Kisaran Preferensi Suhu dan Makanan

A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hewan merupakan mahkluk hidup heterotrof yang sumber makanannya
sangat tergantung dengan organisme lain sebagai sumber pakannya. Pakan hewan
dapat berupa tumbuhan atau disebut hewan herbivora, atau dapat berupa hewan atau
yang disebut karnivora, serta dapat pula memakan tumbuhan juga hewan atau yang
dkenal dengan omivora (pemakan segala).
Sumber pakan bagi hewan tidaklah selalu tersedia dalam jumlah yang
melimpah, terkadang karena beberapa faktor seperti cuaca, dapat menyebabkan
sumber pakan jenis hewan tertentu berkurang ketersediaanya atau keberadaannya
di alam. Jika hal ini terjadi, hewan tersebut cenderung untuk mencari pakan baru
untuk mengganti pakan aslinya. Biasanya, peralihan preferensi pakan ini digantikan
oleh jenis pakan yang hampir sama, baik rasa maupun aromanya walau berasal dari
spesies yang berbeda.

1.2 Tujuan Praktikum
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan diadakannya praktikum
kali ini adalah
1. Untuk mengetahui kisaran preferensi suhu pada ikan guppy (Poecilia
reticulata) serta
2. Untuk mengetahui kisaran preferensi makanan pada jangkrik (Gryllus

asimilis).
1.3 Dasar Teori
Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak
dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organorgan ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Scott, 1999). Secara
keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa jenis species
mampu hidup di suhu air mencapai 29oC, sedangkan jenis lain dapat hidup pada
suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual umumnya
terbatas (Reynolds, 1992). Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu
relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Sumarwoto, 1926).

Suhu merupakan faktor yang penting dalam ekosistem perairan. Kenaikan
suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu
(Jourdan, J. 2014). Menurut Goreau (2013) air memiliki beberapa sifat termal yang
unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat daripada udara.
Selanjutnya Goreau menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah
di dalam air daripada udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama. Oleh
karena itu, makhluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit.
Menurut Benfey (1997), pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses
metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh
seperti kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada

tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat
mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan.
Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling
penting yang menentukan “kekuatan keturunan” dan daya tahan larva pada spesiesspesies ikan yang paling penting secara komersil (Chervinski, 1984). Poecilia
reticulata memiliki toleransi ekologi yang luas: eurythermal, euryhaline, dan
hipoksia toleran. Poecilia reticulata dapat bertahan hidup pada suhu air sampai 32oC
(Jourdan, J. 2014), dengan toleransi terbatas pada suhu yang lebih tinggi hingga
36oC (Goreau, 2013).
Kesukaan hewan terhadap pakannya sangat tergantung kepada jenis dan
jumlah pakan yang tersedia. Bila jumlah pakan yang tersedia tidak sebanding
dengan jumlah pakan yang dibutuhkan, perpindahan kesukaan terhadap jenis pakan
dapat terjadi. Preferensi makanan dapat diamati melalui percobaan-percobaan
dengan kondisi terkontrol, faktor biotik dan abiotik di lingkungan alam tersebut
dapat mengubah aspek kualitatif dan kuantitatif makanan yang dikonsumsinya
(Campbell, 2000).
Kesukaan atau yang dikenal dengan preferensi hewan spesifik dari suatu
jenis, namun dapat berubah oleh pengalaman. Preferensi berarti bahwa jenis
makanan itu lebih diperlukan dibaningkan jenis makanan lain yang terdapat di
lingkungan. Preferensi hewan terhadap suatu jenis makanan tertentu sifatnya tetap
dan pasti, tidak dipengaruhi oleh ketersediaannya di lingkungan (Starr, C., et all.,

2009).

Anakan jangkrik umur 1-10 hari diberikan Voor (makanan ayam) yang
dibuat dari kacang kedelai, beras merah dan jagung kering yang dihaluskan. Setelah
vase ini, anakan dapat mulai diberi pakan sayur-sayuran disamping jagung muda
dan gambas. Sedangkan untuk jangkrik yang sedang dijodohkan, diberi pakan
antara lain : sawi, wortel, jagung muda, kacang tanah, daun singkong serta ketimun
karena kandungan airnya tinggi. Bahkan ada juga yang menambah pakan untuk
ternak yang dijodohkan anatar lain : bekatul jagung, tepung ikan, ketan hitam,
kuning telur bebek, kalk dan beberapa vitamin yang dihaluskan dan dicampur
menjadi satu (Erniwati, 2012).

B. Metode Praktikum
Alat dan Bahan :
1. Poecilia reticulata (ikan guppy) 15 ekor
2. Gryllus asimilis (jangkrik) 15 ekor
3. Box preferendum
4. Preferendum makanan
5. 4 macam makanan jangkrik
6. Air dingin dengan suhu 18oC

7. Air panas dengan suhu 30Oc
8. Termometer
9. Stopwatch
10. Alat Tulis
Cara Kerja :
Kisaran Preferensi Suhu Poecilia reticulata:

Mempersiapkan box preferendum,

Mengisi box preferendum (zona air

Kemudian mengisi zona 1,2, dan 3

dingin dengan aie es dengan suhu

Dengan menggunakan air kran.

18oC.

Mengisi box preferendum bagian air panas


Mengukur suhu di zona dingin

Dengan air hangat dengan suhu 30oC.

dan panas agar tetap konstan
Yakni 18oC dan 30oC.

Memasukkan ikan guppy ke dalam

Terakhir, mengukur suhu akhir

Zona netral (zona 1,2,dan 3). Lalu,

pada zona 1, 2, dan 3.

Mengamati pergerakannya tiap 3
Menit sekali selama 9 menit.

Praktikum Kisaran Preferensi Makanan pada jangkrik (Gryllus asimilis)


Mempersiapkan preferendum makanan,

Menempatkan keempat jenis

Jangkrik, serta 4 jenis pakan jangkrik.

Pakan jangkrik pada masingMasing sisi preferendum
Makanan.

Menutup bagian tengah preferendum

Memasukkan 15 ekor jangkrik

Makanan, berfungsi untuk membang-

ke dalam preferendum makanan.

Kitkan aroma keempat jenis pakan.


Mengamati tiap 5 menit sekali selama
15 menit, jumlah ekor jangkrik yang
Menghampiri jenis pakan yang disediakan.

C. Pembahasan
Pada praktikum pengamatan kisaran preferensi suhu pada ikan guppy
(Poecilia reticulata) didapatkan hasil bahwa jenis ikan ini sangat mudah dalam
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Dari hasil ujicoba dengan menggunakan box
preferendum pada uji kisaran preferensi suhu, hasil ini memperlihatkan bahwa ikan
guppy lebih menyukai suhu hangat daripada suhu dingin. Hal ini terbukti dari 9
menit pengujian yang dilakukan pengamatan tiap 3 menit, ikan guppy cenderung
suka pada zona 3 yang mempunyai kisaran suhu 26oC. Adanya hasil ini sesuai
dengan dasar teori (Jourdan, J. 2014), yang menyebutkan bahwa Poecilia reticulata
dapat bertahan hidup pada suhu air sampai 32oC dengan toleransi terbatas pada suhu
yang lebih tinggi hingga 36oC (Goreau, 2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi
hal ini sangat bermacam-macam, diantaranya kemungkinan kurangnya oksigen
pada lingkungan tersebut. Disaat suhu dingin, maka jumlah oksigen pada area
tersebut akan berkurang, apalagi dengan jumlah individu (dalam hal ini ikan guppy)
yang tidak sedikit. Suhu air sangat berperan dalam kenyamanan ikan. Selain itu
faktor yang mempengaruhi yaitu faktor stress ikan. Ikan yang telah berpindah dari

habitat asli akan cenderung mengalami stress apabila dipindah ke habitat lain,
apalagi jika diamati secara terus menerus. Faktor lainnya yaitu adanya tekanan dari
pihak praktikan saat melakukan praktikum. Guncangan kecil atau kegiatan kami
mengamati ikan-ikan tersebut secara terus menerus dengan jarak yang dekat atau
terlalu dekat dapat membuat ikan-ikan kaget dan kemudia berpindah dari satu
tempat ke tempat lain yang dirasa aman.
Pada praktikum kisaran preferensi makanan jangkrik (Gryllus asimilis),
disediakan 4 macam makanan jangkrik yang meliputi wortel, cabe rawit, roti, dan
sawi putih. Pada pengamatan 5 menit pertama, 3 ekor jangkrik diketahui tidak
menghampiri makanan. Hal ini dikarenakan mungkin jangkrik berusaha mencari
jenis pakan asli dari keempat jenis pakan yang tersedia. Pada 5 menit kedua yaitu
menit ke 10, jangkrik telah menghampiri jenis pakan yang tersedia, namun
persebarannya tidak merata. Hingga pada menit terakhir yaitu menit ke-15, didapati
hasil bahwa jangkrik memiliki kisaran preferensi makanan terhadap jenis makanan
sawi putih dan roti. Hal ini mungkin disebabkan karena jenis pakan tersebut
merupakan jenis pakan asli jangkrik tersebut, sehingga jangkrik cenderung

menghampiri jenis pakan tersebut sebagai makanannya. Hal ini sesuai dengan teori
dari Erniwati (2012) yang menyebutkan bahwa anakan jangkrik umur 1-10 hari
diberikan Voor (makanan ayam) yang dibuat dari kacang kedelai, beras merah dan

jagung kering yang dihaluskan, setelah vase ini, anakan dapat mulai diberi pakan
sayur-sayuran disamping jagung muda dan gambas.

D. Kesimpulan dan Saran
 Kesimpulan:
1. Dari percobaan uji preferensi suhu pada ikan guppy (Poecilia reticulata),
disimpulkan bahwa ikan guppy lebih senang pada suhu hangat dibanding
suhu dingin. Hal ini kemungkinan dikarenakan kurangnya kadar oksigen
pada lingkungan tersebut. Disaat suhu dingin maka oksigen akan semakin
berkurang, apalagi dengan jumlah individu yang tidak sedikit pada
lingkungan tersebut.
2. Pada hasil percobaan uji preferensi makanan pada jangkrik (Gryllus
asimilis), dapat disimpulkan bahwa jangkrik memiliki kisaran preferensi
terhadap jenis makanan sawi putih dan roti. Hal ini disebabkan jenis pakan
tersebut merupakan jenis pakan alami dari jangkrik tersebut. Selain itu, 2
jenis pakan lainnya yang kurang diminati jangkrik, dari segi aroma asli dan
kadar air jenis makanan yang sudah tidak asli juga akan mengurangi tingkat
kesukaan jangkrik terhadap jenis pakan tersebut.
 Saran : Waktu pelaksanaan praktikum bab kisaran preferensi suhu dan
makanan ini terlalu singkat. Hal ini menjadi tidak efektif untuk kegiatan

pengamatan, karena pengamatan preferensi makanan terutama akan lebih valid
jika hasil pengamatan dilihat setelah beberapa jam pengamatan agar benarbenar dapat mengetahui tingkat kesukaan hewan terhadap suatu jenis pakan.

E. Daftar Pustaka

Benfey, T.J. et all. 1997. Critical Thermal Maxima of Diploid And Triploid Book
Chaar, Salventinus Vontinalis. Environmental Biology of Fishes. 49(1):
259-264.
Campbell, Reece, Mitchell. 2000. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Chervinski J. 1984. Salinity Tolerance of The Guppy, Poecilia reticulata. Journal
of Fish Biology. Vol. 24(4): 449-452.
Erniwati. 2012. Biologi Jangkrik (Orthoptera: Gryllidae) Budidaya dan
Peranannya. Fauna Indonesia. Vol 11 (2) Desember 2012 : 10 -14.
Masyarakat Zoologi Indonesia.
Goreau T.J. et all. 2013. Innovative Methods of Marine Ecosystem Restoration.
CRC Press.
Jourdan, J. 2014. On the natural history of an introduced population of guppies
(Poecilia reticulata Peters, 1859) in Germany. Journal Compilation
REABIC. Vol. 3 (3) :1-10. BioInvasion Record.
Reynolds J.D. and Gross M. R. 1992. Female Mate Preference Enhances Offspring

Growth And Reproduction In A Fish Poecilia reticulata. Proceedings of
The Royal Society London B. Vol 250: 57-62.
Scott, P. 1999. Livebearing Fishes (Fishkeeper Guides). USA. Internet
Publishing.
Starr. C., et all. 2009. Biologi (Kesatuan dan Keragaman Makhluk Hidup) Edisi
12 Buku 2. Jakarta: Salemba Teknika
Sumarwoto, Otto. 1926. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Edisi
9. Jakarta: Djambatan.