UJI KUALITATIF Karbohidrat Protein dan L

LAPORAN UJI KUALITATIF
KARBOHIDRAT, LEMAK, DAN PROTEIN

Praktikum Biokimia

Disusun oleh:
Jovine Marcella Kurniawan

511510006

UNIVERSITAS MA CHUNG
DESEMBER 2017

0

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT
PENDAHULUAN
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,
hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama karbohidrat
adalah penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi
akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi

(pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk
menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi jantung dan otot
serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik seperti berolahraga atau
bekerja (Winarno, 2004).
Karbohidrat dibagi menjadi beberapa jenis, yakni monosakarida, disakarida,
dan karbohidrat kompleks. Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana
yang terdiri dari 1 gugus cincin. Contoh dari monosakarida yang banyak terdapat
di dalam sel tubuh manusia adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa.

Gambar 1. Struktur glukosa (kiri), galaktosa (tengah), dan fruktosa (kanan).

Disakarida merupakan jenis karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh manusia di
dalam kehidupan sehari-hari. Setiap molekul disakarida akan terbentuk dari
gabungan 2 molekul monosakarida. Contoh disakarida yang umum digunakan
dalam konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul
glukosa dan fruktosa dan juga laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul
glukosa dan galaktosa (Winarno, 2004).

Gambar 2. Struktur sukrosa.


1

Sukrosa terhidrolisis oleh enzim invertase menghasilkan α-D-glukosa dan
β-D-fruktosa. Campuran gula ini disebut gula inversi, lebih manis daripada 8
sukrosa. Jika diperhatikan strukturnya, karbon anomerik (karbon karbonil dalam
monosakarida) dari glukosa maupun fruktosa di dalam air tidak digunakan untuk
berikatan sehingga keduanya tidak memiliki gugus hemiasetal. Akibatnya, sukrosa
dalam air tidak berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid atau keton
sehingga sukrosa tidak dapat dioksidasi. Sukrosa bukan merupakan gula pereduksi.
Keberadaan senyawa karbohidrat dapat dianalisa dengan dilakukan uji kualitatif,
prinsip analisa diantaranya dijelaskan secara singkat sebagai berikut sebagai berikut
(Sudarmadji dkk., 1986):
1. Uji Molisch: dengan prinsip karbohidrat direaksikan dengan a-naftol dalam
alkohol kemudian ditambah dengan asam sulfat pekat melalui dinding tabung,
uji positif ditandai apabila terbentuk cincin ungu.
2. Uji Fehling: pereaksi terdiri dari Cu-sulfat dalam suasana alkalis, NaOH,
ditambah Chelating Agent (kalium natrium tartrat). Sampel ditambah pereaksi
dan dipanaskan adanya endapan berwarna merah cokelat menunjukkan adanya
gula reduksi.
3. Uji tollens: uji ini mengandalkan terbentuknya endapan cermin perak yang

berasal dari gugus aktif pada pereksi tollens yaitu Ag2O yang bila tereduksi
akan menghasilkan endapan perak. Endapan perak ini akan menempel pada
dinding tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak. Aldehid dioksidasi
menjadi anion karboksilat . ion Ag+ dalam reagensia tollens direduksi menjadi
logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding
dalam tabung reaksi. Reaksi dengan pereaksi tollens mampu meng ubah ikatan
C-H pada aldehid menjadi ikatan C-O.
Sebagai mahasiswa kimia, khususnya di bidang pangan, pengetahuan
analisa kandungan karbohidrat menjadi penting. Adanya percobaan uji kualitatif
karbohidrat dapat menjadi latihan sederhana mahasiswa dalam menganalisa pangan.
TUJUAN
Tujuan percobaan ini adalah untuk memahami prosedur uji kualitatif
karbohidrat dengan benar serta mengetahui bagaimana karakteristik sampel yang

2

mengandung karbohidrat dan yang tidak mengandung karbohidrat apabila
dilakukan uji molisch, uji fehling dan uji tollens.
METODOLOGI
Bahan


Larutan sukrosa 10%, larutan pir 1%, air, reagen molisch, H2SO4, larutan fehling A
dan B, reagen tollens.
Alat

Pipet tetes, tabung reaksi, penangas api, penjepit tabung reaksi.
Diagram alir langkah kerja
Uji Molisch:

1ml air

1ml larutan pir 1%

1ml larutan sukrosa 10%

Diletakkan dalam tabung reaksi
Ditambah 1ml larutan a-naftol dalam alkohol 1%
Ditambah H2SO4 pekat perlahan dengan pipet tetes melalui dinding
tabung
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi

Hasil
Uji Fehling:

1ml air

1ml larutan pir 1%

1ml larutan sukrosa 10%

Diletakkan dalam tabung reaksi
Ditambah 1ml larutan fehling A
Ditambah 1ml larutan fehling B
Dikocok hingga homogen
Dipanaskan di atas penangas api hingga mendidih
Hasil
Uji Tollens:

1ml air

1ml larutan pir 1%


1ml larutan sukrosa 10%

Diletakkan dalam tabung reaksi
Ditambah 1ml reagen Tollens
Dikocok hingga homogen
Dipanaskan di atas penangas api hingga mendidih
Hasil

3

DATA PENGAMATAN
Nama
Percobaan
Molisch

Fehling

Perlakuan
1 mL sampel

Kedalam 1 mL
sampel
ditambahkan 1
mL reagen
molisch dan 1
mL H2SO4

1 mL sampel
Kedalam 1 mL
sampel
ditambahkan
larutan fehling
A

Uji Positif pada
larutan sukrosa
10%
Bening.

Terbentuk cincin

ungu, dan
larutan
seluruhnya
berwarna ungu
gelap.
Bening.

Uji Negatif
pada air

Uji Kualitatif
pada pir 1%

Bening.

Bening.

Tidak
terbentuk
cincin ungu

ditengah
larutan.

Terbentuk
cincin ungu
ditengah
larutan.

Bening.

Bening.

Seluruh sampel berubah menjadi berwarna biru
muda.

Kedalam 1 mL
sampel
ditambahkan
larutan fehling
B

Seluruh sampel berubah menjadi berwarna biru
tua.
Larutan
dipanaskan

Larutan tetap
berwarna biru,
tidak ada
endapan.

Larutan tetap
berwarna
biru, tidak
ada endapan.

Larutan tetap
berwarna
biru, namun
terdapat
banyak

endapan
merah
kecoklatan.

4

Tollens

1 mL sampel
Bening
Ditambah 1 mL
pereaksi tollens

bening

Bening

Muncul endapan kecoklatan didasar tabung
reaksi.
Dipanaskan 15
menit

Larutan menjadi
abu-abu, sedikit
endapan hitam
dan tidak terlalu
pekat.

Larutan
bening, tidak
muncul
endapan
hitam.

Larutan
berubah
menjadi
hitam pekat,
terdapan
endapan
hitam pada
dinding
tabung reaksi.

PEMBAHASAN
Uji Molisch

Prinsip dari uji molisch ini adalah reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam
sulfat dan alfa naftol yang akan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.
Dimana asam sulfat berfungsi sebagai pembentukan senyawa furfural dan sebagai
agen kondensasi. Uji positif dari uji ini adalah terbentuknya cincin berwarna ungu.
Uji molisch ini sendiri adalah untuk menguji kandungan karbohidrat pada suatu
sampel, jadi semua sampel yang mengandung karbohidrat hasil ujinya positif
(Brown, 1994).

Gambar 4. Hasil uji positif molisch untuk uji kualitatif karbohidrat menunjukkan terbentuknya
cincin ungu.

Mekanisme

dari

reaksi

ini

adalah karbohidrat dihidrolisis menjadi

monosakarida, selanjutnya monosakarida jenis pentosa akan mengalami dehidrasi

5

dengan asam tersebut menjadi furfural, sementara golongan heksosa menjadi
hidroksi-multifurfural menggunakan asam organik pekat. Pereaksi Molisch yang
terdiri dari α-naftol dalam alkohol akan bereaksi dengan furfural tersebut
membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Monosakarida akan bereaksi lebih
cepat daripada disakarida dan polisakarida karena pada monosakarida langsung bisa
mengalami dehidrasi dengan asam sulfat membentuk furfural, sementara pada
disakarida harus diubah dahulu menjadi monosakarida baru bisa dihidrolisis oleh
asam sulfat membentuk furfural (Brown, 1994).
Berikut adalah mekanisme yang terjadi:

Gambar 5. Reaksi yang terjadi pada uji molisch terhadap karbohidrat.

Dari data hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
kedua sampel yaitu larutan pir 1% yang mengandung fruktosa dan larutan sukrosa
10% bereaksi positif terhadap uji molisch ini. Hal ini sudah sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa sukrosa dan merupakan suatu karbohidrat sehingga dapat
bereaksi positif pada uji molisch.
Mula-mula sampel yang berupa larutan pir 1% dan larutan sukrosa 10%
dimasukkan pada masing-masing tabung reaksi sebanyak 1 ml. Selanjutnya pada
masing-masing tabung reaksi ditambah reagen molisch, kemudian ditambahkan
H2SO4. Penambahan H2SO4 ini bertujuan sebagai agen kondensing dan pembentuk
senyawa multifurfural. Kemudian dapat dilihat hasilnya, pada sampel yang
mengandung fruktosa dan bereaksi positif dengan ditandai terbentuknya warna
ungu. Semakin pekat warna ungu maka semakin pendek rantai karbonnya. Dari data
hasil percobaan, warna ungu pada fruktosa seharusnya lebih pekat daripada sukrosa.
Namun karena konsentrasi sampel berbeda, maka warna ungu yang terbentuk lebih
pekat pada larutan sukrosa. Warna ungu yang terbentuk pada ketiga sampel tersebut

6

disebabkan oleh reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat yang berfungsi untuk
menghidrolisis ikatan pada sakarida untuk menghasilkan furfural. Furfural ini
kemudian bereaksi dengan reagent Molisch, α-naphthol membentuk cincin yang
berwarna ungu (Brown, 1994).
Uji Fehling

Uji fehling menggunakan pereaksi fehling yang terdiri dari campuran kupri
sulfat, Na-K-tartrat dan natrium hidroksida dengan gula pereduksi dan dipanaskan
akan terbentuk endapan yang berwarna merah kecoklatan. Uji fehling ini digunakan
untuk mengetahui adanya kandungan gula pereduksi dalam karbohidrat. Gula
pereduksi adalah karbohidrat yang dapat mereduksi senyawa pengoksidasi lemah
seperti Cu dalam pereaksi fehling. Agar berfungsi sebagai gula pereduksi,
karbohidrat harus mempunyai fungsi aldehid atau gugus fungsi hemi asetal yang
dapat membuka menjadi aldehid (Brown, 1994).
Dalam percobaan ini larutan pir 1% mengandung gula pereduksi yaitu
fruktosa, sedangkan seperti yang diketahui, sukrosa bukan merupakan gula
pereduksi karena tidak memiliki gugus aldehid maupun hemi asetal pada
strukturnya.

Gambar 6. Sukrosa bukan merupakan jenis gula pereduksi.

Apabila larutan sampel ditambah pereaksi fehling (A+B) dan kemudian dipanaskan
menunjukkan terbentuknya endapan merah kecoklatan maka larutan sampel
tersebut mengandung gula pereduksi karena mampu mereduksi pereaksi fehling.
Hasil uji positif adanya gula pereduksi terdapat pada sampel larutan pir 1%, ditandai
dengan adanya endapan kemerahan dari terbentuknya senyawa Cu2O. Sedangkan
air dan larutan sukrosa 10% menghasilkan uji negatif, karena tidak adanya gugus
aldehid atau hemi asetal yang menandakan keberadaan gula pereduksi dalam
sampel yang dapat mengoksidasi pereaksi fehling untuk membentuk Cu2O (Dawn,
2000).

7

Berikut adalah reaksi yang terjadi:

Gambar 7. Reaksi uji fehling pada senyawa gula pereduksi.

Uji Tollens.

Uji tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan
senyawa aldehid dan senyawa keton. Dalam percobaan digunakan pereaksi tollens
yaitu dengan mencampurkan 1 ml AgNO3 kemudian 2 tetes NaOH 10 % ( tetes
demi tetes) sehingga menghasilkan pengoksidasi ringan yaitu larutan basa dari
perak nitrat. Untuk mencegah pengendapan ion perak sebagai oksida pada suhu
tinggi, maka ditambahkan beberapa tetes larutan amonia, amonia membentuk
kompleks larut air dengan ion perak (Brown, 1994).
Pada percobaan terhadap larutan pir 1%, pada saat ditambahkan dengan
pereaksi tollens terjadi perubahan warna larutan menjadi coklat keruh dan tebentuk
endapan berwarna hitam. Kemudian dipanaskan terjadi lagi perubahan yaitu warna
larutan abu-abu keruh dan terbentuknya endapan cermin perak pada dinding tabung
reaksi dan endapan berwarna kehitaman. Dari pengamatan ini dapat dinyatakan
bahwa kedua sampel mengandung senyawa aldehid, karena pada dasar tabung
reaksi mengkilat yang menunjukkan adanya endapan cermin perak. Endapan
cermin perak ini berasal dari gugus aktif pada pereksi tollens yaitu Ag2O yang bila
tereduksi akan menghasilkan endapan perak. Endapan perak ini akan menempel
pada dinding tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak. Aldehid dioksidasi
menjadi anion karboksilat dan ion Ag+ dalam reagensia tollens direduksi menjadi
logam Ag. Uji positif ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding
dalam tabung reaksi dan reaksi dengan pereaksi tollens mampu mengubah ikatan
C-H pada aldehid menjadi ikatan C-O (Brown, 1994).

8

Uji tollens biasanya lebih menghasilkan uji positif pada senyawa yang
mengandung gugus aldehid dibandingkan dengan keton. Hasil percobaan
dihasilkan senyawa larutan sukrosa 10% lebih berwarna abu-abu, kurang
ditemukan endapan hitam. Sukrosa dalam air tidak berada dalam kesetimbangan
dengan bentuk aldehid atau keton sehingga sukrosa tidak dapat dioksidasi.
Sehingga uji karbohidrat pada senyawa seperti sukrosa yang tidak memiliki gugus
aldehid akan cenderung menghasilkan hasil uji negatif, sama seperti air. Berikut
adalah contoh reaksi senyawa karbohidrat bergugus keton yang dilakukan uji
tollens (Brown, 1994):

Gambar 8. Reaksi yang terjadi pada uji tollens untuk menentukkan gugus aldehid atau keton yang
terkandung dalam sampel.

KESIMPULAN
Uji kualitatif karbohidrat dapat dilakukan dengan melakukan uji molisch,
uji fehling dan uji tollens. Untuk mengetahui dalam sampel terdapat karbohidrat
atau tidak, dapat dilakukan uji molisch, di mana uji positif molisch akan
menghasilkan cincin ungu dari terbentuknya senyawa kompleks furfural pada
seluruh jenis karbohidrat (baik gula pereduksi dan non-pereduksi maupun
monosakarida, disakarida hingga polisakarida). Untuk mengetahui jenis gula
pereduksi pada karbohidrat, dapat dilakukan uji fehling. Uji ini dapat mengetahui
adanya gula pereduksi dengan menghasilkan endapan merah bata apabila
direaksikan dengan reagen fehling akibat terbentuknya endapan Cu2O. Selain itu,
untuk mengetahui jenis karbohidrat berdasarkan gugus aktifnya (aldehid atau
keton), dapat dilakukan uji tollens. Uji ini memanfaatkan terbentuknya endapan Ag
berwarna hitam sebagai hasil uji positif, di mana karbohidrat dengan gugus aktif
aldehida akan dapat mengahasilkan endapan hitam Ag, sedangkan karbohidrat
dengan gugus aktif keton cenderung menghasilkan larutan berwarna abu-abu
namun tidak ada endapan hitam Ag.
9

DAFTAR PUSTAKA
Brown, W. H. 1994. Study Guide for Introduction to Organic Chemistry. Jakarta:
EGC.
Dawn, B. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.
Sudarmadji, Slamet, Haryono, B., dan Suhardi. 1986. Analisa Bahan Makanandan
Pertanian. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu Pangan dan Gizi.

Winarno, F. O. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

10

UJI KUALITATIF LEMAK
PENDAHULUAN
Lemak atau lipid merupakan senyawa ester asam lemak dengan gliserol
yang kadang-kadang mengandung gugus lain. Lipid tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik seperti eter, aseton, kloroform, dan benzene.
Berdasarkan kemiripan struktur kimia yang dimiliki, lipid dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu asam lemak, lemak dan fosfolipid (Brown, 1994).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak
merupakan bahan padat pada suhu ruang disebabkan kandungannya yang tinggi
akan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga mempunyai
titik lebur yang lebih tinggi, sedangkan minyak merupakan bahan cair pada suhu
ruang disebabkan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh, yang
memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, sehingga
mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 2004).
Penentuan adanya lipida atau lemak dalam suatu bahan dapat dilakukan
dengan berbagai macam analisa. Salah satunya adalah dengan menggunakan
analisa kualitatif untuk menentukan adanya lipida atau tidak yaitu uji penyabunan,
uji salkowski, dan uji lieberman buchard. Uji Salkowski dan uji lieberman buchard
merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan
kolesterol (Brown, 1994).
Kolesterol merupakan lemak berwarna kekuningan dan berupa seperti lilin
yang diproduksi oleh tubuh kita, terutama di dalam hati. Kolesterol larut dalam
kloroform karena kolesterol bersifat non polar dan larut dalam pelarut-pelarut non
polar seperti kloroform. Kolesterol terdapat pada kuning telur, kacang-kacangan,
organ-organ tubuh (seperti usus, otak, ginjal dan sebagainya). Kolesterol terdapat
dalam jumlah yang terbatas di dalam tubuh dan di dalam makanan bila
dibandingkan

dengan

lemak

lainnya.

Kelebihan

kolestrol

tubuh

dapat

membahayakan kesehatan tubuh terutama hati dan jantung (Winarno, 2004).
Sehingga uji kualitatif minyak terutama akan adanya kandungan kolestrol perlu
dipahami.

11

TUJUAN
Tujuan dilakukannya percobaan uji kualtitatif lemak adalah untuk
memahami prosedur uji kualitatif lemak dengan benar serta mengetahui
karakteristik lemak saat diuji dengan uji salkowski, liberman buchard dan juga
saponifikasi.
METODOLOGI
Bahan

Larutan pir 1%, minyak goreng, air, NaOH 0,5 N, aquadest, etanol, NaCl jenuh,
asam sulfat pekat, kloroform, reagen lieberman-bunchard (asetat anhidrida:asam
sulfat pekat 30:1, v/v).
Alat

Tabung reaksi, pipet, penangas api, vortex.
Diagram alir langkah kerja
Uji penyabunan:

1ml air

1ml minyak

1ml larutan pir 1%

Diletakkan dalam tabung reaksi
Ditambah 1ml larutan NaOH 0,5N
Ditambah 1ml larutan etanol
Dipanaskan di atas air mendidih selama 15 menit
Ditambah 2ml larutan NaCl jenuh
Hasil
Uji Salkowski:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml minyak goreng

Diletakkan dalam tabung reaksi
Ditambah 1ml larutan kloroform
Di-vortex hingga homogen
Ditambah 1ml larutan H2SO4 pekat
Diamati perubahan warna yang terjadi
Hasil

12

Uji Lieberman-Buchard:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml minyak goreng

Diletakkan dalam tabung reaksi
Ditambah 1ml larutan kloroform
Di-vortex hingga homogen
Ditambah 1ml larutan asam asetat anhidrida : asam sulfat
pekat 30:1 (v/v)
Diamati perubahan warna yang terjadi
Hasil
DATA PENGAMATAN
Nama
Percobaan

Perlakuan

penyabunan 1 mL sampel
Ditambah 1
mL NaOH 0,5
N

Kuning bening

Bening

Uji
Kualitatif
pada pir 1%
Bening

Terbentuk 2
lapisan, dimana
lapisan atas
keruh dan
lapisan bawah
bening.

Larutan
tetap
berwarna
bening.

Larutan
tetap
berwarna
bening.

Terbentuk 3
lapisan, keruh
ditengah dan
bening pada
bagian atas dan
bawah.

Larutan
Larutan
tetap bening. tetap bening.

Lapisan tengah
larutan berwarna
kekuningan
keruh.

Larutan
tetap
berwarna
bening.

Uji Positif pada
minyak goreng

Uji Negatif
pada air

Ditambah 1
mL etanol

Dipanaskan 15
menit

Larutan
tetap
berwarna
bening.
13

Ditambahkan 2
mL NaCl jenuh

Salkowski

0,5 mL sampel
Ditambah 1
mL kloroform
lalu divortex

Terbentuk
emulsi sabun,
larutan berwarna
kekuningan.
Kuning bening

Larutan
bening,
keruh.

Larutan
bening,
keruh.

Bening

Bening

Larutan
berwarna
kekuningan.

Larutan
Larutan
tetap bening. tetap bening.

Terbentuk
lapisan cincin
berwarna coklat
pada bagian
tengah larutan.
Kuning bening

Larutan
Larutan
tetap bening. tetap bening.

Larutan
berwarna
kekuningan.

Larutan
Larutan
tetap bening. tetap bening.

Terbentuk
larutan berwarna
hijau muda.

Larutan
bening,
tampak
keruh.

Ditambah 1
mL asam sulfat
pekat

Liebermanbuchard

0,5 mL sampel
Ditambah 1
mL kloroform,
lalu divortex.

Bening

Bening

Ditambah 1
mL reagen
liebermanbuchard
Larutan
bening,
tampak
keruh.

14

PEMBAHASAN
Uji Penyabunan

Penyabunan merupakan reaksi hidrolisis lemak oleh alkali, di mana
dihasilkan gliserol dan garam alkali asam lemak yang disebut sebagai sabun.
Larutan uji yang digunakan adalah NaOH 0,5N dan NaCl jenuh. Mula-mula sampel
dicampur dengan larutan NaOH dan alkohol, kemudian dipanaskan selama 15
menit. Hasilnya terbentuk dua fase, di mana ketika fase tersebut dicampur dengan
NaCl jenuh, terbentuk endapan seperti emulsi yang berbuih (Dawn, 2000).
Prinsip kerja penyabunan adalah mereaksikan minyak atau lemak dengan
basa alkali berlebih yang telah diketahui konsentrasinya, dan menghasilkan gliserol
dan sabun sebagai produknya. Sampel minyak goreng pada uji lemak penyabunan
mengahasilkan uji positif yang ditandai dengan adanya emulsi berbuih pada bagian
tengah larutan setelah ditambahkan NaCl jenuh. Sedangkan, pada air dan larutan
pir 1% tidak ditemukan adanya emulsi buih dan larutan tetap bening, sehingga
kedua sampel tersebut menghasilkan negatif, tidak ditemukan kandungan minyak
atau lipid pada sampel. Berikut adalah prinsip uji kualitatif penyabunan (Keenan,
1991):

Gambar 1. Reaksi penyabunan lemak.

Uji Salkowski

Uji ini dilakukan dengan prinsip melarutkan kolestrol dalam sampel minyak
dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama ditambahkan asam sulfat.
Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Kolesterol merupakan
steroid dari golongan sterol, memiliki struktur cincin kompleks steroid. Kolesterol
umumnya terdapat pada hewan tetapi ada juga yang bersumber dari tumbuhan. Uji
Salkowski dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya kolesterol. Pada uji ini,

15

terbentuk cincin berwarna coklat yang menunjukkan bahwa terdapat reaksi antara
kolesterol dengan asam sulfat pekat (Brown, 1994).

Gambar 2. Reaksi uji salkowski pada lemak.

Sampel minyak goreng yang dilakukan uji salkowski menghasilkan uji positif yang
ditandai dengan munculnya cincin coklat, sedangkan sampel larutan pir 1% dan air
tetap berwarna bening, tidak terdapat kolestrol.
Uji Lieberman-Buchard

Uji Liberman buchard merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip
uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan reagen
lieberman -buchard, yakni asam asetat anhidrat:asam sulfat pekat 30:1 (v/v)
kedalam campuran. Reaksi positif yang menunjukkan adanya kolesterol pada
sampel yang diuji yaitu terbentuknya larutan warna hijau setelah ditambah asam
asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Mulanya, sampel minyak goreng dilarutkan
dalam kloroform terlebih dahulu (melarutkan kolestrol yang terkandung dalam).
Kemudian, direaksikan dengan larutan lieberman-buchard. Berdasarkan percobaan,
minyak goreng diketahui memiliki kandungan kolesterol, di mana ketika dilarutkan
dalam asam asetat anhidrat dan ditambah asam sulfat pekat terbentuk warna hijau
pada larutan (Winarno, 2004). Hal ini menunjukkan reaksi positif. Semakin pekat
warna yang terbentuk, menunjukkan bahwa kolesterol dalam sampel yang diuji
semakin banyak. Pada uji ini, warna hijau pada sampel minyak yang dihasilkan
tidak terlalu pekat, sehingga dapat diasumsikan bahwa sampel minyak goreng yang
diuji tidak mengandung kolestrol dalam jumlah yang banyak. Berikut adalah reaksi
uji kualitatif lemak atau lipida dengan lieberman-buchard:

16

Gambar 3. Reaksi uji lemak dengan lieberman-buchard.

Pada percobaan uji lieberman-buchard pada sampel air dan larutan pir 1%, hasil
akhir uji ini membuat warna larutan tidak berubah atau tetap bening. Tidak terjadi
reaksi antara reagen lieberman-buchard dengan kolestrol sehingga tidak terbentuk
larutan berwarna hijau.
KESIMPULAN
Uji lemak dapat dilakukan dengan melakukan uji penyabunan, uji salkowski
dan juga uji lieberman-buchard. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan lemak
pada sampel, langkah termudah adalah dengan dilakukan reaksi penyabunan, di
mana akan dihasilkan larutan emulsi berbuih sebagai uji positifnya. Untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan senyawa kolestrol yang berbahaya bagi tubuh,
dapat dilakukan uji salkowski dan uji lieberman-buchard. Meskipun sama-sama
merupakan uji kualitatif lemak khususnya kolestrol pada minyak, uji liebermanbuchard lebih bermanfaat untuk menganalisa kandungan kolestrol pada minyak,
sebab selain dapat menentukkan ada tidaknya kolestrol, kepekatan larutan berwarna
hijau yang dihasilkan sebagai uji positif juga dapat menjadi tanda seberapa banyak
atau tingginya jumlah kolestrol dalam minyak.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, W. H. 1994. Study Guide for Introduction to Organic Chemistry. Jakarta:
EGC.
Dawn, B. M. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.
Keenan. 2001. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Winarno, F. O. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

17

UJI KUALITATIF PROTEIN
PENDAHULUAN
Protein merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan dari polimerisasi
asam asam amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. Protein
merupakan senyawa yang sangat penting dalam sistem kehidupan karena protein
memainkan peran yang sangat vital dalam semua aktivitas sel-sel tubuh makhluk
hidup. Protein dignakan untuk dukungan struktural, penyimpanan, transport
substansi lain, pergerakan dan pertahanan melawan substansi asing. Sebagai contoh,
fibrosa mempunyai peran yang sangat penting dalam menyangga atau melindungi
tubuh, sedangkan protein globuler seperti albumain memiliki peranan dalam aliran
darah untuk penahan tekanan osmosis (Almatsier, 2010).
Semua protein terdiri dari rantai polipeptida yang memiliki struktur tertentu
dalam tiga dimensi. Struktur protein terdiri dari 3 macam yaitu sekunder, tersier,
dan kuartener. Pada struktur tersier, terdapat ikatan hidrogen, ikatan disulfida atau
ikatan ionik. Struktur pada protein menentukan sifat-sifat protein baik daya
larutnya maupun peranannya sebagai enzim suatu reaksi. Jika dari ketiga ikatan itu
pecah maka rantai polipeptida akan diubah bentuknya yang mempunyai sifat yang
berbeda. Proses yang terjadi ini disebut dengan dinaturasi dan disebabkan oleh
pemanasan, larutan asam atau basa atau dengan molekul polar (Almatsier, 2010).
Uji kualitatif protein dapat dilakukan berdasarkan uji warna atau melalui uji
endapan. Uji warna meliputi Ninhidrin, Biuret, Reduksi Sulfur, Xantroprotein, dan
Millon Nasse. Sedangkan untuk uji pengendapan biasanya menggunakan garam
logam. Sangat penting untuk memastikan kandungan protein dari makanan yang
dikonsumsi. Dengan melakukan uji kualitatif protein, dapat diketahui keberadaan
protein dalam makanan dengan cepat dan mudah.
TUJUAN
Tujuan percobaan ini adalah untuk memahami prosedur uji kualitatif protein
dengan benar serta mengetahui bagaimana karakteristik sampel yang mengandung
protein dan yang tidak mengandung protein apabila dilakukan uji kualitatif.

18

METODOLOGI
Bahan

Larutan pir 1%, air, albumin, HCl, NaOH, HNO3 pekat, CH3COOH, CuSO4, reagen
folin dan reagen millon.
Alat

Penangas api, pipet tetes, dan tabung reaksi.
Diagram alir langkah kerja
Uji denaturasi dengan pemanasan:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml albumin

Diletakkan dalam tabung reaksi
Dipanaskan di penangas air mendidih hingga menggumpal
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Hasil
Uji denaturasi dengan penambahan asam-basa:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml albumin

Masing-masing sampel diletakkan ke dalam 2 tabung
reaksi (total ada 6 tabung reaksi).
Tiga jenis sampel pertama ditambahkan 0,5 ml HCl,
tiga jenis sampel kedua ditambahkan 0,5 ml NaOH.
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Hasil
Uji reaksi protein dengan asam kuat dan asam lemah:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml albumin

Masing-masing sampel diletakkan ke dalam 2 tabung
reaksi (total ada 6 tabung reaksi).
Tiga jenis sampel pertama ditambahkan 0,5 ml HNO3,
tiga jenis sampel kedua ditambahkan 0,5 ml CH3COOH.
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Hasil

19

Uji Biuret:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml albumin

Masing-masing sampel diletakkan ke dalam tabung
reaksi.
Ditambahkan NaOH encer 0,5 ml.
Ditambahkan CuSO4 0,5 ml, kemudian dikocok.
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Hasil
Uji Xanthoprotein:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml albumin

Masing-masing sampel diletakkan ke dalam tabung
reaksi.
Ditambahkan HNO3 pekat 0,5 ml.
Kemudian dikocok.
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Hasil
Uji Folin Ciocalteu:

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml albumin

Masing-masing sampel diletakkan ke dalam tabung
reaksi.
Ditambahkan reagen follin 0,5 ml.
Kemudian dikocok.
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Hasil
Uji Millom (uji spesifik tirosin):

0,5 ml air

0,5 ml larutan pir 1%

0,5 ml albumin

Masing-masing sampel diletakkan ke dalam tabung
reaksi.
Ditambahkan reagen millon 0,5 ml.
Kemudian dikocok.
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Hasil

20

DATA PENGAMATAN
Nama
Percobaan
Denaturasi
dengan
pemanasan

Denaturasi
dengan asambasa

Perlakuan
0,5 ml sampel
Dipanaskan di
penangas air
mendidih 15
menit.

0,5 ml sampel
Uji dengan
asam,
ditambahkan
0,5 ml HCl.

Uji Positif
pada albumin
Bening.

Uji Negatif
pada air
Bening.

Uji Kualitatif
pada pir 1%
Bening.

Terbentuk
gumpalan
berwarna
putih.
Bening.

Larutan tetap
bening.

Larutan tetap
bening.

Bening.

Bening.

Larutan tetap
bening.

Larutan tetap
bening.

Terbentuk
gumpalan dan
endapan
putih.
Uji dengan
basa,
ditambahkan
0,5 ml NaOH.

Denaturasi
dengan asam
kuat HNO3
dan lemah
CH3COOH

0,5 ml sampel
Uji dengan
asam kuat,
ditambahkan
0,5 ml HNO3.

Bening.

Larutan
berubah
warna
menjadi
kuning.

Larutan tetap bening.
Bening.
Bening.

Larutan tetap
bening.

Larutan tetap
bening.

Uji dengan
asam lemah,
ditambahkan
0,5 ml
CH3COOH.
Larutan tetap bening.
21

Biuret

0,5 ml sampel
Ditambahkan
NaOH encer
0,5 ml
Ditambahkan
CuSO4 0,5 ml,
lalu dikocok.

Xanthoprotein 0,5 ml sampel
Ditambahkan
HNO3 pekat
0,5 ml, lalu
dikocok.

Follin

0,5 ml sampel
Ditambahkan
reagen follin
0,5 ml, lalu
dikocok.

Bening.
Bening.

Bening.
Bening.

Bening.
Bening.

Terbentuk
larutan biru
muda dengan
adanya
endapan biru
tua.
Bening.

Hanya
terbentuk
larutan biru
muda.

Terbentuk
larutan biru
muda dan
ada endapan
biru tua.

Bening.

Bening.

Larutan
berubah
warna
menjadi
kuning.

Larutan tetap
bening.

Larutan tetap
bening.

Bening.

Bening.

Bening.

Larutan
berubah
warna
menjadi
kuning,
keruh, tampak
ada endapan
putih.

Larutan
berubah
warna
menjadi
kuning akibat
penambahan
reagen follin
yang
memiliki
warna asli
kuning.

Larutan
berubah
warna
menjadi
kuning akibat
penambahan
reagen follin
yang
memiliki
warna asli
kuning.

22

Millon

0,5 ml sampel
Ditambahkan
reagen millon
0,5 ml, lalu
dikocok.

Bening.

Bening.

Bening.

Larutan
berubah
warna
menjadi
putih, tampak
ada endapan,
keruh.

Larutan tetap
bening.

Larutan tetap
bening.

PEMBAHASAN
Uji denaturasi dengan pemanasan, dan perubahan pH (asam-basa)

Denaturasi merupakan sebuah proses di mana protein ataupun asam nukleat
kehilangan struktur tersier atau sekunder dengan penerapan beberapa tekanan
eksternal atau senyawa, seperti asam kuat atau basa, atau adanya pengaruh
pemberian panas.

Gambar 1. Denaturasi protein menyebabkan struktur protein tersier terbuka menjadi struktur
primer.

Protein yang terdenaturasi hampir selalu mengalami kehilangan fungsi biologis.
Ciri-ciri protein mengalami denaturasi dapat dilihat dari berbagai hal, salah satunya
dari perubahan struktur, di mana protein yang terdenaturasi mengalami pembukaan
lipatan pada bagian-bagian tertentu, selain itu kelarutan protein dalam air juga akan
berkurang. Selain itu, masing-masing penyebab denaturasi protein akan
mengakibatkan ciri denaturasi yang spesifik (Hawab, 2004).
Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari protein, namun tidak akan
mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya suhu
yang diberikan pada suatu protein, hal ini akan membuat energi kinetik molekul

23

bertambah. Bertambahnya energi kinetik molekul akan mengacaukan ikatan-ikatan
hidrogen. Selain itu, bentuk dari protein yang tidak teratur dapat menjadi tanda
bahwa protein yang terdenaturasi mengalami peningkatan entropi. Pemanasan juga
dapat mengakibatkan kemampuan protein untuk mengikat air menurun dan
menyebabkan terjadinya koagulasi (Hawab, 2004).
Telur mngandung 74% air dan menyediakan semua asam amino esensial
bagi manusia terutama padabagian putihnya (albumen). Sedangkan bagian
kuningnya (yolk) merupakan sumber lemak. Telur juga menyediakan sejumlah
penting vitamin termasuk vitamin A, D, E, K dan vitamin-vitamin B serta asam
folat. Telur juga mengandung sejumlah mineral penting seperti kalsium, besi, fosfor,
magnesium, dan kalium (Almatsier, 2010). Pada percobaan yang dilakukan pada
albumin, hasil uji positif sesuai dengan literatur, di mana pemberian panas membuat
protein putih telur menjadi keruh dan tidak larut dalam air, sedangkan untuk uji
terhadap air dan larutan pir 1% tidak terjadi kekeruhan dan endapan, sehingga dapat
dikatakan pada kedua sampel tersebut tidak mengandung protein. Berikut adalah
reaksi pada saat protein dipanaskan:

Gambar 2. Reaksi yang terjadi pada saat protein dipanaskan.

Saat protein dipanaskan, dari struktur tersier atau sekunder akan berubah menjadi
susunan terkecil asam aminonya, dan pada hasil yang dapat diamati dapat dilihat
kelarutan protein berkurang.
Selain karena suhu, protein juga dapat terdenaturasi terhadap pemberian
larutan asam maupun basa (Hawab, 2004). Pada percobaan denaturasi protein,
penambahan asam HCl mengakibatkan terbentuknya endapan putih keruh.
Sedangkan pada penambahan NaOH tidak membuat albumin mengeruh. Proses
reaksi yang terjadi disajikan pada gambar dibawah ini:

24

Gambar 3. Reaksi yang terjadi antara protein dengan pelarut asam HCl dan basa NaOH.

Proses penambahan asam atau basa kuat akan mengakibatkan terbentuknya ikatan
antata gugus N dan gugus COO- pada protein. Pada percobaan, penambahan NaOH
pada albumin tidak membuat protein terdegradasi, hal ini diperkirakan NaOH
belum bereaksi sempurna dengan albumin sehingga tidak tampak munculnya
kekeruhan. Pemanasan atau pemberian suhu dirasa perlu untuk dilakukan sebagai
katalis untuk mempercepat reaksi antara NaOH dengan albumin, namun dengan
suhu yang tidak terlalu tinggi (sekitar 30 hingga 35ºC). Sama seperti uji denaturasi
protein dengan suhu, sampel air dan larutan pir 1% tetap bening dan tidak ada reaksi
yang terjadi, sehingga dapat dikatakan kedua sampel tersebut tidak mengandung
protein.
Selain penambahan dengan asam HCl dan basa NaOH, penambahan HNO3
atau disebut dengan uji Xanthoprotein juga mengakibatkan protein terdenaturasi.
Selain merupakan asam kuat, asam nitrat merupakan agen pengoksidasi yang kuat.
Saat asam nitrat pekat bereaksi dengan protein, akan terbentuk perubahan warna
larutan menjadi kuning. Reaksi perubahan warna kuning ini menunjukkan adanya
reaksi antara asam amino yang memiliki gugus aromatik dengan nitrat (Sudarmadji
dkk., 1986). Pada saat sampel albumin ditambahkan asam nitrat, sesuai dengan
literatur terjadi perubahan warna albumin menjadi kuning. Hal ini menunjukkan uji
positif albumin terhadap penambahan asam nitrat. Uji Xanthoprotein cocok
digunakan untuk menguji protein yang memiliki kandungan asam amino dengan
gugus aromatik. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin,
fenilalanin dan triptofan.

25

Gambar 4. Reaksi yang terjadi pada saat aromatik asam amino direaksikan dengan asam nitrat
pekat.

Selain itu, ketika sampel albumin ditambahkan CH3COOH, menurut
literatur seharusnya sampel albumin muncul endapan putih. Namun hasil percobaan
tidak didapatkan munculnya endapan putih. Hal ini dapat terjadi karena tidak
adanya pemberian suhu sebagai katalis, ataupun kurangnya jumlah penambahan
asam asetat sehingga reaksi kurang dapat berlangsung.

Gambar 5. Uji protein dengan asam asetat.

Sama seperti uji denaturasi protein albumin yang lain, uji pada sampel air dan
larutan pir 1% tidak menunjukkan hasil positif, di mana larutan tetap bening.
Uji Biuret

Pendeteksian

ada

tidaknya

ikatan

peptida

yang

membentuk

suatu protein dilakukan dengan uji biuret. Reagen biuret dibuat dari campuran
larutan tembaga sulfat dengan natrium hidroksida (Winarno, 2004).

Gambar 6. Bahan dan alat yang digunakan saat uji biuret.

26

Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah muda sampai ungu. Tes biuret
(tes Piotrowski) adalah tes kimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya ikatan
peptida. Dengan adanya peptida, ion tembaga (II) membentuk kompleks koordinasi
berwarna ungu dalam larutan alkali. Reagen ion tembaga, dengan muatan +2,
dikurangi menjadi muatan +1 dengan adanya ikatan peptida, menyebabkan
perubahan warnanya. Uji biuret tidak spesifik terhadap protein dikarenakan semua
Cu2+ dapat berikatan dengan gugus amida bukan hanya protein. Berikut adalah
reaksi yang terjadi pada protein saat dilakukan uji biuret (Brown, 1994):

Gambar 7. Reaksi antara urea (atau bisa juga protein) dengan tembaga sulfat dalam larutan alkali
menghasilkan endapan ungu.

Pada sampel albumin, ketika ditambahkan larutan NaOH encer, awalnya
tidak terjadi reaksi dan tetap bening. Kemudian ketika ditambahkan tembaga sulfat,
terjadi perubahan warna menjadi biru, disertai dengan munculnya endapan biru
muda. Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel albumin tidak terdeteksi adanya
ikatan peptida, yakni ikatan yang menghubungkan asam amino satu dengan yang
lain. Hal yang mungkin terjadi pada albumin yang menghasilkan uji negatif adalah
konsentrasi sampel yang terlalu rendah sehingga saat direaksikan dengan reagen
biuret, larutan berubah menjadi biru namun endapan ungu tidak dapat terlihat.
Selain itu, kurang lamanya waktu reaksi serta tidak adanya pemberian suhu sebagai
katalis dimungkinkan menyebabkan albumin yang diuji biuret menghasilkan uji
negatif. Adapun sampel air dan larutan pir 1% yang dilakukan uji biuret merupakan
sampel uji negatif, di mana uji biuret hanya merubah warna air menjadi biru (warna
asal larutan tembaga sulfat) tanpa adanya endapan ungu yang muncul.

27

Uji Follin

Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah reaksi oksidasi dan reduksi
kolorimetrik untuk mengukur semua senyawa fenolik dalam sampel uji, dalam hal
ini adalah protein. Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan larutan kompleks ion
polimerik

yang

dibentuk

dari

asam fosfomolibdat

dan

asam

hetero-

polifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air, natrium tungstat, natrium molibdat,
asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan bromin. Prinsip metode FolinCiocalteu adalah oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi
fenolat garam alkali, mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks
molibdenum-tungsten. Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi
Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi basa. Hasil positif uji follin
ini menghasilkan larutan berwarna biru (Brown, 1994).
Pada percobaan yang dilakukan, sampel albumin, air dan larutan pir 1%
sama-sama tidak menghasilkan warna biru, di mana warna larutan yang terbentuk
adalah kuning. Yang membedakan antara sampel albumin (protein) dengan air dan
larutan pir 1% adalah pada larutan albumin terlihat keruh dan ada endapan,
sedangkan kedua sampel lain bening. Hal ini dapat menjadi tanda keberadaan
protein, meskipun tidak spesifik. Berikut adalah penjelasan uji folin:

Gambar 8. Uji protein folin.

Uji Millon

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan
endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan (Brown, 1994).
Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa
merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna, namun uji ini juga biasa

28

dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya protein dalam suatu sampel. Berikut
ilustrasi uji millon untuk analisa kualitatif protein:

Gambar 9. Bahan, alat, dan ilustrasi percobaan uji millon pada albumin.

Pada hasil percobaan, sampel albumin yang ditambahkan dengan reagen millon
terbentuk endapan putih keruh, sedangkan pada sampel air dan larutan pir 1% tidak
bereaksi apa-apa ditandai dengan larutan tetap berwarna bening. Hal ini sesuai
dengan literatur, di mana protein yang direaksikan dengan reagen millon awalnya
akan menghasilkan larutan keruh dengan ada endapan putih. Namun, karena dalam
prosedur percobaan tidak dituliskan penambahan perlakuan pemanasan, hasil uji
positif millon pada albumin yang dapat diamati hanya sampai munculnya endapan
putih, tidak sampai menghasilkan warna merah. Uji millon cocok untuk menguji
ada tidaknya senyawa fenol dalam sampel, namun apabila terdapat senyawa protein
yang memiliki aromatik asam amino, akan menghasilkan hasil uji yang positif pula.
KESIMPULAN
Uji kualitatif protein dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti uji
denaturasi dengan suhu, perubahan pH, uji xanthoprotein, uji biuret, uji folin dan
uji millon. Karakteristik protein saat didenaturasi oleh suhu, larutan asam HCl dan
basa NaOH adalah terbentuknya endapan putih keruh, sedangkan penambahan
asam pekat HNO3 menyebabkan warna larutan menjadi berwarna kuning. Uji biuret
dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan ikatan peptida, dimana uji positif
dihasilkan endapan berwarna ungu. Uji folin dan uji millon sama-sama cocok untuk
menguji keberadaan senyawa fenolik, serta senyawa protein yang memiliki
aromatik asam amino.

29

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Brown, W. H. 1994. Study Guide for Introduction to Organic Chemistry. Jakarta:
EGC.
Hawab, M. 2004. Pengantar Biokimia. Bogor: Bayu Media Publishing.
Sudarmadji, Slamet, Haryono, B., dan Suhardi. 1986. Analisa Bahan Makanandan
Pertanian. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu Pangan dan Gizi.

Winarno, F. O. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

30