Dion, Bang Fasri, Pak Nicxson) dan geoteknik (Kartika Indah Sari, Bang Ronald, Bang Abdi, Pak Gultom, Pak Harun, Bang Jefri). Kepada adik-adik junior Teknik Sipil USU yang telah memberikan bantuan tenaga selama
(10)
proses laboratorium. Dan seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Untuk itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa akan datang. Akhir kata saya mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 30 Januari 2014 Penulis
Rhini Wulan Dary 117016005/TS
(11)
RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama : Rhini Wulan Dary
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 19 Januari 1987
Alamat : Jl. STM Suka Tertib No.1 A Medan 20146
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : rhini_wede@yahoo.com
Status Perkawinan : Menikah
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1993 – 1999 : SD Swasta Yapena 45
Tahun 1999 – 2002 : SMP Negeri 2 Medan
Tahun 2002 – 2005 : SMA Negeri 2 Medan
Tahun 2005 – 2009 : Fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera
Utara Subjurusan Struktur
Tahun 2011 - 2014 : Fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera
Utara Subjurusan Struktur
C. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Nama Perusahaan : PT. MITRA PELITA KENCANA
Tahun : 2008 – 2009
Posisi : Staff Administrasi Proyek
Proyek : Pembangunan Gedung Kantor Lintasarta
Wilayah Usaha Medan
2. Nama Perusahaan : PT. YODYA KARYA (PERSERO)
Tahun : 2009 – 2010
(12)
Proyek : Pembangunan Gedung Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara & Pembangunan Gedung RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun
3. Nama Perusahaan : PT. ARTEFAK ARKINDO
Tahun : 2009 – 2010
Posisi : Drafter
Proyek : Pembangunan Gedung RSUD Perdagangan
Kabupaten Simalungun
4. Nama Perusahaan : PT. SURYA INDAH
Tahun : 2010 - 2013
Posisi : Pengawas & Estimator
Proyek : Pembangunan Gedung Sekolah Piaget
Academy 8th Floor Komplek Citra Garden
5. Nama Perusahaan : Lembaga Kursus ELTC (Engineering
Learning and Training Centre)
Posisi : Staff pengajar program SAP 2000
Tahun : 2013 – sekarang
6. Nama Perusahaan : DINAS PENATAAN KOTA DAN
PEMUKIMAN
Posisi : Staff Kontrak Konsultan Tenaga Individual
(13)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... PERNYATAAN ...
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Pembatasan Masalah ... 5
1.5 Metodologi ... 6
1.5.1 Pengujian Laboratorium ... 6
1.5.2 Analisa Program ... 6
1.6 Sistematika Penulisan ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
2.1 Umum ... 8
2.2 Penghubung Geser ... 9
2.3 Aplikasi Baut Angkur ... 9
2.4 Klasifikasi Baut Angkur ... 10
2.4.1 Cast In Place ... 10
2.4.2 Post Installed ... 11
2.5 Tipe Keruntuhan Baut Angkur ... 13
2.5.1 Tipe keruntuhan pada beton akibat gaya tarik ... 14
2.5.2 Tipe keruntuhan pada baut akibat gaya tarik ... 15
2.5.3 Tipe keruntuhan pada beton akibat gaya geser ... 16
2.5.4 Tipe keruntuhan pada baut akibat gaya geser ... 17
2.6 Defenisi Besi Beton Dan Komposisi ... 18
(14)
2.8 Syarat Mutu ... 21
2.8.1 Sifat Tampak ... 21
2.8.2 Bentuk ... 21
2.9 Sifat Mekanis ... 22
2.10 Tipe-Tipe Penghubung Geser Dari Besi Beton ... 23
2.11 Ketentuan Spasi Baut Angkur ... 24
2.12 Analisa Keruntuhan Baut Angkur ... 26
2.13 Finite Element ... 28
2.3.1 Solid65 ... 30
2.3.2 Solid45 ... 30
2.14 Penelitian Terdahulu ... 31
BAB III METODOLOGI ... 36
3.1 Desain Benda Uji ... 36
3.2 Analisa Numerik ... 37
3.3 Pengujian Laboratorium ... 38
3.3.1 Persiapan Bahan Dan Peralatan ... 38
3.3.1.1 Bahan Uji ... 38
3.3.1.2 Peralatan ... 40
3.3.2 Pemeriksaan Benda Uji ... 42
3.3.3 Pembuatan Benda Uji ... 43
3.3.4 Metode Pengujian ... 45
3.3.5 Hasil Pengujian ... 46
3.3.6 Output Data ... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1 Analisa Dengan Menggunakan Program Numerik ... 48
4.1.1 Preprocessor ... 48
4.1.1.1 Element Type ... 49
4.1.1.2 Material Properties ... 49
4.1.1.3 Modeling ... 51
4.1.1.4 Meshing ... 52
4.1.1.5 Contact Element ... 52
4.1.1.6 Constrain ... 53
4.1.1.7 Coupling/Ceqn ... 54
4.1.1.8 Loads ... 54
4.1.2 Solution ... 54
(15)
4.1.2.2 Analysis Type ... 55
4.1.2.3 Solve ... 55
4.1.3 Output ... 55
4.2 Eksperimental ... 59
4.2.1 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 59
4.2.2 Pengujian Kuat Tarik Besi Beton ... 60
4.2.3 Pengujian Push Out Test ... 61
4.2.3.1 Benda Uji 1 ... 61
4.3.2.2 Benda Uji 2 ... 62
4.3.2.3 Benda Uji 3 ... 64
4.3 Perbandingan Hasil Uji Laboratorium Dengan Hasil Analisa Program Numerik ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
5.1 Kesimpulan ... 67
5.2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... xvii
LAMPIRAN ... xix
(16)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1.1 Perkuatan dengan menggunakan profil baja dan baut angkur ... 2
1.2 Perkuatan dengan menggunakan baut angkur ... 2
2.1 Baut angkur cast in place tipe J, U dan L ... 10
2.2 Baut angkur cast in place tipe post-tensionable system ... 11
2.3 Bounded anchor ... 12
2.4 Torque expantion anchor ... 12
2.5 Expantion anchor ... 13
2.6 Undercut anchor ... 13
2.7 Tipe keruntuhan beton terangkat dengan baut angkur ... 14
2.8 Tipe keruntuhan beton terangkat dengan baut angkur pada sisi ujung beton ... 14
2.9 Tipe keruntuhan baut angkur patah ... 15
2.10 Tipe keruntuhan baut angkur terlepas keseluruhan ... 15
2.11 Tipe keruntuhan baut angkur terlepas sebagian ... 16
2.12 Tipe keruntuhan akibat geser pada sisi ujung beton ... 16
2.13 Tipe keruntuhan akibat geser ... 17
2.14 Tipe keruntuhan akibat gaya geser ... 17
2.15 Komposisi besi beton ... 18
2.16 Baja tulangan beton ... 19
(17)
2.18 Baja tulangan beton sirip jenis bamboo ... 20
2.19 Baja tulangan beton sirip jenis tulangan ikan ... 20
2.20 Baja tulangan beton sirip jenis sirip curam ... 21
2.21 Tipe penghubung geser spiral ... 23
2.22 Tipe penghubung geser tipe I ... 23
2.23 Tipe penghubung geser tipe L ... 24
2.24 Tipe penghubung geser tipe U terbalik ... 24
2.25 Kelompok baut angkur tunggal ... 25
2.26 Kelompok baut angkur pada rangkaian seri ... 25
2.27 Kelompok baut angkur pada rangkaian paralel ... 26
2.28 Elemen garis... 28
2.29 Elemen dua dimensi ... 28
2.30 Elemen tiga dimensi ... 29
2.31 Elemen triangular dan quadrilateral ... 29
2.32 Geometri elemen solid65 ... 30
2.33 Geometri elemen solid45 ... 30
2.34 Pola keruntuhan pada spesimen BU1: 4 baut (4 seri) ... 31
2.35 Pola keruntuhan pada spesimen BU2: 4 baut (2 seri 2 paralel) ... 32
2.36 Pola keruntuhan pada spesimen BU3: 4 baut (4 paralel) ... 32
2.37 Pola keruntuhan beton membentuk sudut 450 dengan kedalaman baut 50 mm ... 33
3.1 Bagan alir tahapan penelitian ... 35
(18)
3.3 Profil H-Beam digunakan sebagai benda uji ... 39
3.4 Besi beton diameter 8 mm yang sudah diulir pada bagian ujungnya ... 39
3.5 Chemical anchor ... 40
3.6 Frame untuk dudukan benda uji ... 40
3.7 Jack Hydraulic ... 41
3.8 Dial gauge untuk mengukur deformasi ... 41
3.9 Tirot ... 42
3.10 Hasil pengujian laboratorium pada besi beton ... 43
3.11 Tampak atas ketiga benda uji ... 43
3.12 Ketiga benda uji; a. jarak antara baut 40 mm, b. jarak antara baut 64 mm, c. jarak antara baut 90 mm ... 44
3.13 Contoh benda uji setelah dirangkai ... 45
3.14 Frame baja sebagai tempat dudukan benda uji ... 46
3.15 Pencatatan hasil pengujian laboratorium ... 47
4.1 Hubungan strain-stress pada baja ... 50
4.2 Hubungan strain-stress pada besi beton ... 50
4.3 Pemodelan benda uji ... 51
4.4 Meshing benda uji ... 52
4.5 Constrain pada elemen baja ... 53
4.6 Constrain pada elemen beton ... 53
4.7 Constrain pada elemen besi beton ... 54
4.8 Hubungan grafik antara beban dengan deformasi secara numerik (a) benda uji 1 (b) benda uji 2 (c) benda uji 3 ... 56
(19)
4.9 Hubungan grafik antara beban dengan von misese stress
(a) benda uji 1 (b) benda uji 2 (c) benda uji 3 ... 57
4.10 Deformasi yang terjadi pada salah satu benda uji (a) deformasi pada benda uji (b) deformasi pada besi beton ... 58
4.11 Pola retak pada salah satu benda uji ... 59
4.12 Rangkaian benda uji 1 dengan jarak antara besi betonnya 40 mm ... 61
4.13 Besi beton nomor 1 mencapai kondisi ultimate ... 62
4.14 Ketiga besi beton pada benda uji 1 yang sudah mencapai kondisi ultimate ... 62
4.15 Ketiga besi beton pada benda uji 2 yang sudah mencapai kondisi ultimate ... 63
4.15 Ketiga besi beton benda uji 3 tidak mengalami kondisi ultimate ... 64
4.16 Hubungan grafik antara beban dengan deformasi uji laboratorium (a) benda uji 1 (b) benda uji 2 (c) benda uji 3 ... 65
(20)
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
2.1 Sifat mekanisme baja tulangan beton sirip ... 22
2.2 Sifat mekanisme baja tulangan beton polos ... 23
4.1 Resume hasil pengujian kokoh tekan beton ... 60
4.2 Resume hasil pengujian kuat tarik besi beton ... 60
4.3 Deformasi pada analisa numerik dan eksperimental pada saat pembacaan beban sebesar 20 ton ... 66
4.4 Persentase deformasi pada analisa numerik dan eksperimental pada saat pembacaan beban sebesar 20 ton ... 66
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengujian kokoh tekan beton
Lampiran 2 Pengujian kuat tarik besi beton
Lampiran 3 Pencatatan hasil pengujian laboratorium benda uji 1
Lampiran 4 Pencatatan hasil pengujian laboratorium benda uji 2
Lampiran 5 Pencatatan hasil pengujian laboratorium benda uji 3
Lampiran 6 Deformasi dan von mises stress pada benda uji 1
Lampiran 7 Deformasi dan von mises stress pada benda uji 2
(22)
ABSTRAK
Akibat penambahan struktur yang terjadi pada perubahan gedung, maka balok dan kolom sebagai struktur utama dianggap tidak mampu lagi untuk menerima penambahan beban, perlu adanya penambahan struktur baja dengan melekatkannya menggunakan besi beton sebagai penghubung geser. Istilah ini sering disebutkan
sebagai retrofitting. Dengan adanya retrofitting ini, diharapkan dapat meningkatkan
kekakuan/ kekuatan struktur, meningkatkan daktalitas, dan meningkatkan energi disipasi daripada struktur bangunan.
Pada penelitian ini klasifikasi besi beton yang digunakan adalah tipe post
installed yaitu bonded anchor dan mutu beton tinggi (K-300). Untuk mengetahui
pengaruh jarak antara besi beton, besi beton yang pertama sekali mengalami putus
digunakan metode pengetesan dengan cara push-out-test. Untuk memperbandingkan
hasil laboratorium digunakan analisa numerik.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini antara lain keruntuhan yang pertama sekali terjadi pada besi beton dengan beban tertentu dan hanya sedikit keretakan beton yang terjadi disebabkan faktor mutu beton yang tinggi, besi beton yang pertama sekali putus adalah besi beton yang paling atas, kemudian menyusul besi beton yang di tengah dan kemudian besi beton paling bawah, semakin besar jarak antara besi beton maka deformasinya juga makin kecil, dan makin meningkatnya beban yang dapat dipikul oleh konstruksi tersebut, besarnya perbedaan deformasi antara besi beton paling atas, tengah dan paling bawah tidak terlalu signifikan. Perbedaan persentase analisa numerik, dari besi beton paling atas ke besi beton di bawahnya, pada benda uji 1 sebesar 3.26% dan 3.50% , pada benda uji 2 sebesar 3.36% dan 4.30%, pada benda uji 3 sebesar 6.11% dan 7.99%. Sedangkan persentase uji laboratorium, dari besi beton paling atas ke besi beton di bawahnya, pada benda uji 1 besi beton paling atas putus pada saat beban yang diberikan 20 ton kemudian persentase perbedaan dengan besi beton di bawahnya sebesar 6.47% , pada benda uji 2 sebesar 7.62% dan 16.03%, pada benda uji 3 sebesar 2.22% dan 13.67%.
(23)
ABSTRACT
The effect of adding the structure in building alteration, the beam and the column as the main structure, is considered unable to bear the extra load; therefore, it is necessary to add steel structure by attaching it, using reinforcement for reinforced concrete (reinforcement) as joining shear. The term for this process is
usually called „retrofitting‟ which is expected to increase the stiffness/power of the
structure, to increase dactality, and to increase dissipating energy of the building structure.
The reinforcement used in this research was the post installed type (bonded anchor) and the quality of high concrete. A push-out-test was used to know the influence of the distance between the reinforcement and the first reinforcement which was broken off, and numerical analysis was used to compare the result of laboratory examination.
The result of the research showed that the first collapse occurred in the reinforcement with certain load, and there were only a few cracks of concrete caused by the factor of the quality of high concrete (K-300). The first collapsing reinforcement was on the top one, followed by the middle one and the lowest one. The more the distance among the reinforcements, the less their deformation was, and the more increasing the load carried by the construction, the less significant the difference of deformation among the top concrete, the middle one, and the lowest one. The percentage of difference of the numerical analysis showed that from the reinforcement to the one under it in the testing object 1 was 3.26% and 3.50%, in the testing object 2 was 3.36% and 4.30%, and in the testing object 3 was 6.11% and 7.99%. The percentage of laboratory examination, from the reinforcement to the one under it, in the testing object 1showed that the reinforcement broke off when the load was 20 tons; the percentage of the difference from the reinforcement under it was 6.47%, in the testing object 2 was 7.62% and 16.03%, and in the testing object 3 was 2.22% and 13.67%.
(24)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin menjamurnya pembangunan gedung-gedung di Indonesia, maka tidak sedikit personil/ instansi yang menginginkan adanya pembangunan gedung yang berfungsi menjadi sumber pendapatan bagi mereka.
Namun, terkadang personil/ instansi ini menginginkan adanya perubahan untuk gedung yang sudah dibangun baik dari segi penambahan struktur maupun dari segi perubahan fungsi, dengan mengingat bahwa biaya membangun baru lebih besar daripada merenovasi. Dalam hal ini, perencanaan awal yang dianalisa tidaklah sama dengan analisa kondisi perubahan bangunan yang diinginkan. Untuk itu, perlu adanya
analisa kembali terhadap bangunan existing, apakah masih mampu untuk menerima
beban tambahan sebagai akibat penambahan struktur dan perubahan fungsi ataukah tidak.
Akibat penambahan struktur yang terjadi pada perubahan gedung tersebut, maka balok dan kolom sebagai struktur utama dianggap tidak mampu lagi untuk menerima penambahan beban, perlu adanya perbesaran dimensi pakai beton yakni pemasangan kolom baru sehingga bentang struktur balok menjadi lebih kecil, atau dengan menambahkan material lain (pemakaian wrap/fiber, penambahan struktur
baja, pemasangan external prestress, dan lain sebagainya) untuk menjadikan
bangunan tersebut menjadi lebih kuat dari kekuatan semula. Istilah ini sering
(25)
Gambar 1.1 Perkuatan dengan menggunakan profil baja dan baut angkur
Gambar 1.1 menunjukkan salah satu jenis perkuatan bangunan lama dengan menggunakan penambahan struktur baja pada elemen baloknya. Dengan adanya
retrofitting ini, diharapkan dapat meningkatkan kekakuan/ kekuatan struktur,
meningkatkan daktalitas, dan meningkatkan energi disipasi daripada struktur bangunan.
Biasanya bagian stuktur yang menerima beban besar adalah struktur balok dan
kolom. Untuk itu, di dalam retrofitting diprioritaskan untuk dilakukan pada kedua
bagian struktur ini.
(26)
Dalam hal ini, perkuatan dilakukan dengan menambahkan profil baja dan penghubung geser misalnya baut angkur seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2. Penambahan baja yang bersifat tahan terhadap tarik ini untuk mengimbangi beton yang kuat terhadap tekan sehingga keduanya bekerja memikul beban secara bersama-sama.
Selain yang telah disebutkan di atas, yang melatarbelakangi penulisan tesis ini adalah merupakan lanjutan penelitian dari tesis yang ada sebelumnya yang dilakukan oleh teman kami Iswandi [2013] tentang “Studi Eksperimental Perilaku Baut Angkur
pada Kolom Beton Akibat Beban Geser Murni”. Beliau mengkaji tentang:
1. Kapasitas geser angkur secara eksperimental dengan variasi pola letak
susunan baut angkur.
2. Slip dan mekanisme keruntuhan yang terjadi pada baut angkur dengan
variasi pola letak susunan baut angkur.
3. Perbandingan perilaku dan kekuatan baut angkur dengan 3 variasi pola
letak susunan baut angkur yaitu:
a. 4 buah baut angkur dengan letak susunan seri.
b. 4 buah baut angkut dengan letak susunan 2 baut seri dan 2 baut paralel.
c. 4 buah baut angkur dengan letak susunan secara paralel.
Yang umum digunakan oleh kebanyakan pelaksana di lapangan, penghubung geser yang dipasang berupa baut angkur. Namun pada tesis ini, penulis ingin menganalisa penghubung geser dengan menggunakan besi beton. Menimbang bahwa, harga baut angkur yang jauh lebih mahal daripada besi beton dengan ukuran dimensi yang sama, selain itu besi beton juga mudah diperoleh.
(27)
Produksi besi beton sudah menjamur di Indonesia, sehingga Pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 07-2052-1997 tentang baja tulangan beton, gunanya agar mempersempit peluang adanya produk besi beton yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yang dikenal dengan istilah besi beton banci. Kebanyakan besi beton banci ini panjang tulangan dan diameter tulangannya tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Di Indonesia belum terdapat peraturan yang mengatur tentang perencanaan penghubung geser dengan menggunakan besi beton. Dalam hal ini, penulis menggunakan
peraturan dari negara Eropa yang disusun oleh European Organisation for Technical
Approvals (EOTA) dalam peraturannya tentang Guideline for European Technical
Appropal of Metal Anchors for Use in Concrete (ETAG-001) dan juga Standard
Amerika dalam peraturannya ACI Standard: Qualification of Post-Installed
Mechanical Anchors in Concrete (ACI 355.2-04) and Commentary (ACI 355.2R-04).
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang diamati dalam penelitian ini berupa:
1. Perilaku besi beton terhadap variasi jarak antar bautnya yaitu:
a. Benda uji 1; jarak antar bautnya 40 mm.
b. Benda uji 2; jarak antar bautnya 64 mm.
c. Benda uji 3; jarak antar bautnya 96 mm.
2. Mekanisme keruntuhan angkur yang terjadi ditinjau dengan menggunakan
kajian eksperimental dan program numerik, dimana mutu betonnya tinggi yaitu K-300.
(28)
3. Deformasi yang terjadi antara angkur terhadap variasi jarak susunan besi beton seperti yang dijelaskan pada poin (1) dan (2) di atas baik secara eksperimental maupun numerik.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan antara lain:
1. Mengetahui perilaku besi beton terhadap variasi jarak antar baut angkur
sebagai penghubung geser.
2. Mengamati mekanisme keruntuhan angkur yang terjadi ditinjau dengan
menggunakan kajian eksperimental dan program numerik, dimana mutu betonnya tinggi.
3. Mengamati besarnya deformasi yang terjadi antara angkur terhadap variasi
jarak susunan besi beton seperti yang dijelaskan pada poin (1) dan (2) di atas baik secara eksperimental maupun numerik.
1.4 Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, permasalahan dibatasi pada:
1. Benda uji beton dipakai dengan mutu beton K-300.
2. Keterbatasan alat jack hydraulic hanya mempunyai kapasitas beban 23 ton.
3. Pembebanan yang diberikan beban statis geser murni.
4. Keterbatasan alat dial gauge hanya delapan buah, sehingga tidak semua
(29)
1.5 Metodologi
1.5.1 Pengujian laboratorium
Pengujian dilakukan dengan tes laboratorium, menggunakan pemodelan yang disesuaikan dengan penelitian sebelumnya (Iswandi 2013) yaitu pengujian dengan
push out test.
1.5.2 Analisa program
Kemudian memperbandingkan hasil penelitian dengan menggunakan program
numerik.
1.6 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan
Bab pendahuluan ini menjelaskan tentang penjelasan umum, latar belakang penelitian, permasalahan yang diamati, tujuan penelitian yang akan dicapai, pembatasan masalah pada penelitian dan metodologi penelitian yang dilaksanakan.
Bab II Landasan Teori
Bab landasan teori ini menjelaskan tentang studi kepustakaan
mengenai retrofitting, pengetahuan tentang penghubung geser yang
digunakan, dan beberapa sumber pustaka lainnya yang mendukung dalam penulisan ini.
(30)
Bab III Metodologi
Bab metodologi ini menjelaskan tentang metode yang digunakan selama proses penelitian, mulai dari pengambilan benda uji, tahap pembebanan, proses pengujian dan analisa perhitungan.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab hasil dan pembahasan ini menjelaskan tentang data-data hasil pengujian yang diperoleh dari laboratorium dan analisa perhitungan dengan menggunakan program numerik, yang kemudian antara keduanya dilakukan perbandingan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab kesimpulan dan saran ini menjelaskan tentang kesimpulan yang diperoleh dari proses penelitian yang dilakukan dan analisa perhitungan serta saran-saran yang mendukung pengembangan penelitian.
(31)
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Umum
Retrofitting adalah kegiatan memperkuat atau memperbaiki struktur bangunan
yang ada agar bisa dalam menghemat biaya perencanaan konstruksi bangunan.
Retrofitting ini bertujuan untuk menghasilkan perkuatan bangunan yang lebih kuat
lagi dari sebelumnya.
Sebelum melakukan retrofitting, harus diperhatikan beberapa hal:
1. Melakukan peninjauan ke lapangan.
2. Melakukan pemeriksaan terhadap material dan mutu bahan yang
digunakan.
3. Menganalisa sebab kerusakan bangunan.
4. Menganalisa kekuatan bangunan apakah masih mampu menahan beban
atau tidak.
5. Setelah melakukan analisa, jika dianggap struktur bangunan masih mampu
menahan beban maka retrofitting tidak perlu dilakukan. Dan sebaliknya,
jika struktur bangunan dirasa tidak mampu menahan beban, maka perbaikan terhadap struktur yang rusak harus dilakukan, dapat berupa menambahkan material lain misalnya pemakaian wrap/fiber, penambahan
struktur baja, pemasangan external prestress, dan lain sebagainya.
6. Setelah retrofitting selesai dieksekusi di lapangan, bangunan tersebut
harus dianalisa kembali untuk memastikan bahwa struktur benar-benar dalam kondisi aman.
(32)
2.2 Penghubung Geser
Penghubung geser secara mendasar berfungsi sebagai pentransferan gaya geser ke struktur dan juga berfungsi sebagai penghubung antara beton dan baja supaya tidak terjadinya pemisahan antara kedua material ini saat diberikan beban. Penghubung geser dapat berupa baut angkur ataupun besi beton. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan besi beton sebagai penghubung geser yang akan mengikat slab beton dengan struktur baja. Dengan adanya penghubung geser, maka beton dan baja dapat bekerja secara bersama-sama. Dimana seperti diketahui bahwa beton tahan terhadap tekan dan baja tahan terhadap tarik, sehingga paduan antara keduanya menghasilkan kekompakan struktur, yang didukung oleh kuatnya penghubung geser yang dipasangkan.
2.3 Aplikasi Baut Angkur
Baut angkur sebagai penghubung geser banyak diaplikasikan ke lapangan. Penggunaan baut angkur sebagai penghubung geser digunakan umumnya untuk peralatan mekanikal elektrikal seperti tiang listrik, AC, rambu lalu lintas, furing
plafon dan sebagainya. Belakangan ini para engineer banyak mempergunakan angkur
pada konstruksi, seperti angkur pada retaining wall, angkur pada tiang pedestal baja,
dan pada sambungan-sambungan konstruksi baja. Baut angkur yang digunakan sudah dipabrikasi dengan spesifikasi produk masing-masing penyedia jasa. Baut angkur
yang dibautkan pada stuktural harus diberi chemical anchor sebagai bahan aditif agar
daya rekat antara baut angkur dan struktural semakin kuat dan mengurangi pull out
(33)
2.4 Klasifikasi Baut Angkur
Mekanisme beban transfer angkur menentukan karakteristik kinerja angkur.
Angkur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu cast in place dan
post installed.
2.4.1 Cast in place
Sebelum melakukan pengecoran beton, baut angkur dipasang pada posisi tertentu sesuai dengan perencanaan. Setelah posisi baut angkur diatur, cor beton dituangkan ke dalam bekisting yang sudah disediakan. Tipe-tipe baut angkur yang
dipasang secara cast in place ada beberapa tipe diantaranya tipe J, U dan L yang
terlihat seperti pada Gambar 2.1.
(34)
Cast-in-place post-tensionable system
Pada Gambar 2.2 ditunjukkan bagaimana pemasangan baut angkur yang
dirancang pada sistem baut cast in place dan setelah set beton, angkur dilakukan
pratekan.
Gambar 2.2 Baut angkur cast in place tipe post-tensionable system
2.4.2 Post installed
Pada sistem pemasangan baut angkur secara post installed berbeda dengan cast
in place. Pada pemasangan baut angkur secara post installed dimana beton sudah
mengeras, tetapi baut angkur belum terpasang pada struktur beton tersebut. Sehingga diperlukan adanya penambahan baut angkur. Biasanya hal ini dilakukan, karena
adanya perkuatan struktur atau renovasi struktur. Baut angkur tipe post installed
diklasifikasikan dalam empat kelompok yakni:
a. Self drilling anchor
Self drilling anchor dikenal dengan screw anchor, dimasukkan ke dalam
beton dengan menggunakan bor.
b. Bonded anchor
Beton yang sudah mengeras terlebih dahulu dilubangi dengan ukuran diameter lubang yang lebih besar daripada baut angkurnya. Sebelum baut
(35)
anchor guna memberi perekat antara baut dengan betonnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Bounded anchor
c. Expantion anchor
Expantion anchor dimasukkan ke dalam lubang yang sudah dibor. Luasan
lubang tergantung pada lebarnya cone pada ujung baut angkur tersebut.
Setelah dimasukkan, akan terjadi desakan dengan beton, kemudian
expansion sleeve akan berekspansi (mengembang) kearah horizontal, dan
sisa lubang diberi perekat dengan menggunakan chemical anchor yang
ditunjukkan pada Gambar 2.4 dan 2.5.
(36)
Gambar 2.5 Expantion anchor
d. Undercut anchor
Pada bagian bawah undercut anchor berbentuk lonceng. Pada saat anchor
sleeve mengembang, bagian bawah akan terpotong, seperti pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Undercut anchor
2.5 Tipe Keruntuhan Baut Angkur
Tipe keruntuhan baut angkur akibat beban geser yang dipikul baut antara lain seperti pada gambar di bawah ini:
(37)
2.5.1 Tipe keruntuhan pada beton akibat gaya tarik
Akibat gaya tarik yang diberikan, dengan kekuatan baut yang lebih tinggi daripada betonnya, maka kegagalan akan terjadi pada beton seperti terlihat pada Gambar 2.7 dimana posisi baut berada di tengah dan beton terangkat ke atas.
Gambar 2.7 Tipe keruntuhan beton terangkat dengan baut angkur
Sedangkan pada Gambar 2.8 dimana posisi baut berada di pinggir beton, keruntuhan yang terjadi beton pada bagian pinggir terangkat ke atas.
Gambar 2.8 Tipe keruntuhan beton terangkat dengan baut angkur pada sisi ujung beton
(38)
2.5.2 Tipe keruntuhan pada baut akibat gaya tarik
Akibat gaya tarik yang diberikan, dengan kekuatan beton yang lebih tinggi daripada bautnya, maka kegagalan akan terjadi pada baut seperti terlihat pada Gambar 2.9 dimana baut terputus sebagian.
Gambar 2.9 Tipe keruntuhan baut angkur patah
Sedangkan pada Gambar 2.10 keruntuhan yang terjadi pada baut akibat gaya tarik , dimana baut terlepas keseluruhan dari betonnya.
(39)
Pada Gambar 2.11 gaya tarik yang diberikan mengakibatkan baut terlepas
sebagian dari betonnya, sehingga pada bagian ujung baut (cone) nya tertinggal di
dalam beton.
Gambar 2.11 Tipe keruntuhan baut angkur terlepas sebagian
2.5.3 Tipe keruntuhan pada beton akibat gaya geser
Akibat gaya geser yang diberikan pada sisi ujung beton, dimana sambungan antara beton dan bautnya kuat sehingga beton di dalamnya yang pecah dan mengakibatkan keruntuhan seperti Gambar 2.12.
(40)
Pada Gambar 2.13 baut mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan betonnya, sehingga apabila diberikan gaya geser maka baut akan tetap utuh sedangkan beton akan terkoyak.
Gambar 2.13 Tipe keruntuhan akibat geser
2.5.4 Tipe keruntuhan pada baut akibat gaya geser
Pada Gambar 2.14 beton dan baut mempunyai kekuatan yang sama sehingga karena baut bersifat daktail, baut akan terus berdeformasi hingga apabila beban geser diberikan terus-menerus maka lama kelamaan baut akan putus.
Gambar 2.14 Tipe keruntuhan akibat gaya geser Sumber : Wiston Wayne Clendennen II, B.S.C.E - 1994
(41)
2.6 Defenisi Besi Beton Dan Komposisi
Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan produk besi beton yang bersifat sebagai penghubung gesernya. Untuk itu, ada baiknya mengenalkan besi beton dan komposisinya terlebih dahulu.
Besi beton atau yang dikenal dengan istilah baja tulangan beton yakni baja yang
berbentuk bulat sebagai filler pada penampang beton yang terbuat dari bahan baku
billet dan diproduksi dengan cara hot rolling.
Bahan baku billet terdiri dari beberapa komposisi kimia, antara lain:
Gambar 2.15 Komposisi besi beton
Besi (Fe) Karbon (C) Mangan (Mn)
Silikon (Si) Krom (Cr) Nikel (Ni)
(42)
2.7 Jenis Besi Beton
Dalam penggunaannya, besi beton dibagi kepada dua jenis:
1. BjTP (Baja Tulangan beton Polos)
Baja tulangan beton polos ini berbentuk bulat, tidak mempunyai sirip dan mempunyai permukaan yang rata. Baja tulangan beton polos biasanya digunakan pada bangunan-bangunan sederhana, misalnya bangunan rumah sederhana. Baja tulangan beton polos ini sering disebut dengan besi polos, seperti pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Baja tulangan beton
2. BjTS (Baja Tulangan beton Sirip)
Baja tulangan beton sirip ini berbentuk khusus dan mempunyai sirip melintang dan rusuk memanjang, fungsinya untuk meningkatkan daya lekat dan menahan gerakan membujur dari batang terhadap beton. Baja tulangan beton sirip banyak digunakan pada bangunan dengan spesifikasi mutu yang tinggi misalnya pada bangunan-bangunan bertingkat, bangunan pelabuhan,
(43)
retaining wall, dan lain sebagainya. Baja tulangan beton sirip ini sering disebut dengan besi ulir, seperti pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Baja tulang beton sirip
Beberapa bentuk baja tulangan beton sirip antara lain:
a. Jenis bamboo (Bamboo type)
Tulanngan jenis ini mempunyai sirip yang mirip dengan bambu, seperti yang terlihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Baja tulangan beton sirip jenis bamboo
b. Jenis tulangan ikan (Fish bone type)
Tulangan jenis ini mempunyai sirip yang mirip dengan tulang ikan, seperti yang terlihat pada Gambar 2.19.
(44)
c. Jenis sirip curam (Tor type)
Tulanngan jenis ini, mempunyai sirip yang curam dengan sudut sirip lebih kecil dari jenis lainnya, seperti yang terlihat pada Gambar 2.20.
Gambar 2.20 Baja tulangan beton sirip jenis sirip curam Sumber : SNI 07-2052-202 tentang baja tulangan beton
2.8 Syarat Mutu 2.8.1 Sifat Tampak
Sifat tampak yang terdapat pada besi beton antara lain:
a. Tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan, gelombang.
b. Hanya diperbolehkan berkarat ringan pada permukaan.
2.8.2 Bentuk
Baja tulangan polos dan sirip mempunyai perbedaan-perbedaan sebagai berikut:
a. Baja tulangan beton polos, ciri-cirinya:
1. Harus rata.
2. Tidak mempunyai sirip.
b. Baja tulangan beton sirip, ciri-cirinya:
1. Sirip harus teratur.
(45)
3. Terdapat sirip-sirip lain arah melintang sumbu batang.
4. Sirip-sirip melintang mempunyai bentuk, ukuran dan jarak yang sama.
5. Sirip melintang tidak boleh membentuk sudut < 450 terhadap sumbu
batang.
6. Apabila mempunyai sudut 450 < α < 700, arah sirip melintang pada satu
sisi atau kedua sisi dibuat berlawanan.
7. Bila α > 700, sirip arah yang berlawanan tidak diperlukan.
2.9 Sifat Mekanis
Adapun sifat mekanis dari baja tulangan baton sirip seperti yang terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat mekanisme baja tulangan beton sirip
Kelas Baja Tulang an Nomor Batang Uji
Uji Tarik Uji Lengkung Batas
ulur Kgf/mm2
(N/mm2)
Kuat tarik Kgf/mm2
(N/mm2)
Regang an (%) Sudut lengkung Diameter Lengkung
BjTS 30 No.2 Minimum
30 (295)
Minimum 45 (490)
18 1800 d < 16 = 3xd
d > 16 = 4xd
No.3 20
BjTS 35 No.2 Minimum
30 (345)
Minimum 50 (490)
18 1800 d > 16 = 3xd
16 <d<40 =4xd d > 40 = 5xd
No.3 20
BjTS 40 No.2 Minimum
40 (390)
Minimum 57 (500)
16 1800 5xd
No.3 18
BjTS 50 No.2 Minimum
50 (490)
Minimum 57 (620)
12 1800 d < 25 = 5xd
d > 25 = 6xd
No.3 14
Catatan : Batang uji Tarik no.2 untuk diameter < 25 mm dan batang uji Tarik no.3 untuk diameter > 25 mm.
(46)
Sedangkan sifat mekanis daripada baja tulangan beton polos, seperti yang terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat mekanisme baja tulangan beton polos
Kelas Baja Tulang an Nomor Batang Uji
Uji Tarik Uji Lengkung Batas ulur
Kgf/mm2 (N/mm2)
Kuat tarik Kgf/mm2 (N/mm2)
Regang an (%) Sudut lengkung Diameter Lengkung
BjTP 24 No.2 Minimum
24 (235)
Minimum 39 (380)
20 1800 3 x d
No.3 24
BjTP 30 No.2 Minumum
30 (295)
Minimum 45 (440)
18 1800 d > 16 =
3xd d > 16 =
4xd
No.3 20
2.10 Tipe-Tipe Penghubung Geser Dari Besi Beton
Tipe-tipe penghubung geser dari besi beton antara lain berbentuk spiral, tipe I, tipe L dan tipe U terbalik. Pada Gambar 2.21 besi beton berbentuk spiral.
Gambar 2.21 Tipe penghubung geser spiral
Pada Gambar 2.22 besi beton dibentuk menyerupai huruf I.
(47)
Pada Gambar 2.23 besi beton dibentuk menyerupai huruf L.
Gambar 2.23 Tipe penghubung geser tipe L
Pada Gambar 2.24 besi beton dibentuk menyerupai huruf U terbalik.
Gambar 2.24 Tipe penghubung geser tipe U terbalik
Sumber : Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil, Volume 2,
No. 1, Pebruari 2013
2.11 Ketentuan Spasi Baut Angkur
Dalam merencanakan sambungan, ada persyaratan jarak antara baut yang harus
dipenuhi. Peraturan yang digunakan dalam hal ini menggunakan Peraturan ETAG 001
Edition 1997; Guideline for European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C : Design Methods for Anchorages, 2010.
(48)
Kelompok baut dengan rangkaian baut tunggal dengan posisi pada ujung beton maka ketentuan spasi baut angkur dengan pinggir beton dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Gambar 2.25 Kelompok baut angkur tunggal
Di dalam penggunaannya, baut angkur dapat dipasang secara seri dan paralel.
Di dalam peraturan ETAG juga disebutkan ketentuan spasi antara pinggir beton
dengan baut, spasi antara baut ke baut dan tebalnya beton yang direncanakan. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar 2.26 dan 2.27.
(49)
Gambar 2.27 Kelompok baut angkur pada rangkaian paralel
2.12 Analisa Keruntuhan Baut Angkur
Keruntuhan yang terjadi pada baut angkur terdapat dua macam keruntuhan, keruntuhan yang diakibatkan oleh gaya tarik dan gaya geser. Keruntuhan akibat gaya tarik disebabkan gaya yang diberikan sejajar dengan baut angkur. Sedangkan keruntuhan akibat gaya geser disebabkan beban yang diberikan tegak lurus dengan
sumbu baut angkur. Menurut Peraturan ETAG 001 Edition 1997; Guideline for
European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C :
Design Methods for Anchorages, 2010, kekuatan nominal dari baut angkur terhadap
tarik diberikan pada persamaan (2.1).
N
Rk,s= As fuk [N] (2.1) Dimana:
s , Rk
N
= kekuatan baut angkurAs = luasan baut angkur
(50)
Daya dukung tarik yang dapat ditahan oleh baut angkur pada beton pada persamaan (2.2). 0 c , Rk
N = 1.5
ef cube , ck 1. f .h
k (2.2)
Dimana:
Fck,cube [N/mm2]; hef [mm]
k1 = 7,2 pada aplikasi beton retak k1 = 10,1 pada aplikasi beton tidak retak
Kekuatan nominal dari baut angkur terhadap geser diberikan pada persamaan (2.3).
V
Rk,s= 0,5 As fuk (2.3)
Daya dukung geser yang dapat ditahan oleh baut angkur pada beton pada persamaan (2.4).
(2.4) Dimana:
dnom = diameter terluar baut angkur (mm)
hef = kedalaman efektif baut angkur (mm)
fck,cube = kuat desak beton karakteristik kubus 150 150 mm (N/mm2) k1 = 1,7 pada aplikasi beton retak
(51)
2.13 Finite Element
Finite element dibuat sebagai suatu pendekatan numerik untuk memperoleh
hasil dari suatu geometri. Suatu geometri yang kompleks dibagi atas beberapa elemen-elemen sederhana sehingga memudahkan proses pendekatan numeriknya. Tiap elemen memiliki masing-masing node yang terhubung dengan masing-masing elemen. Semakin banyak pembagian elemen-elemen yang dibuat maka semakin mendekati tingkat keakuratannya.
Pada Gambar 2.28 menunjukkan elemen garis dengan dua node yang dipakai pada elemen balok.
Gambar 2.28 Elemen garis
Pada Gambar 2.29 menunjukkan elemen dua dimensi dengan node pada sudut
elemen dan biasa digunakan pada plane stress/strain.
(52)
Pada Gambar 2.29 menunjukkan elemen tiga dimensi dalam bentuk ruang, mempunyai node sesuai dengan bentuk ruangnya.
Gambar 2.30 Elemen tiga dimensi
Pada Gambar 2.31 menunjukkan elemen triangular dan quadrilateral untuk kasus asimetris.
Gambar 2.31 Elemen triangular dan quadrilateral.
(Sumber : A first Course in Finite Element Method - Daryl L.Logan)
Pada kasus penelitian ini, penulis melibatkan tiga elemen material yaitu elemen beton, elemen baja dan besi beton. Pemodelan geometri pada program numerik ini harus tepat sesuai dengan elemen geometri yang kita gunakan. Geometri untuk
elemen beton pada kasus ini menggunakan elemen solid65, sedangkan geometri
(53)
2.3.1 Solid65
Solid65 digunakan pada geometri struktur tiga dimensi. Elemen solid65
digunakan pada pemodelan struktur dengan menggunakan tulangan maupun tidak menggunakan tulangan. Elemen ini dapat menentukan keretakan pada beton baik yang diakibatkan oleh tarik maupun kehancuran akibat tekan. Elemen ini dapat
digunakan pada pemodelan struktur beton dan komposit misalnya fiberglass, atau
material geologi. Elemen ini terdiri dari delapan node dan mempunyai tiga derajat kebebasan pada setiap node nya yaitu arah x, y dan z, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.32.
Gambar 2.32 Geometri elemen solid65
2.3.2 Solid45
Elemen solid45 ini juga digunakan pada geometri solid tiga dimensi. Elemen
solid45 juga mempunyai delapan node, dan setiap node nya mempunyai tiga derajat
kebebasan arah x, y dan z. Elemen solid45 biasanya digunakan untuk pemodelan
(54)
dan rangkak, kekakuan struktur, defleksi yang besar, dan kemampuan regangan yang besar, seperti yang terlihat pada Gambar 2.33.
Gambar 2.33 Geometri elemen solid45
2.14 Penelitian Terdahulu
Penulis menggunakan beberapa referensi penelitian terdahulu sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian baru berkaitan dengan peneliti sebelumnya dan juga sebagai bahan perbandingan analisa pada proses penulisan tesis ini.
Adapun referensi yang digunakan antara lain:
1. Iswandi (2013), Studi Eksperimental Perilaku Baut Geser Angkur
Pada Kolom Beton Akibat Beban Geser Murni. Dalam eksperimen ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas geser angkur yang disusun secara seri dan paralel, mengamati besarnya deformasi dan mekanisme keruntuhan yang terjadi. Susunan baut angkur yang dilakukan antara lain baut disusun dengan seri sebanyak 4 baut, paralel sebanyak 4 baut, dan kombinasi antara 2 baut secara seri dan 2 baut secara paralel.
(55)
Baut angkur yang disusun secara seri pada saat mencapai beban maksimum mengalami keruntuhan seperti terlihat pada Gambar 2.34.
Gambar 2.34 Pola keruntuhan pada spesimen BU1 : 4 baut (4 seri)
Gambar 2.35 Pola keruntuhan pada Gambar 2.36 Pola keruntuhan pada spesimen BU2 : 4 baut spesimen BU3 : 4 baut (4 paralel) (2 seri 2 paralel)
Pada Gambar 2.35 baut angkur disusun secara seri dan paralel, hasilnya baut angkur yang paling atas yang putus. Sedangkan pada Gambar 2.36 baut angkur yang disusun secara paralel, baut angkur pada saat kapasitas
alat jack hydraulic maksimum belum juga mengalami putus. Dari ketiga
(56)
semakin banyak susunan angkur diletakkan secara seri maka kemampuan menahan geser semakin kecil.
2. G. Appa Rao & B. Sundeep, Strength of Bonded Anchors in Concrete in
Direct Tension. Menganalisa tipe keruntuhan baut angkur pada beton dengan membuat variasi variable kekuatan beton, panjang angkur dan diameter angkur.
Untuk mode kegagalan, pembebanan dihentikan pada saat beton pecah. Beton pecah membentuk sudut 45 derajat pada kedalaman 50 mm, sedangkan pada kedalaman 100 mm dan 150 mm sudut pecah betonnya bervariasi sekitar 30-40 derajat.
Gambar 2.37 Pola keruntuhan beton membentuk sudut 450
dengan kedalaman baut 50 mm
Pada percobaan ini, dibuat modifikasi kekuatan betonnya yakni 45 Mpa, 52 Mpa dan 62 Mpa. Semakin meningkat kekuatan beton, maka daya memikul beban juga makin besar.
Untuk pengaruh kedalaman angkur, dibuat dengan panjang 50 mm, 100 mm dan 150 mm. Semakin dalam panjang angkur maka, kekuatan beban
(57)
tarik juga makin meningkat. Menurut metode CCD (Concrete Capacity
Design) beban daya dukung angkur meningkat sebagai fungsi hef1.5. Sesuai
dengan metode ACI 349, beban daya dukung angkur meningkat sebagai
fungsi dari hef2. Perbandingan hasil eksperimen dengan kedua metode CCD
dan metode ACI 349 sangat mirip.. Pada kedalaman 50mm, kekuatan yang lebih tinggi daripada yang diberikan oleh metode CCD dan laporan ACI-349. Namun, hasil eksperimen yang sangat dekat dengan yang ada pada metode CCD. Laporan ACI-349 sekitar 40-45%, sedangkan metode CCD beban daya dukung sekitar 25-30%. Pada kedalaman embedment yang lebih besar, kekuatan angkur jauh lebih dekat dengan metode CCD dengan deviasi dari 2 sampai 5%, sedangkan penyimpangan dari metode ACI-349 adalah 7 sampai 10%.
Pengujian dengan variasi diameter dilakukan dengan kedalaman angkur 150 mm dengan kekuatan beton 52 Mpa menggunakan diameter 20 mm dan 30 mm. Belum ada pengaruh yang signifikan dari diameter angkur. Metode CCD tidak menyebutkan pengaruh diameter pada kapasitas angkur, sedangkan metode ACI 349 untuk menentukan kapasitas angkur termasuk diameter angkur.
(58)
BAB III METODOLOGI
Adapun tahapan pengerjaan dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Y N Y Y N N Preprocessor General Postproc MULAI Program Numerik
Pembuatan Benda Uji
Beton Baja Besi Beton
Penyatuan Komponen Benda Uji
Push Out Test
Pengamatan Uji Laboratorium
Uji Uji
Deformasi Strain Stress
Output Solution
Perbandingan
Deformasi Tipe Keruntuhan
SELESAI
(59)
3.1 Desain Benda Uji
Sebelum membuat benda uji, ada baiknya benda uji tersebut direncanakan baik dalam dimensi penampang maupun sambungannya.
a. Jarak besi beton sebagai penghubung geserpada beton yang direncanakan
diadopsi dari jarak baut angkur dari Peraturan ETAG 001 Edition 1997;
Guideline for European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C : Design Methods for Anchorages, 2010.
Karena dalam pembuatan benda uji digunakan pemasangan besi beton dengan rangkaian paralel maka kita desain seperti pada Gambar 2.27. Tebal plat beton yang digunakan mempunyai tebal 200 mm, maka:
h < 1.5 c1 200 mm < 1.5 c1 c1> 133.33 mm
s2< 3 c1 s2< 3 (133.33 mm) s2< 400 mm
c2< 1.5 c1 c2< 1.5 (133.33 mm) c2< 200 mm
Pada pemasangan besi beton nantinya, akan digunakan epoxy sebagai
bahan aditif, untuk merekatkan antara besi beton dengan balok betonnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan produk dari DIA-KRESS yang sudah bersertifikasi.Untuk produk DIA-KRESS sendiri mempunyai aturan
persyaratan dalam perencanaan dengan menggunakan besi beton (rebar).
Adapun persyaratan-persyaratan tersebut mengacu pada Peraturan ETAG
001 Edition 1997; Guideline for European Techinal Approval of Metal Anchors for Use in Concrete; Annex C : Design Methods for Anchorages, 2010.
(60)
b. Perencanaan tegangan pada setiap elemen benda uji.
Digunakan profil baja WF 200 200 , web (t1)=12 mm ; flange (t2)=8 mm.
Tegangan desak pada pelat: d t n
P
plat
. . 2
Tegangan desak pada beton: d h n
P ef beton
. .
Tegangan geser pada baut:
n d P baut . 4 1 2 Keterangan:
P = beban (ton)
d = diameter baut besi beton (mm)
t2 = tebal flange profil baja
hef = kedalaman baut (mm)
n = jumlah baut
3.2 Analisa Numerik
Salah satu metodologi yang digunakan dalam penulisan tesis ini dengan menggunakan program numerik. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berupa beton, besi beton, dan baja. Ketiga bahan tersebut dimodelkan
dalam program numerik dengan menggunakan elemen solid sehingga membentuk
benda uji seperti yang diuji di laboratorium. Adapun beton diuji kuat tekan betonnya dan besi beton diuji kuat tariknya, sehingga hasil laboratorium yang diperoleh dapat dimasukkan ke program numerik untuk dieksekusi.
(61)
3.3 Pengujian Laboratorium
Di dalam pengujian laboratorium, ada perlunya sebelum melakukan pengujian kita mempersiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan selama proses pelaksanaan.
3.3.1 Persiapan Bahan Dan Peralatan
Bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dipersiapkan sebaik mungkin agar tidak menghambat proses pengujian benda uji nantinya.
3.3.1.1 Bahan Uji
Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk proses pengujian laboratorium antara lain:
1. Balok kubus K-300 dengan ukuran panjang 200 mm, lebar 300 mm dan
tinggi 400 mm sebanyak enam buah. Pembuatan benda uji slab beton dilakukan di laboratorium Universitas Sumatera Utara. Penulis membuat slab beton tanpa menggunakan tulangan, seperti terlihat pada Gambar 3.2.
(62)
2. Profil baja H-Beam 200 200 8 12 sebanyak 3 buah, dengan panjang yang bervariatif yakni 280 mm, 328 mm dan 389 mm, seperti terlihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Profil H-Beam digunakan sebagai benda uji
3. Besi beton dengan tipe BjTS (Baja Tulangan beton Sirip) dengan
diameter 8 mm yang sudah diulir pada bagian ujungnya sebagai tempat penempatan ring dan mur, sebanyak 36 buah, seperti terlihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Besi beton diameter 8 mm yang sudah diulir pada bagian ujungnya.
(63)
4. Epoxy sesuai kebutuhan.
5. Epoxy digunakan sebagai cairan yang bahan perekat antara beton
dengan besi betonnya, seperti terlihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Chemical anchor
3.3.1.2 Peralatan
Adapun alat-alat yang dibutuhkan saat proses pengujian berlangsung antara lain:
1. Frame baja
Frame ini berfungsi untuk menempatkan sampel pengujian yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.
(64)
2. Jack hydraulic
Alat ini mempunyai kapasitas pembebanan 23 Ton, berfungsi sebagai pemberi beban pada sampel ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Jack hydraulic
3. Dial Gauge
Dial Gauge dengan ketelitian 0.01 mm berfungsi untuk mengukur
deformasi, ditunjukkan pada Gambar 3.8.
(65)
4. Tirot, yang berfungsi sebagai alat kunci momen, sehingga pada saat pelaksanaan tidak terjadi momen seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Tirot
3.3.2 Pemeriksaan Benda Uji
Tujuan pemeriksan benda uji dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal masing-masing kekuatan dari benda uji yang akan digunakan pada percobaan laboratorium. Pada percobaan ini bahan yang diuji yakni:
1. Beton K-300, benda uji balok kubus sebanyak 6 buah ini diuji dengan
menggunakan alat tes uji tekan kubus yang ada di laboratorium Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Sample kubus yang diuji sebanyak 3 buah.
2. Besi beton, produk yang digunakan merupakan produk pabrikasi dari PT.
PUTRA BAJA DELI yang sesuai dengan Standard Nasional Indonesia. Besi beton yang digunakan berdiameter 8 mm. Besi beton diuji dengan menggunakan alat uji tes tarik yang ada di PT. PUTRA BAJA DELI.
(66)
Contoh hasil pengujian uji tes tarik besi beton dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Hasil pengujian laboratorium pada besi beton
3.3.3 Pembuatan Benda Uji
Benda uji yang dibuat terdiri dari tiga buah benda uji dengan jarak besi beton yang berbeda-beda. Masing-masing benda uji terdiri dari dua buah kubus ukuran 200 mm 300 mm 400 mm yang diapit oleh profil baja H-Beam dengan panjang bervariasi yakni 280 mm, 328 mm dan 389 mm. Sebagai penghubung antara kedua balok beton dengan profil baja H-Beam tersebut digunakanlah besi beton sebagai
penghubung geser yang berdiameter 8 mm. Seperti terlihat pada Gambar 3.11 benda
uji terlihat tampak atas.
(67)
. Pada Gambar 3.12 ketiga benda uji dengan jarak antara baut yang berbeda-beda, dimana benda uji 1 jarak antara bautnya sebesar 40 mm, benda uji 2 sebesar 64 mm, dan benda uji 3 sebesar 96 mm.
Gambar 3.12 Ketiga benda uji; a. jarak antara baut 40 mm, b. jarak antara baut 64 mm, c. jarak antara baut 96 mm
Proses pembuatan balok kubus K-300 dilakukan pengecoran di laboratorium Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara dan diambil tiga buah sample kubus untuk diuji dengan menggunakan tes uji tekan kubus beton. Hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Setelah pengecoran beton K-300 sudah mencapai 28 hari, maka beton bisa digunakan untuk penyatuan menjadi benda uji.Beton K-300 tersebut di lubangi sesuai
dengan marking yang telah ditentukan jaraknya masing-masing.Tahap selanjutnya,
beton yang sudah dilubangi dibersihkan dengan alat blower. Hal ini bertujuan agar
(68)
nantinya mempunyai daya rekat yang tinggi antara beton dengan besi betonnya.
Setelah dipastikan lubang sudah bersih, dilakukan injeksi epoxy (type MF-EX2
360 ml high strength epoxy).
Kemudian dilakukan penyatuan menjadi benda uji, salah satu kubus dengan
baja yang sudah dilubangi juga sesuai marking yang telah ditentukan, beserta besi
beton disatukan.Setelah menunggu sekitar 2 jam, epoxy sudah mulai mengering lalu
dilakukan injeksi epoxy pada balok beton kedua, lakukan penyatuan balok beton
pertama, baja H-Beam, besi beton di kedua sisi dan balok beton kedua. Tunggu
proses pengeringan epoxy pada beton kubus kedua. Benda uji siap untuk diuji
Push-out Test, seperti yang terlihat pada Gambar 3.13.
Gambar 3.13 Contoh benda uji setelah dirangkai
3.3.4 Metode Pengujian
Pengujian dilakukan di laboratorium struktur Program Magister Universitas
Sumatera Utara.Bahan uji yang telah disiapkan, diletakkan ke dalam frame untuk
dilakukan push-out test. Dimulai dari benda uji yang memiliki jarak besi beton s = 40
(69)
mm dan terakhir benda uji dengan jarak besi beton s = 96 mm. Pembacaan beban diberikan bertahap sebesar 500 kg hingga mencapai keruntuhan terjadi pada besi
betonnya dan pembebanan dihentikan. Dial gauge dipasang pada setiap besi beton
untuk mengamati deformasi yang terjadi disetiap besi beton dan pada setiap tahapan
pembebanan. Tetapi karena keterbatasan dial gauge yang tersedia hanya 8 (delapan)
buah, maka yang terpasang hanya didelapan besi beton. Kemudian diberi beban
secara bertahap dengan menggunakan alat jack hydraulic, hingga mencapai beban
batas. Pengujian ini dilakukan hal yang sama untuk ketiga benda uji. Perletakan benda uji dapat dilihat seperti Gambar 3.14.
Gambar 3.14 Frame baja sebagai tempat dudukan benda uji
3.3.5 Hasil Pengujian
Dari hasil pengujian ini, akan diamati dan dicatat diantaranya:
(70)
b. Deformasi yang terjadi.
c. Urutan besi beton yang runtuh.
3.3.6 Output Data
Output data yang dibuat untuk mengamati hasil pengujian di atas yakni dalam
bentuk seperti tabel pada Gambar 3.15.
HASIL PENGUJIAN
Nama benda uji : ……….
Kuat tekan beton (fc’) : ……….
No Gaya
Tekan (P)
Deformasi (mm) KET
kg 1 2 3 4 5 6 7 8
1 500
2 1000
3 1500
4 2000
5 2500
46 23000
(71)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Numerik
Dalam menganalisa memakai program numerik ada tahapan yang perlu
dilakukan yakni:
1. Preprocessor
a. Element type, pemilihan jenis elemen yang akan dimodelkan.
b. Material properties, pemilihan material untuk masing-masing elemen.
c. Modeling, penggambaran benda uji sebagai model yang akan dianalisa.
d. Meshing, pembagian elemen-elemen menjadi beberapa elemen kecil.
e. Contact Element, mengatur kontak antara beberapa material.
f. Constrain, menentukan derajat kebebasan dalam pemodelan benda uji.
g. Coupling/Ceqn, menentukan titik node suatu elemen.
h. Loads, menentukan berat sendiri model apakah termasuk dianalisa atau
tidak.
2. Solution
a. Analysis Type, mengatur time stepping beban yang diinginkan.
b. Define Loads, menentukan jenis-jenis beban yang akan diberikan.
c. Solve, proses eksekusi dari program yang akan menghasilkan output.
3. General Postproc
a. Read Results, membaca hasil output dari program.
(72)
4.1.1 Preprocessor
Ada beberapa tahapan dalam input data pada preprocessor diantaranya yaitu:
4.1.1.1 Element type
Jenis elemen yang digunakan untuk material beton yakni “solid
concrete65”.
Jenis elemen yang digunakan untuk material baja yakni “solid45”.
Jenis elemen yang digunakan untuk material besi beton yakni “solid45”.
4.1.1.2 Material Properties
a. Untuk material beton digunakan:
Berat jenis = 2.4e-6 kg/mm3
Mutu beton (f‟c) = 32.296 Mpa
Elastisitas =
=
= 26709.90 Mpa
Poison ratio = 0.2
Uniaxial cracking stress =
=
(73)
b. Untuk material baja
Berat jenis = 7.85e-6 kg/mm3
Elastisitas = 200000 Mpa
Grafik hubungan strain-stress dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik hubungan strain-stress pada baja
c. Untuk material besi beton
Berat jenis = 7.85e-6 kg/mm3
Elastisitas (E) =
=
= 11500 Mpa
Tegangan dan regangan besi beton diperoleh dari hasil laboratorium uji tarik besi beton yang dapat dilihat pada
(74)
Lampiran 2. Grafik hubungan strain-stress pada besi beton dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik hubungan strain-stress pada besi beton
4.1.1.3 Modeling
Pemodelan benda uji dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
(75)
4.1.1.4 Meshing
Setelah pemodelan selesai dilakukan, tahapan selanjutnya dilakukan
proses meshing benda uji. Meshing yang diguunakan terdapat dua
elemen terdiri dari elemen segiempat dan elemen segitiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Meshing benda uji
4.1.1.5 Contact Element
Dalam kasus ini, ada empat buah kontak elemen yang akan dibuat yakni:
1. Permukaan elemen baja dengan permukaan elemen beton.
2. Elemen beton yang dilubangi dengan permukan elemen besi
beton.
3. Elemen baja yang dilubangi dengan permukaan elemen besi beton.
(76)
4.1.1.6 Constrain
Pada elemen baja, constrain diletakkan pada kedua sayap baja, dengan
nilai Ux, Uz = 0, hanya arah Y deformasi yang bekerja, seperti yang terlihat
pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Constrain pada elemen baja
Pada elemen beton, constrain diletakkan pada bagian bawah beton,
dengan nilai Ux, Uy, Uz = 0, seperti yang terlihat pada Gambar 4.6.
(77)
Pada elemen besi beton, constrain diletakkan pada kedua ujung dan bagian
tengah, dengan nilai Ux, Uy, Uz = 0, seperti yang terlihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Constrain pada elemen besi beton
4.1.1.7 Coupling/Ceqn
Fungsinya untuk meletakkan beban terpusat dengan mencari nomor node terkecil dari elemen yang terdapat pada permukaan atas baja.
4.1.1.8 Loads
Karena berat sendiri dari masing-masing elemen termasuk dalam perhitungan analisa maka diberikan beban sendiri terhadap struktur tersebut.
4.1.2 Solution
Setelah proses input data secara keseluruhan telah dilakukan, kemudian ke
(78)
4.1.2.1 Define Loads
Untuk meletakkan beban terpusat pada node terkecil di permukaan atas baja. Beban yang dimasukkan sebesar 25 ton.
4.1.2.2 Analysis Type
Untuk mengatur time step pembeban yang diinginkan. Dalam program
numerik ini diberikan beban bertahap setiap 5000 kg untuk mempermudah proses run.
4.1.2.3 Solve
Setelah proses-proses di atas tidak ada yang mengalami error maka
untuk tahapan terakhir, kita akan mengeksekusi program ini dengan
mneggunakan perintah solve.
4.1.3 Ouput
Setelah melakukan program dieksekusi, maka diperoleh hasil analisa dari program numerik ini. Hasil program numerik menjadi pembanding dengan hasil uji
laboratorium yang akan dilakukan. Output yang dihasilkan dari program numerik ini
berupa kurva dan gambar dari deformasi, von mises stress, dan pola keretakan. Hasil
yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dalam hal ini, kurva yang dihasilkan berupa kurva antara time stepping dengan
nilai deformasinya. Sehingga, penulis merasa perlu mengkonversikan grafik tersebut ke dalam kurva antara beban dengan nilai deformasinya.
(79)
Gambar 4.8 menunjukkan hubungan grafik antara beban dengan deformasinya. (a) (b)
(c)
0 0.1 0.2 0.30 50000 100000 150000 200000 250000
D e for m asi (m m ) Beban (N)
Deformasi Vs Beban Pada Benda Uji 1-Numerik
Besi beton 1 Besi beton 2 Besi beton 3
0 0.1 0.2 0.3 0.4
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000
B e b an ( N ) Deformasi (mm)
Deformasi Vs Beban Pada Benda Uji 2-Numerik
Besi beton 1 Besi beton 2 Besi beton 3
0 0.1 0.2 0.3 0.4
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000
D e for m asi (m m ) Beban (N)
Deformasi Vs Beban Pada Benda Uji 3-Numerik
Besi beton 1 Besi beton 2 Besi beton 3
Gambar 4.8 Hubungan grafik antara beban dengan deformasi secara numerik (a) benda uji 1 (b) benda uji 2 (c) benda uji 3
(80)
Gambar 4.9 menunjukkan hubungan grafik antara beban dengan von mises
stress nya.
(a) (b)
(c)
0 5 10 15 200 50000 100000 150000 200000 250000
v o n m ises str e ss (M p a) Beban (N)
Von Mises Stress Vs Beban Pada Benda Uji 1-Numerik
Besi beton 1
Besi beton 2
Besi beton 3
0 5 10 15 20
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000
Vo n m ises str e ss (M Pa) Beban (N)
Von Mises Stress Vs Beban Pada Benda Uji 2-Numerik
Besi beton 1 Besi beton 2 Besi beton 3
0 5 10 15 20
0 50000 100000 150000 200000 250000 300000
Vo n m ises str e ss (M p a) Beban (N)
Von Mises Stress Vs Beban Pada Benda Uji 3-Numerik
Besi beton 1 Besi beton 2 Besi beton 3
Gambar 4.9 Hubungan grafik antara beban dengan von misese stress (a) benda
(81)
Gambar 4.10 menunjukkan deformasi yang terjadi. Pada bagian ujung besi betonnya terlihat sudah leleh. Dalam hal ini kekuatan beton lebih tinggi dari pada besi betonnya sehingga besi beton yang pertama sekali putus, kemudian disusul dengan retak beton pada bagian permukaan beton yang dekat dengan besi betonnya.
(a)
(b)
Gambar 4.10 Deformasi yang terjadi pada salah satu benda uji (a) deformasi pada benda uji (b) deformasi pada besi beton
(82)
Gambar 4.11 menunjukkan pola retak salah satu benda uji yakni benda uji 1 dengan jarak antar bautnya sebesar 40 mm.
Gambar 4.11 Pola retak pada salah satu benda uji
4.2 Eksperimental
Tahapan yang dilakukan dalam melakukan uji laboratorium dalam penelitian ini dimulai dari pemeriksaan kekuatan bahan-bahan benda uji sampai benda uji siap untuk diuji dan dilakukan pengamatan terhadap benda uji.
4.2.1 Pengujian Kuat Tekan Beton
Beton yang digunakan sebagai bagian dari benda uji, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian terhadap kuat tekannya. Sampel yang diambil untuk pengujian kuat tekan beton terdiri dari tiga buah kubus dengan ukuran (15 15 15) cm. Sampel kubus diuji pada umur 42 hari. Pengujian dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas
(83)
Teknik Jurusan Teknik sipil Universitas Sumatera Utara. Adapun hasil pengujian dari laboratorium dapat dilihat pada resume Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Resume hasil pengujian kokoh tekan beton
No Nomor Benda Uji Kokoh Tekan (kg/cm2)
1 2 3 Sampel I Sampel II Sampel III 324.44 328.89 315.56
Rata-rata 322.96
4.2.2 Pengujian Kuat Tarik Besi Beton
Besi beton yang digunakan merupakan produk dari PT. PUTRA BAJA DELI yang bersertifikasi Standard Nasional Indonesia (SNI). Namun demikian, besi beton yang berfungsi sebagai penghubung geser ini, harus diuji secara laboratorium. Besi beton yang penulis gunakan diuji pada Laboratorium PT. PUTRA BAJA DELI. Besi beton yang diuji terdiri dari tiga buah sampel. Adapun hasil pengujian dapat dilihat pada resume Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Resume hasil pengujian kuat tarik besi beton
Spesimen Area (mm2)
Yield Load (kN) Max Force (kN) Yield Stress (N/mm2)
Tensile Strength (N/mm2)
Elongation (%)
DB 8 SNI A 50.27 23.24 29.74 462 592 28
DB 8 SNI B 50.27 23.28 29.98 463 596 26.5
DB 8 SNI C 50.27 23.10 29.72 460 591 31.5
(84)
4.2.3 Pengujian Pust-Out Test
Pengujian untuk ketiga benda uji dilakukan dengan pengujian push-out test.
Benda uji yang sudah dirangkai akan diberikan pembebanan secara bertahap dengan
500 kg dengan menggunakan jack hydraulic, hingga mencapai besi beton akan
mengalami putus yang pertama sekali. 4.2.3.1 Benda Uji 1
Pada benda uji 1, baja yang diapit oleh kedua balok beton dan dihubungkan dengan besi beton dengan jarak antara besi betonnya 40 mm. Dirangkai seperti ditunjukkan pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Rangkaian benda uji 1 dengan jarak antara besi betonnya 40 mm
Karena keterbatasan alat ukur dial gauge yang jumlahnya hanya 8 (delapan)
buah, sehingga penulis meletakkannya di bagian kanan dengan nomor 1,2,3,4,5,6 dan di bagian kiri dengan nomor 7 dan 12.
Kemudian pembebanan diberikan secara bertahap, setiap 0.5 ton lalu
(85)
kondisi ultimate. Pada saat beban yang diberikan sebesar 20.0 ton, besi beton nomor 1 mengalami putus seperti ditunjukkan Gambar 4.13.
Gambar 4.13 Besi beton nomor 1 mencapai kondisi ultimate
Pembebanan bertahap dilanjutkan, sehingga pada saat beban yang diberikan sebesar 21.5 ton, besi beton nomor 2 mengalami putus. Dan pada saat beban mencapai 22 ton, besi beton nomor 3 menyusul putus.
Gambar 4.14 Ketiga besi beton pada benda uji 1 yang sudah mencapai
kondisi ultimate
4.2.3.2 Benda Uji 2
Pada benda uji 2, baja yang diapit oleh kedua balok beton dan dihubungkan dengan besi beton dengan jarak antara besi betonnya 64 mm.
(86)
Karena keterbatasan alat ukur dial gauge yang jumlahnya hanya 8 (delapan) buah, sehingga penulis meletakkannya di bagian kanan dengan nomor 1,2,3,4,6 dan
di bagian kiri dengan nomor 10,11,12. Bagian kanan nomor 5 tidak dipasang dial
gauge karena besi beton tidak bisa dikunci dengan kuat oleh plat tipis dan murnya.
Kemudian pembebanan diberikan secara bertahap, setiap 0.5 ton lalu
dilakukan pembacaan dial gauge. Pembebanan dilakukan hingga besi beton mencapai
kondisi ultimate. Pada saat beban yang diberikan sebesar 22.0 ton, besi beton
nomor 1 mengalami putus. Pembebanan bertahap dilanjutkan, sehingga pada saat beban yang diberikan sebesar 22.5 ton, besi beton nomor 2 mengalami putus. Dan pada saat beban mencapai 23.0 ton, besi beton nomor 3 menyusul putus. Hal ini terjadi disebabkan beban tidak sentris, sehingga besi beton dengan nomor 1,2 dan 3 yang mengalami putus.
Keretakan yang terjadi lebih sedikit jika dibandingkan dengan benda uji 1, faktor mutu beton yang tinggi dan semakin jarangnya jarak antar besi beton mempengaruhi keretakan yang terjadi pada permukaan beton.
Gambar 4.15 Ketiga besi beton pada benda uji 2 yang sudah mencapai
(87)
4.2.3.3 Benda Uji 3
Pada benda uji 3, baja yang diapit oleh kedua balok beton dan dihubungkan dengan besi beton dengan jarak antara besi betonnya 96 mm.
Karena keterbatasan alat ukur dial gauge yang jumlahnya hanya 8 (delapan)
buah, sehingga penulis meletakkannya di bagian kanan dengan nomor 1,2,3,4,5,6 dan di bagian kiri dengan nomor 10,12.
Kemudian pembebanan diberikan secara bertahap, setiap 0.5 ton lalu
dilakukan pembacaan dial gauge. Pembebanan dilakukan hingga besi beton mencapai
kondisi ultimate namun karena kapasitas alat jack hydraulic hanya mampu
memberikan beban maksimum sebesar 23 ton, maka pembebanan dihentikan. Untuk benda uji 3 ini, pembebanan maksimum sudah dilakukan tetapi besi beton belum juga putus.
Keretakan yang terjadi hampir tidak kelihatan, yang disebabkan karena semakin jarangnya jarak antara baut. Hal ini juga yang menyebabkan besi beton tidak mengalami putus, karena distribusi beban dan faktor jarak yang mempengaruhinya.
(1)
Pembersihan lubang dari sisa debu dengan menggunakan blower
(2)
Proses penyatuan benda uji
(3)
Proses pengangkatan benda uji ke frame dudukan benda uji
(4)
Perletakan dial gauge pada benda uji
(5)
Hasil pengetesan uji laboratorium untuk s=40 mm
(6)
Hasil pengetesan uji laboratorium untuk s=96 mm