Guruh Soekarnoputra dan Jokowi pdf

Guruh Soekarnoputra dan Jokowi
Oleh Satrio Arismunandar

Mengeritik Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bukanlah hal tabu, karena
Jokowi adalah manusia biasa yang bisa salah, bisa keliru, dan bisa saja menyimpang. Jokowi
bukan nabi dan bukan malaikat. Jokowi sendiri juga figur yang tahu diri. Ia tidak pernah
menolak dikritik oleh siapapun. Di negara demokrasi ini, semua orang bebas mengeritik dan
bebas untuk dikritik.
Maka, tidak ada yang salah ketika putra bungsu Bung Karno dan politisi PDI Perjuangan
Guruh Soekarnoputra menilai, Jokowi selaku kader PDI-P belum layak menjadi calon presiden.
Menurut Guruh, Jokowi masih harus banyak belajar dan menyelesaikan tugasnya sebagai
pemimpin Ibu Kota.
"Tapi itu murni pendapat saya pribadi. Jangan dibuat seolah-olah ada yang
mengendalikan saya. Tidak ada satu partai pun atau organisasi atau pihak mana pun yang bisa
mengendalikan saya," kata Guruh, di Jakarta, 25 Oktober 2013.
Menurut anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat RI ini, untuk menjadi presiden,
seseorang harus memiliki wawasan luas. Tak sebatas permasalahan di dalam negeri, tetapi juga
permasalahan internasional. Dalam hal ini, Jokowi dianggap belum menguasainya.
Sebetulnya sah-sah saja jika Guruh berpendapat begitu. Namun, yang saya kritisi dari
sikap Guruh adalah pendekatannya yang tidak memberi solusi dan alternatif pilihan buat rakyat.
Pasalnya, sebelum menilai Jokowi, Guruh sempat mengatakan, saat ini tak ada sosok yang cocok

untuk maju sebagai calon presiden."Enggak ada (calon presiden yang cocok). Seluruh Indonesia
ini enggak ada," kata Guruh.
Ketika ditanya tentang kakaknya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati
Soekarnoputri, yang termasuk salah satu kandidat kuat capres, menurut Guruh, Megawati
sebaiknya tak lagi mencalonkan diri. Masanya sudah lewat.
Tentang putri Mega, Puan Maharani, dianggap Guruh masih terlalu muda dan belum
memiliki modal dan pengalaman yang cukup. Sedangkan tentang putra Megawati, Prananda
Prabowo, Guruh mengaku belum mendengar adanya rencana PDI Perjuangan untuk mengusung
Prananda di 2014. "Kami enggak punya calon. Jangankan di PDI-P, di Indonesia menurut saya
enggak ada," ujarnya.
1

Lho, kalau semua calon ditolak, bagaimana dong? Jokowi dianggap belum pantas dan
belum mampu. Semua yang lain juga dianggap tidak layak. Bahkan, Megawati sendiri dianggap
“masanya sudah berlalu.” Lantas siapa yang akan memimpin Indonesia mulai 2014? Apakah
Presiden SBY harus diminta meneruskan memimpin Indonesia untuk masa jabatan ketiga (yang
artinya melanggar konstitusi UUD „45)? Yang benar saja!
Masa dari 250 juta rakyat Indonesia ini tidak ada satu pun yang layak jadi Presiden RI?
Mendiang Bung Karno, kalau saat ini masih hidup, pastilah akan menangis melihat nasib
bangsanya, yang dianggap begitu tidak mampu. Apakah kita harus mengimpor orang Amerika,

untuk dijadikan Presiden RI?
Cara penyikapan Guruh, menurut saya, cenderung pesimistis dan tidak menawarkan
solusi apapun pada rakyat. Bukankah Bung Karno sendiri, ketika didaulat menjadi Presiden RI
tahun 1945, juga belum berpengalaman menjadi pemimpin negara? Malah Indonesia sendiri baru
lahir sebagai negara!
Namun, ada hal positif dari komentar Guruh. Putra Bung Karno yang menggeluti dunia
seni ini menyatakan, tidak ada keharusan bagi PDI Perjuangan untuk mengusung calon presiden
dari keturunan Soekarno. Untuk menjadi pemimpin, katanya, tidak ada kaitan dengan faktor
keturunan. Artinya apa? Saya menyimpulkan: Jokowi, meskipun bukan “anak biologis” atau
“keturunan darah biru” Soekarno, masih berpeluang dimajukan sebagai kandidat Capres oleh
PDI-P.
Yang lebih penting dari status “anak biologis,” adalah “anak ideologis.” Presiden RI
mendatang harus mewarisi “darah ideologis” Bung Karno, yang menekankan pemihakan penuh
pada kepentingan rakyat, menghidupkan lagi semangat nasionalisme dan kebangsaan yang kini
tampak mulai pudar. Saya percaya, Jokowi mewarisi “darah ideologis” Bung Karno dan karena
itu ia layak dimajukan sebagai calon presiden 2014.
Jakarta, 30 Oktober 2013

Biodata Penulis:
* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI (1995-97),

anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian
Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli 2012), dan
Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan
Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.

Kontak Satrio Arismunandar:
E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com
Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com
Mobile: 081286299061
2